Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145119 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Ulil Amri
"Tirah baring dan imobilisasi berkepanjangan pasca percutaneous coronary intervention (PCI) erat kaitannya dengan berbagai komplikasi dan prevalensi mortalitas yang tinggi di rumah sakit. Salah satu internvesi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi akibat tirah baring pasca PCI adalah mobilisasi dini. Studi kasus dilakukan pada perempuan usia 60 tahun dengan NSTEMI. Dalam upaya untuk mempercepat pemulihan pascabedah, penulis menerapkan intervensi mobilisasi dini pada pasien. Pola mobilisasi yang diklasifikasikan sebagai tirah baring, semi-fowler, duduk, perpindahan ke kursi, dan berdiri/berjalan didokumentasikan oleh perawat selama pemberian asuhan. Intervensi dilakukan dalam 5 hari, sejak pra-PCI hingga 2 hari pasca PCI. Penulis menganalisis terhadap proses asuhan keperawatan mencakup analisis penerapan intervensi mobilisasi dini. Hasil evaluasi setelah penerapan intervensi mobilisasi dini antara lain peningkatan skala mobilitas pasien, tidak ada sesak selama latihan mobilisasi, tidak ada peningkatan nyeri pasca PCI, tidak terjadi jatuh saat proses ambulasi, kekuatan otot dan rentang gerak pasien dipertahankan, serta tidak adanya komplikasi berat pasca PCI selama penerapan mobilisasi dini. Berdasarkan temuan tersebut, penerapan mobilisasi dini secara bertahap pasca PCI dapat meningkatkan tingkat mobilitas dan tidak menimbulkan komplikasi pada pasien.

Bed rest and prolonged immobilization after percutaneous coronary intervention (PCI) are closely related to various complications and a high prevalence of mortality in hospital. One of the disease interventions that can be done to prevent complications due to bed rest after PCI is early mobilization. The case study was conducted on a 60 year old woman with NSTEMI. In an effort to speed up postoperative recovery, the authors implemented early mobilization interventions for patients. Movement patterns classified as bed rest, semi-Fowler's, sitting, transferring to a chair, and standing/walking were documented by the nurse during care delivery. The intervention was carried out within 5 days, from pre-PCI to 2 days post-PCI. The author analyzes the maintenance process including analysis of the implementation of early mobilization interventions. Evaluation results after implementing early mobilization interventions include an increase in the patient's mobility scale, no shortness of breath during mobilization exercises, no increase in pain after PCI, no falls during the ambulation process, the patient's muscle strength and range of motion are maintained, and the absence of severe complications after PCI during early mobilization. Based on these findings, gradual application of early mobilization after PCI can increase the level of mobility and not cause complications in patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Angelique Tallulah Joaqin
"Periode postpartum merupakan waktu dimana ibu mengalami perubahan fisiologis dan psikologis pada enam minggu pertama setelah melahirkan. Pada masa ini ibu sangat rentan terdampak komplikasi postpartum, salah satu komplikasi yang memiliki tingkat morbiditas dan mortilitas tinggi, bahkan di negara maju adalah Deep Venous Thrombosis (DVT). Namun, DVT dapat segera dicegah apabila diketahui lebih dini tanda dan gejalanya. Intervensi yang digunakan untuk mencegah DVT adalah early mobilization atau mobilisasi dini. Intervensi yang diberikan dilakukan selama tiga hari berturut-turut, dilakukan mulai dari 6 jam post SC, lalu dilanjutkan 16 jam, 20 jam, dan 24 jam pasca operasi. Karya tulis ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan pada ibu post SC yang berisiko sedang mengalami komplikasi DVT dengan intervensi mobilisasi dini. Karya ilmiah ini menggunakan metode case study pada satu pasien di Rumah Sakit Universitas Indonesia. Evaluasi dari intervensi didapatkan adanya penurunan tanda dan gejala DVT serta tidak bertambahnya DVT score milik klien pra operasi dan post operasi. Keterbatasan dari penelitian ini adalah intervensi yang diberikan baru diterapkan pada satu orang klien.

The postpartum period is a time when mothers experience physiological and psychological changes in the first six weeks after giving birth. During this time mothers are very vulnerable to postpartum complications, one of the complications that has a high morbidity and mortality rate, even in developed countries is Deep Venous Thrombosis (DVT). However, DVT can be prevented if signs and symptoms are recognized early. The intervention used to prevent DVT is early mobilization. The intervention given was carried out for three consecutive days, starting from 6 hours post SC, then continued 16 hours, 20 hours, and 24 hours postoperatively. This paper aims to analyze nursing care for post SC mothers who are at moderate risk of DVT complications with early mobilization interventions. This scientific work uses a case study method on one patient at the University of Indonesia Hospital. Evaluation of the intervention found a decrease in signs and symptoms of DVT and no increase in DVT score belonging to preoperative and postoperative clients. The limitation of this study is that the intervention was only applied to one client.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Regita Indah Tiyasningrum
"Sindrom koroner akut adalah kegawatan sirkulasi yang disebabkan oleh penurunan suplai oksigen di arteri koroner yang dapat menyebabkan infark miokard. Laporan kasus ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan dengan metode case study dan intervensi limb-raising. Perawatan dilakukan selama 3 hari di ICU pada Tn S (61 tahun) dengan diagnosa medis perioperative MI-NSTEMI dengan post perawatan di ICU. Tatalaksana medis invasif diperlukan pada beberapa kasus SKA dengan risiko tinggi. Revaskularisasi dengan PCI merupakan salah satu yang paling popular. Masalah nyeri dan kenyaman merupakan salah satu masalah keperawatan utama pasien. Nyeri yang tidak ditangani dapat menyebabkan penurunan kualitas perawatan, mengganggu hemodinamik, dan bertambahnya hari rawat. Intervensi limb-raising dilakukan pada Tn S dengan memberikan elevasi 30ᵒ pada tangan area penusukan dan kompresi. Asuhan keperawatan dilakukan secara komprehensif. Hasil implementasi yang di dapatkan yakni beberapa hemodinamik selalu stabil seperti tekanan darah, frekuensi nadi, saturasi oksigen, dan suhu tubuh. Frekuensi napas pasien selama perawatan seringkali mengalami takipnea. Skala nyeri pasien selama perawatan diukur menggunakan NRS. Intervensi limb-raising berhasil menurunkan nyeri pada lokasi penusukan post PCI dari nyeri sedang (4/10) menjadi tidak ada nyeri (0/10), hal lainnya yang dievaluasi yakni tidak adanya pembengkakan dan pasien merasa lebih nyaman dengan metode yang digunakan. Diharapkan implementasi limb raising dapat dilakukan perawat pada lebih banyak pasien Post-PCI dan penelitian selanjutnya mampu mengembangkan intervensi keperawatan mandiri lainnya untuk mengatasi nyeri pada pasien di ICU.
Acute coronary syndrome is a circulatory emergency caused by decreased oxygen supply in the coronary arteries that can lead to myocardial infarction. This case report aims to analyze nursing care using the case study method and limb-raising intervention. Treatment was carried out for 3 days in the ICU for Mr. S (61 years old) with a perioperative medical diagnosis of MI-NSTEMI with post-treatment in the ICU. Invasive medical treatment is necessary in some high-risk ACS cases. Revascularization with PCI is one of the most popular. The problem of pain and comfort is one of the main nursing problems for patients. Untreated pain can reduce the quality of care, disrupt hemodynamics, and increase hospital days. The limb-raising intervention was carried out on Mr. S by providing an elevation of 30ᵒ to the hand in the stabbing and compression area. Nursing care is carried out comprehensively. The implementation results obtained were that several hemodynamics were always stable, such as blood pressure, pulse frequency, oxygen saturation, and body temperature. The patient's respiratory frequency during treatment often experiences tachypnea. The patient's pain scale during treatment was measured using NRS. The limb-raising intervention was successful in reducing pain at the post-PCI puncture site from moderate pain (4/10) to no pain (0/10), other things that were evaluated were the absence of swelling and the patient felt more comfortable with the method used. It is hoped that the implementation of limb raising can be carried out by nurses on more Post-PCI patients and that further research will be able to develop other independent nursing interventions to deal with pain in patients in the ICU."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Clarissa Ardiya Putri Wicaksono
"Melahirkan secara SC dapat menimbulkan efek negatif kepada ibu baik dalam aspek fisik maupun psikologis, yang akhirnya mengganggu kenyamanan. Ny. F, post SC 15 jam mengeluhkan ketidaknyamanan terutama nyeri pada luka insisi dan pada payudara, serta adanya kelelahan. Tujuan intervensi pijat oketani adalah untuk mengatasi gangguan kenyamanan termasuk peningkatan kesejahteraan fisik dan psikologis pasien pada masa postpartumnya. Pemberian intervensi ini merupakan bagian dari asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penegakan diagnosis, perencanaan intervensi, implementasi, dan evaluasi. Pijat oketani dilakukan selama tiga hari. Pada hari pertama, intervensi dilakukan sebelum operasi untuk mengatasi kecemasan. Selanjutnya setelah operasi, dilakukan untuk mengatasi gangguan rasa nyaman. Hasil yang didapatkan adalah kenyamanan pasien meningkat dan rasa nyeri menurun. Pijat oketani atau pijat payudara lainnya dapat dilakukan oleh perawat untuk mengatasi ketidaknyamanan ibu pasca melahirkan SC.

Giving birth via SC can have negative ef ects on the mother both in physical and psychological aspects, which disrupts comfort. Mrs. F, 15 hours post SC was complaining of discomfort, especially pain in the incision wound and in the breast, also fatigue. The aim of the Oketani massage is to overcome discomfort including improving the patient's physical and psychological well-being in the postpartum period. Providing this intervention is part of nursing care which includes assessment, diagnosis, planning, implementation and evaluation. Oketani massage is done for three days. On the first day, interventions are carried out before surgery to overcome anxiety. Furthermore, after surgery, it is carried out to overcome discomfort problems. The results obtained are increased patient comfort and decreased pain. Oketani massage or other breast massage can be done by nurses to overcome maternal discomfort after giving birth to SC.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Asy-Syifa Khoirunisa
"Asma merupakan gangguan pernapasan yang disebabkan karena adanya respon inflamasi pada jalan napas sehingga menyebabkan gejala berupa sesak, peningkatan frekuensi pernapasan, hingga penurunan saturasi oksigen. Latihan pernapasan diketahui menjadi terapi non farmakologis yang mampu membantu gejala asma. Karya ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan pada pasien asma dengan pemantauan pernapasan dan pemberian Breathing Exercise untuk meningkatkan saturasi oksigen pasien. Setelah dilakukan intervensi selama lima hari, diketahui bahwa saturasi oksigen meningkat, baik dengan melakukan pemantauan pernapasan dengan pemberian aktivitas, maupun dengan pemberian latihan pernapasan. Penulis merekomendasikan penelitian lanjutan untuk pemantauan pernapasan menggunakan skala tertentu dan pemberian latihan pernapasan dalam waktu yang sesuai dengan studi literatur pendahulu.

Nursing Care for Asthma Patients with Breathing Monitoring and Application of Breathing Exercises to Increase Oxygen Saturation. Asthma is a respiratory disorder caused by an inflammatory response in the airways, causing symptoms in the form of shortness of breath, increased respiratory frequency, and decreased oxygen saturation. Breathing Exercise is a non-pharmacological therapy that can help asthma symptoms. This scientific work aims to analyze the nursing care for asthma patients by monitoring breathing and providing breathing exercises to increase the patient's oxygen saturation. After five days of intervention, it was discovered that oxygen saturation increased, both by monitoring breathing by providing activities and by providing breathing exercises. The author recommends further research to monitor breathing using a specific scale and providing breathing exercises for a time that is consistent with previous literature studies.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Holivia Almira Jacinta
"Kelahiran bayi prematur atau bayi yang lahir sebelum usia 37 minggu merupakan penyebab tertinggi yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas bayi dalam fase perinatal di dunia. Kelahiran bayi prematur disertai dengan kondisi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) merupakan indikator kuat terjadinya gangguan makan pada bayi yang dikaitkan dengan refleks oral motor yang inadekuat dan koordinasi hisap-menelan-dan bernapas yang buruk. Gangguan pada proses makan bayi berisiko tinggi meningkatkan kejadian gagal tumbuh (failure to thrive), keterlambatan perkembangan, dan pemulangan bayi dengan menggunakan selang OGT. Premature Infant Oral Motor Intervention (PIOMI) merupakan salah satu stimulasi oro-motor yang dapat digunakan untuk meningkatkan refleks hisap dan menelan bayi dan meningkatkan kesiapan proses transisi makan bayi dari enteral ke oral. Karya ilmiah ini memuat gambaran mengenai pemberian asuhan keperawatan kepada bayi prematur dengan BBLR dan problem feeding berusia 36 minggu melalui penerapan PIOMI sebagai intervensi berbasis bukti. PIOMI dilakukan selama dua kali sehari dalam waktu sepuluh hari berturut-turut dengan durasi tindakan selama lima menit. Hasil evaluasi menunjukkan PIOMI efektif dalam meningkatkan refleks hisap bayi yang secara objektif pengukurannya dilakukan melalui penghitungan skor Premature Oral Feeding Readiness Asessment Scale (POFRAS) dan didapatkan peningkatan dari skor 15 menjadi 36. PIOMI pun mampu meningkatkan kesiapan makan bayi dari enteral ke oral setelah PIOMI dilakukan secara terus menerus selama sembilan hari.

The birth of premature infants or infants born before 37 weeks of age is the leading cause of infant morbidity and mortality in the perinatal phase worldwide. Premature birth accompanied by low birth weight (LBW) is a strong indicator of infant feeding disorders associated with inadequate oral-motor reflexes and poor suction-swallowing-and-breathing coordination. Infant feeding disorders have a high risk of increasing the incidence of failure to thrive, developmental delay, and discharge with the use of Orogastric Tube (OGT). Premature Infant Oral Motor Intervention (PIOMI) is one of the oral motor stimulations that can be used to improve infant suction and swallowing reflexes and increase readiness for the transition of infant feeding from enteral to oral. This scientific work contains a description of the provision of nursing care to premature infants with LBW and feeding problems aged 36 weeks through the application of PIOMI as an evidence-based review intervention. PIOMI was performed twice a day for ten consecutive days with a duration of five minutes. The results of the evaluation showed that PIOMI was effective in improving infants' suction reflexes, objectively measured through the calculation of the Premature Oral Feeding Readiness Assessment Scale (POFRAS) score and an increase from a score of 15 to 36. PIOMI was also able to improve infants' feeding readiness from enteral to oral after nine days of continuous PIOMI treatment.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hafsah
"Hipertensi merupakan masalah serius dikarenakan prevalensinya yang terus bertambah, dimana 1,28 miliar orang di dunia mengidap penyakit tersebut. Di Indonesia sendiri, prevalensi hipertensi sekitar 34,11%, dimana 45,3% dari seluruh pengidap hipertensi di Indonesia merupakan populasi dewasa akhir. Hal tersebut menunjukan usia dewasa akhir menempati peringkat 2 kelompok umur dengan prevalensi terbanyak, sehingga penting untuk ditindaklanjuti agar tidak berlanjut pada komplikasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan foot massage sebagai bagian dari terapi nonfarmakologis. Karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk menjabarkan asuhan keperawatan dengan foot massage sebagai upaya menurunkan tekanan darah pada keluarga dengan dewasa akhir yang mengidap hipertensi. Metode penelitian yang digunakan adalah case study. Intervensi foot massage dilakukan satu kali sehari selama 6 hari, dengan durasi pemijatan setiap kaki selama 10 menit. Pengukuran tekanan darah dilakukan sebelum dan sesudah intervensi foot massage untuk memonitoring keefektifan terapi. Hasil penelitian menunjukkan terdapat penurunan tekanan darah pada ketiga klien yang dibuktikan dengan selisih rata-rata tingkat tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukannya 6 kali foot massage. Selisih tersebut adalah sebagai berikut; pada Ibu A didapatkan selisih 8/2,83 mmHg, Ibu I 11,17/1,17 mmHg, dan Ibu Y 8,33/3,5 mmHg. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa Foot massage efektif dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Diharapkan upaya pengendalian hipertensi dengan foot massage dapat dikembangkan dan diimplementasikan kepada masyarakat oleh tenaga kesehatan maupun pihak pendidikan sebagai perawatan mandiri dikarenakan pelaksanaannya yang mudah, efektif, dan efisien.
Hypertension is a serious health problem due to its increasing prevalence, with 1.28 billion people in the world suffering from it. In Indonesia, the prevalence of hypertension is around 34.11%, where 45.3% of the patients are middle-age adults. This shows that middle-age adults are ranked 2nd in the age group with the highest prevalence, thus it is important to treat hypertension in middle-age adults to avoid complications. One of the methods is foot massage as a part of non-pharmacological treatment. The purpose of this paper is to describing nursing care with foot massage as one of the attempts to lower the blood pressure on middle-age adults in families with hypertension. The method used for the research is case study. Foot massage intervention was performed once a day for 6 days, with the duration of 10 minutes for each massage. The result showed that there was a decrease of blood pressure among the three clients, proven by the difference in average blood pressure levels before and after the 6 sessions of foot massage. The differences are as follows; For Mrs. A, the difference was 8/2,83 mmHg, Mrs. I: 11,17/1,17 mmHg, and Mrs. Y: 8,33/3,5 mmHg. Therefore, it can be concluded that foot massage is effective in reducing blood pressure in hypertensive patients. The attempt to control hypertension using foot massage can be developed and implemented by healthcare workers and educational institutions as a self-care treatment due to its ease, effectiveness, and efficiency."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Risak Tiimron Iswara
"Community acquired pneumonia (CAP) merupakan infeksi yang menyerang parenkim paru bagian bawah. Penyakit ini menginfeksi individu dari segala tahapan usia terutama lansia dan bayi <2 tahun. Penyakit ini rentan terjadi di wilayah perkotaan akibat dari polusi udara yang tinggi dan banyaknya jumlah penduduk. Community acquired pneumonia mengakibatkan perubahan pada alveolar sehingga terdapat konsolidasi yang menyebabkan perubahan pola napas. Intervensi rehabilitasi keperawatan dapat mengatasi gejala gangguan pernapasan yang ditimbulkan akibat mikroorganisme pneumonia. Karya ilmiah akhir ners ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien CAP dengan penerapan intervensi rehabilitasi keperawatan. Hasil Analisa yang diperoleh dari penerapan intervensi rehabilitasi keperawatan adalah masalah gangguan pernapasan teratasi ditandai dengan frekuensi napas dalam rentang normal, SaO2 dalam rentang normal, keluhan sesak dan batuk berdahak menurun, serta terjadi peningkatan kapasitas fungsional pada pasien.

Community Acquired Pneumonia (CAP) is an infection that attacks the lower lung parenchyma. This disease infects individuals of all ages, especially the elderly and babies <2 years old. This disease is prone to occur in urban areas due to high air pollution and large population. Community acquired pneumonia causes alveolar changes so that there is consolidation which causes changes in breathing patterns. Rehabilitation nursing interventions can overcome the symptoms of respiratory problems caused by pneumonia microorganisms. This final scientific work by nurses aims to analyze the inpatient care provided to CAP patients by implementing rehabilitation nursing interventions. The results of the analysis obtained from the implementation of the rehabilitation nursing intervention were that the problem of respiratory problems was resolved, characterized by respiratory frequency in the normal range, SaO2 in the normal range, complaints of shortness of breath and cough with phlegm decreased, and there was an increase in the patient's functional capacity.
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Merlia Metsa Riyani
"Nyeri merupakan keluhan paling umum pada ibu post seksio sesarea akibat insisi jaringan yang berdampak pada mobilisasi, kemampuan menyusui, dan nyeri yang berkelanjutan. Manajemen nyeri non- farmakologis menggunakan teknik relaksasi benson dan terapi musik dilakukan dua kali sehari selama tiga hari pada ibu post seksio sesarea. Tujuan studi kasus ini adalah untuk menganalisis pelaksanaan asuhan keperawatan pada ibu postpartum dengan penerapan teknik relaksasi benson dan terapi musik untuk mengurangi intensitas nyeri post seksio sesarea. Metode penulisan yang digunakan adalah studi kasus keperawatan dengan menggunakan satu pasien dengan status paritas P2A1 di Rumah Sakit Universitas Indonesia. Dengan penerapan teknik relaksasi benson dan terapi musik pada ibu post seksio sesarea, hasil menunjukkan terdapat penurunan intensitas nyeri secara signifikan yang dibuktikan penurunan skala 7 (nyeri sangat berat) menjadi skala 2 (nyeri ringan) dari 10. Temuan lain didapatkan klien merasakan lebih dapat mengontrol nyeri, rileks, dan merasa lebih tenang. Rekomendasi penerapan teknik relaksasi benson dan terapi musik pada ibu post seksio sesarea untuk mengurangi nyeri. di rumah sakit.

Pain is the most common complaint among mothers after cesarean section due to tissue incision, which affects mobility, breastfeeding abilities, and persistent pain. Non-pharmacological pain management using benson relaxation therapy and music therapy is conducted twice a day for three days for post-cesarean section mothers. The purpose of this case study is to analyze the implementation of nursing care for postpartum mothers with the application of benson relaxation techniques and music therapy to reduce the intensity of post-cesarean section pain. The writing method used is a nursing case study using a single patient with parity status P2A1 at the University of Indonesia Hospital. With the application of benson relaxation techniques and music therapy in post-cesarean section mothers, the results show a significant reduction in pain intensity, evidenced by a decrease from scale 7 (very severe pain) to scale 2 (mild pain) out of 10. Other findings include the client feeling more in control of pain, more relaxed, and calmer. Recommendations for the application of benson relaxation therapy and music therapy in post-cesarean section mothers to reduce pain in hospitals.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yanti Apriyanti
"Klien dengan penyakit kanker cenderung mengalami masalah psikososial salah satunya ansietas yang berdampak terhadap kesehatan mental. Karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk mengetahui penerapan terapi penghentian pikiran, terapi penerimaan dan komitmen serta  psikoedukasi keluarga terhadap respon penurunan  tanda dan gejala ansietas dengan pendekatan teori Stuart dan Swanson. Responden berjumlah 30 klien dengan diagnosa medis kanker, 15 klien diberikan intervensi keperawatan berupa tindakan keperawatan ners generalis ditambah terapi penghentian pikiran dan terapi psikoedukasi keluarga serta 15 klien diberikan Intervensi keperawatan  berupa terapi ners generalis, terapi penghentian pikiran, terapi penerimaan dan komitmen serta terapi psikoedukasi keluarga. Analisis dilakukan terhadap respon tanda dan gejala ansietas serta kemampuan klien dan keluarga sebelum dan sesudah dilakukan tindakan keperawatan. Hasil penerapan Intervensi keperawatan ners generalis dan ners spesialis penghentian pikiran, terapi penerimaan dan komitmen dan psikoedukasi keluarga menurunkan tanda dan gejala ansietas secara bermakna pada semua respon, terdapat perbedaan signifikan pada penurunan tanda dan gejala respon kognitif pada intervensi keperawatan  ners generalis, terapi penghentian pikiran, terapi penerimaan dan komitmen dan psikoedukasi keluarga.

Clients with cancer tend to experience psychosocial problems, one of which is anxiety that has an impact on mental health. This latest scientific paper aims to determine the application of mind cessation therapy, acceptance and commitment therapy as well as family psychoeducation to the response to decreased signs and symptoms of anxiety with the theoretical approach of Stuart and Swanson. The respondents were 30 clients with a medical diagnosis of cancer, 15 clients were given nursing interventions in the form of generalist nurse nursing actions plus mind cessation therapy and family psychoeducational therapy and 15 clients were given nursing interventions in the form of generalist nurse therapy, mind cessation therapy, acceptance and commitment therapy and family psychoeducation therapy. Analysis was carried out on the response of signs and symptoms of anxiety as well as the ability of clients and families before and after nursing treatment. The results of the implementation of nursing interventions for generalist nurses and nurses with cessation of thoughts, acceptance and commitment therapy and family psychoeducation significantly decreased signs and symptoms of anxiety in all responses, there was a significant difference in the decrease in signs and symptoms of cognitive response in nursing interventions for generalist nurses, mind cessation therapy, acceptance and commitment therapy and family psychoeducation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>