Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Faustina Anjani Dewanto
Abstrak :
Generasi milenial merupakan generasi yang mendominasi pasar kerja di Indonesia saat ini dan generasi pertama yang cakap berteknologi serta sangat produktif. Namun, generasi milenial cenderung berfokus pada dirinya sendiri dan kurang memiliki komitmen. Terkait erat dengan pengembangan karir individu, career commitment menjadi salah satu tantangan utama pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM), khususnya pada Bank BRI yang sedang berfokus pada generasi milenial. Mempertimbangkan belum adanya riset terkait, khususnya pada sektor perbankan di Indonesia, penelitian ini ditujukan untuk menganalisis pengaruh psychological capital terhadap career commitment karyawan milenial melalui subjective well-being sebagai mediasi di Kantor Pusat Bank BRI. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis eksplanatif dengan menyebarkan kuesioner kepada 150 karyawan milenial di Kantor Pusat Bank BRI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pengaruh psychological capital terhadap career commitment karyawan milenial melalui subjective well-being sebagai mediasi di kantor pusat Bank BRI. Penelitian ini menunjukkan bahwa karyawan milenial di Bank BRI cenderung merespons secara positif hal-hal terkait pekerjaannya dan secara subjektif merasakan kesejahteraan. Oleh karena itu, dukungan peningkatan psychological capital dan subjective well-being perusahaan mendorong terciptanya career commitment pada karyawan milenial. ......The millennial generation has the most significant number in the Indonesian labor market, the first technophile generation, and is highly productive. However, the millennial generation tends to focus on themselves and lacks commitment. Closely related to individual career development, career commitment is one of the main challenges in managing Human Resources (HR), especially in Bank BRI, which focuses on the millennial generation. Considering there is still no related research, especially in the banking sector in Indonesia, this study aims to analyze the effect of psychological capital on the career commitment of millennial employees through subjective well-being as mediation at the Bank BRI Headquarters. This study uses a quantitative approach with an explanatory type by distributing questionnaires to 150 millennial employees at the Bank BRI Headquarters. The results showed an influence of psychological capital on the career commitment of millennial employees through subjective well-being as mediation at the Bank BRI Headquarters. This study shows that millennial employees at Bank BRI tend to respond positively to matters related to their work and subjectively feel their well-being. Therefore, all of the company's support helped to increase the millennials employees' psychological capital and subjective well-being, which led to their high career commitment.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwiek Yuniarti
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh psychological capital terhadap kesiapan individu untuk berubah. Desain penelitian action research dengan responden sebanyak 72 karyawan. Alat ukur adalah adaptasi The Readiness for Change Scale (Hanpachern, 1997) dan Psychological Capital Questionnare (Luthans dkk, 2007). Hasil perhitungan uji regresi linear menunjukkan nilai R2=0,349 (p<0.05) yang berarti psychological capital mempengaruhi kesiapan karyawan untuk berubah sebesar 34,9%. Intervensi berupa pelatihan efikasi diri dan resiliensi dirancang untuk meningkatkan psychological capital dan kesiapan individu untuk berubah.

Hasil perhitungan efek intervensi menunjukkan signifikansi perbedaan sebelum dan sesudah intervensi pada psychological capital dan kesiapan untuk berubah dengan uji wilcoxon; diperoleh nilai Z untuk psychological capital sebesar -1,83 (p>0,05) dan untuk kesiapan untuk berubah sebesar -1,46 (p>0,05). Hal ini berarti tidak terdapat peningkatan skor secara signifikan pada psychological capital dan kesiapan untuk berubah setelah diberikan intervensi berupa pelatihan efikasi diri dan resiliensi. Dengan demikian, pelatihan efikasi diri dan resiliensi belum mampu meningkatkan psychological capital dan kesiapan individu untuk berubah pada peserta pelatihan.
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of psychological capital to the individual readiness for change. The design of this study is action research study by number of study participants as many as 72 employees. Measuring instruments used is a measure of adaptation The Readiness for Change Scale (Hanpachern, 1997) and Psychological Capital Questionnare (Luthans et al, 2007). The result of calculations using linear regression showed R2=0,349 (p<0.05), which means psychological capital affects individual readiness for change at 34,9%. Therefore, the intervention made in the study was design to increase psychological capital training and individual readiness for change. The intervention is self-efficacy and resiliency training. Intervention effects was measured by comparing the pre-test and post-test measurements.

The result of test of significance differences in the calculation of pre-test and post-test psychological capital and individual readiness for change using a wilcoxon signed ranks test. The Z value obtained for psychological capital is -1,83 (p>0,05) and the value of individual readiness for change is -1,46 (p>0,05). This means there is no significantly scores increased in psychological capital and individual readiness for change after the intervention. The result of this analysis indicate that a given intervention can not improve psychological capital and individual readiness for change.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T35635
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Margi Astuti
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini terfokus pada usaha untuk meningkatkan Work Engagement pada PT. XYZ berdasarkan variabel Work Meaningfulness, Optimism, dan Self-Esteem. Berdasarkan penggalian data awal, masalah yang ada pada perusahaan dapat dikaitkan dengan work engagement yang ditentukan oleh personal resources dan job resources. Self-esteem dan optimism merupakan dua dari beberapa aspek yang termasuk dalam personal resources, sedangkan work meaningfulness dapat dikategorikan dalam job resources pada karyawan. Untuk dapat membuat program intervensi yang dapat meningkatkan Work Engagement pada PT. XYZ, penelitian ini mencari tahu terlebih dahulu bagaimana pengaruh ketiga variabel tersebut terhadap work engagement. Hasil yang ada menunjukkan bahwa baik work meaningfulness, optimism, maupun selfesteem memiliki pengaruh yang signifikan terhadap work engagement. Peneliti kemudian memfokuskan pada usaha peningkatan work engagement melalui pelatihan optimism. Selain melihat pada signifikansi pengaruh variabel optimism, hal ini juga ditentukan oleh pertimbangan praktis perusahaan sebagai salah satu intervensi yang dapat dilakukan pada saat ini untuk mengoptimalisasikan work engagement pada PT.XYZ. Dari hasil uji signifikansi perbedaan pre- dan post-test, dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan skor yang signifikan dari variabel yang mengalami intervensi (optimism) sebelum dan setelah karyawan PT.XYZ diberikan pelatihan.
ABSTRACT
The objective of the study was to monitor work engagement improvement based on case study in PT XYZ. Refer to early data gathering, company problems refer to work engagement was related to either personal resources and/or job resources. Several aspect that categorized in personal aspect was self-esteem and optimism; while one of main effect in job resources aspect was work meaningfulness. This study focused only on the three variables refer to work engagement. First step of the study was to determine how each three variable had effect to work engagement. The result shown that each variable contribute significantly in work engaement improvement. This study then focused on how to improve work engagement through optimism variable via training module. While this method was selected to determine level of significance of the said variable, it was also considered practical to be implemented in PT XYZ. Significant test was conducted based on pre- and post-test method, that shown that there was a significant score improvement from the interverred variable before and after training courses.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T35366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gustriani Utami
Abstrak :
Komitmen afektif merupakan sikap positif yang dimiliki oleh karyawan yang menunjukkan loyalitasnya pada perusahaan. Perusahaan perlu memperhatikan faktor yang berpengaruh dalam mendukung terciptanya komitmen afektif, salah satunya High Commitment Human Resource Practices (HCHRP). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran usia sebagai moderator hubungan antara HCHRP dan komitmen afektif yang dikelompokkan menjadi Development High Commitment Human Resource Practices (DHCHRP) dan Maintenance High Commitment Human Resource Practices (MHCHRP). Pengumpulan data dilakukan pada karyawan Divisi ABC PT XY (N = 144) dan dianalisis menggunakan analisis regresi berganda dengan analisis moderasi. Hasil penelitian menunjukkan usia menguatkan hubungan DHCHRP dengan komitmen afektif, yaitu pada karyawan senior, persepsi DHCHRP memengaruhi komitmen afektif lebih kuat daripada karyawan junior. Sebaliknya, usia melemahkan hubungan MHCHRP dan komitmen afektif, yaitu persepsi MHCHRP memengaruhi komitmen afektif lebih lemah pada karyawan senior daripada karyawan junior. Sementara itu, intervensi pelatihan job crafting dilakukan untuk meningkatkan persepsi karyawan pada HCHRP terutama praktik SDM partisipasi yang diharapkan juga dapat meningkatkan komitmen afektif karyawan. Efektivitas intervensi dianalisis menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test. Hasil analisis menunjukkan pengetahuan karyawan tentang job crafting meningkat, tetapi tidak dengan perilakunya.
ABSTRACT

 


The affective commitment is a positive attitude that employees have and demonstrates their loyalty to the company. The company needs to pay attention to influential factors in supporting the form of affective commitment, one of which is High Commitment Human Resource Practices (HCHRP). This research aims to determine the role of age as moderator in the relationship between HCHRP and the affective commitment grouped into Development High Commitment Human Resource Practices (DHCHRP) and Maintenance High Commitment Human Resource Practices (MHCHRP). Data collection was conducted to the employees of ABC Division PT XY (N = 144) and analyzed using multiple regression with moderation analysis. The results showed that the relationship between DHCHRP and affective commitment was strengthened by age, that is, older workers perceived DHCHRP affect the affective commitment stronger than younger workers. Conversely, MHCHRP relationships and affective commitments was weakened by age, i.e. older workers of the MHCHRP perception affect affective commitment weaker than younger workers. Meanwhile, intervention of job crafting training was carried out to improve employee perception on HCHRP, specifically participation which is expected to also increase the employee`s affective commitment. The effectiveness of the intervention was analyzed using Wilcoxon Signed Rank Test. Results of the analysis showed that the knowledge of employees on job crafting increased, but not by their behavior.

 

2019
T53419
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhistira Adi Wicaksana
Abstrak :
Perawat yang baik salah satunya ditandai dengan memiliki tingkat perilaku sukarela yang tinggi, yaitu Organizational Citizenship Behavior (OCB). Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara psychological capital (PsyCap) dan organizational citizenship behavior(OCB) pada perawat. PsyCap (Luthans et al., 2007) merupakan keadaan perkembangan psikologis yang positif pada individu dengan karakteristik: memiliki self-efficacy, optimism, hope, dan dan resiliency. OCB (Organ, 1988) suatu tingkah laku individu yang sukarela, tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem imbalan formal, namun dapat berpengaruh pada berjalannya fungsi organisasi yang efektif dan efisien. Pengukuran PsyCap menggunakan alat ukur adaptasi dri Psychological Capital Questionnaire (Luthans, Youssef, & Avolio, 2007) sedangkan pengukuran OCB menggunakan alat ukur Organizational Citizenship BehaviorScale (Podsakoff et al., 1990) yang telah diadaptasi oleh Khalid et al. (2009). Partisipan berjumlah 150 perawat dari rumah sakit X. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara komponen-komponen PsyCap dan OCB pada perawat (r = 0,513; p = 0,000, signifikan pada L.o.S 0,05). Artinya, semakin tinggi komponen-komponen PsyCap yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi OCB yang ia rasakan. Selain itu, komponen PsyCap yang memiliki korelasi parsial signifikan paling besar pada OCB adalah self-efficacy. Dengan demikian, untuk dapat meningkatkan self-efficacy para perawat, pihak rumah sakit dapat membantu para perawat untuk menetapkan tujuan, cara-cara mencapai tujuan dan menghadapi berbagai tantangan dalam pekerjaan mereka melalui pertemuan rutin setiap bulannya. ......A good nurse will show a high level of voluntary behavior, which is Organizational Citizenship Behavior (OCB). This research was conducted to find the correlation between psychological capital (PsyCap) and organizational citizenship behavior (OCB) among nurses. PsyCap (Luthans et al., 2007) is an individual’s positive psychological state of development and is characterized by: self-efficacy, optimism, hope, resiliency. OCB (Organ, 1988) represents individual behavior that is discretionary, not directly or explicitly recognized by the formal reward system, and in aggregate promotes the efficient and effective functioning of the organization. PsyCap was measured using a modification instrument named Psychological Capital Questionnaire (Luthans, Youssef, & Avolio, 2007) and OCB was measured using a modification instrument named Organizational Citizenship Behavior Scale (Podsakoff et al., 1990) that had been modified by Khalid et al. (2009). The participants of this research are 150 nurses who work at X hospital. The main results of this research show that PsyCap components positively correlated significantly with OCB (r = 0,513; p = 0,000, significant at L.o.S 0,05). That is, the higher PsyCap components of one’s own, the higher OCB they felt. Furthermore, the biggest partial correlation component of PsyCap toward OCB was self-efficacy. Therefore, in order to increase self-efficacy, the hospital can help their nurses to make their goal setting, ways to accomplish their goals, dan how to overcome the obstacles in their works through the monthly meeting.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S45508
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faridh Ihatrayudha
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara modal psikologis dengan perilaku pencarian umpan balik pada mahasiswa baru di Universitas Indonesia. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 121 orang dan merupakan mahasiswa semester satu di Universitas Indonesia. Modal psikologis diukur dengan menggunakan Psychological Capital Questioner (PCQ) yang dikembangkan oleh Luthans, Youssef dan Avolio. Sementara itu perilaku pencarian umpan balik diukur menggunakan Feedback Seeking Measurement (FSM) yang dikembangkan oleh Gong, Wang, Huang, dan Cheung. Hasil penelitian menenjukkan modal psikologis memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku pencarian umpan balik (self-positive, self-negative, other positive dan other negative).
This study was conducted to examine the correlation between psychological capital and feedback seeking behavior on first year college student in University of Indonesia. The participants of this study were 121 first year college student in University of Indonesia. Psychological capital was measured using Psychological Capital Questioner (PCQ) developed by Luthans, Youssef and Avolio. Meanwhile, feedback seeking behavior was measured using Feedback Seeking Measurement (FSM) developed by Gong, Wang, Huang and Cheung. The results indicated there was significant correlation between psychological capital and feedback seeking behavior (self-positive, self-negative, other positive and other negative).
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monika Paramitha
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara psychological capital dan in-role performance pada sales promotion girls. Psychological capital merupakan suatu keadaan perkembangan psikologis yang positif pada individu dengan empat karakteristik, yaitu self-efficacy, hope, optimism, dan resiliency (Luthans, Youssef, & Avolio, 2007). In-role performance didefinisikan sebagai perilaku yang dituntut atau diharapkan dan merupakan dasar dari job performance reguler dan yang sedang berjalan (Katz, 1964 dalam Van Dyne & LePine, 1998). Pengukuran psychological capital menggunakan alat ukur Psychological Capital Questionnaire (Luthans, Youssef, & Avolio, 2007) dan pengukuran in-role performance menggunakan kategori in-role performance pada alat ukur Job Performance Questionnaire (Van Dyne & LePine, 1998). Dalam penelitian ini, in-role performance sales promotion girls dinilai oleh atasan langsung mereka. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 221 sales promotion girls dengan masa kerja minimal 1 bulan. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara psychological capital dan in-role performance (r = 0,189; p = 0,005, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, semakin tinggi psychological capital yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi pula in-role performance yang ditampilkan. Selain itu, komponen psychological capital yang memberikan sumbangan paling besar pada in-role performance yaitu self-efficacy. This research was conducted to find the correlation between psychological capital and in-role performance among sales promotion girls. Psychological Capital is an individual?s positive psychological state of development and is characterized by self-efficacy, hope, optimism, and resiliency (Luthans, Youssef, & Avolio, 2007). In-role performance is defined as the required or expected behavior and is the basis of regular and ongoing job performance (Katz, 1964 in Van Dyne & LePine, 1998). Psychological capital was measured using a modification instrument named Psychological Capital Questionnaire (Luthans, Youssef, & Avolio, 2007) and in-role performance was measured using the in-role performance category from a modification instrument named Job Performance Scale (Van Dyne & LePine, 1998). Sales promotion girls? in-role performance was rated by their direct supervisor. The participants of this research are 221 sales promotion girls who have at least work in a company for a month. The main results of this research show that psychological capital is positively correlated significantly with in-role performance (r = .189; p = .005, significant at L.o.S 0.01). That is, the higher psychological capital of one?s own, the higher in-role performance is showed. Furthermore, self-efficacy is the psychological capital?s component that gives the biggest contributions toward in-role performance.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Kharisvan
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas peran knowledge sharing dan readiness for change dalam memoderasi pengaruh psychological capital dan role overload terhadap readiness for change pada karyawan di perusahaan negara PT Agrifood Orysree. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei yang dilakukan secara online. Responden yang terlibat dalam penelitian ini ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu seluruh karyawan yang menjabat dan menyadari perusahaan harus berubah. Responden yang terlibat sebanyak 167 orang dari lintas generasi X, generasi Y, dan Baby Boomers. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini Role Overload Scale untuk mengukur role overload, Readiness for Change Survey untuk mengukur readiness for change, Knowledge Sharing Questionnare untuk mengukur knowledge sharing, serta Psychological capital Scale untuk mengukur psychological capital. Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa knowledge sharing dan readiness for change memoderasi secara parsial psychological capital dan role overload terhadap readiness for change dan readiness for change. Readiness for change dan readiness for change juga memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan knowledge sharing
ABSTRACT
This study examines the antecedents of readiness for change in organization especially logistics food company PT Agrifood Orysree. The conceptual model of the study proposes the effect of psychological capital, role overload and knowledge sharing to readiness for change in organization
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pattisahusiwa, Amanda Ferdina
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang penanganan Technostress pustakawan: studi kasus di Perusahaan Konsultan. Technostress merupakan suatu fenomena yang terjadi pada seorang individu disebabkan ketidakmampuannya menghadapi perkembangan teknologi serta penggunaan teknologi secara terns menerus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab serta bentuk Technostress yang dialami pustakawan di perusahaan konsultan serta untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Penelitian ini menggunakan metode wawancara dan kuisioner. Wawancara dilakukan kepada tiga pustakawan dan kuisioner dibagikan kepada 14 pekerja di perusahaan tersebut yang menggunakan jasa pustakawan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap pustakawan merasakan komponen Technostress (kebanjiran informasi, perilaku yang menunjukkan kecemasan, dan faktor organisasi). Bentuk Fisik Technostress yang dirasakan adalah sakit kepala, mata, bahu, pergelangan tangan, dan punggung bagian belakang. Sedangkan, bentuk psikologis Technostress yang dirasakan adalah merasakan kebanjiran informasi, perasaan tidak nyaman dalam bekerja (bad mood} dan turunnya motivasi dalam bekerja, perasaan di bawah tekanan kerja, dan merasakan adanya ketidakpastian peran kerja. Selama ini pihak manajemen telah memberikan upaya penanganan Technostress terhadap pekerjanya. Namun, penanganan dirasakan belum berjalan efektif, sebab belum menyentuh akar permasaiahannya. Penanganan tersebut lebih diwujudkan pada kegiatan (event) relaksasi tahunan dan Work Live Balance (kegiatan olahraga bulanan penyeimbang kerja) yang memungut biaya kepada anggotanya, sehingga tidak semua pekerja mengikutinya. Untuk mendapatkan penanganan yang efektif, penanganan lebih baik difokuskan pada pemberian pelatihan teknologi, seperti pelatihan `Hands-On', membuat sistem yang jelas maupun memberikan kemampuan untuk mengorganisasikan dan menyaring informasi yang berlebihan, memberikan penyuluhan kesehatan maupun fasilitas kebugaran, memberikan pengaturan prioritas pekerjaan, menambah seorang pustakawan untuk membantu kinerja pustakawan lainnya, serta meninjau kembali kebijakan manajemen (terkait dengan gaji, pangkat dan pembagian tugas kerja).
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S15032
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthmainah Mufidah
Abstrak :
Organisasi saat ini harus berubah dan menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan eksternal untuk bertahan menghadapi globalisasi saat ini. Adanya perubahan ini membutukan komitmen afektif untuk berubah yang tinggi dari karyawannya. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat pengaruh psychological capital dan rasa berdaya psikologis terhadap komitmen afektif untuk berubah. Responden penelitian adalah 242 karyawan dari institusi keuangan Indonesia yang merasakan adanya perubahan. Alat ukur yang digunakan adalah Commitment to Change Inventory, Psychological Empowerment Questionnaire, dan Psychological Capital Questionnaire yang telah diadaptasi. Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari psychological capital terhadap komitmen afektif untuk berubah ? = 0.36, p= 0.00. ......Organizations nowadays have to change and adjust themselves with the changing external environment in order to survive in the globalization era. This change requires a high affective commitment to change from its employees. The purpose of this study is to examine the influence of psychological capital and psychological empowerment on employee's affective commitment to change. Research respondents were 242 employees of Indonesian financial institutions who felt the change. The measuring instruments used were Commitment to Change Inventory, Psychological Empowerment Questionnaire, and Psychological Capital Questionnaire. The result proves that there is a positive and significant influence of psychological capital on affective commitment to change 0.36, p 0.00.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S68389
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>