Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165129 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Filza Nashira
"Situasi pandemi COVID-19 memunculkan banyak perubahan dalam kehidupan remaja. Terbatasnya aktivitas remaja menyebabkan meningkatnya masalah emosional yang dihadapi mereka. Tidak hanya itu, kebahagiaan remaja juga terbukti menurun pada situasi pandemi COVID-19. Untuk menghadapi hal ini, diperlukan tingkat kecerdasan emosional yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecerdasan emosional dan kebahagiaan pada populasi remaja di Indonesia dalam situasi COVID-19. Partisipan penelitian berjumlah 232 orang remaja berusia 15-21 tahun yang belum menikah. Kebahagiaan diukur menggunakan alat ukur Subjective Happiness Scale (SHS), sementara kecerdasan emosional diukur menggunakan alat ukur Trait Meta-Mood Scale Short-Form (TMMS-SF). Analisis data dilakukan menggunakan teknik analisis Pearson correlation. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara kecerdasan emosional dan kebahagiaan remaja pada situasi COVID-19 (r 0,433; p < 0,05). Penelitian juga menemukan hubungan positif antara dimensi-dimensi kecerdasan emosional (perhatian emosional, kejelasan emosional, regulasi emosi) dan kebahagiaan.

The COVID-19 pandemic situation has brought about many changes in the lives of adolescents. The restricted activities of adolescents have caused an increase in the emotional problems that they face. Not only that, the happiness of adolescents has also been proven to decline during the COVID-19 pandemic. To deal with this, a good level of emotional intelligence is needed. This study aims to examine the relationship between emotional intelligence and happiness among adolescents in Indonesia during the COVID-19 situation. The research participants were 232 unmarried adolescents aged 15-21 years old. Happiness was measured using the Subjective Happiness Scale (SHS), while emotional intelligence was measured using the Trait Meta-Mood Scale Short-Form (TMMS-SF). Data of the research were analyzed using the Pearson correlation analysis technique. The result shows a positive correlation between emotional intelligence and adolescents’ happiness during the COVID-19 situation (r 0.433; p < 0.05). This research also finds positive correlations between the dimensions of emotional intelligence (emotional attention, emotional clarity, emotion regulation) and happiness."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Putri Hapshari
"Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kedekatan dengan alam dan kecerdasan emosional saling berhubungan dengan kebahagiaan. Hanya saja, belum ada penelitian lanjutan yang meneliti tentang bagaimana sesungguhnya hubungan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan bertujuan untuk melihat peran kecerdasan emosional sebagai variabel moderator dalam hubungan antara kedekatan dengan alam dan kebahagiaan hidup. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain korelasional yang melibatkan 228 responden dewasa muda. Hasil yang di dapat menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dapat memoderatori hubungan antara kedekatan dengan alam dan kebahagiaan hidup pada dewasa muda. Secara spesifik penelitian ini membuktikan bahwa individu dengan tingkat kedekatan alam yang tinggi akan memiliki kebahagiaan hidup yang tinggi pula jika memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.

Previous research has shown that nature relatedness and emotional intelligence are both related with happiness. However, there has been no further research that examines how the relationship really is. Therefore, this study was conducted with the aim of looking at the role of emotional intelligence as a moderating variable in the relationship between nature relatedness and happiness. This research is a correlational research design involving 228 young adult respondents. The results shows that emotional intelligence can moderate the relationship between nature relatedness and happiness in young adults. Specifically this research proves that a person with a high level of natural relatedness will have a high happiness in life if they have a high level of emotional intelligence."
Depok: Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyna Salsabila Rinaldi
"Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa extraversion memiliki hubungan yang positif dengan kebahagiaan remaja. Meski demikian, perubahan pada kehidupan sosial dan meningkatnya kesepian di masa pandemi COVID-19 diduga dapat memengaruhi hubungan extraversion dan kebahagiaan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran kesepian sebagai moderator dalam hubungan extraversion dan kebahagiaan remaja selama masa pandemi COVID-19. Partisipan merupakan 235 remaja berusia 15-21 tahun. Instrumen penelitian yang digunakan adalah Subjective Happiness Scale (SHS) untuk mengukur kebahagiaan, Big Five Inventory (BFI) untuk mengukur extraversion dan 3-Item Loneliness Scale untuk mengukur kesepian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di masa pandemi, tingkat extraversion tetap dapat meningkatkan kebahagiaan remaja secara signifikan (β = 0.342, t(235) = 12.190, p < 0.05). Di sisi lain, kesepian tidak dapat memoderasi hubungan extraversion dan kebahagiaan remaja selama masa pandemi COVID-19 (b = -0.0030, t(231) = -0.9222, p > 0.05). Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya literatur terkait kepribadian, kesepian, dan kebahagiaan, khususnya dalam konteks pandemi COVID-19.

Previous research showed that extraversion has a positive relationship with happiness among adolescents. However, changes in social life and increased loneliness during COVID-19 pandemic are assumed to affect the relationship between extraversion and happiness. This study aims to examine the role of loneliness as a moderator in the relationship between extraversion and happiness among adolescents during pandemic. Participants were 235 adolescents aged 15-21. The research instrument used was the Subjective Happiness Scale (SHS) to measure happiness, the Big Five Inventory (BFI) to measure extraversion and the 3-Item Loneliness Scale to measure loneliness. The results showed that during the pandemic, the level of extraversion could significantly increase adolescents’ happiness (β = 0.342, t(235) = 12,190, p < 0.05). On the other hand, loneliness did not moderate the relationship between extraversion and happiness during the COVID-19 pandemic (b = -0.0030, t(231) = -0.9222, p > 0.05). This research is useful for enriching literature related to personality, loneliness, and happiness, especially in the context of COVID-19 pandemic."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanthi Haryati
"Pelanggaran disiplin sekolah menjadi masalah yang kerapkali dilakukan oleh remaja. Bentuk peianggaran disiplin sekolah yang dilakukan dapat berupa: agresi fisik, contohnya pemukulan, perkelahian, dan perusakan; kesibukan berteman saat guru mengajar, mencari perhatian, seperti mengedarkan tulisan, atau gambar-gambar dengan maksud mengalihkan perhatian dari pel^aran; menentang wibawa guru, misalnya tidak mau menurut, memberontak, memprotes dengan kasar, dan mencari perselisihan dengan mengkritik, menertawakan dan mencemooh, merokok, datang terlambat, membolos, kabur dari kelas, mencuri, menipu, berpakaian tidak sesuai dengan ketentuan, memeras, minum minuman keras dan menggunakan obat-obat terlarang (Kooi dan Schutx dalam Sukadji 2000).
Bahkan masalah yang berhubungan dengan sekolah menjadi salah satu masalah besar dalam rentang masa remaja selain obat-obatan terlarang, kehamilan remaja, dan delinkuensi. Banyak hal yang menjadi penyebab terjadinya peianggaran disiplin sekolah, salah satunya adalah sejauh mana kesesuaian perilakunya dengan keterampilan-keterampilan kecerdasan emosi menurut Goleman. Begitu juga menurut Gunarsa & Gunarsa (2003) dan Sarwono (2003) yang menyatakan bahwa faktor pribadi merupakan salah satu dari penyebab terjadinya permasalahan remaja. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kuantitatif terhadap 100 orang siswa SXM yang berada di wilayah Depok, Jawa Barat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signitikan antara kecerdasan emosi dan peianggaran disiplin sekolah. Arah hubungannya negatif, artinya semakin tinggi kecerdasan emosi semakin rendah peianggaran disiplin sekolah. Beberapa ranah dalam kecerdasan emosi yang berhubungan dengan peianggaran disiplin sekolah adalah kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi dan kemampuan mengenali emosi orang lain. Sedangkan unluk ranah kemampuan memotivasi diri dan membina hubungan dengan orang lain tidak ada hubungan dengan peianggaran disiplin sekolah.
Saran yang diberikan adalah perlu adanya peningkatan keterampilan kecerdasan emosi pada siswa sehingga dengan demikian remaja dapat terbantu dalam mencapai tugas-tug£is perkembangannya dan turut membantu terciptanya kegiatan belajar yang baik. Perlu diperhatikan pula hal-hal lain yang menjadi faktor penyebab terjadinya pelanggaran disiplin sekolah misal faktor keluarga, faktor pengaruh peer-group, faktor sosial ekonomi dan faktor lingkungan, sehingga para remaja sebagai harapan bangsa dapat mencapai identitas diri yang positif dan mereka akan tiba di masa dewasa yang dapat memberi kontribusi yang mulia untuk kesejahteraan bangsanya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S2878
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadillah Nur Fitriyani
"Pandemi COVID-19 menjadi salah satu faktor pemicu stres bagi remaja. Dukungan sosial dan kecerdasan emosional diperlukan oleh remaja agar mampu mengelola stresnya menjadi respon adaptif dan tidak berkepanjangan. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan dukungan sosial dan kecerdasan emosional dengan tingkat stres siswa SMP di Jakarta Timur selama pandemi COVID-19. Metode penelitian yang digunakan penelitian ini desain penelitian deskriptif korelatif melalui pendekatan cross sectional. Sebanyak 426 siswa SMP di Jakarta Timur dengan kriteria responden pengambilan sampel dengan teknik stratified random sampling serta purposive sampling. Kuesioner menggunakan analisis data dengan analisis univariat dan bivariat dengan uji chi square menunjukkan bahwa tingkat dukungan sosial dan tingkat kecerdasan emosional baik tinggi dan rendah memiliki nilai mendekati sama; hanya 41,8% responden memiliki tingkat stres normal. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel dukungan sosial dengan tingkat stres (p=0,001), dan adanya hubungan yang signifikan antara variabel kecerdasan emosional dengan tingkat stres (p=0,013). Temuan penelitian ini dapat membantu siswa lebih aware terhadap permasalahan yang mengganggu fisik dan psikologisnya dan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

The COVID-19 pandemic is one of the factors that trigger stress for teenagers. Social support and emotional intelligence are needed by adolescents to be able to manage their stress into an adaptive and not prolonged response. This study aims to determine the relationship between social support and emotional intelligence with the stress level of junior high school students in East Jakarta during the COVID-19 pandemic. The research method used in this research is descriptive correlative research design through a cross sectional approach. A total of 426 junior high school students in East Jakarta with the criteria of respondents taking samples with stratified random sampling technique and purposive sampling The questionnaire using data analysis with univariate and bivariate analysis with chi square test shows that the level of social support and the level of emotional intelligence both high and low have nearly the same value; only 41.8% of respondents had normal stress levels. The results of the bivariate analysis showed a significant relationship between social support variables and stress levels (p=0.001), and a significant relationship between emotional intelligence variables and stress levels (p=0.013). The findings of this study can help students become more aware of the problems that interfere with their physical and psychological and nurses in providing nursing care according to patient needs."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Golda Azalia Saputra
"Hurlock (1991) mengemukakan bahwa masa awal remaja merupakan masa yang ditandai dengan ketegangan emosi meninggi sebagai akibat perubahan fisik dan hormonal serta perubahan tuntutan dari lingkungan dalam transisi menuju masa kedewasaan. Remaja yang belum berpengalaman dalam mencari jalan keluar sendiri terhadap masalah-masalah tersebut merasa hal ini sebagai suatu tekanan. Dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang muncul, remaja membutuhkan sarana untuk meningkatkan ketrampilan mereka agar mampu memahami perasaan diri sendiri dan orang lain, mengontrol dorongan-dorongan emosi yang muncul, serta membina hubungan dengan orang lain. Kelompok remaja ini dapat mengendalikan emosi mereka, menjaga emosi mereka agar tetap stabil, terlihat matang serta mampu menahan emosinya dan menunggu saat yang lebih tepat untuk mengungkapkannya. Keadaan remaja yang mencapai kematangan emosi merupakan salah satu aspek dari pengelolaan emosi yang dipopulerkan oleh Goleman dengan istilah kecerdasan emosional (emotional intelligence).
Salah satu cara efektif untuk membantu remaja mengatasi permasalahan dan tantangan dari dalam diri maupun dari lingkungan adalah melalui musik (Thompson, 1991). Dari beraneka ragam jenis musik yang ada, Finnas (1987) menemukan bahwa sebagian besar remaja memilih jenis musik rock yang keras dan memandang rendah mereka yang memilih jenis musik yang kurang populer (musik tradisional). Fenomena seperti ini juga terjadi di Indonesia. Ketertarikan para remaja untuk mempelajari dan memperdalam pengetahuan tentang kesenian tradisional daerah sangat sedikit, khususnya remaja yang tinggal di daerah perkotaan (Kompas, Minggu, 25 Mei 2003). Fenomena ini sangat disayangkan mengingat bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa dengan adat istiadat berbeda, memiliki beraneka ragam kesenian tradisional warisan nenek moyang. Salah satu warisan nenek moyang berupa seperangkat alat musik tradisional kebanggaan bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan adalah musik gamelan.
Penelitian mengenai efek dari musik non klasikal di negara lain mulai berkembang dan bertambah banyak. Sebagai contoh sebagian besar masyarakat Jepang telah menaruh perhatian besar terhadap dampak psikologis musik-musik tradisional mereka, seperti juga penggunaan alat musik tabla dari India yang dipadu dengan alat musik barat untuk menghasilkan dampak terapeutik tertentu. Namun, sungguh disayangkan sampai saat ini belum banyak dilakukan penelitian terhadap pengaruh musik tradisional, khususnya gamelan Bali di Indonesia. Seperti halnya musik klasik yang membantu dalam mengungkapkan emosi perasaan anak (Greenberg 1978), pemain gamelan bali harus dapat menyampaikan perasaan-perasaan dari komponis yang dituangkan melalui komposisi lagu kepada penonton. Hal ini menambah kepekaan pemain untuk mengekspresikan isi dari lagu tersebut. Mempelajari musik gamelan Bali dapat menambah kedisiplinan melalui latihan yang teratur, sensitivitas terhadap sesama (empati), kerja sama bagi remaja untuk menghasilkan perpaduan yang harmonis dalam satu ansambel (Michael Tanzer, 1998).
Dalam penelitian ini digunakan dua partisipan remaja dengan karakteristik usia 11-14 tahun yang mempelajari gamelan bali selama lebih dari tiga tahun dan berdomisili di Jakarta. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah purposive sampling (Guilford dan Fruchter, 1978) dengan membatasi pemilihan sampel sesuai karakteristik subyek yang telah ditentukan. Hasil menunjukkan adanya perubahan pada kecerdasan emosional remaja setelah bermain gamelan bali. Mereka lebih menyadari emosi yang dirasakan dan mengetahui penyebabnya, tidak mengeluarkan emosi secara langsung, melainkan menyalurkannya kepada hal lain, menjadi lebih optimis dan asertif serta motivasi semakin meningkat, dapat bersikap empati terhadap orang lain dan membina hubungan interpersonal lebih harmonis dibandingkan sebelum mempelajari gamelan bali."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3206
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Ariyanti
"Pola asuh orang tua merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap gangguan perilaku emosional remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan pola asuh orang tua terhadap gangguan perilaku emosianal pada remaja. Desain penelitian ini menggunakan Metode Kuantitatif dengan pendekatan Cross Sectional pada 380 responden terhadap 3 sekolah di Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Istrumen yang digunakan yaitu kuesioner yang digunakan sudah baku digunakan untuk mengenali masalah perilaku emosional pada remaja yaitu Strenght and Difficulties Questionnaire (SDQ) dan Parenting Styles and Dimensions Questionnaire (PSDQ)-Short Version untuk mengetahui jenis pola asuh orang tua. Hasil penelitian ini yaitu pola asuh permisif paling berpengaruh pada gangguan perilaku emosional kategori abnormal sebanyak 57,6%, diikuti dengan pola asuh otoriter sebanyak 56,6%, dan yang paling sedikit mempengaruhi remaja yaitu pola asuh demokratis sebanyak 18,5%. Hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p sebesar 0,000. Dapat disimpulkan bahwa secara statistik pola asuh orang tua berhubungan terhadap gangguan perilaku emosional remaja.

Parenting is a very big factor in the emotional behavior disorder of adolescents. This study is to identify the relationship between parental parenting and emotional behavior disorders in adolescents. This research design uses a Quantitative Method with a Cross Sectional approach on 380 respondents to 3 schools in Cilincing District, North Jakarta. The instrument used is a standard questionnaire used to identify emotional behavioral problems in adolescents, namely the Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ) and the Parenting Styles and Dimensions Questionnaire (PSDQ)-Short Version to determine the type of parenting pattern. The results of this research are permissive parenting has the most influence on emotional behavioral disorders in the abnormal category as much as 57.6%, followed by authoritarian parenting as much as 56.6%, and the least influence on adolescents is democratic parenting as much as 18.5%. The results of the chi-square statistical test obtained a p value of 0.000. It can be concluded that statistically parenting patterns are related to emotional behavioral disorders in adolescents."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartikaweni Juliansari
"ABSTRAK
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan memahami perasaan, berempati
serta mengatur emosi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan
kecerdasan emosional remaja berdasarkan status kerja ibu. Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif dengan jumlah responden 143 remaja. Data
diperoleh dari kuesioner Inventori Kecerdasan Emosional. Hasil penelitian
menunjukkan remaja yang berasal dari keluarga dengan ibu bekerja dan tidak
bekerja memiliki skor rata-rata empati yang berbeda (p value 0.000). Penelitian
ini merekomendasikan perlunya pengajaran empati dari orang tua dan lingkungan
remaja, serta pentingnya optimalisasi peran perawat komunitas di sekolah dan
keluarga.
ABSTRACT
Emotional intelligence is a skill to understand our own feeling, empathy, and
emotional control. This study investigated the differences of emotional
intelligence between adolescents whose mothers were working and not working.
This study is a quantitative research with a sample of 143 adolescents. The data
were obtained using Inventori Kecerdasan Emosional Questionnaire. The result
showed that the adolescents whose mothers were working and not working got
different mean score on empathy (p value 0.000). This study recommends the
importance of the implementation of teaching empathy skill from parents and its
environment, as well as optimizing the role of community health nurse, especially
school and family nurse."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S60510
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Nurjanah
"Kecerdasan emosional dihasilkan dari lingkungan sosial dimana individu dapat mengembangkan kemampuan kesadaran, kontrol, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Salah satu lingkungan sosial tersebut adalah wahana kegiatan ekstrakurikuler. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler dengan tingkat kecerdasan emosional remaja. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-korelatif dengan pendekatan potong lintang. Sampel penelitian ini berjumlah 106 siswa SMAN 14 Jakarta dengan menggunakan teknik quota sampling.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara tingkat partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler dan tingkat kecerdasan emosional remaja (p= 0,041, α= 0,05). Penelitian ini merekomendasikan perlunya peningkatan kuantitas dan kualitas pembinaan kegiatan ekstrakurikuler sehingga dapat menunjang optimalisasi kecerdasan emosional siswa.

Emotional intelligence is a result of social environment where can improve five competences: self-awareness, self-control, self-motivation, empathy, and social- skill. One of it is the extracurricular activity. The purpose of this study is to examine the relationship between participation in extracurricular activity and adolescent’s emotional intelligence. This study used correlative-descriptive with cross sectional design approach. The sample of this study are 106 students in 14 Senior High School Jakarta through quota sampling.
The result showed that was significant relationship between participation in extracurricular activity and adolescent’s emotional intelligence (p= 0,041, α= 0,05). This study recommended educational institutions to improve quantity and quality of estabilishing extracurricular activities in order to support optimalization of emotional intelligence.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S47349
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlyta Candra Dewi
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran bias atensi sebagai moderator pada hubungan antara afek dan kebahagiaan. Hubungan antara afek dan kebahagiaan sudah terbukti signifikan. Namun, penelitian mengenai hubungan keduanya lebih banyak menggunakan pengukuran yang disadari, sementara afek memberikan pengaruh pada fungsi kognitif melalui proses yang juga tidak disadari. Penelitian ini mengajukan bias atensi sebagai proses tidak disadari yang diasumsikan akan memoderasi hubungan antara afek dan kebahagiaan khususnya di populasi remaja. Penelitian ini menggunakan desain korelasional dengan partisipan sebanyak 87 remaja SMA dan SMK (M = 16,5 tahun). Kebahagiaan diukur dengan Subjective Happiness Scale (Lyubomirsky & Lepper, 1997), afek diukur dengan Positive and Negative Affect Schedule (Watson et al., 1988), dan bias atensi diukur menggunakan tugas kognitif Emotional Stroop Task. Hasil analisis moderation dengan Jamovi menunjukkan bahwa bias atensi pada stimulus kata terkait kebahagiaan maupun kata terkait ancaman secara signifikan memoderasi hubungan antara afek positif dan kebahagiaan. Sementara itu, bias atensi pada stimulus kata terkait kebahagiaan maupun kata terkait ancaman tidak memoderasi hubungan antara afek negatif dan kebahagiaan. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk merancang intervensi pada bias atensi di populasi remaja.

This study aims to examine the role of attentional bias as a moderator of the relationship between affect and happiness. The relationship between affect and happiness has been shown to be significant. However, research on the relationship between the two uses more conscious measurements, while affect affects cognitive function through processes that are also unconscious. This study proposes attentional bias as an unconscious process that is assumed to moderate the relationship between affect and happiness, especially in the adolescent population. This study used a correlational design with 87 high school and vocational high school youth participants (M = 16.5 years). Happiness was measured by the Subjective Happiness Scale (Lyubomirsky & Lepper, 1997), affect was measured by the Positive and Negative Affect Schedule (Watson et al., 1988), and attentional bias was measured using the Emotional Stroop Task. The results of the moderation analysis with Jamovi showed that attentional bias on stimulus words related to happiness and words related to threat significantly moderated the relationship between positive affect and happiness. Meanwhile, attentional bias on stimulus words related to happiness and words related to threat did not moderate the relationship between negative affect and happiness. The results of this study can be used as a reference for designing interventions on attentional bias in the adolescent population."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>