Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143292 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aryuni Hindradi
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai hubungan antara neurotisisme dan harga
diri dengan konsumsi TikTok. Pesertanya berusia antara 17 hingga 78 tahun dengan 217
perempuan dan 152 laki-laki, 10 peserta menyebutkan bahwa mereka non-biner, dan dua
peserta mengidentifikasi diri sebagai gender lainnya. Peserta wajib mengisi sosialisasi survei
online yang diberikan oleh mahasiswa peserta kelas ini dengan alat ukur skala Big Five
Inventory-10 dan skala Harga Diri Rosenberg. Hasilnya menunjukkan bahwa partisipan
dengan neurotisisme rendah cenderung memiliki screen time lebih rendah untuk
menggunakan aplikasi TikTok. Selain itu, peserta dengan harga diri yang lebih rendah
menunjukkan bahwa mereka cenderung akan menghabiskan lebih banyak uang saat
menggunakan aplikasi TikTok.

The goal of this study is to assess the relationship between neuroticism and self-esteem with TikTok consumption. The participants ranged in age from 17 to 78 years with 217 women and 152 men, 10 participants stated that they were non-binary, and two participants identified
as other gender. The participants should fill in the online survey dissemination that is given by the student who participates in this class and measure by using the Big Five Inventory-10 scale and the Rosenberg Self-Esteem scale. The result shows that participants with low
neuroticism tend to have less screen time on TikTok; however, participants with low self-
esteem would spend more on TikTok consumption.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Maryam Purboningsih Mudaffar Syah
"Terlepas dari pengalaman yang menghibur, penggunaan TikTok memiliki sejumlah konsekuensi yang merugikan bagi kesehatan mental penggunanya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji korelasi antara kesepian, neurotisisme, dan penggunaan TikTok. Penelitian ini memiliki 381 partisipan dan data dikumpulkan dari survei online yang dikirim melalui media sosial, email, dan kontak pribadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi antara konsumsi TikTok dan hubungannya terhadap kesepian dan neurotisme. Implikasi praktis dari temuan ini sangat penting karena banyak pengguna TikTok mungkin tidak sepenuhnya mengenali bagaimana kesepian dan neurotisisme dapat memengaruhi konsumsi TikTok. Memahami implikasi ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran di antara pengguna dan mempromosikan penggunaan TikTok yang terinformasi, yang berpotensi mengarah pada peningkatan kesejahteraan mental di antara audiensnya.

Despite the entertaining experience, TikTok usage has a number of detrimental consequences for its users’ mental health. The purpose of this study was to examine the correlation between loneliness, neuroticism, and TikTok usage. The study had 381 participants and data was collected from online surveys sent via social media, email, and personal contact. The results showed that there is a correlation between TikTok consumption and its relationship to loneliness and neuroticism. The practical implications of these findings are significant as many TikTok users may not fully recognize how loneliness and neuroticism can impact TikTok consumption. Understanding these implications is crucial to raising awareness among users and promoting informed TikTok usage, potentially leading to improved mental well-being among its audience."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Aghnia
"Studi replikasi plus dari Perez-Zapata, Slaughter, dan Henry (2016) dilakukan untuk
meneliti akurasi, dan response time mindreading kelompok in-group terhadap in-group
dan out-group, serta menguji prejudice sebagai moderator kemampuan mindreading
terhadap kedua kelompok. Kelompok in-group pada penelitian ini adalah etnis Jawa,
sedangkan kelompok out-group merupakan etnis Papua. Partisipan penelitian berjumlah
84 orang memiliki etnis Jawa, berusia 19-30 tahun, dengan domisili Jabodetabek.
Eksperimen ini menggunakan instrumen Strange Stories Task untuk mengukur
kemampuan mindreading, dan RIVEC Prejudice Scale untuk mengukur tingkat
prejudice partisipan. Pengujian statistik Mixed Model ANOVA diterapkan guna
membandingkan kemampuan mindreading terhadap kelompok in-group dan out-group,
lalu Process Hayes model 1 untuk mengetahui interaksi moderasi prejudice. Penelitian
membuktikan adanya penurunan akurasi mindreading dan interaksi positif moderasi
prejudice kelompok in-group terhadap out-group.

Study of Perez-Zapata, Slaughter, and Henry (2016) is conducted to establish in-group’s
mindreading accuracy and response time towards in-group and out-group, with an
addition to test prejudice as a moderator. In-group in this study are people with Javanese
ethnic, while the out-group’s are Papuan ethnic. Total of 84 participants are Javanese,
aged 19-30, with Jabodetabek domicile. This experiment uses Strange Stories Task to
measure mindreading ability, and RIVEC Prejudice scale to measure participants’
prejudice. Mixed Model ANOVA is applied to compare mindreading ability towards
in-group and out-group, then Process Hayes model 1 to determine prejudice’s
moderation. This study shows a decrease in mindreading accuracy and a positive
prejudice moderation of in-group towards out-group.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triana Aprilia
"Penelitian ini membahas tentang influencer TikTok sebagai pekerja immaterial yang melangsungkan aktivitas produksi sekaligus konsumsi dalam proses kerjanya. Influencer TikTok turut memproduksi hasil kerja berupa konten informasi dan konten budaya yang dapat menjaring konsumen. Studi-studi terdahulu menunjukkan bahwa influencer media sosial memegang peranan penting dalam membentuk preferensi pengguna media sosial, terutama dalam penggunaan produk skincare. Namun fokus studi-studi terdahulu lebih pada kesuksesan influencer dalam menjangkau konsumen. Studi-studi terdahulu kurang mengelaborasi bentuk kerja serta aktivitas produksi dan konsumsi yang dilakukan oleh influencer. Padahal, influencer TikTok tidak hanya berperan sebagai produsen konten informasi dan budaya, tetapi juga sebagai konsumen bagi industri skincare yang mereka gunakan. Oleh karena itu, peneliti berargumen bahwa makna produksi dan konsumsi kerap kabur atau dengan kata lain influencer menjalankan praktik prosumption dalam proses kerjanya. Sehingga aktivitas influencer yang terlihat santai dan menyenangkan membuat mereka sukarela melakukan kegiatan yang sebenarnya termasuk bagian dari bekerja. Proses semacam inilah yang menguntungkan perusahaan karena membantu mereka memasarkan produk skincare yang mereka produksi dengan harga minimal. Hasil penelitian menemukan bahwa influencer menghasilkan produk immaterial yang mampu membentuk selera konsumen dan membangun hubungan sosial dengan audiens dan industri produk skincare. Penelitian ini juga menemukan bahwa kondisi kerja influencer media sosial fleksibel dan independent, serta relasi sosial antara influencer dengan kapitalis yang abstrak. Kondisi itu yang justru mengaburkan batasan kegiatan kerja dan non-kerja dalam kehidupan mereka. Akibatnya, aktivitas prosumption konten skincare yang mereka anggap sebagai suatu hobi dan kesenangan tanpa disadari menyamarkan kondisi kerja influencer yang rentan. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi literatur, wawancara mendalam, dan observasi secara daring. Populasi pada penelitian adalah micro-influencer TikTok di bidang skincare dengan rentang usia 13-26 tahun.

This study discusses TikTok influencers as immaterial labour who carry out production and consumption activities in their work process. TikTok influencers also produce work in the form of information content and cultural content that can attract consumers. Previous studies have shown that social media influencers play an important role in determining the preferences of social media users, especially in the use of skincare products. However, the focus of previous studies was more on the success of influencers in getting consumers. Previous studies did not elaborate on the form of work and production and consumption activities carried out by influencers. TikTok influencers not only act as producers of informational and cultural content but also as consumers of the skincare industry they use. Therefore, the researcher argues that the meaning of production and consumption is often blurred or affects the practice of prosumption in influencer’s job. So, influencer activities that look relaxed and fun make them willingly do activities that are part of work. It is this process that benefits the company as it helps them market the skin care products they manufacture at minimal prices. The study found that influencers produce immaterial products that can shape consumer tastes and build social relationships with the audience and the skin care product industry. This study also finds that the working conditions of social media influencers are flexible and independent, then they have an abstract relationship with the capitalist. This condition blurs the boundaries of work and non-work activities in their lives. As a result, the activity of producing and consuming skincare content which they consider a hobby and pleasure unconsciously disguise the working conditions of vulnerable influencers. Data collection in this study used a qualitative approach with the method of literature studies, in-depth interviews, and online observations. The population in this study are TikTok skincare micro-influencers with an age range of 13-26 years."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christopher Adrian Romano
"ABSTRAK
AKB48 (Akihabara48) merupakan kelompok musik Jepang yang didirikan oleh Akimoto Yasushi pada tahun 2005. AKB48 beranggotakan perempuan remaja dengan usia rata-rata 20 tahun dan memiliki cabang di berbagai negara di Asia. Tugas Akhir ini akan membahas mengenai pengaruh kebijakan Cool Japan melalui AKB48 di Indonesia. Penelitian ini menggunakan konsep Cool Japan yang dijelaskan oleh Douglas McGray serta menjelaskan alasan AKB48 disebut sebagai alat untuk menyebarkan budaya Jepang di dunia. Analisis akan dilakukan dengan memaparkan data primer dari penelitian-penelitian sebelumnya untuk menjelaskan pengaruh AKB48 terhadap penggemar di Indonesia.

ABSTRACT
AKB48 (Akihabara48) is a Japanese music group founded by Akimoto Yasushi in 2005. AKB48 consists of teenage girls with an average age of 20 years and have branches in different countries in Asia. This Final Project will discuss the effects of Cool Japan policy through AKB48 in Indonesia. This research uses the Cool Japan concept described by Douglas McGray and explains why AKB48 is called a tool to spread Japanese culture around the world. The research will be carried out by presenting primary data from previous research to explain AKB48's influence on fans in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tyara Alya Noorsyifa
"Gelombang lonjakan popularitas yang dikenal sebagai Hallyu Wave atau Korean Wave bertumbuh pesat bersamaan dengan industri hiburan Korea Selatan akibat ketenaran K-drama dan K-pop di kancah internasional. Eksistensi Hallyu Wave sebagai budaya populer diperkuat dengan lahirnya sebuah fandom besar, terutama pada industri Korean Pop (K-Pop). K-pop kemudian berhasil membentuk komunitas masif di kalangan masyarakat, namun hingga kini keberadaannya masih dianggap sebagai gerombolan imoral yang dangkal. Berangkat dari hal tersebut, studi ingin menunjukan bagaimana partisipasi para K-Pop stan pada kegiatan aktivisme digital melalui project yang diselenggarakan oleh sebuah fanbase di kanal Twitter dengan konsep-konsep, seperti digital citizen, public sphere, serta online community untuk mengkomunikasi sebuah isu maupun fenomena sosial ke khalayak luas. Secara khusus studi ini akan menganalisis fan project @No1LikeHue yang diselenggarakan oleh komunitas seni Atiny (Artiny) dalam menggalang dana untuk sebuah organisasi non-profit sebagai aksi solidaritas dukungan terhadap kelompok marginal. Hasilnya studi ini menunjukan bahwa K-Pop stan adalah kelompok resistensi yang progresif dilihat dari bagaimana mereka mampu memobilisasi sejumlah orang dalam isu-isu sosial yang mendominasi di dunia maya.

The popularity of K-drama and K-pop on a global scale has caused a surge in interest that is known as the Hallyu Wave or Korean Wave, which is growing rapidly alongside the South Korean entertainment industry. A sizable fandom has emerged, particularly in the Korean Pop (K-Pop) industry, which supports the Hallyu Wave's status as a popular cultural phenomenon. K-pop then managed to create a sizable community among the populace, but even today, its existence is still viewed as belonging to an immoral, shallow group. From there, the study aims to demonstrate how K-Pop stans can engage in digital activism through a project run by a Twitter fanbase that uses ideas like digital citizenship, the public sphere, and the online community to inform the general public about an issue. This study will focus on the @No1LikeHue fan project that the Atiny art community (Artiny) ran to raise money for a non-profit as a show of solidarity for marginalized group. According to the findings of the study, K-Pop stans are a progressive resistance movement due to their ability to mobilize a large number of people around social issues prevalent in cyberspace."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia;;, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Alberta Christina Cahya Pertiwi
"Persoalan mengenai penyintas 1965 dapat dilihat secara kompleks dan tidak terbatas pada segi gerakan sosial atau melihat hanya sebagai kelompok rentan. Tulisan ini berfokus pada agensi pada Dialita, suatu kelompok musik yang berisi para penyintas perempuan dari peristiwa penangkapan dan penganiayaan massal yang diawali Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30SPKI) tahun 1965, dan Sahabat Dialita, sebuah istilah yang digunakan Dialita untuk menyebut individu-individu yang membantu Dialita untuk mencapai tujuannya, dalam membentuk ruang berekspresi. Berangkat dari pemaparan mengenai pengalaman yang dialami para penyintas 1965 dan upaya yang dilakukan kini, diketahui bahwa agensi dimiliki oleh para individu sebagai agen untuk membentuk ruang berekspresi yang turut berfungsi sebagai pemulih atas trauma terhadap kejadian tahun 1965. Agensi yang dimiliki Dialita dan Sahabat Dialita turut membentuk karya seni yang tercipta karena adanya pengalaman yang dialami Dialita dan Sahabat Dialita. Proses berkesenian yang dilakukan Dialita dan Sahabat Dialita membutuhkan ruang. Ruang berekspresi merupakan ruang para anggota Dialita dan Sahabat Dialita bertemu, bercerita dan mengutarakan pikiran, serta berlatih menyanyi. Upaya Dialita dan Sahabat Dialita untuk menciptakan ruang berekspresi merupakan bentuk dari ruang sosial. Bentuk resistensi terhadap apa yang mereka alami dan usaha untuk menyampaikan wacana kemanusiaan juga bentuk dari ekspresi yang disebabkan agensi.

Agency as the Maker of The issue of 1965 survivors can be seen in a complex way and not limited to the social movement aspek or seeing only as a vulnerable group. This paper focuses on the agency at Dialita, a music group that contains female survivors from the events of mass arrests and persecution that began with the Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30SPKI) in 1965, and Sahabat Dialita, a term used by Dialita to refer to individuals who help Dialita to achieve its goals, in forming expression space. Drawing from the presentation of the 1965 survivors’ experiences, it is known that the agency is owned by individuals as agents to form an expression space which functions as a restorer of the trauma because the events in 1965. Agency, that Dialita and Sahabat Dialita have, also forms artworks which are created by Dialita and Sahabat Dialita’s experiences. The process of making artworks needs space. The expression space is the space for Dialita dan Sahabat Dialita members to tell stories, express thoughts, and practice singing. The efforts of Dialita and Sahabat Dialita to create expression space are a form of social space. The resistance from the experience and effort to convey human discourse are also forms of expressions caused by agencies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Acieta Arbi
"ABSTRAK
Industri musik dan rekaman, yang melibatkan bermacam-macam aliran musik, selalu
dipengaruhi oleh tren musik yang berlaku. Tahun 1999 merupakan tahun kesuksesan boyband, yaitu
kelompok penyanyi vokal pria yang membawakan lagu pop yang easy listening atau enak didengar.
Hal ini disebabkan karena suksesnya album-album dan konser-konser mereka sehingga memberikan
inspirasi kepada perusahaan yang bergerak dalam industri musik dan rekaman untuk memunculkan
boyband-boyband baru.
Westlife. yang terbentuk tahun 1998, merupakan salah satu artis pendatang baru
internasional pada tahun 1999. Westlife, yang terdiri dan lima orang pria: Shane Filan, Mark
Feehily, Klan Egan, Nicky Byrne dan Bryan McFadden, dan berasal dari irlandia, dikategorikan
sebagai boyband. Adapun pemegang hak produksi, distribusi dan pemasaran produk Westlife di
Indonesia adalah PT 8MG Music Indonesia, yang bersama dengan RCA selaku perusahaan rekaman
yang mengontrak Westlife, merupakan unit dad BMG Entertainment.
Sebagai produk dan sebuah hoyband. produk Westlife menghadapi pasar sasaran yang sama
dengan produk dari boyband internasional Iainnya yaitu cohort Internet dan cohort MTV, terutama
remaja putri. Untuk memasuki pasar sasaran tersebut PT BMG Music indonesia harus melakukan
suatu bentuk strategi komunikasi pemasaran yang efektif sehingga Westlife dapat dengan sukses
memasuki pasar sasaran tersebut. Strategi komunikasi pemasaran merupakan unsur yang sangat
penting bagi perusahaan yang bergerak dalam industrii musik dan rekaman di Indonesia, karena
dalam melakukan bauran pemasaran, hanya unsur produksi dan komunikasi pemasaran yang dapat
diterapkan secara berbeda oleh masing-masing perusahaan. Unsur harga (price) dan saturan
distribusi merupakan hal yang telah ditetapkan bersama dan bersifat baku dalam industri musik dan
rekaman di indonesia.
Perangkat-perangkat dasar dalam komunikasi pemasaran adalah advertising (periklanan),
direct marketing (pemasaran Iangsung), sales promotion (promo si penjualan), publicity/public
relations (hubungan masyarakat) dan personal selling (kewiraniagaan). Perusahaan dapat memilih
perangkat-perangkat yang akan digunakan untuk mempromosikan produknya tergantung pada
kebutuhan dan anggaran biaya promosi yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Hal yang dianggap
penting adalah bahwa perangkat-perangkat tersebut terkoodinir secara baik dan harus saling
berhubungan sertaa saling mendukung sehingga terbentuk suatu integrated marketing communication
bagi produk yang diprornosikan. Sebelum menentukan bentuk strategi kornunikasi pemasaran yang
digunakan, perusahaan harus rnenentukan tujuan dan strategi tersebut.
Pada umumnya perusahaan yang bergerak dalam industri musik dan rekaman di indonesia
menggunakan 3 perangkat dalam strategi komunikasi pemasaran yaitu advertising, sales promotion
dan publicity/public reiations Saies prornouiorl yang diguriakan umurnnya bersifat prornosi
perdagangan. Promosi konsumen, yaitu promosi yang berorientasi pada konsumen, kalaupun
digunakan biasanya hanya berbentuk pemberian bonus berupa poster allis atau undian berhadiah.
Dengan tujuan niemperkenalkan produk Westlife yaitu baik lagu-lagu yang dibawakan oleh
Westlife, Westlife sendiri secara personal, dan menjadikan Westlife sebagai artis internasional yang
menjadi favorit dan ¡dola baru dalam industri musik dan rekaman di Indonesia, PT BMG Music
Indonesia melakukan strategi komunikasi pemasaran yang merupakan integrated marketing
Communications dengan menggunakan advertising, sales promotion dan publicity/public relations
yang dititikberatkan pada kepuasan konsumen.
Penitikberatan pada kepuasan konsumen terutama dicerminkan oleh sales promotion yang
dilakukan oleh PT BMG Music indonesia. Bentuk sales promotion yang berorientasi kepada
kepuasan konsumen ini adalah pemberian sisipan berupa ballotd dalam setiap produk Westlife, baik
berupa kaset, CD maupun VCD. Melalui ballots tersebut PT BMG Music Indonesia dapat menjalin
interaksi timbal balik dengan konsumennya, dimana hal ini beium pernah dilakukan oleh perusahaan lain yang bergerak dalam industri musik dan rekaman di Indonesia. Ballots tersebut memberikan
keuntungan bagi konsumen, berupa perolehan informasi seputar Westlife, dan bagi PT BMG Music
Indonesia, berupa data konsumen yang dapat membantu PT BMG Music Indonesia dalam
meningkatkan pelayanannya dan merancang program komunikasi pemasaran yang efektif.
Hasil yang diperoleh dari strategi komunikasi yang dilakukan oieh PT BMG Music
Indonesia adalah angka penjualan kaset, Compact Disc (CD) dan Video Compact Disc (VCD)
Westlife yang cukup tinggi di indonesia, yaltu mencapai 20 platinum untuk album pertama Westlife
yang berjudul ?Westlife?. Prestasi penjualan produk Westlife merupakari prestasi yang
mengagumkan bagi artis internasional di lndonesia. Westlife sendiri, saat ini, merupakan boyband
yang menjadi penyanyi favorit dan idola baru dalam industri musik dan rekaman di indonesia.
;ABSTRAK
Industri musik dan rekaman, yang melibatkan bermacam-macam aliran musik, selalu
dipengaruhi oleh tren musik yang berlaku. Tahun 1999 merupakan tahun kesuksesan boyband, yaitu
kelompok penyanyi vokal pria yang membawakan lagu pop yang easy listening atau enak didengar.
Hal ini disebabkan karena suksesnya album-album dan konser-konser mereka sehingga memberikan
inspirasi kepada perusahaan yang bergerak dalam industri musik dan rekaman untuk memunculkan
boyband-boyband baru.
Westlife. yang terbentuk tahun 1998, merupakan salah satu artis pendatang baru
internasional pada tahun 1999. Westlife, yang terdiri dan lima orang pria: Shane Filan, Mark
Feehily, Klan Egan, Nicky Byrne dan Bryan McFadden, dan berasal dari irlandia, dikategorikan
sebagai boyband. Adapun pemegang hak produksi, distribusi dan pemasaran produk Westlife di
Indonesia adalah PT 8MG Music Indonesia, yang bersama dengan RCA selaku perusahaan rekaman
yang mengontrak Westlife, merupakan unit dad BMG Entertainment.
Sebagai produk dan sebuah hoyband. produk Westlife menghadapi pasar sasaran yang sama
dengan produk dari boyband internasional Iainnya yaitu cohort Internet dan cohort MTV, terutama
remaja putri. Untuk memasuki pasar sasaran tersebut PT BMG Music indonesia harus melakukan
suatu bentuk strategi komunikasi pemasaran yang efektif sehingga Westlife dapat dengan sukses
memasuki pasar sasaran tersebut. Strategi komunikasi pemasaran merupakan unsur yang sangat
penting bagi perusahaan yang bergerak dalam industrii musik dan rekaman di Indonesia, karena
dalam melakukan bauran pemasaran, hanya unsur produksi dan komunikasi pemasaran yang dapat
diterapkan secara berbeda oleh masing-masing perusahaan. Unsur harga (price) dan saturan
distribusi merupakan hal yang telah ditetapkan bersama dan bersifat baku dalam industri musik dan
rekaman di indonesia.
Perangkat-perangkat dasar dalam komunikasi pemasaran adalah advertising (periklanan),
direct marketing (pemasaran Iangsung), sales promotion (promo si penjualan), publicity/public
relations (hubungan masyarakat) dan personal selling (kewiraniagaan). Perusahaan dapat memilih
perangkat-perangkat yang akan digunakan untuk mempromosikan produknya tergantung pada
kebutuhan dan anggaran biaya promosi yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Hal yang dianggap
penting adalah bahwa perangkat-perangkat tersebut terkoodinir secara baik dan harus saling
berhubungan sertaa saling mendukung sehingga terbentuk suatu integrated marketing communication
bagi produk yang diprornosikan. Sebelum menentukan bentuk strategi kornunikasi pemasaran yang
digunakan, perusahaan harus rnenentukan tujuan dan strategi tersebut.
Pada umumnya perusahaan yang bergerak dalam industri musik dan rekaman di indonesia
menggunakan 3 perangkat dalam strategi komunikasi pemasaran yaitu advertising, sales promotion
dan publicity/public reiations Saies prornouiorl yang diguriakan umurnnya bersifat prornosi
perdagangan. Promosi konsumen, yaitu promosi yang berorientasi pada konsumen, kalaupun
digunakan biasanya hanya berbentuk pemberian bonus berupa poster allis atau undian berhadiah.
Dengan tujuan niemperkenalkan produk Westlife yaitu baik lagu-lagu yang dibawakan oleh
Westlife, Westlife sendiri secara personal, dan menjadikan Westlife sebagai artis internasional yang
menjadi favorit dan ¡dola baru dalam industri musik dan rekaman di Indonesia, PT BMG Music
Indonesia melakukan strategi komunikasi pemasaran yang merupakan integrated marketing
Communications dengan menggunakan advertising, sales promotion dan publicity/public relations
yang dititikberatkan pada kepuasan konsumen.
Penitikberatan pada kepuasan konsumen terutama dicerminkan oleh sales promotion yang
dilakukan oleh PT BMG Music indonesia. Bentuk sales promotion yang berorientasi kepada
kepuasan konsumen ini adalah pemberian sisipan berupa ballotd dalam setiap produk Westlife, baik
berupa kaset, CD maupun VCD. Melalui ballots tersebut PT BMG Music Indonesia dapat menjalin
interaksi timbal balik dengan konsumennya, dimana hal ini beium pernah dilakukan oleh perusahaan lain yang bergerak dalam industri musik dan rekaman di Indonesia. Ballots tersebut memberikan
keuntungan bagi konsumen, berupa perolehan informasi seputar Westlife, dan bagi PT BMG Music
Indonesia, berupa data konsumen yang dapat membantu PT BMG Music Indonesia dalam
meningkatkan pelayanannya dan merancang program komunikasi pemasaran yang efektif.
Hasil yang diperoleh dari strategi komunikasi yang dilakukan oieh PT BMG Music
Indonesia adalah angka penjualan kaset, Compact Disc (CD) dan Video Compact Disc (VCD)
Westlife yang cukup tinggi di indonesia, yaltu mencapai 20 platinum untuk album pertama Westlife
yang berjudul ?Westlife?. Prestasi penjualan produk Westlife merupakari prestasi yang
mengagumkan bagi artis internasional di lndonesia. Westlife sendiri, saat ini, merupakan boyband
yang menjadi penyanyi favorit dan idola baru dalam industri musik dan rekaman di indonesia.
"
2001
T709
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amino Military Remedika
"TikTok adalah platform tempat pengguna dapat menunjukkan kreativitas mereka, terhubung dengan orang lain, dan menikmati konten yang menghibur dan informatif. Penelitian ini mengeksplorasi potensi hubungan antara penggunaan TikTok, kepuasan pada tubuh, dan harga diri. Kami menggunakan survei yang didistribusikan secara luas di lingkungan keluarga dan sosial kepada mahasiswa universitas. Survei ini melibatkan 381 peserta, termasuk 217 perempuan, 152 laki-laki, sepuluh individu non-biner, dan dua lainnya. Peserta akan ditanya tentang penggunaan TikTok, kepuasan pada tubuh, dan harga diri mereka. Penggunaan TikTok diukur menggunakan Media and Technology Usage and Attitudes Scale yang dikembangkan oleh Rosen et al. Body Image Satisfaction Scale yang dikembangkan Alsaker digunakan untuk menilai kepuasan pada tubuh, sedangkan harga diri dinilai menggunakan Rosenberg Self-Esteem Scale. Hasil penemuan menunjukkan bahwa penggunaan TikTok berhubungan dengan penurunan kepuasan pada tubuh dan tingkat harga diri. Temuan ini menunjukkan bahwa penggunaan TikTokdapat memengaruhi citra tubuh dan harga diri, namun diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami sepenuhnya hubungan antara variabel-variabel tersebut.

TikTok is a platform where users can showcase their creativity, connect with others, and enjoy entertaining and informative content. This study explored the potential link between TikTok, body satisfaction, and self-esteem. We used a survey distributed widely within the university cohort’s familial and social circles. This survey included 381 participants, including 217 females, 152 males, 10 non-binary individuals, and two others. Participants were asked about their TikTok use, body satisfaction, and self-esteem. TikTok consumption was gauged using the Media and Technology Usage and Attitudes Scale developed by Rosen et al. Alsaker’s Body Image Satisfaction Scale was used to assess body satisfaction, while self-esteem was measured using the Rosenberg Self-Esteem Scale. Results indicate that TikTok use is connected to lower body satisfaction and self-esteem levels. These findings suggest that TikTok use may impact body image and self-esteem, but more research is needed to understand the relationship between these variables fully."
Depok: Fakultas Ilmu Psikologi Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aulianingtyas Anggun Fitria Purbani
"Dengan meningkatnya popularitas platform media sosial, TikTok telah menjadi aplikasi yang banyak digunakan, menimbulkan kekhawatiran tentang hubungannya dengan trait kepribadian. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara narsisisme, harga diri, dan penggunaan TikTok. Menggunakan convenience sample yang terdiri dari 381 partisipan dan analisis korelasi Pearson, penelitian ini menemukan korelasi positif antara narsisisme dan penggunaan TikTok, menunjukkan bahwa individu yang lebih narsistik lebih sering menggunakan aplikasi ini. Selain itu, penggunaan TikTok ditemukan berkorelasi negatif dengan harga diri seseorang, mengindikasikan penggunaan TikTok yang lebih tinggi diasosiasikan dengan harga diri yang lebih rendah k. Temuan ini menekankan pentingnya mendorong aktivitas offline dan mempromosikan penggunaan media sosial yang etis untuk meminimalkan dampak konsekuensi negatif.

With the rapid rise of social media platforms, TikTok has become a popular app among users, raising concerns about its relationship with personality traits. This research attempts to investigate the relationship between narcissism, self-esteem, and TikTok use. Using a convenience sample of 381 participants and Pearson’s correlational analyses, the study discovered a positive correlation between narcissism and TikTok usage, suggesting that more narcissistic individuals tend to utilize the application more. Additionally, excessive TikTok use was found to be negatively correlated with self-esteem, indicating that a higher tendency to use TikTok is associated with a lower self-esteem. These findings highlight the importance of fostering offline activities and promoting ethical social media usage to minimize the impact of unintended consequences."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>