Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121152 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Grace Wilmayanti
"Program Rujuk Balik (PRB) merupakan pelayanan pemberian obat-obatan untuk peserta BPJS penderita penyakit kronis di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) atas surat keterangan yang dibuat oleh dokter spesialis/sub spesialis sehingga memudahkan pasien penderita penyakit kronis dengan kondisi sudah stabil untuk mendapatkan obat-obatan yang diresepkan untuk pemeliharaan kondisi kronisnya selama tiga bulan berturut-turut. Salah satu penyakit kronis kardiovaskular dengan angka pembiayaan tinggi yang ditanggung dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta diatur dalam PRB adalah angina pectoris. Resep pasien dengan diagnosis angina pectoris perlu dilakukan pengkajian resep secara teliti oleh seorang Apoteker di Apotek yang melayani resep PRB BPJS Kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, melindungi pasien dari penggunaan obat yang tidak rasional, serta menghindari kerugian materil bagi Apotek yang melayani resep BPJS Kesehatan. Data diperoleh dari resep-resep PRB BPJS Kesehatan yang dilayani oleh Apotek Kimia Farma 48 Matraman sejak tanggal 2 sampai 27 Oktober 2023. Resep pasien dengan diagnosis Angina Pectoris (I 20.8) yang tertera pada lembar Surat Rujukan Balik (PRB) Fasilitas Kesehatan Jakarta. Pada ketiga resep, ketidaklengkapan aspek administrasi meliputi berat badan pasien, paraf dokter, dan nomor resep. Pada aspek farmasetik tidak ditemukan masalah. Pada aspek klinis, masalah yang teridentifikasi adalah efek samping dan interaksi obat.

The Refer-Back Program (PRB) is a service providing medicines for National Health Insurance (BPJS) participants suffering from chronic diseases at First Level Health Facilities based on a certificate made by a specialist/sub-specialist doctor, making it easier for patients suffering from chronic diseases whose conditions are stable to obtain prescribed medication for the maintenance of their chronic condition for three consecutive months. One of the chronic cardiovascular diseases with high funding rates which is covered by the National Health Insurance and regulated in the PRB is angina pectoris. Prescriptions for patients with a diagnosis of angina pectoris need to be carefully reviewed by a pharmacist at a pharmacy that serves PRB BPJS Health prescriptions to improve the quality of pharmaceutical services, protect patients from irrational drug use, and avoid material losses for pharmacies that serve BPJS Health prescriptions. Data was obtained from PRB BPJS Health prescriptions served by Kimia Farma 48 Matraman Pharmacy from 2 to 27 October 2023. Prescriptions for patients with a diagnosis of Angina Pectoris (I 20.8) listed on the Jakarta Health Facility Counter Referral Letter (PRB) sheet. In the three prescriptions, incomplete administrative aspects included the patient's weight, doctor's initials and prescription number. In the pharmaceutical aspect, no problems were found. In the clinical aspect, the problems identified are side effects and drug interactions.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Handayani
"Hipertensi menurut WHO adalah ketika tekanan dalam pembuluh darah terlalu tinggi (140/90 mmHg atau lebih tinggi). Hal ini umum terjadi, namun dapat menjadi serius jika tidak ditangani. Seiring dengan perkembangan ekonomi, hipertensi pada awalnya mempengaruhi mereka yang memiliki status sosial ekonomi tinggi, tetapi pada tahap perkembangan ekonomi selanjutnya, prevalensi hipertensi dan konsekuensinya paling besar pada mereka yang memiliki status sosial ekonomi rendah. Tujuan dari penulisan tugas khusus ini adalah Menganalisis aspek administrasi, aspek farmasetik, dan aspek klinis resep PRB (Program Rujuk Balik) pasien dengan diagnosis hipertensi yang terdapat di apotek Kimia Farma 48 Matraman Jakarta dan Mengidentifikasi obat antihipertensi yang termasuk dalam PRB (Program Rujuk Balik). Pengambilan data dilakukan dengan cara mengambil 2 (dua) sampel resep program rujuk balik (PRB) dengan diagnosis hipertensi. Hasil yang diperoleh adalah masih terdapat ketidaksesuaian terutama dalam aspek administratif dengan peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 dan Obat antihipertensi yang diresepkan sesuai dengan diagnosis pasien tersebut dan menggunakan terapi 2 kombinasi serta tercantum di dalam fornas.

Hypertension according to WHO is when the pressure in the blood vessels is too high (140/90 mmHg or higher). It is common, but can be serious if left untreated. Along with economic development, hypertension initially affects those with high socioeconomic status, but in later stages of economic development, the prevalence of hypertension and its consequences is greatest in those with low socioeconomic status. The purpose of writing this special assignment is to analyze the administrative, pharmacetic, and clinical aspects of PRB (Program Rujuk Balik) prescriptions for patients with a diagnosis of hypertension found at Kimia Farma 48 Matraman Jakarta pharmacy and to identify antihypertensive drugs included in the PRB (Program Rujuk Balik). Data collection was carried out by taking 2 (two) samples of program rujuk balik (PRB) prescriptions with a diagnosis of hypertension. The results obtained were that there were still discrepancies, especially in administrative aspects with the Ministry of Health Regulation Number 35 of 2014 and the antihypertensive drugs prescribed were in accordance with the patient's diagnosis and used 2 combination therapies and were listed in fornas.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anissa Tasya Lintang
"Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 73 tahun 2016 menetapkan standar pelayanan kefarmasian di Apotek, yang bertujuan untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan kefarmasian telah berkembang dari orientasi produk menjadi berorientasi pada pasien. Pengkajian resep adalah aspek operasional penting dalam pelayanan kefarmasian, yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan terkait obat sebelum disiapkan. Dalam pengkajian resep, terdapat tiga aspek yang diperhatikan: administratif, farmasetik, dan klinis. Tujuan penelitian ini adalah melakukan pengkajian pada resep pasien dengan diagnosis osteoarthritis di Apotek Kimia Farma 049 untuk mengidentifikasi kemungkinan kesalahan pengobatan dan memberikan saran. Ditemukan bahwa resep pasien osteoarthritis memiliki beberapa permasalahan administratif, seperti ketidaklengkapannya, tetapi dari segi farmasetik dan klinis sudah sesuai. Kesimpulan dari pengkajian adalah bahwa meskipun ada permasalahan administratif pada resep, obat yang diresepkan sudah sesuai dengan tatalaksana osteoarthritis. Saran yang diberikan adalah untuk memperhatikan aspek administratif yang kurang lengkap pada resep dan melakukan konfirmasi kepada pasien atau dokter jika diperlukan.

Minister of Health Regulation No. 73 of 2016 sets the standard for pharmaceutical services in pharmacies, aimed at improving the quality of patient life. Pharmaceutical services have evolved from product-oriented to patient-oriented. Prescription assessment is a crucial operational aspect in pharmaceutical services, aiming to identify and resolve medication-related issues before preparation. In prescription assessment, three aspects are considered: administrative, pharmaceutical, and clinical. The aim of this study is to assess prescriptions for patients diagnosed with osteoarthritis at Kimia Farma Pharmacy 049 to identify potential medication errors and provide recommendations. It was found that prescriptions for osteoarthritis patients had some administrative issues, such as incompleteness, but were adequate in terms of pharmaceutical and clinical aspects. The conclusion of the assessment is that despite administrative issues in prescriptions, the prescribed medications are suitable for osteoarthritis management. Recommendations include paying attention to incomplete administrative aspects in prescriptions and confirming with patients or doctors if necessary.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jetty H. Sedyawan
"ABSTRAK
Angina pektoris Tak Stabil (ATS) adalah sindroma klinik yang berbahaya, merupakan pola angina pektoris yang dapat berubah menjadi infark miokard ataupun kematian. ATS menarik perhatian karena letaknya pada spektrum iskemia miokard di antara angina pektoris stabil dan infark miokard, sehingga merupakan tantangan dalam upaya pencegahan terjadinya infark miokard. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan faktor-faktor penunjuk prognosis, mengetahui gambaran insiden infark miokard dan tingkat kematian pada ATS selama perawatan rumah sakit dan perawatan tindak lanjut ("follow up").
Dilakukan penelitian prospektif terhadap penderita ATS yang dirawat di RS Jantung Harapan Kita, Jakarta dalam periode waktu antara 1 Oktober 1985 sampai 1 Oktober 1987. Dari 114 penderita ATS yang dirawat dalam periode waktu tersebut, terdapat 48 penderita yang memenuhi persyaratan penelitian, terdiri dari 43 laki-laki dan 5 wanita dengan usia antara 43-67 tahun. Kriteria diagnosis ATS adalah angina pertama kali, angina kresendo, angina saat istirahat dan angina sesudah Infark Miokard Akut (IMA) tanpa disertai perubahan enzim dan elektrokardiogram dari IMA. Ketentuan lain adalah adanya perubahan sementara gambaran elektrokardiogram, yaitu segmen ST, gelombang T atau keduanya sewaktu angina. Penelitian meliputi 3 fase, yaitu fase akut, rawat dan tindak lanjut. Setiap kasus mengikuti ketiga fase tersebut. Rangkaian fase akut dan fase rawat merupakan lama perawatan rumah sakit. Lama fase tindak lanjut: 6-30 bulan dengan rata-rata: 17.23 ± 6.45 bulan.
Hasil analisa penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan merokok (p<0,05), Rasio Torak Jantung (CTR) >60% (p<0,01) dan adanya angina berulang ("recurrent angina") (p<0,01) merupakan faktor-faktor risiko terjadinya IMA pada ATS. Kombinasi faktor-faktor tersebut meningkatkan insiden IMA. Insiden IMA masing-masing 100% dan 0% pada penderita-penderita dengan 3 faktor dan tanpa faktor risiko. Nilai risiko relatif merokok 3.89, angina berulang 5.38 dan CTR>60 % 4.55. Insiden IMA dalam perawatan rumah sakit 6.25% dan pada fase tindak lanjut 20.45%. Tingkat kematian fase perawatan rumah sakit 2.08% dan fase tindak lanjut 0.00%.
Dengan mengetahui faktor-faktor risiko sebagai penunjuk prognosis dan data menunjukkan insiden IMA pada penderita ATS cukup tinggi, maka penatalaksanaan ATS harus optimal, khususnya yang disertai faktor-faktor risiko tersebut. Selain pengobatan farmakologis perlu dilakukan pemeriksaan angiografi koroner untuk selanjutnya bila ada indikasi dapat dilakukan tindakan revaskularisasi dalam upaya pencegahan terjadinya infark miokard dan kematian. "
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S Nugroho Hadisumarto
"Telah dilakukan penelitian Rancangan Analitik dengan Studi
Kros-seksional tentang Penilaian aktivitas koagulasi darah
pada pender ita APTS.
Penelitian dilakukan di RS Jantung Harapan Kita selama
periode 1 Februari 1993 sampai dengan 1 Agustus 1993 .
Didapatkan 46 penderita APTS yang memenuhi kriteria penelitian,
terdiri dari 37 kasus laki-laki (80,4%) dan 9 kasus wanita
(19,6%) dengan umur rata-rata 57,37 ± 11,73 tahun.
Sebagai kelompok kontrol didapat 25 APS penderita yang terdiri
dari 20 kasus laki-laki (80%) dan 5 kasus wanita (20%) dengan
umur rata-rata 57,88 ± 7,33 tahun.
Pada analisa bivariat dengan uji T tidak terdapat perbedaan
yang bermakna yaitu nilai PT dan APTT pada kelompok APTS
dengan APS. Sedang nilai MR pada kelompok APTS dan kontrol
terdapat
dibanding
perbedaan yang bermakna yaitu 75,39 ± 17,54 detik
106,48 ± 23,47 detik (p<0,05), nilai MR pender ita
APTS terlihat jelas memendek dimana hal ini menunjukkan adanya
peningkatan aktivitas koagulasi (hiperkoagulasi).
Pemendekan nilai MR didapat pada 43 kasus APTS (93,4%)
dibanding 3 kasus APS (12%). Dengan uji Kai Kwadrat terdapat
perbedaan yang sangat bermakna antara kedua kelompok ini (p <
0,01). Hal ini menunjukkan bahwa penderita APTS mempunyai
peluang untuk memdapatkan hasil pemendekan MR 7,8 kali lebih
besar dibanding penderita APS. Dari segi diagnostik adanya peningkatan aktivitas koagulasi pada penderita APTS dengan pemeriksaan MR mepunyai sensitivitas dan spesifitas yang tinggi yaitu 93,4% dan 88X sehingga
cukup baik sebagai pemeriksaan penunjang.
Akhirnya dengan analisis statistik regresi logistik ganda
didapatkan faktor risiko merokok mempunyai peranan bermakna
terhadap peningkatan aktivitas koagulasi. Sedangkan hipertensi, hiperkolesterolemia dan diabetes melitus pada keadaan iskemik akut tidak terlihat mempunyai peranan yang bermakna terhadap peningkatan aktivitas koagulasi."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Tasyah
"Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker. Pengkajian resep merupakan salah satu standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan di Apotek. Pengkajian resep dilakukan untuk melakukan analisa adanya permasalahan terkait obat dan apabila ditemukan masalah terkait obat harus segera dikonsultasikan kepada dokter penulis resep. Tujuan dilakukannya pengkajian resep untuk mencegah permasalahan terkait obat sebelum obat diserahkan kepada pasien sehingga tidak terjadi medication error yang berdampak pada kegagalan terapi dan efek obat yang tidak diharapkan yang merugikan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelengkapan administrasi, kesesuaian farmasetik dan kesesuaian klinis pada peresepan di Apotek Kimia Farma Menteng Huis. Dalam penelitian ini, dilakukan pengkajian resep Pasien Rujuk Balik (PRB) pasien asma dengan mengkaji secara administratif, farmasetik dan klinis. Pada persyaratan administratif, didapatkan ketidaklengkapan berat badan pasien dan paraf dokter. Pada pengkajian secara farmasetik, resep yang tertulis sudah sesuai bentuk dan kekuatan sediaannya. Pada pengkajian secara klinis, terdapat duplikasi dan interaksi pada beberapa obat. Dapat disimpulkan bahwa masih banyak ketidaksesuaian dalam penulisan resep yang diamati sehingga harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep.

Pharmacy is a pharmaceutical service facility where pharmacists practice pharmacy. Prescription review is one of the standard pharmaceutical services carried out at pharmacies. Prescription review is carried out to analyze drug-related problems and if a drug-related problem is found, a doctor who prescribes it must be consulted immediately. The purpose of reviewing prescriptions is to prevent drug-related problems before the drugs are dispensed to patients so that medication errors do not occur which result in therapy failure and unexpected drug effects that harm the patient. This study aims to determine the completeness of administration, pharmaceutical suitability and clinical suitability for prescriptions at the Kimia Farma Pharmacy, Menteng Huis. In this study, the prescription review of Back-Referral Program (PRB) was carried out in asthma patient by examining administrative, pharmaceutical and clinical aspects. In administrative requirements, incomplete patient weight and doctor's initials were obtained. In the pharmaceutical study, the written prescription have appropriate dosage forms and dosage strengths. In clinical studies, there are duplications and interactions with several drugs. It can be concluded that there are still many observed discrepancies in prescription writing, so a doctor who prescribes it must be consulted."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maryam Rizqi Nursyifa
"Pelayanan kefarmasian di apotek merupakan pelayanan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, sehingga dituntut untuk mampu menjamin ketersediaan obat yang aman, bermutu, dan berkhasiat. Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia persisten. Terapi pasien DM tipe dua bertujuan untuk mempertahankan tingkat konsentrasi glukosa dalam darah dalam batas normal, dan untuk mencegah berkembangnya komplikasi jangka panjang dari kondisi diabetes. Penulisan Tugas Khusus ini dilakukan agar penulis lebih memahami secara mendalam terkait analisis dan pengkajian resep di apotek, khususnya resep pasien diabetes. Metode pelaksanaan analisis resep dilakukan dengan pendekatan pengkajian, pelayanan, dan screening resep terhadap resep pasien diabetes di KFA Matraman sesuai dengan yang tertera pada buku Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Kesimpulan yang didapat dari analisis resep pasien diabetes kali ini yaitu secara umum seringkali terdapat kombinasi pengunaan obat pada pasien (polifarmasi), sehingga potensi terjadi interaksi obat pada pasien dapat meningkat. Menyikapi hal ini, apoteker perlu memastikan setiap kombinasi terapi yang diterima pasien merupakan kombinasi terapi yang rasional, sehingga efektif untuk menunjang kesembuhan pasien.

Community pharmaceutical services in pharmacies are services that are in direct contact with the community, so they must be able to guarantee the availability of safe, quality, and efficacious drugs. Diabetes mellitus (DM) is a chronic metabolic disorder characterized by persistent hyperglycemia. Therapy for type 2 DM patients aims to maintain blood glucose concentration levels within normal limits, and to prevent the development of long-term complications from diabetes. This Special Assignment was written so that the author could get better understanding in the analysis and assessment of prescriptions in pharmacies, especially prescriptions for diabetes patients. The analysis of diabetes prescription in this assignment was carried out using the approach of assessment, service, and screening of prescriptions for diabetes patients at KFA Matraman in accordance with that stated in the Technical Instructions for Standard Pharmaceutical Services in Pharmacies. The conclusion obtained from the analysis of diabetes patient prescriptions this time is that in general there is often a combination of drug use in patients (polypharmacy), so that the potential for drug interactions in patients can increase. In response to this, pharmacists need to ensure that every combination of therapy received by patients is a rational combination of therapy, so that it could be effective in supporting patient recovery.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Widyastuti
"[ABSTRAK
Latar belakang. Angka kejadian akut kardiovaskular diperkirakan akan semakin
meningkat. Pasien dengan Angina APS dapat berkembang menjadi Sindroma Koroner Akut
(SKA). Konsep proses inflamasi dan stress oksidatif berperan terhadap patogenesis
atherosklerosis. Radikal bebas seperti reactive oxygen atau nitrogen species, dan HOCL
(hypochlorous acid) dapat mengakibatkan kerapuhan plak. HOCL merupakan Reactive
Oxygen Species (ROS) kuat yang menyebabkan ketidakstabilan plak sehingga mudah ruptur.
Plak yang mudah ruptur disebut plak vulnerable. HOCL adalah substrat yang dihasilkan oleh
myeloperoxidase (MPO). Studi histopatologi plak vulnerablemenilai ukuran pusat nekrotik adalah
prediktor kuat terjadinya ruptur plak (OR 0.35; P <0.05), dan (OR 2.0; P <0.02).CT angiografi
koroner adalah suatu modalitas pencitraan non invasif yang mampu memvisualisasi
morfologi plak vulnerable salah satunya dengan mengidentifikasi adanya Napkin Ring Sign
(NRS). NRS sangat spesifik untuk menilai pusat nekrotik. Studi ini bertujuan melihat hubungan
MPO dengan plak vulnerableyang dinilai dengan Napkin Ring Sign pada pasien angina pektoris
stabil.
Metode. Penelitian ini adalah studi potong lintang yang dilakukan di Pusat Jantung Nasional
Harapan Kita dari periode Juni ? November 2014. Studi dilakukan pada 41 subyek, pada
pasien dengan angina pektoris stabil, jumlah laki ? laki sebanyak 32 orang ( 78%) dan
perempuan 9 orang (22%), Pengambilan sampel secara konsekutif. Pengukuran kadar MPO
dilakukan dengan menggunakan colorimetri assay. Pemeriksaan CT angiografi koroner
dilakukan untuk mengidentifikasi NRS.Analisa statistik untuk mencari hubungan antara
kadar MPO dengan plak vulnerable yang ditandai dengan NRSpada pemeriksaan CT
angiografi koroner.
Hasil.Kadar MPO (nmol) pada pasien dengan positif NRS lebih tinggi dibandingkan yang
negatif 124,371 + 15,324 vs 105,206 + 18,335, aktivitas MPO (milliunit/mL) 829,136 +
102,157 vs701,371 + 122,235. Analisa bivariat erdapat hubungan yang bermakna antara
kadar MPO dengan NRS p 0,002, IK 95%2.3,0 - 39,9. Dari multivariat regresi logistik
didapatkan kadar MPO > 117,2 (median), memiliki OR 9,6 (IK 95% 2,3 -39) dengan p
0,002. Setelah dilakukan penyesuaian dengan faktor resiko, pada analisa multivariat regresi
logistik, didapatkan OR 20,3 (IK 95% 3,1-31,7) dengan p 0,002.
Kesimpulan. Kadar MPO memiliki hubungan yang bermakna dengan plak vulnerable yang
ditandai dengan temuan NRS pada CT angiografi koroner pada pasien dengan APS.
Kata kunci : atherosklerosis, plak vulnerable, myeloperoxidase, napkin ring sign.

ABSTRACT
Background.Coronary Heart Disease ( CHD) is still the major health problem in worldwide.
Atherosclerosis is a chronic inflammatory process where oxidative damage play a role in
atherosclerosis. Overexpression of Reactive Oxygen Species ( ROS) could be detrimental and
weaken the plaque. This type of plaque is often referred to as vulnerable plaque. Reactive
oxygen or nitrogen species, and HOCL (hypochlorous acid) responsible for plaque
vulnerability leading to Acute Coronary Syndrome. HOCL is a substrat of Myeloperoxidase
(MPO). MPO is a member of the heme peroxidase superfamily, generates reactive oxidants
contributes to plaque vulnerability. Coronary Computed Tomography Angiography (CCTA)
is a non invasive modality which able to identify morphology of vulnerable plaque. Napkin-
Ring Sign (NRS) has been associated with high-risk plaques in several studies.
Methods. A cross sectional study in 41 patients stable angina pectoris was done.The subjects
was taken blood sample and underwent CCTA to evaluate NRS in National Cardiovascular
Center Harapan Kita from June to November 2014. Statistical analysis is done to explore the
association between MPO and vulnerable plaque marked with NRS in stable angina pectoris.
Results. There was association between MPO level with vulnerable plaque marked with
Napkin Ring Sign, p value 0,002 , CI 95%2.3,0 - 39.9. Level of MPO is higher in positif
NRS vs non NRS (nmol) 124,371 + 15,324 vs 105,206 + 18,335, activity of MPO
(milliunit/mL) 829,136 + 102,157 vs701,371 + 122,235. Logistic regression analysis showed
level of MPO ≥ 117,2 nmol (median), OR 9,6 (CI95% 2,3 -39) p value0,002. After
adjustment with confounding factor MPO level ≥ 117,2 nmol (median), OR 20,3 (IK 95%
3,1-31,7) , p value 0,002.
Conclusion.There was association between Myeloperoxidase level with vulnerable plaque
marked with Napkin Ring Sign;Background.Coronary Heart Disease ( CHD) is still the major health problem in worldwide.
Atherosclerosis is a chronic inflammatory process where oxidative damage play a role in
atherosclerosis. Overexpression of Reactive Oxygen Species ( ROS) could be detrimental and
weaken the plaque. This type of plaque is often referred to as vulnerable plaque. Reactive
oxygen or nitrogen species, and HOCL (hypochlorous acid) responsible for plaque
vulnerability leading to Acute Coronary Syndrome. HOCL is a substrat of Myeloperoxidase
(MPO). MPO is a member of the heme peroxidase superfamily, generates reactive oxidants
contributes to plaque vulnerability. Coronary Computed Tomography Angiography (CCTA)
is a non invasive modality which able to identify morphology of vulnerable plaque. Napkin-
Ring Sign (NRS) has been associated with high-risk plaques in several studies.
Methods. A cross sectional study in 41 patients stable angina pectoris was done.The subjects
was taken blood sample and underwent CCTA to evaluate NRS in National Cardiovascular
Center Harapan Kita from June to November 2014. Statistical analysis is done to explore the
association between MPO and vulnerable plaque marked with NRS in stable angina pectoris.
Results. There was association between MPO level with vulnerable plaque marked with
Napkin Ring Sign, p value 0,002 , CI 95%2.3,0 - 39.9. Level of MPO is higher in positif
NRS vs non NRS (nmol) 124,371 + 15,324 vs 105,206 + 18,335, activity of MPO
(milliunit/mL) 829,136 + 102,157 vs701,371 + 122,235. Logistic regression analysis showed
level of MPO ≥ 117,2 nmol (median), OR 9,6 (CI95% 2,3 -39) p value0,002. After
adjustment with confounding factor MPO level ≥ 117,2 nmol (median), OR 20,3 (IK 95%
3,1-31,7) , p value 0,002.
Conclusion.There was association between Myeloperoxidase level with vulnerable plaque
marked with Napkin Ring Sign, Background.Coronary Heart Disease ( CHD) is still the major health problem in worldwide.
Atherosclerosis is a chronic inflammatory process where oxidative damage play a role in
atherosclerosis. Overexpression of Reactive Oxygen Species ( ROS) could be detrimental and
weaken the plaque. This type of plaque is often referred to as vulnerable plaque. Reactive
oxygen or nitrogen species, and HOCL (hypochlorous acid) responsible for plaque
vulnerability leading to Acute Coronary Syndrome. HOCL is a substrat of Myeloperoxidase
(MPO). MPO is a member of the heme peroxidase superfamily, generates reactive oxidants
contributes to plaque vulnerability. Coronary Computed Tomography Angiography (CCTA)
is a non invasive modality which able to identify morphology of vulnerable plaque. Napkin-
Ring Sign (NRS) has been associated with high-risk plaques in several studies.
Methods. A cross sectional study in 41 patients stable angina pectoris was done.The subjects
was taken blood sample and underwent CCTA to evaluate NRS in National Cardiovascular
Center Harapan Kita from June to November 2014. Statistical analysis is done to explore the
association between MPO and vulnerable plaque marked with NRS in stable angina pectoris.
Results. There was association between MPO level with vulnerable plaque marked with
Napkin Ring Sign, p value 0,002 , CI 95%2.3,0 - 39.9. Level of MPO is higher in positif
NRS vs non NRS (nmol) 124,371 + 15,324 vs 105,206 + 18,335, activity of MPO
(milliunit/mL) 829,136 + 102,157 vs701,371 + 122,235. Logistic regression analysis showed
level of MPO ≥ 117,2 nmol (median), OR 9,6 (CI95% 2,3 -39) p value0,002. After
adjustment with confounding factor MPO level ≥ 117,2 nmol (median), OR 20,3 (IK 95%
3,1-31,7) , p value 0,002.
Conclusion.There was association between Myeloperoxidase level with vulnerable plaque
marked with Napkin Ring Sign]"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I.G.N. Putra Gunadhi
"Untuk menilai manfaat tindakan Kontra Pulsasi Extemal Diperkuat
(KPEK - ’EECP’) pada penatalaksanaan penderita APS, telah dilakukan penelitian "pre-post uncontrolled clinical trials" terhadap 38 penderita APS (36 laki-laki, 2 wanita) berumur rata-rata 56,31±1,34 tahun dengan rentang usia 43 - 73 tahun, dilakukan di RS Jantung Harapan Kita Jakarta pada periode 1 Desember 1992 sampai dengan 31 Agustus 1993. Semua penderita menjalani tindakan KPEK 36 jam, 1 jam setiap hari yang sama) pra dan pasca tindakan KPEK serta perubahan keluhan subyektif
pasca tindakan. 35 orang diantaranya dievaluasi dengan uji latih Jantung beban dan skintigrafi talium 1 minggu pra dan pasca tindakan KPEK. Didapatkan perbaikan kelas angina sesuai kriteria CCS pada 32 (84,2%) penderita serta. Dari hasil skintigrafi talium 201, 9 penderita (23,6%) tidak
didapatkan defek iskemi lagi, pengurangan area iskemi didapatkan pada 24 penderita (63,2%) dan hanya 5 penderita (13,2%) tidak mengalami perbaikan. Sehingga total penderita yang menunjukkan perbaikan defek iskemi adalah 33 orang (86,8%). Toleransi latihan (’exercise duration’) dari ULJB juga mengalami peningkatan pada kelompok penderita yang menunjukkan bebas defek iskemi dari 5,76±2,35 menjadi 7,78±2,28 menit (P<0,02), demikian juga pada kelompok yang menunjukkan pengurangan area iskemi dari 5,61±2,19 menjadi 6,65±1,85 menit ( P < 0,05 ). Sedangkan pada kelompok yang tidak
mengalami perbaikan tidak menunjukkan peningkatan toleransi latihan. Produk ganda pada ULJB pada kelompok penderita yang mengalami bebas defek iskemi menunjukkan penurunan dari 25166,67±4609,26 menjadi 24503,33±4012,03 ( P < 0,001 ), demikian juga pada kelompok yang menunjukkan pengurangan area iskemi dari 22910,48±6193,11 menjadi 21644,29±4227,46 ( P < 0,001 ), tapi sebaliknya pada kelompok yang tidak mengalami perbaikan menunjukkan peningkatan dari 23392±4470,75 menjadi 26908±5738,59 mmHg LJ/menlt ( P < 0,001 ). Perbaikan defek reperfusi dan peningkatan toleransi latihan menggambarkan perbaikan perfusi koroner ke daerah miokard yang mengalami iskemi."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Meltiara
"Sebagai seorang apoteker, salah satu cara untuk memastikan pasien telah mendapatkan pengobatan yang rasional adalah melalui pengkajian resep, yang meliputi ketepatan penilaian kondisi pasien, tepat diagnosis, tepat indikasi, tepat jenis obat, tepat dosis, tepat cara dan lama pemberian, tepat informasi, dengan memperhatikan keterjangkauan harga, kepatuhan pasien, dan waspada efek samping. Pengkajian resep dilakukan berdasarkan aspek administratif, farmasetik dan klinis. Pengkajian resep dilakukan pada pasien yang menebus obat di Apotek Kimia Farma Dramaga 348 yang memiliki diagnosis diabetes tipe 2, hipertensi, dan diabetes tipe 2 yang disertai dengan hipertensi. Resep-resep yang akan dikaji umumnya berisi obat-obatan rutin pasien yang diberikan selama 1 bulan. Dari hasil kaji resep, Aspek administratif belum memenuhi persyaratan karena kurangnya informasi mengenai berat badan dan alamat pasien. Namun, kekurangan tersebut dapat diatasi dengan mengkonfirmasi kembali ke pasien dan dokter yang bersangkutan. Aspek farmasetik sudah memenuhi persyaratan, sementara aspek klinis belum memenuhi persyaratan karena ada beberapa obat yang saling berinteraksi dan merupakan polifarmasi. Namun, hal tersebut dapat diintervensi dengan mengedukasi pasien untuk menjeda konsumsi pemberian obat dan memotivasi pasien pentingnya untuk meminum obat secara rutin untuk mendapatkan hasil terapi yang optimal.

As a pharmacist, one way to ensure that patients have received rational treatment is through reviewing prescriptions, which includes accurate assessment of the patient's condition, correct diagnosis, correct indication, correct type of drug, correct dosage, correct method and duration of administration, correct information, with pay attention to affordability, patient compliance, and side effects. Prescription reviews are carried out based on administrative, pharmaceutical and clinical aspects. Prescription reviews were carried out on patients who redeemed medicines at Kimia Farma Dramaga 348 Pharmacy who had a diagnosis of type 2 diabetes, hypertension, and type 2 diabetes along with hypertension. The prescriptions that will be studied generally contain the patient's routine medicines that are given for 1 month. From the results of the prescription review, the administrative aspects did not meet the requirements due to lack of information regarding the patient's weight and address. However, this deficiency can be overcome by confirming it again with the patient and the doctor concerned. The pharmaceutical aspect meets the requirements, while the clinical aspect does not meet the requirements because there are several drugs that interact with each other and polypharmacy. However, this can be intervened by educating patients to separate the consume between interacted medications and motivating patients to the importance of taking medication regularly to get optimal therapeutic results."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>