Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131640 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marina Ulfa
"Self-care merupakan bagian penting dalam upaya peningkatan kualitas hidup pada pasien sindrom koroner akut yang telah menjalanai intervensi koroner perkutan. Self-care adalah pengambilan keputusan secara natural oleh individu dalam berperilaku untuk mempertahankan kestabilan fisiologis tubuhnya dan sebagai respon terhadap tanda dan gejala yang terjadi pada diri individu. Keadekuatan individu dalam melakukan self-care dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor internal maupun eksternal dari individu. Identifikasi faktor tersebut menjadi bagian penting untuk memberikan asuhan keperawatan mengenai self-care yang efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan dari karakteristik responden: usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengetahuan, dukungan keluarga, kecemasan, depresi dan literasi kesehatan pasien sindrom koroner akut yang telah menjalani intervensi koroner perkutan meliputi: usia, jenis kelamin, terhadap self-care. Desain penelitian menggunakan cross sectional survey pada 121 responden yang diambil dengan tehnik consecutive sampling di Poliklinik Jantung. Penelitian menggunakan kuesioner SC-CHDI (self-care coronary heart disease invantory) dalam mengukur self-care responden. Hasil penelitian menunjukan usia (p=0,273), pendidikan (p=0,004), dukungan keluarga (p=0,009), kecemasan (0,015), depresi (p=0,000), pengetahuan (p=0,003) dan literasi kesehatan (p=0,005) berhubungan dengan self-care individu secara signifikan. Responden yang bekerja dan tidak mengalami depresi memiliki self-care yang lebih adekuat

Self-care is an important part in efforts to improve the quality of life in acute coronary syndrome patients who have undergone percutaneous coronary intervention. Self-care is a natural decision making by individuals in behaving to maintain the physiological stability of their bodies and in response to signs and symptoms that occur in individuals. Individual adequacy in performing self-care can be influenced by various internal and external factors of the individual. Identification of these factors is an important part of providing nursing care regarding effective self-care. This study aims to identify the relationship of respondent characteristics: age, gender, education, occupation, income, knowledge, family support, anxiety, depression and health literacy of acute coronary syndrome patients who have undergone percutaneous coronary intervention including: age, gender, to self-care. The research design used a cross sectional survey on 121 respondents who were taken with consecutive sampling technique at the Cardiac Polyclinic. The study used the SC-CHDI (self-care coronary heart disease invantory) questionnaire in measuring respondents' self-care. The results showed age (p = 0.273), education (p = 0.004), family support (p = 0.009), anxiety (0.015), depression (p = 0.000), knowledge (p = 0.003) and health literacy (p = 0.005 ) was significantly associated with individual self-care. Respondents who work and do not experience depression have more adequate self-care"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara persepsi kerentanan terhadap penyakit dan self-efficacy dalam perilaku sehat dengan perilaku sehat mahasiswa Universitas Indonesia yang memilki keluarga inti dengan penyakit kardiovaskular, kanker, atau diabetes. Penelitian ini diikuti oleh 215 mahasiswa Universitas Indonesia yang memiliki keluarga inti dengan penyakit kardiovaskular, kanker, atau diabetes.
Penelitian ini menunjukkan hal yang berbeda dari beberapa penelitian sebelumnya, yaitu pada penelitian ini ditemukan bahwa semakin individu merasa rentan terhadap penyakit, individu justru cenderung memiliki perilaku yang kurang sehat.
Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa self-efficacy dalam perilaku sehat berkorelasi secara positif dan signifikan dengan perilaku sehat. Hal ini menunjukkan bahwa semakin individu merasa yakin akan kemampuannya untuk menerapkan perilaku sehat, individu cenderung memiliki perilaku sehat yang lebih baik. Selain itu, self-efficacy juga menjadi faktor yang paling kuat dalam menentukan perilaku sehat individu jika dibandingkan dengan persepsi kerentanan terhadap penyakit.

The objective of this study was to examine wether perceived susceptibility and health behavior self-efficacy predict health behavior among students of Universitas Indonesia with familial risk of cardiovascular diseases, cancer, or diabetes. The correlational study was conducted on 215 students with familial risk of the diseases.
Contrary to some previous studies, this study shows that perceived susceptibility correlates negatively significant with health behavior, which means that when people perceive themselves at higher risk for developing cardiovascular diseases, cancer, or diabetes, they tend to have lower health behavior.
This study also found that self-efficacy correlates positively significant with health behavior, which means that the more people believe in their capabilities to perform health behavior, they tend to have better health behavior. Moreover, self-efficacy also the strongest predictor among the other variable.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S62840
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kostrowicki, Irena
"ABSTRAK
Perilaku sehat merupakan salah satu hal penting yang perlu dipelihara oleh mahasiswa UI khususnya yang memiliki orangtua penderita hipertensi. Hal ini penting dilakukan karena hipertensi menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak setelah stroke. Oleh karena itu peneliti merasa tertarik untuk melihat faktor apa saja yang mempengaruhi intensi berperilaku sehat mahasiswa UI yang memiliki orangtua penderita hipertensi. Hal ini dikarenakan adanya share common environments yang membuat perilaku didalam sebuah keluarga (antara orangtua dan anak) kurang lebih serupa. Berdasarkan Health Action Process Approach (HAPA), intensi sendiri lebih banyak dipengaruhi oleh self-efficacy dan outcome expectancy (Schwarzer, Lippke, & Luszcyznska, 2011). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan The Health Behavior Intention untuk mengukur intensi berperilaku sehat, HSBSES untuk mengukur self-efficacy, dan Life Orientation Test-Revised untuk mengukur outcome expectancy. Penelitian ini dilakukan pada 282 mahasiswa UI yang memiliki orangtua penderita hipertensi yang berusia 18-25 tahun melalui teknik accidental sampling. Berdasarkan teknik analisis multiple regression, ditemukan bahwa self-efficacy memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi berperilaku sehat pada mahasiswa UI yang memiliki orangtua penderita hipertensi (β = 0,472, p < 0,01). Sedangkan pada variabel outcome expectancy, outcome expectancy memiliki pengaruh yang kecil dan tidak signifikan terhadap intensi berperilaku sehat pada mahasiswa UI yang memiliki orangtua penderita hipertensi ( β = -0,055 , p > 0,01).

ABSTRACT
Health behavior is one of the important thing to improve in Universitas Indonesia students who have parents with hypertension. This is important because hypertension is one of major cause of death after stroke. Because of that, researcher wants to search what factors that influence health behavior intention in Universitas Indonesia students who have parents with hypertension. It?s because of share common environments which make behavior within family (parents and children) more or less similar. Based on Health Action Process Approach (HAPA), intention is mostly influenced by self-efficacy and outcome (Schwarzer, Lippke, & Luszcyznska, 2011). This is a quantitative study which use The Health Behavior Intention to measure health behavior intention, HSBSES to measure self-efficacy, and Life Orientation Test-Revised to measure outcome expectancy. Participants are 282 students from Universitas Indonesia who have parents with hypertension, age between 18-25 years old, selected by accidental sampling technique. The result indicate that self-efficacy have a significant impact in health behavior intention in Universitas Indonesia students who have parents with hypertension (β = 0,472, p < 0,01). While there is outcome expectancy have a little impact and no significant in health behavior intention in Universitas Indonesia students who have parents with hypertension ( β = -0,055 , p > 0,01).
"
2016
S64116
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Sofyan Prasetyo
"ABSTRAK
Hipertensi merupakan penyebab penyakit kardiovascular terbanyak. Hipertensi di
RSUD Kudus menempati peringkat tiga besar berdasarkan kunjungan pasien.
Tujuan penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan
self care management pada pasien hipertensi di RSUD Kudus. Desain
menggunakan survey analitik pendekatan cross sectional, teknik sampling yang
digunakan adalah pruporsive sampling dengan jumlah sampel 157. Analisis
statistik menggunakan chi square. Penelitian mendapatkan hasil bahwa efikasi
diri, dukungan sosial, pendidikan dan komplikasi memiliki hubungan bermakna
dengan self care management. Penelitian ini merekomendasikan untuk
meningkatkan efikasi diri dengan memperhatikan pendidikan san usia sehingga
self care management menjadi lebih baik.

ABSTRACT
Hypertension is the most of caused cardiovascular disease in the word and
Indonesia. Hypertension in RSUD Kudus had leather of third caued of visiting
patient The aims of research was identified factors associated with self-care
management in the patient with hypertension in RSUD Kudus. Design approach
used analytic cross sectional survey, techniques of sampling used purposive
sampling with 157 samples. Statistical analysis was used chi square. The result of
research obtained that self-efficacy; social support, education and complications
had significant relationships with self care management. The study recommended
to increase self efficacy by focusing to education and aged so, the self care
management by better."
2012
T31185
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Rahmasari
"Perilaku perawat tentang self-care behavior yang tepat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi akibat pemasangan permanent pacemaker, seyogyanya selalu dilakukan dalam membantu adaptasi pasien dengan permanent pacemaker. Namun, hal tersebut masih didapatkan belum optimal. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi perilaku perawat tentang self-care behavior pada pasien terpasang permanent pacemaker. Penelitian ini dilakukan kepada 131 perawat pelaksana di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta dengan menggunakan desain cross sectional, teknik purposive sampling, analisis uji chi square dan regresi logistik berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan perawatan permanent pacemaker dengan perilaku perawat tentang self-care behavior pada pasien terpasang permanent pacemaker (p-value = 0,000; α = 0,05; OR = 20,63). Pengetahuan tentang perawatan permanent pacemaker perlu dilakukan secara berkala untuk meningkatkan perilaku perawat terkait self care behavior pada pasien dengan permanent pacemaker.

Nurses' behavior regarding proper self-care behavior is needed to prevent complications due to the installation of a permanent pacemaker. It should always be done in helping patients adapt to a permanent pacemaker. However, this is still not optimal. Therefore, this study aims to identify the factors that influence nurses' behavior about self-care behavior in patients with permanent pacemaker attached. This research was conducted on 131 nurses at Harapan Kita Heart and Blood Vessel Hospital Jakarta using a cross-sectional design, purposive sampling technique, chi square test analysis and multiple logistic regression. The results showed that there was a significant relationship between knowledge of permanent pacemaker care with nurses' behavior about self-care behavior in patients with permanent pacemaker installed (p-value = 0,000; α = 0.05; OR = 20.63). Knowledge about permanent pacemaker care needs to be done regularly to improve nurse behavior related to self-care behavior in patients with permanent pacemaker."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Purnomo
"ABSTRAK
Penyakit jantung koroner(PJK) merupakan penyumbatan aliran darah yang terjadi pada arteri koroner yang berakibat munculnya gejala seperti nyeri dada dan sesak napas. Dampak yang akibatkan oleh penyakit ini yaitu gangguan psikologis dan aktivitas fisik. Untuk mencegah dan mengontrol gejala PJK diperlukan perilaku kesehatan seperti perawatan diri yang bertujuan untuk menjaga kesehatan, meningkatkan kualitas hidup dan menekan angka hospital readmission. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh program pengembangan self care agency terhadap kemampuan perawatan diri pada klien dengan PJK. Desain penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan kuasi ekperimen pretest-postest tanpa kelompok kontrol dengan jumlah sampel 27 pasien PJK. Analisis data menggunakan uji Paired t Test. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada rerata nilai self care sebelum dan sesudah intervensi (p<0,0001; α<0,05)), Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan (p=0,001), penghasilan (p=0,002), pengetahuan(p=0,029) dan dukungan sosial (p=0,006) terhadap self care. Berdasarkan penelitian ini, program pengembangan self care agency terbukti dapat meningkatkan kemampuan perawatan diri pada klien dengan PJK.

ABSTRACT
Coronary heart disease (CHD) is a blockage of the blood flow that occurs in the coronary arteries, resulting in chest pain and short of breathness, as well as causing psychological and physical activity disturbances. It is necessary to improve health behavior in preventing and controlling CHD symptoms such as self-care, to maintain health, improve the quality of life and reduce hospital readmission rates. This study aimed to determine the effect of the self-care agency development program on the ability of self-care for clients with CHD. The research design was a quantitative study using a quasi-pretest-posttest experiment without a control group with a sample of 27 CHD patients. Data analysis using paired t-test. The results showed a significant difference in the average self-care value, before and after the intervention (p <0.0001; α <0.05)). The bivariate analysis showed a significant relationship between education (p = 0.001), income (p = 0.002), knowledge (p = 0.029) and social support (p = 0.006) on self care. Based on this research, The self-care agency development program is effective in improving self-care abilities in CHD patients."
2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robinson, James, 1943-
New York: Delmar, 2011
613.044 3 ROB c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Riehl-Sisca, Joan
Connecticut: Appleton-Century-Crofts, 1985
610.724 3 RIE s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Joice Polanida
"Gagal jantung merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering memerlukan pengobatan ulang di rumah sakit. Tingginya tingkat readmission pada pasien gagal jantung sering terjadi karena keterlambatan dalam mengenal gejala, ketidakpatuhan terhadap diet dan pengobatan, kurangnya keterampilan dan pengetahuan dalam self care. Self care dapat mencegah terjadinya perburukan sehingga readmission tidak terjadi, selain itu self care juga berdampak terhadap kualitas hidup. Individu dalam melakukan self care dipengaruhi beberapa faktor dari dalam maupun luar individu. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan karakteristik responden, status fungsional, komorbiditas, tingkat depresi, dukungan sosial, persepsi penyakit dengan self care pasien gagal jantung yang readmission. Penelitian menggunakan desain cross sectional dengan tehnik purposive sampling pada 93 responden pasien gagal jantung yang readmission di Ruang Rawat Inap dan Poliklinik Jantung RSUP Persahabatan. Hasil penelitian setelah dianalisis dengan Chi-square menunjukkan status perkawinan (p 0,028; α 0,05), pendidikan (p 0,018; α 0,05), komorbiditas (p 0,034; α 0,05), tingkat depresi(p 0,006; α 0,05), dukungan sosial (p 0,000; α 0,05), dan persepsi penyakit (p 0,002; α 0,05) memengaruhi self care responden secara signifikan. Kesimpulan penelitian ini adalah perlunya meningkatkan follow up setelah pasien pulang dan melibatkan keluarga dalam upaya self care.

Heart failure is the chronic diseases most often requires repeat treatment at the hospital. The high level of readmission patients heart failure often occurs due to delays in recognizing symptoms, noncompliance diet and treatment, lack of skills and knowledge self care. Self care can prevent deterioration so the readmission does not occur, besides it affects the quality of life. Individuals doing self care influenced by several factors from inside and outside. The purpose of this study to know the relationship of respondent characteristics, functional status, comorbidity, depression, social support, illness perception with self care patients heart failure readmission. The study used design cross sectional with purposive sampling technique in 93 patients heart failure readmission at Inpatient and Outpatient Care RSUP Persahabatan. The results this study after being analyzed by Chi square showed marital status (p 0,028; α 0.05), education (p 0,018; α 0,05), comorbidity (p 0,034; α 0,05), depression (p 0,006; α 0,05), social support (p 0,000; α 0,05), and illness perception (p 0,002; α 0,05) significantly influenced self care. The conclusions this study need to improve follow up after the patient returns home and involves the family effort to self care."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astuti Giantini
"Sindrom koroner akut (SKA) merupakan masalah kesehatan nasional karena tingginya angka morbiditas dan mortalitas serta beban biaya yang dibutuhkan. Intervensi koroner perkutan (IKP) dan terapi antiplatelet seperti klopidogrel merupakan tata laksana yang direkomendasikan oleh organisasi kardiologi internasional. Meskipun demikian, pasien SKA masih dapat mengalami kejadian kardiovaskular mayor (KKM). Kemungkinan, resistensi klopidogrel berperan pada KKM sedangkan resistensi klopidogrel mungkin dipengaruhi oleh faktor genetik dan epigenetik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor genetik yaitu polimorfisme gen CYP2C19 dan P2Y12, serta epigenetik yaitu metilasi DNA gen CYP2C19 dan P2Y12 serta ekspresi miRNA-26a dengan resistensi klopidogrel dan pengaruhnya terhadap KKM pada pasien SKA pasca IKP.
Untuk menganalisis hubungan faktor genetik dan epigenetik dengan resistensi klopidogrel, penelitian dilakukan dengan desain potong lintang, sedangkan untuk analisis hubungan faktor genetik dan epigenetik dengan KKM dilakukan dengan desain kohort prospektif. Subjek penelitian meliputi 201 pasien SKA pasca IKP dan mendapat terapi klopidogrel di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dari bulan September 2018 sampai dengan Juni 2020. Resistensi klopidogrel ditentukan dengan pemeriksaan light transmission aggregometry (LTA) apabila hasilnya lebih besar dari 59% dengan agonis ADP 20 mM. Deteksi polimorfisme gen CYP2C19 dan P2Y12 serta ekspresi miRNA-26a dilakukan dengan metode qRT-PCR, sedangkan metilasi DNA gen CYP2C19 dan P2Y12 dikerjakan dengan metode konversi bisulfit. Pasien diobservasi selama satu tahun dan jika ada angina pektoris, infark miokard akut (IMA) rekuren, stroke, atau kematian, dicatat sebagai KKM.
Dari 201 subjek, terdapat 45,8% carrier mutant polimorfisme *2 dan *3 gen CYP2C19, 36,8% carrier mutant polimorfisme rs3679479 gen P2Y12, 10% hipometilasi DNA gen P2Y12, 80,1% hipometilasi DNA gen CYP2C19, dan 66,2% ekspresi miRNA-26a up regulated. Proporsi resisten klopidogrel adalah 49,8% dan proporsi KKM adalah 14,9% (kematian 7,5%). Terdapat hubungan antara merokok (p = 0,001; OR 0,37 [IK 95%; 0,20–0,68]), hipometilasi DNA gen CYP2C19 (p = 0,037; OR 2,13 [IK 95%; 1,04–4,37]), dan ekspresi miRNA-26a up regulated (p = 0,020; OR 2,03 [IK 95%; 1,12–3,68]) dengan resistensi klopidogrel. Terdapat hubungan antara jenis kelamin perempuan (p = 0,040; HR 2,73 [IK 95%; 1,05–7,14]), usia ≥ 60 tahun (p = 0,035; HR 2,17 [IK 95%; 1,06–4,48]), eGFR rendah (p = 0,001; HR 3,29 [IK 95%; 1,59–6,84]), dan polimorfisme *2 dan *3 gen CYP2C19 (p = 0,047; HR 2,12 [IK 95%; 1,01–4,46]) dengan KKM dalam satu tahun.
Hanya faktor epigenetik berupa metilasi DNA gen CYP2C19 dan ekspresi miRNA-26a yang berhubungan dengan resistensi klopidogrel. Walaupun resistensi klopidogrel tidak berhubungan dengan KKM, terdapat hubungan antara faktor genetik polimorfisme *2 dan *3 gen CYP2C19 dengan KKM.

Acute coronary syndrome (ACS) is a national health problem due to high morbidity and mortality, and cost burden as well. Percutaneous coronary intervention (PCI) and antiplatelet therapy such as clopidogrel are recommended. However, ACS patients could still experience major adverse cardiovascular events (MACE). Clopidogrel resistance possibly plays a role in MACE whereas it may be affected by genetic and epigenetic factors. Therefore, the objective of this study was to determine the relationship between genetic factors which are CYP2C19 and P2Y12 polymorphisms, as well as epigenetic factors which are DNA methylation of CYP2C19 and P2Y12, and miRNA-26a expression and their effects on MACE in post-PCI patients.
To analyze the association between genetic and epigenetic factors and clopidogrel resistance, the study design was cross-sectional, while the study design of relationship between genetic and epigenetic factors and MACE was prospective cohort. The subjects were 201 post-PCI ACS patients who received clopidogrel therapy at Harapan Kita Hospital from September 2018 to June 2020. Clopidogrel resistance was determined by light transmission aggregometry (LTA) if the result was greater than 59% with agonist ADP 20 µM. The detection of CYP2C19 and P2Y12 gene polymorphisms and miRNA-26a expression were carried out by qRT-PCR method, while the DNA methylation of the CYP2C19 and P2Y12 genes were carried out by bisulfite conversion method. Patients were observed for one year and angina pectoris, recurrent acute myocardial infarction (AMI), stroke, or death, were recorded as MACE.
From 201 subjects, 45.8% were CYP2C19*2 and CYP2C19*3 polymorphism mutant carrier, 36.8% were rs3679479 P2Y12 polymorphism mutant carrier, 10% were hypomethylated of P2Y12, 80.1% were hypomethylated of CYP2C19, and 66.2% were up regulated in miRNA-26a expression. 49.8% of subjects were clopidogrel resistant and 14.9% of subjects experienced MACE (death was 7.5%). Smoking (p = 0.001; OR 0.37 [CI 95%; 0.20–0.68]), hypomethylated of CYP2C19 (p = 0.037; OR 2.13 [CI 95%; 1.04–4.37]), and up regulated miRNA-26a expression (p = 0.020; OR 2.03 [CI 95%; 1.12–3.68]) were associated with clopidogrel resistance. Female gender (p = 0.040; HR 2.73 [CI 95%; 1.05–7.14]), age over 60 years old (p = 0.035; HR 2.17 [CI 95%; 1.06–4.48]), low eGFR (p = 0.001; HR 3.29 [CI 95%; 1.59–6.84]), and CYP2C19*2 and CYP2C19*3 polymorphisms (p = 0.047; HR 2.12 [CI 95%; 1.01–4.46]) were associated with MACE in one year.
Only DNA methylation of CYP2C19 and miRNA-26a expression were associated with clopidogrel resistance. Although clopidogrel resistance was not associated with MACE, there was association between CYP2C19*2 and CYP2C19*3 polymorphisms and MACE.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>