Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152481 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silviana Tirtasari
"Hipertensi hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang besar di Indonesia, dimana sebesar 34,1% penduduk Indonesia usia >18 tahun menderita hipertensi. Saat ini mulai terjadi pergeseran populasi pada penderita hipertensi yang mulai sering ditemukan pada usia dewasa muda (18-34 tahun). Dimana wanita Indonesia memiliki prevalensi hipertensi yang lebih tinggi daripada pria (36,9%: 31,3%). Provinsi jawa barat yang mayoritas penduduknya merupakan suku Sunda, yang selama ini dikenal dengan kebiasaan hidup mereka yang sehat ternyata menempati peringkat kedua tertinggi untuk prevalensi hipertensi di Indonesia. Selain masalah hipertensi, nampaknya obesitas juga mengalami peningkatan prevalensi yang cukup signifikan di Indonesia dari yang sebelumnya pada tahun 2013 sebesar 14,8% menjadi 21.8% pada tahun 2018 (Batlibankes, 2013; Batlibangkes, 2018). Hal ini yang melatar belakangi dilakukannya penelitian tentang obesitas dan hipertensi pada wanita usia dewasa muda, suku Sunda. Penelitian ini memakai desain cross sectional dengan memakai data sekunder , yaitu: IFLS (Indonesian Family Life Survey) -5. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah semua wanita yang berusia 18-34 tahun bersuku Sunda yang menjadi responden dalam IFLS-5. Sehingga didapatkan sampel dalam penelitian ini sebesar 780 responden. Dalam penelitian ini didapatkan prevalensi hipertensi pada wanita usia dewasa suku Sunda adalah sebesar 11,79% sedangkan prevalensi obesitasnya adalah 41,03%. Serta terdapat hubungan antara obesitas dengan hipertensi sebesar 2,8 (95% CI, 1,8-4,3) setelah dikontrol dengan variabel usia.

Hypertension is still a major health problem in Indonesia, where 34.1% of Indonesia's population over 18 years suffer from hypertension. Currently there is a population shift in hypertensive patients who begin to be found frequently in young adults (18-34 years). Where Indonesian women have a higher prevalence of hypertension than men (36.9%: 31.3%). West Java province, which is predominantly Sundanese and has been known for their healthy living habits turned out to be the second highest in the prevalence of hypertension in Indonesia. In addition to hypertension problems, obesity also seems to experience a significant increase in prevalence in Indonesia from the previous year of 14.8% to 21.8% in 2018 (Batlibankes, 2013; Batlibangkes, 2018). This is the background study of obesity and hypertension in young adult Sundanese women. This study uses a cross sectional design using secondary data, namely: IFLS (Indonesian Family Life Survey) -5. The samples taken in this study were all Sundanese women aged 18-34 years who were respondents in IFLS-5. So that the sample in this study was 780 respondents. In this study the prevalence of hypertension in adult Sundanese women was 11.79% while the prevalence of obesity was 41.03%. And there is a relationship between obesity and hypertension of 2.8 (95% CI, 1.8-4.3) after being controlled by age variables."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusni Rahma
"ABSTRAK
Insiden hipertensi di Indonesia masih cenderung tinggi, terdapat beberapa faktor yangberkontribusi terhadap munculnya hipertensi, salah satunya adalah obesitas sentral.Obesitas sentral adalah kondisi lemak berlebih yang terpusat pada daerah perut intraabdominalfat . Beberapa penelitian menyatakan bahwa hipertensi lebih banyakditemukan pada individu dengan obesitas sentral dibandingkan dengan obesitas umum.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan obesitas sentral dengankejadian hipertensi diastolik pada penduduk usia 40 tahun atau lebih di Kota Bogortahun 2016. Desain Penelitian ini adalah kohor retrospektif, analisis data sekunder studikohor PTM Litbangkes tahun 2011-2016. Hasil penelitian ini menemukan bahwaInsiden hipertensi diastolik sekitar 90 per 1000 orang-tahun. Penduduk usia 40 tahunatau lebih yang obesitas sentral berisiko 1.929 kali 95 CI 1.660 ndash; 2.242 untukmengalami hipertensi diastolik dibandingkan penduduk tidak obesitas sentral setelahdikontrol oleh aktivitas fisik. Attributable Risk Percent AR sebesar 41,5 . Artinya,eliminasi obesitas sentral, diperkirakan akan menurunkan kejadian hipertensi diastoliksekitar 41,5 .

ABSTRACT
Indonesia still records high incidence of hypertension in the last couple of years. Ofseveral factors that contribute to the emergence of hypertension, growing number ofevidence highlights the contribution of central obesity. Central obesity is a condition offat centered on the abdominal area intra abdominal fat . Some studies suggest thathypertension is more commonly found in central obese individuals compared to generalgeneral obese groups. The purpose of this study was to determine the association ofcentral obesity with the incidence of diastolic hypertension in the population amongpeople above 40 years in the city of Bogor in 2016. This study is a retrospective cohortin design, a secondary analysis of NCD study cohort by Litbangkes year 2011 2016.The results show the incidence of diastolic hypertension is 90 per 1000 person years.Population among people above 40 years of central obesity is 1.929 times 95 CI1.660 ndash 2.242 at risk to get diastolic hypertension compared with non central obeseafter being controlled by physical activity. Attributable Risk Percent AR is 41.5 .This says the incidence of diastolic hypertension can be reduced by 41.5 if there is nocentral obesity cases."
2018
T51109
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Yolanda
"Hipertensi merupakan tantangan kesehatan masyarakat yang penting karena memiliki hubungan yang kuat dengan penyakit kardiovaskuler dan kematian dini. Angka penderita hipertens meningkat dari tahun ke tahun. Wanita lebih rentan mengalami hipertensi. Berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi, salah satunya adalah obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh obesitas terhadap hipertensi pada wanita dewasa usia 21-40 tahun di Indonesia tahun 2014. Penelitian ini menggunakan data sekunder Indonesian Family LifeSurvey IFLS 5 tahun 2014 dengan desain studi cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 6.859 orang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 6.861 wanita usia 21-40 tahun di Indonesia Tahun 2014 terdapat 11,98 95 CI: 10,76-12,01 wanita mengalami hipertensi, 24,78 95 CI: 23,6-25,37 termasuk dalam kategori obesitas. Setelah dilakukan uji confounding, tidak ada variabel kovariat yang menjadi variabel confounding dalam pengaruh obesitas terhadap hipertensi dalam penelitian ini sehingga hasil akhirnya OR hubungan obesitas dengan kejadian hipertensi pada wanita usia 21-40 tahun di Indonesia berdasarkan hasil IFLS 2014 sebesar 3,29. Artinya wanita dengan obesitas mempunyai peluang 3,29 kali mengalami hipertensi dibandingkan wanita tidak obesitas. Dinas Kesehatan perlu meningkatkan program deteksi dini hipertensi di masyarakat khususnya pada wanita obesitas usia 21-40 tahun. Kepada masyarakat agar menerapkan pola hidup sehat dengan menjaga asupan makanan.

Hypertension is an important public health challenge because it has a strong effect with cardiovascular disease and premature death. The number of hypertension increases from year to year. At the same riskfactors, women are more susceptible to hypertension. Many factor that influence of hypertension, one of them is obesity. This study aims to determine the effect of obesity to hypertension in adult women 21 40 years old in Indonesia, 2014. This study uses secondary data of Indonesian Family Life Survey IFLS 5,2014 with cross sectional study design. The number of samples is 6,861 people.
The results of this studyindicate that 6,861 of women aged 21 40 years old are 11.98 95 CI 10,76 12,01 hypertension,24.78 95 CI 23,6 25,37 obesity. The results of multivariate analysis, there is no covariate variable that becomes confounding variable in influence of obesity to hypertension in this research, odds ratio influence obesity to hypertension is 3,29. This means that women with obesity have risk 3,29 to be hypertension. Health Office needs to improve the early detection program of hypertension, especially in obese women with aged 21 40 years olds. The society must apply a healthy lifestyle by maintaining food intake.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T51024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sifa Aulia Wicaksari
"

Prevalensi kegemukan/obesitas meningkat setiap tahun secara global termasuk Indonesia. Salah satu fokus masalah oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah tingginya konsumsi energi dari gula yang berdampak pada pengingkatan berat badan, kerusakan gigi, dan penyakit tidak menular. Dewasa ini, sebanyak 10,9% orang dewasa di Indonesia mengonsumsi energi dari gula melebihi anjuran dari WHO. Penelitian potong lintang ini bertujuan mengetahui hubungan antara index massa tubuh (IMT) dan konsumsi minuman berpemanis pada usia dewasa muda di Universitas Indonesia, disesuaikan dengan faktor-faktor lain seperti status sosiodemografi, asupan energi total dan aktivitas fisik. Pengambilan data dilakukan secara consecutive di Universitas Indonesia, Jawa Barat, Indonesia selama bulan Maret – Juni 2019, terhadap 161 mahasiswa Universitas Indonesia yang tinggal di asrama. IMT diperoleh dari pengukuran berat dan tinggi badan, sedangkan konsumsi minuman berpemanis diperolah menggunakan catatan minuman 7 hari. Kuesioner terstruktur, 24–hours recall dan kuesioner aktivitas fisik internasional digunakan untuk menilai sosio-demografi, asupan energi dan aktivitas fisik. Analisis data menggunakan SPSS versi 20. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 24,2% memiliki status gizi lebih/ obesitas dan 11,8% responden mengonsumsi gula tambahan di minuman lebih dari 50 gram per hari. Sebagian besar responden memiliki mengonsumsi energi tidak cukup dan aktivitas fisik rendah. Setelah disesuaikan dengan faktor-faktor perancu lain, IMT secara signifikan berhubungan konsumsi minuman berpemanis berdasarkan asupan gula tambahan (β=1,810; interval kepercayaan 95% 0,014 – 3,606; p=0,048, adj R2=0,028). Oleh karena itu, seluruh program edukasi perlu menambahkan materi tentang cara menurunkan konsumsi minuman berpemanis.


The prevalence of overweight–obesity is increasing globally every year, including Indonesia. One global concern by World Health Organization (WHO) related to overweight–obesity was high energy intake from sugar resulting on weight gain, tooth decay, and non-communicable diseases. Recently, more than 10.9% of Indonesian adults consumed energy from SSB exceeding WHO recommendation. This cross sectional study aimed to assess the association between body mass index (BMI) and SSB consumption among young adults in Universitas Indonesia, adjusted to sociodemographic status, total energy intake (TEI) and physical activity level (PAL). Data collection was conducted in Universitas Indonesia, West Java Indonesia during March–June 2019. College students living in dormitory were enrolled 161 students consecutively as respondents. Weight and height measurement was obtained for calculating the BMI, while SSB consumption was obtained by 7–days fluid record. Structured questionnaire, 24–hours recall and short international physical activity questionnaire were used for assessing sociodemographisc status, TEI and PAL. Data analysis used SPSS version 20. The result found 24.2% of respondents were overweight-obese; 11.8% of respondents consumed added sugar in SSB more than 50 g/day. More respondents had inadequate TEI and low PAL. In multivariate analysis, BMI was significantly associated with SSB consumption based on added sugar (β=1.810, 95% 0.014–3.606 of CI, p=0.048, adj R2=0.028). It is necessary to include how to reduce SSB cosumption in all education program.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Shofia
"ABSTRAK
Nama : Nur ShofiaProgram Studi : Ilmu Kesehatan MasyarakatJudul : Studi Validasi Cut-Off Point Obesitas menurut IMT dan Lingkar Pinggang dengan Gold Standard Persentase Lemak Tubuh pada Usia 19-45 Tahun Di Fakultas Syari rsquo;ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung Tahun 2018Pembimbing : Triyanti, SKM, M.ScObesitas merupakan faktor risiko dari berbagai penyakit tidak menular. IMT indeks massa tubuh dan lingkar pinggang adalah indikator antropometri yang sering digunakan untuk mendefinisikan status obesitas. Sejumlah penelitian menyatakan bahwa setiap populasi memerlukan cut-off point IMT dan lingkar pinggang yang berbeda untuk mengidentifikasi status obesitas. Studi ini bertujuan untuk menentukan cut-off point optimal dari IMT dan lingkar pinggang terhadap status obesitas pada pria dan wanita dewasa di Fakultas Syari rsquo;ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. Sebanyak 272 subjek usia 19-45 tahun pria, n=116; wanita, n= 156 berpartisipasi dalam pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang, dan persentase lemak tubuh. Persentase lemak tubuh diukur menggunakan BIA bioelectrical impedance analysis Omron HBF-212. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cut-off point IMT dan lingkar pinggang dari Kementerian Kesehatan Indonesia memiliki nilai sensitivitas yang rendah dalam mengidentifikasi status obesitas pada subjek penelitian. Cut-off point optimal IMT dan lingkar pinggang bagi pria dan wanita dalam penelitian ini berturut-turut adalah 24.60 kg/m2; 24.05 kg/m2; 82.60 cm; dan 76.00 cm. IMT adalah indikator antropometri yang paling baik untuk menentukan status obesitas pada pria, sedangkan pada wanita adalah lingkar pinggang. Hasil penelitian ini sebaiknya digunakan sebagai evaluasi penentuan cut-off point obesitas menurut IMT dan lingkar pinggang bagi pria dan wanita dewasa di Fakultas Syari rsquo;ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.Kata kunci:Obesitas; IMT; lingkar pinggang; persentase lemak tubuh; cut-off point.

ABSTRACT
Name Nur ShofiaStudy Program Master of Public Health Title The Validation Study of Obesity Cut off Point according to BMI and Waist Circumference with Body Fat Percentage Gold Standard in 19 45 year old Adults in The Sharia and Law Faculty of Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2018Counsellor Triyanti, SKM, M.ScObesity is a risk factor for non communicable diseases. BMI body mass index and waist circumference WC have been extensively used to define obese status. Several studies have raised that BMI and WC cut off points may be different among various populations. The objective of this study was to determine optimal cut off points for BMI and WC to identify obesity in men and women from Sharia and Law Faculty of Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. A total of 272 subjects aged 19 45 years men, n 116 women, n 156 were assessed for weight, height, WC, and body fat percentage BF . BF was determined using BIA bioelectrical impedance analysis Omron HBF 212. The existing BMI and waist circumference cut off points from Ministry of Health of Indonesia showed low sensitivity to identify obesity in our subjects. The optimal cut off points for BMI and WC for determination of obesity in men and women were 24.60 kg m2 24.05 kg m2 82.60 cm and 76.00 cm, respectively. In conclusion, BMI is the most predictive for men to define obese status, while WC is for women. These research findings should be used to evaluate new cut off points for BMI and WC to define obesity optimally in men and women in Sharia and Law Faculty of Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.Key words Obesity BMI waist circumference body fat percentage cut off point."
[Depok;Depok, Depok]: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T49933
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shabrina Khairani
"ABSTRAK
Tingkat kebisingan yang terpapar pekerja di suatu industri yang melebihi Nilai Ambang Batas dapat menyebabkan mekanisme stres yang akan meningkatkan detak jantung dan tekanan darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat kebisingan dengan kejadian hipertensi pada pekerja di bagian Refining PT X. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional pada 51 responden pekerja di bagian Refining. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi-square dan regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat kebisingan dengan kejadian hipertensi pada pekerja dengan nilai p = 0,029 (OR 4,857: 95% CI 1,318 - 17,896). Ada juga hubungan yang signifikan antara tingkat kebisingan dan riwayat herediter hipertensi dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Pada uji multivariat tingkat kebisingan penderita hipertensi memiliki nilai p = 0,019 dan nilai OR 7,540 (95% CI 1,4 - 40,605) setelah dikontrol dengan variabel IMT. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pekerja yang terpapar kebisingan tinggi dapat berisiko mengalami hipertensi. Perlu adanya perhatian lebih dari pihak perusahaan dalam upaya pencegahan penyakit tertentu akibat lingkungan kerja.
ABSTRACT
The noise level that workers in an industry are exposed to in excess of the Threshold Value can cause a stress mechanism that will increase heart rate and blood pressure. This study aims to determine the relationship between noise levels and the incidence of hypertension among workers in the Refining Section of PT X. This study used a quantitative research method with a cross sectional study design on 51 respondents of workers in the Refining section. The statistical test used in this study was the chi-square test and multiple logistic regression. The results showed that there was a significant relationship between the noise level and the incidence of hypertension among workers with a value of p = 0.029 (OR 4.857: 95% CI 1.318 - 17.896). There was also a significant association between noise levels and hereditary history of hypertension and Body Mass Index (BMI). In the multivariate test, the noise level of hypertensive patients has a p value = 0.019 and an OR value of 7.540 (95% CI 1.4 - 40.605) after being controlled with the BMI variable. So it can be concluded that workers who are exposed to high noise can be at risk of developing hypertension. There needs to be more attention from the company in efforts to prevent certain diseases due to the work environment."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita
"Studi tentang obesitas dari berbagai sudut pandang telah banyak dibahas dalam literatur ilmu kesehatan. Akan tetapi, studi yang membahas obesitas dari sisi karakter kota masih sangat terbatas, terutama untuk negara berkembang. Untuk melengkapi gap literatur, studi ini memberikan pembuktian empiris hubungan kausal antara obesitas dan karakter kota berupa urban sprawl. Skor indeks risiko gempa dan elevasi digunakan sebagai instrument variable (IV) untuk mengatasi masalah endogenitas dalam mengestimasi parameter. Hasil estimasi dengan metode 2SLS menunjukkan bahwa peningkatan satu persen indeks sprawl akan menurunkan 3,6% poin indeks massa tubuh dan 0,4% poin likelihood peningkatan status obesitas. Konsisten dengan hasil estimasi tersebut, studi ini menemukan bahwa semakin sprawl suatu area, maka peluang individu melakukan aktivitas fisik seperti berjalan kaki dan bersepeda semakin meningkat, intensitas individu mengkonsumsi makanan sehat meningkat, dan intensitas konsumsi makanan yang tidak sehat semakin menurun. Berdasarkan hasil temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa untuk mengendalikan tingkat obesitas masyarakat dapat dilakukan dengan melakukan perubahan pada struktur kota (lingkungan) dengan meningkatkan fasilitas yang dapat mendukung aktivitas fisik masyarakat, seperti jogging track, jalur khusus sepeda, atau taman untuk berolahraga terutama di aera yang padat residensial.

The study of obesity from various perspectives has been widely discussed in the health science literature. However, studies that discuss obesity in terms of urban character are still very limited, especially for developing countries. To complete the literature gap, this study provides empirical evidence of a causal relationship between obesity and urban form in terms of urban sprawl. The earthquake risk and elevation scores are used as instrument variables (IV) to solve the endogeneity problem in estimating parameters. The estimation results using the 2SLS method find that a one percent increase in the sprawl index will decrease 3.6% body mass index points and 0.4% likelihood of increasing obesity status. Consistent with the results, this study found that the more sprawl an area, the chances of individuals doing physical activities such as walking and cycling increased, the intensity of individuals consuming healthy food increased, and the intensity of consumption of unhealthy foods decreased. Based on these findings, it can be concluded that to combat the obesity rate can be done by making changes to the structure of the city (environment) by increasing facilities that can support the physical activities of the community, such as jogging tracks, bicycle lanes, or parks to exercise, especially in areas that residential solid."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Roswenda
"Pengaruh obesitas terhadap morbiditas dan mortalitas pasien kritis masih kontroversial. Tingginya massa lemak pada pasien obesitas menyebabkan disregulasi sistem imun, peningkatan risiko kadiovaskular, gangguan penyembuhan luka, dan perubahan farmakokinetik antimikroba. Walau demikian, banyak studi menunjukkan pasien yang dirawat di ruang rawat intensif (intensive care unit - ICU) dengan obesitas memiliki kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) 18,5 – 24,9 kg/m2. Fenomena ini disebut paradoks obesitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan obesitas berdasarkan IMT dengan lama rawat dan kejadian infeksi nosokomial di ICU. Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif dengan subjek pasien kritis yang di rawat di ICU Dewasa RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Pasien dilakukan pemeriksaan antropometri kemudian IMT dihitung dan dikelompokan menjadi kelompok tidak obes dan obes berdasarkan kriteria IMT Asia-Pasifik. Pemantauan pasien dilakukan setiap hari untuk mengambil data lama rawat dan diagnosis infeksi nosokomial dari rekam medis. Dari 79 subjek, sebagian besar (65%) berjenis kelamin perempuan dengan median usia 46 tahun. Sebagian besar subjek masuk ICU pasca pembedahan (89%) dan skor qSOFA 1 (52%). Sebagian besar pasien (92%) keluar dari ICU untuk stepdown ke ruang rawat biasa dan sebanyak 8% pasien meninggal dunia. Sebanyak 5% dari seluruh subjek mengalami infeksi nosokomial berupa ventilator associated pneumonia (VAP). Tidak terdapat hubungan antara infeksi nosokomial dengan status gizi (OR (IK 95%): 1,03 (0,1-14,85)). Tidak ada perbedaan lama rawat di ICU antara pasien obesitas dibandingkan dengan pasien yang tidak obesitas (P = 0,663).Pengaruh obesitas terhadap morbiditas dan mortalitas pasien kritis masih kontroversial. Tingginya massa lemak pada pasien obesitas menyebabkan disregulasi sistem imun, peningkatan risiko kadiovaskular, gangguan penyembuhan luka, dan perubahan farmakokinetik antimikroba. Walau demikian, banyak studi menunjukkan pasien yang dirawat di ruang rawat intensif (intensive care unit - ICU) dengan obesitas memiliki kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) 18,5 – 24,9 kg/m2. Fenomena ini disebut paradoks obesitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan obesitas berdasarkan IMT dengan lama rawat dan kejadian infeksi nosokomial di ICU. Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif dengan subjek pasien kritis yang di rawat di ICU Dewasa RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Pasien dilakukan pemeriksaan antropometri kemudian IMT dihitung dan dikelompokan menjadi kelompok tidak obes dan obes berdasarkan kriteria IMT Asia-Pasifik. Pemantauan pasien dilakukan setiap hari untuk mengambil data lama rawat dan diagnosis infeksi nosokomial dari rekam medis. Dari 79 subjek, sebagian besar (65%) berjenis kelamin perempuan dengan median usia 46 tahun. Sebagian besar subjek masuk ICU pasca pembedahan (89%) dan skor qSOFA 1 (52%). Sebagian besar pasien (92%) keluar dari ICU untuk stepdown ke ruang rawat biasa dan sebanyak 8% pasien meninggal dunia. Sebanyak 5% dari seluruh subjek mengalami infeksi nosokomial berupa ventilator associated pneumonia (VAP). Tidak terdapat hubungan antara infeksi nosokomial dengan status gizi (OR (IK 95%): 1,03 (0,1-14,85)). Tidak ada perbedaan lama rawat di ICU antara pasien obesitas dibandingkan dengan pasien yang tidak obesitas (P = 0,663).Pengaruh obesitas terhadap morbiditas dan mortalitas pasien kritis masih kontroversial. Tingginya massa lemak pada pasien obesitas menyebabkan disregulasi sistem imun, peningkatan risiko kadiovaskular, gangguan penyembuhan luka, dan perubahan farmakokinetik antimikroba. Walau demikian, banyak studi menunjukkan pasien yang dirawat di ruang rawat intensif (intensive care unit - ICU) dengan obesitas memiliki kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) 18,5 – 24,9 kg/m2. Fenomena ini disebut paradoks obesitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan obesitas berdasarkan IMT dengan lama rawat dan kejadian infeksi nosokomial di ICU. Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif dengan subjek pasien kritis yang di rawat di ICU Dewasa RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Pasien dilakukan pemeriksaan antropometri kemudian IMT dihitung dan dikelompokan menjadi kelompok tidak obes dan obes berdasarkan kriteria IMT Asia-Pasifik. Pemantauan pasien dilakukan setiap hari untuk mengambil data lama rawat dan diagnosis infeksi nosokomial dari rekam medis. Dari 79 subjek, sebagian besar (65%) berjenis kelamin perempuan dengan median usia 46 tahun. Sebagian besar subjek masuk ICU pasca pembedahan (89%) dan skor qSOFA 1 (52%). Sebagian besar pasien (92%) keluar dari ICU untuk stepdown ke ruang rawat biasa dan sebanyak 8% pasien meninggal dunia. Sebanyak 5% dari seluruh subjek mengalami infeksi nosokomial berupa ventilator associated pneumonia (VAP). Tidak terdapat hubungan antara infeksi nosokomial dengan status gizi (OR (IK 95%): 1,03 (0,1-14,85)). Tidak ada perbedaan lama rawat di ICU antara pasien obesitas dibandingkan dengan pasien yang tidak obesitas (P = 0,663).

There are still many controversies regarding the impact of obesity on morbidity and mortality of the critically ill patient. Immune dysregulation, increased cardiovascular risk, impaired wound healing and changes antimicrobial pharmacokinetics can all be attributed to increased fat mass in obese individuals. Even so, numerous studies show increased survival of obese critically ill patiens compared to normal BMI. This phenomenon is known as the obesity paradox. This study aims to see the relationship between obesity with ICU Length of Stay and nosocomial infection in critically ill patient of RSUPN Cipto Mangunkusumo. Subjects’ anthropometric measurements were taken and then grouped into obese or normal BMI group based on Asia-Pacific BMI classification. Length of stay and diagnosis of nosocomial infection were recorded during daily follow up while the subjects were still admitted in the ICU. There is a total of 79 subjects, mostly female (65%) with median age of 46 years. Most patients were admitted to the ICU following surgery (89%) with a qSOFA score of 1 (52%). 92% of patients stepdown from the ICU with the remaining 8% died. 5% of patients had nosocomial infection, all of them being ventilator associate pneumonia. There is no significant relationship between rate of nosocomial infection and obesity status (OR (95% CI): 1,03 (0,1-14,85)). The median length of stay for both subject groups is 2 days. There is no difference in ICU length of stay between obese patients and normal BMI (p=0,663)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maura Octavia
"

Obesitas merupakan keadaan yang terjadi akibat akumulasi lemak yang berlebihan dan berlangsung dalam waktu yang lama sehingga berat badan. Salah satu kelompok masyarakat yang berisiko terhadap obesitas adalah pekerja terutama pekerja kantoran. Para pekerja cenderung tidak memperhatikan pola makan serta melakukan aktvitas fisik yang rendah. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui perbedaan proporsi faktor internal (riwayat keluarga, usia, jenis kelamin, dan aktivitas fisik), faktor eksternal (tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, status perkawinan, dan jenis pekerjaan), dan faktor konsumsi (persen asupan energi, persen asupan protein, dan konsumsi gorengan) terhadap kejadian obesitas pada pekerja di PT Juara Abadi Bersama Tahun 2023. Penelitian dilakukan secara luring selama bulan November – Desember 2023. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dan menggunakan metode random sampling untuk mendapatkan 117 responden. Hasil analisis menyatakan bahwa adanya perbedaan proporsi obesitas berdasarkan riwayat keluarga (p value = 0,000), aktivitas fisik (p value = 0,013), asupan energi (p value = 0,001), dan konsumsi gorengan (p value = 0,021). Saran yang diberikan kepada pihak perusahaan serta sivitasnya yaitu untuk lebih aktif dalam mencari informasi terkait gizi dan kesehatan, serta dilakukannya pencegahan terkait obesitas dengan memperhatikan asupan makan yang tepat, melakukan pemantauan terkait status gizi, dan melakukan upaya pencegahan bersama seperti olahraga bersama.


Obesity is a condition that occurs due to excessive accumulation of fats and lasts for a long time hence the increasing of body weight. Workers are one of the group of people who are at risk of obesity, especially office workers. Workers tend not to pay attention to their diet and carry out low levels of physical activity. This study aims to find the proporstion differences between internal factors (family history, age, gender, and, physical activity) external factors (level of education, level of knowledge, marital status, and work section) and consumption factors (percentage of energy intake, percentage of protein intake, and comsumption of fried foods) towards obesity among workers in PT Juara Abadi Bersama in 2023. This study was conducted offline during November – December 2023. This study uses cross sectional design and random sampling methode to get 117 respondents. The outcome from the analysis stated that there is a proportion differences obesity according to family history (p value = 0,000), activity factor (p value = 0,013), energy intake (p value = 0,000), and fried food consumption (p value = 0,021). Advice given to the company and its community members is to be more active in seeking information related to nutrition and health, as well as to prevent obesity by paying attention to appropriate food intake, monitoring nutritional status, and carrying out joint prevention efforts such as exercising together.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tahapary, Dicky Levenus
"Obesitas sentral di dunia dan Indonesia terus meningkat. Dislipidemia pada obesitas sentral merupakan kelainan metabolik yang paling sering ditemui, paling awal muncul, dan hubungannya paling kuat dengan komplikasi kardiovaskular. Penelitian mengenai obesitas sentral dan dislipidemia, di daerah rural Indonesia sangatlah terbatas. Belum ada penelitian yang menilai kontribusi leptin, adiponektin, dan resistin terhadap dislipidemia pada obesitas sentral secara bersamaan.
Tujuan: Mengetahui prevalensi obesitas sentral dan dislipidemia di kecamatan Nangapanda, NTT. Selain itu juga mengevaluasi hubungan antara obesitas sentral dengan kadar TG, K-HDL, K-LDL, leptin, adiponektin, dan resistin. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang menganalisis data sekunder penelitian Sugarspin yang dilakukan di 3 desa di Kecamatan Nangapanda, NTT. Kriteria inklusi adalah seluruh pasien yang tercatat dan sesuai periode penelitian yang berusia >18 tahun dan <60 tahun. Sedangkan kriteria eksklusi bila terdapat komponen data yang tidak lengkap, kadar TG lebih dari 400 mg/dl, dan menggunakan terapi obat dislipidemia, steroid, dan kontrasepsi hormonal. Hasil: Prevalensi obesitas sentral di kecamatan Nangapanda, NTT sebesar 31.2%
(40% pada perempuan dan 17.0% pada laki-laki). Sedangkan prevalensi
dislipidemia sebesar 70.9% (71.6% pada perempuan dan 69.9% pada laki-laki). Pada subyek dengan obesitas sentral, proporsi dislipidemia sebesar 88.2% (87.0% pada perempuan dan 92.9% pada laki-laki). Obesitas sentral yang dinilai dengan lingkar pinggang, baik pada perempuan maupun laki-laki berkorelasi positif dengan kadar TG dan kadar K-LDL, serta berkorelasi negatif dengan kadar K-HDL. Obesitas sentral, baik pada perempuan maupun laki-laki, berkorelasi positif dengan kadar leptin dan negatif dengan kadar adiponektin. Korelasi negatif sangat lemah didapatkan antara obesitas sentral dengan kadar resistin hanya pada laki-laki. Didapatkaan korelasi positif antara kadar leptin dengan kadar TG dan kadar KLDL, serta korelasi negatif dengan kadar K-HDL, baik pada perempuan maupun laki-laki. Didapatkan korelasi positif yang lemah antara kadar adiponektin dengan kadar K-HDL baik pada perempuan maupun laki-laki. Kadar resistin berkorelasi negatif sangat lemah dengan kadar HDL hanya pada perempuan.
Simpulan: Prevalensi obesitas sentral dan dislipidemia di 3 desa di kecamatan Nangapanda, NTT sebagai salah satu daerah rural di Indonesia cukup tinggi sehingga memerlukan perhatian khusus. Leptin nampaknya memegang peranan penting dalam patofisiologi terjadinya dislipidemia pada obesitas sentral.

Background: The global trend of central obesity has increased dramatically as well
as in Indonesia. Dyslipidemia is the most common and the earliest metabolic
disease component that concurrently found in central obesity. Moreover,
dyslipidemia in central obesity was remarked to have the strongest correlation with
the risk of cardiovascular complication. Studies regarding central obesity and
dyslipidemia in rural area in Indonesia were limited. In addition, there was no study
that observed the contribution of leptin, adiponectin, and resistin in dyslipidemia
and central obesity concurrently.
Objective: This study aims to determine the prevalence of central obesity and
dyslipidemia in Nangapanda district, East Nusa Tenggara and to evaluate the
correlation between central obesity and triglyceride, HDL-C, LDL-C, leptin,
adiponectin, and resistin levels.
Methods: This study was cross-sectional study that analyzed secondary data from
Sugarspin that was conducted in three sub-district in Nangapanda district, East
Nusa Tenggara. Inclusion criteria were all subjects recorded in Sugarspin database
within specific study period, aged > 18 years and < 60 years. Exclusion criteria
were incomplete data, subjects who had triglyceride level > 400 mg/dl, as well as
consumed lipid lowering agent, steroid and hormonal contraception.
Results: The prevalence of central obesity and dyslipidemia in Nangapanda
district, East Nusa Tenggara was 31.2% (40% female and 17.0% male) and 70.9%
(71.6% female and 69.9% male), respectively. In subjects with central obesity, the
proportion of dyslipidemia was 88.2% (87.0% female and 92.9% male). Central
obesity that was remarked by waist circumference measurement had positive
correlation with triglyceride and LDL-C level while had negative correlation with
HDL-C level. Central obesity, both in female and male, had positive correlation
with leptin level and had negative correlation with adiponectin level. A very weak
negative correlation was found between central obesity and resistin level only in
male. While, a positive correlation was found between leptin level and triglyceride
as well as LDL-C level, a negative correlation was found between leptin level and
HDL-C level, both in female and male. In addition, a weak positve correlation
between adiponectin and HDL-C level was found in female and male. Resistin level
had a very weak negative correlation only in female.
Conclusions: Prevalence of central obesity and dyslipidemia in three sub-districts
in Nangapanda district, East Nusa Tenggara, a rural area in Indonesia, was high.
The growing prevalence required attention due to its cardiovascular risk. Leptin
was seemingly played an important role in pathophysiology of dyslipidemia in
central obesity
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>