Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127478 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yunita
"ABSTRAK
Proporsi perokok di Indonesia meningkat setiap tahunnya dengan usia perokok pemula yang semakin muda. Merokok memberikan dampak kerugian ekonomi pada perokok dan juga orang yang terpapar asap rokok. Penelitian dari beberapa negara membuktikan berhenti merokok dapat menurunkan utilisasi pelayanan kesehatan dan pengeluaran kesehatan dibanding tidak berhenti merokok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor risiko berstatus mantan perokok dengan utilisasi pelayanan kesehatan pada peserta JKN tahun 2016. Desain studi adalah potong lintang dengan pendekatan kuantitatif. Menggunakan data sekunder Susenas dan Podes dengan sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi sebanyak 75.352 individu. Analisis regresi logistik multinomial multivariabel dilakukan dengan proses analisis faktor risiko. Dari analisis diketahui laki-laki berstatus mantan perokok meningkatkan utilisasi rajal saja, ranap saja, dan rajal dan ranap sebesar 1,3 kali (b= 3%; p=0,017), 2,6 kali (b=94%; p=0,000), dan 1,7 kali (b=55%; p=0,000) lebih besar dibanding laki-laki bukan perokok, setelah dikontrol dengan status perkawinan, proporsi ART mantan perokok, dan persepsi keparahan. Dapat disimpulkan adanya riwayat merokok pada laki-laki berhubungan dengan peningkatan utilisasi pelayanan kesehatan dibanding bukan perokok, terlebih yang tidak berhenti merokok. Peningkatan utilisasi pelayanan kesehatan akan berdampak pada peningkatan pengeluaran kesehatan. Upaya promosi tidak merokok dan kampanye berhenti merokok harus terus ditingkatkan.

ABSTRACT
The proportion of smokers in Indonesia continues to increase annually and with younger age of new-smokers. Smoking causes substantial economic losses for smokers as well as secondhand smokers. A plenitude of research from many countries proves that quitting smoking can reduce healthcare utilization and spending compared to those that do not quit smoking. This study aims to determine the relationship of risk factors of former smokers with healthcare utilization among JKN members in 2016. This is a cross- sectional study with a quantitative approach using Susenas and Podes data with samples meeting the inclusion and exclusion criteria of 75,352 individuals. Multivariable multinomial logistic regression analysis was performed through the risk factor analysis process. The analysis revealed that male ex-smokers increase the utilization of outpatient only, inpatient only, and outpatient and inpatient by 1.3 times (b=23%; p= 0.017), 2.6 times (b=94%; p=0.000), and 1.7 (b=55%; p=0.000) than male nonsmokers, after controlling for marital status, proportion of former smokers among household members, and perception of severity. It can be concluded that a smoking history among men is associated with the increase in healthcare utilization, more than for non-smokers and more so for those who do not quit smoking. Increased healthcare utilization will result in increased health spending. Efforts for non-smoking and smoking cessation campaigns should be prioritized and improved."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50320
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfadillatul Zannah
"ABSTRAK
Pendahuluan: Hubungan rokok dengan kerusakan paru merupakan bagian dari proses inflamasi, peningkatan stres oksidatif dan peningkatan protease. Banyak proses ini dimodulasi oleh vitamin D. Data terkini menunjukkan bahwa defisiensi vitamin D memiliki kaitan dengan gangguan pernapasan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan nilai vitamin D laki-laki perokok dan laki-laki bukan perokok di Indonesia serta nilai CO ekshalasinya.
Metode: Penelitian potong lintang yang dilaksanakan pada Agustus 2017 dilakukan pada subjek laki-laki di kantor pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Jumlah sampel sebanyak 60 orang yang terdiri dari 30 orang perokok dan 30 orang bukan perokok dipilih secara consecutive sampling. Wawancara dilakukan untuk mengisi kuesioner data dasar, kuesioner Fagerstrom, skor pajanan sinar matahari dan asupan gizi. Dilakukan pengukuran CO ekshalasi dengan menggunakan alat pengukur CO portable dan pengambilan darah untuk pemeriksaan vitamin D.
Hasil: Penelitian ini mendapatkan hasil sebagian besar peserta (90%) mengalami defisiensi vitamin D. Rerata nilai vitamin D pada kelompok perokok lebih rendah dibandingkan kelompok bukan perokok (15,21±3,15 ng/ml vs 16,9±2,9 ng/ml, p=0,029). Rerata kadar CO ekshalasi lebih tinggi pada kelompok perokok dibandingkan kelompok bukan perokok (17,3±12,54 ppm vs 5,4±2,51 ppm, p=0,000). Perokok lebih banyak mengalami keluhan respirasi dahak/reak dibandingkan bukan perokok (43,3% vs 13,3%, p=0,022). Peserta perokok lebih banyak mengalami dada terasa berat dibandingkan bukan perokok (10% vs 2%, p=0,024).
Kesimpulan: Sebagian besar peserta mengalami defisiensi vitamin D. Nilai vitamin D pada perokok lebih rendah dibandingkan bukan perokok. Nilai CO ekshalasi perokok lebih tinggi dibandingkan kelompok bukan perokok. Peserta perokok lebih banyak mengalami keluhan respirasi dahak/reak dan kehabisan napas dibandingkan bukan perokok.

ABSTRACT<>br>
Introduction: Lung destructionis mediated in part through inflammation, oxidativestress and increased proteases. Many of these processes are modulated by vitamin D. Recent data suggest vitamin D deficiency associated with respiratory diseases. This study aims to compare vitamin D serum concentration and exhaled air CO level among male smokers and non smokers.
Methods: This study used cross sectional method conducted on Agustus 2017. A total subject consist of 30 smokers and 30 non smokers selected based on consecutive sampling. Interview was done to fill out question about sociodemografic and smoking habit, Fagerstrom test for nicotine dependence, vitamin D intake, sun exposure score, measurement of serum vitamin D concentration using CLIA method and breath CO measurement using portable CO analyzer ((piCO+cSmokerlyzer Bedfont).
Results: Serum vitamin D concentration were found to be deficient in 54 subject (90%) and none were in the standard normal range. Average vitamin D concentration in smokers were lower compared to non smokers (15,21 ± 3,15 ng/ml vs 16,9 ± 2,9 ng/ml, p=0,029). Average exhaled air CO levels were 17,3 ± 12,54 ppm in smokers, significantly higher compared to non smokers with level of exhaled air CO were 5,4±2,51 ppm (p=0,000). Respiratory simptoms (sputum) in smokers were frequent compared to non smokers (43,3% vs 13,3%, p=0,022). Chest tightness were frequent in smokers compared to non smokers (10% vs 2%, 0,024).
Conclusion: Serum vitamin D concentration in smokers were lower compared to non smokers. Exhaled air CO levels in smokers is higher than non smokers.Respiratory simptoms (sputum and chest tightness) in smokers were frequent compared to non smokers."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eksi Wijayanti
"Menopause merupakan suatu Menopause merupakan suatu kondisi fisiologis normal yang umumnya terjadi pada usia 44,6 sampai dengan 52 tahun. Adanya pengaruh genetik, autoimun, iatrogenic dan idiopatik diduga dapat menyebabkan menopause terjadi lebih cepat. Kondisi ini berkaitan dengan infertilitas dan peningkatan risiko terjadinya penyakit tidak menular dan kematian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status merokok dengan kejadian menopause dini di Indonesia tahun 2012. Penelitian dilakukan menggunakan disain cross sectional menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 melibatkan 4.973 perempuan usia 45-49 tahun. Untuk menguji hubungan tersebut dilakukan analisis dengan menggunakan regresi cox.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa perempuan perokok berisisko 1,5 kali untuk mengalami menopause dini dibandingkan dengan perempuan yang tidak merokok setelah dikontrol dengan penggunaan kontrasepsi hormonal (PRadjusted = 1,49, 95% CI = 0,99 - 2,24, nilai p = 0,052).

Menopause is physiological condition which usually occurs at 44,6 to 52 years. The influence of genetic, autoimmune, infection, and idiopathic thought to cause early menopause. This condition is associated with fertility and increased risk of non communicable disease and mortality.
The objectives of present study is to investigate the association between smoking status and early menopause in Indonesia year 2012. A cross-sectional study of IDHS data analysis was conducted on 4973 Indonesian women, ranging in age between 45-49 years. We applied cox regression analyses (crude and adjusted prevalence ratio (PR)) to examine the association between smoking status and early menopause.
This study shows that women smokers 1,5 times the risk for early menopause compared with non smokers after controlled use of hormonal contraceptives (PRadjusted = 1,49, 95% CI = 0,99 - 2,24, p value = 0,052).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42701
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmatullah Irfani
"ABSTRAK
Latar Belakang: Beta Defensin-1 saliva merupakan salah satu peptida anti mikroba yang mempunyai peranan penting dalam pertahanan imun bawaan terhadap serangan mikroba oral. Aktifitas merokok dapat menyebabkan perubahan profil saliva dan profil kesehatan rongga mulut yang dapat mempengaruhi kadar Beta Defensin-1 saliva. Penelitian sebelumnya mengenai kadar Beta Defensin-1 saliva pada perokok dengan periodontitis kronis dan belum ada penelitian mengenai penilaian kadar Beta Defensin-1 pada perokok dikaitkan dengan profil merokok dan profil kesehatan rongga mulut.
Tujuan: Mengetahui profil saliva dan profil kesehatan rongga mulut serta pengaruhnya terhadap perubahan kadar Beta Defensin-1 saliva pada perokok dan bukan perokok, dikaitkan dengan profil merokok partisipan, yang terdiri dari jenis rokok, durasi merokok, dan frekuensi merokok serta kondisi kesehatan rongga mulut.
Metode: Sebanyak 68 partisipan, yang dibagi menjadi 2 kelompok: 44 (64,7%) perokok dan 24(35,5%) bukan perokok. Data dikumpulkan dari anamnesis, status klinis (gigi, mukosa rongga mulut, dan saliva), dan pemeriksaan laboratorium. Sampel saliva non-stimulasi dengan metode pengumpulan spitting dan disimpan pada -80°C. Analisis kadar Beta defensin-1 dengan menggunakan kit Beta Defensin-1 (Elabscience®, USA), dengan uji ELISA.
Hasil Penelitian: Kadar Beta Defensin-1 saliva perokok dibandingkan dengan pada bukan perokok secara statistik terdapat perbedaan signifikan (p< 0,05). Profil merokok (jenis, durasi dan frekuensi) tidak mempengaruhi kadar Beta Defensin-1, namun kadar Beta Defensin-1 saliva pada perokok jenis kretek cenderung lebih tinggi dibanding perokok non-kretek. Keberadaan lesi rongga mulut tidak berpengaruh terhadap kadar Beta Defensin-1 saliva. Profil saliva pada perokok khususnya pH lebih rendah dan berbeda secara statistik dibandingkan dengan bukan perokok (p< 0,05). Laju Alir Saliva pada perokok lebih tinggi dibandingkan bukan perokok. Nilai OHIS dan DMF-T pada kelompok bukan perokok cenderung lebih baik dibandingkan dengan perokok.
Kesimpulan: Aktifitas merokok berpengaruh terhadap peningkatan kadar Beta Defensin-1 saliva. Terdapat perbedaan bermakna pada kadar Beta Defensin-1 antara perokok dan bukan perokok. Peningkatan kadar Beta Defensin-1 cenderung terjadi pada rongga mulut yang terdapat lesi. Perokok lebih rentan mengalami karies dan penurunan pH saliva dibandingkan dengan bukan perokok. Profil kesehatan bukan perokok lebih baik jika dibandingkan dengan perokok.

ABSTRACT
Background: Salivary Human Beta Defensin-1 (SHBD-1) is one of the anti-microbial peptides that has an important role in innate immune defense against oral microbial attacks. Smoking activity can cause changes in saliva profile and health profile of the oral cavity that can affect levels of SHBD-1. The previous studies were focused on SHBD-1 levels in smokers with chronic periodontitis, but there are no studies to assess the SHBD-1 levels in smokers and associated with smoking profiles and oral health profile.
Objective: To compare the salivary profile and health profile of the oral cavity and its effect on changes in SHBD-1 levels in smokers and nonsmokers. The alteration of SHBD-1 levels was associated with smoking profiles of the participants, which consist of the type of cigarette, duration of smoking, and frequency of smoking and oral health conditions.
Methods: A total of 68 participants were divided into 2 groups: 44 (64.7%) smokers and 24 (35.5%) non-smokers. Data were collected from interviews, clinical examination (teeth, oral mucosa, and saliva), and laboratory examination. The unstimulated salivary flow rate was collected by spitting method and stored at -80 ° C. SHBD-1 level was analyzed by ELISA test using Human Beta Defensin-1 kit (Elabscience®, USA).
Results: The smoker's SHBD-1 levels was compared with non-smokers, and there were statistically significant (p <0.05). The smoking profile (type, duration and frequency) did not affect the SHBD-1 levels, but the SHBD-1 levels in kretek smokers tended to be higher than non-clove cigarette smokers. The presence of oral lesions did not affect the SHBD-1 levels. The saliva profile in smokers typically in lower pH was statistically different with nonsmokers (p <0.05). Salivary Flow Rate (SFR) for smokers is higher than for nonsmokers. OHIS and DMF-T indexes in nonsmokers tend to be better than smokers.
Conclusion: Smoking effected the increasing levels of SHBD-1. There were significant differences in SHBD-1 levels between smokers and nonsmokers. Increasing SHBD-1 levels tend to occur in the oral cavity with lesions. Smokers are prone to have caries and the decrease of salivary pH compared to nonsmokers. The health profile of non-smokers is better than smokers."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Paulina Zully Lang
"Berdasarkan penelitian, didapatkan rokok tembakau dapat mengakibatkan peningkatan laju pernapasan. Merokok tembakau menyebabkan kematian sejumlah 5 juta orang setiap tahunnya di Indonesia. Jika hal ini tidak segera diatasi, maka jumlah kematian akan meningkat dua kali mencapai 10 juta orang per tahun pada 2020. Jika merokok 1-2 tahun, pada perokok usia muda akan terjadi perubahan pada saluran pernapasan kecil yaitu inflamasi atau reaksi peradangan dan sumbatan saluran napas kronis. Merokok adalah penyebab utama dari penyakit paru obstruksi kronik. Merokok selama 20 tahun akan menyebabkan perubahan patofisiologi paru secara signifikan sesuai dengan intensitas dan lama merokok. Penelitian ini meneliti tentang perbedaan frekuensi pernapasan pada pria perokok dan bukan perokok tembakau usia 20-60 tahun di Salemba tahun 2009-2010. Data dari 24 orang pria perokok dan 24 orang pria bukan perokok yang didapatkan secara consecutive sampling dan diperoleh dari pengisian angket dan pengukuran frekuensi pernapasan. Pengukuran dilakukan dengan cara melihat pergerakan dada dan perut disertai dengan palpasi atau meletakkan telapak tangan di atas perut pasien. Hasilnya, nilai rerata frekuensi pernapasan pada yang bukan perokok adalah 16,4 (IK95% 15,1;17,6) kali/menit, sedangkan rerata frekuensi pernapasan pada perokok adalah 19,7 (IK95% 18,3;21,1) kali/menit. Dengan demikian, dapat dikatakan terdapat perbedaan bermakna frekuensi pernapasan antara perokok dan bukan perokok tembakau yaitu (p=0,001).

Several studies have shown cigarette tobacco can cause an increase in respiratory frequency. Smoking has caused the death of as many as 5 million people per year in Indonesia. If this can not be prevented, then the number of deaths will increase two times approaching 10 million people per year in 2020. Within 1-2 years of smoking, at a young smokers will be changes of inflammation or inflammatory reaction in the respiratory tract of small, until there chronic airway obstruction. Smoking is the major cause of chronic obstructive pulmonary disease. After 20 years of smoking on lung pathophysiology changes proportionally along with the intensity and duration of smoking. This study examines the respiratory frequency differences in men tobacco smokers and nonsmokers aged 20-60 years in Salemba 2009-2010. Data from 24 male smokers and 24 male non-smokers who were taken by consecutive sampling from filling the questionnaire and assessment of respiratory frequency by means of inspection or see the movement of the chest and abdomen accompanied by palpation or put his hands on the patient's stomach. average value of respiratory frequency in the group of non-smokers was 16.4 (95% CI 15.1, 17.6) times / min, whereas the mean frequency of respiration in the group of smokers was 19.7 (95% CI 18.3, 21.1) times / min. Thus, there are significant differences in respiratory frequency group of tobacco smokers and nonsmokers (p = 0.001).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Wahansa Sugiarto
"ABSTRAK
Nama : Danang Wahansa SugiartoProgram Studi : Ilmu Kesehatan MasyarakatJudul : Hubungan Smoking Media Literacy dengan Status Merokok Siswa SMANegeri di Wilayah Kecamatan Purwakarta Kabupaten PurwakartaTahun 2018Pembimbing : Dr. Dian Ayubi, SKM, MQIHDi Indonesia, tren usia mulai merokok paling banyak ada pada remaja rentang usia 15-19 tahun, yang merupakan usia SMA. Di Kabupaten Purwakarta, jumlah proporsi perokok lebih tinggi dibanding angka provinsi. Diketahui bahwa paparan media sangat berpengaruh terhadap inisiasi remaja untuk merokok. Dikembangkanlah suatu konsep strategi pengendalian tembakau berbasis sekolah, yaitu literasi media smoking media literacy [SML] . Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan SML dengan status merokok siswa SMA negeri di wilayah Kecamatan Purwakarta Kabupaten Purwakarta setelah jenis kelamin, pendidikan orang tua, parenting, orang terdekat yang merokok orang tua, saudara kandung, dan teman sebaya , capaian prestasi di sekolah, depresi, self-esteem, sifat memberontak, dan sifat mencari sensasi dikendalikan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross-sectional yang dilaksanakan pada April-Mei 2018 di Kecamatan Purwakarta Kabupaten Purwakarta. Data dikumpulkan dengan kuesioner yang diisi sendiri oleh responden yang berjumlah 310 siswa-siswi SMA negeri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 14,2 responden yang berstatus merokok. Nilai rata-rata skor SML responden adalah 68,94. Hasil regresi logistik ganda menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara SML dengan status merokok setelah jenis kelamin, saudara yang merokok, teman sebaya yang merokok, capaian prestasi di sekolah, dan sifat memberontak dikendalikan nilai p = 0,048; CI = 1,008-7,085 . Perlunya pendidikan dan pemahaman literasi media, promosi kesehatan dengan pendekatan media sosial, dan lebih menggalakkan upaya kesehatan dengan pendekatan keluarga dapat mengurangi penggunaan rokok pada remaja.Kata kunci: literasi media, merokok, smoking media literacy, remaja, siswa SMA

ABSTRACT
Name Danang Wahansa SugiartoStudy Program Public Health ScienceTitle Association of Smoking Media Literacy and Smoking Status of PublicHigh School Students in Purwakarta District Purwakarta Regency 2018Supervisor Dr. Dian Ayubi, SKM, MQIHIn Indonesia, the trend of age to start smoking is most prevalent in adolescents rsquo age range 15 19 years, which is the age of high school. In Purwakarta Regency, the number of proportion of smokers is higher than the provincial rate. It is known that media exposure is very influential factor on the initiation of adolescents to smoke. Therefore, a concept of school based tobacco control strategy was developed, namely media literacy smoking media literacy SML . The purpose of this research is to know the relation of SML with smoking status of public high school students in Purwakarta District Purwakarta Regency after controlled by sex, parent education, parenting, parents, siblings, and peers who smoke, school achievement, depression, self esteem, rebelliousness, and sensation seeking. This research used a quantitative research with cross sectional design conducted in April May 2018 in Purwakarta District Purwakarta Regency. Data were collected by self administered questionnaires with 310 students of public senior high school. The results showed that there were 14.2 of respondents who had smoking. Mean of SML score was 68.94 on a scale of 100 . The result of logistic regression showed that there is a significant correlation between SML and smoking status after controlled by sex, sibling who smoke, peers who smoke, school achievement, and rebelliousness p value 0,048 CI 1,008 7,085 . The need for education and understanding of media literacy, health promotion with media social approach, and further promoting health efforts with family approaches may reduce smoking use in adolescents.Keywords media literacy, smoking, smoking media literacy, adolescents, high schoolstudents"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T49936
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Cinthya Theresia
"The Smoking behavior is one of the biggest public health threats in the world. Wherever, whenever, and anyone can smoke, not exception the police in National Traffic Management Center Police of Republik Indonesia. (NTMC Polri). This research was conducted to find out the relationship of the factors that increase the success of quit smoking of in NTMC Polri. This descriptive study using a cross-sectional study design and are semi-quantitative from 51 police who become the respondents. The results showed that there is a significant relationship between a predisposing, enabling, and reinforcing factors and the success of quit smoking from the police in NTMC Polri. Control and explicit sanctions needs to be enhanced so that the smoke free workplace program in NTMC Polri runs well and can create a favorable environment to quit smoking.

Perilaku merokok merupakan salah satu ancaman terbesar kesehatan masyarakat dunia. Dimanapun, kapanpun, dan siapapun dapat merokok, tak terkecuali polisi di National Traffic Management Center Polisi Republik Indonesia (NTMC Polri). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan seseorang untuk berhenti merokok dengan keberhasilan berhenti merokok pada polisi di NTMC Polri. Penelitian deskriptif ini menggunakan desain studi cross-sectional dan bersifat semi kuantitatif, pada 51 polisi yang menjadi responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor predisposisi, pemungkin, penguat dan keberhasilan berhenti merokok pada polisi di NTMC Polri. Pengawasan dan sanksi yang tegas perlu ditingkatkan supaya program Kawasan Tanpa Rokok di NTMC Polri berjalan dengan baik serta dapat menciptakan lingkungan yang baik untuk berhenti merokok.
"
Universitas Indonesia, 2015
S60878
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Suryadinata Putra
"Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hipotesis adanya hubungan faktor predisposisi, penguat dan pemungkin dengan kebiasaan merokok siswa-siswi SMK Bunda Kandung di Jakarta Selatan. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis yang bersifat cross sectional. Uji statistik chisquare yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara faktor predisposisi, penguat dan pemungkin dengan kebiasaan merokok siswa-siswi SMK Bunda Kandung Jakarta Selatan. Uji statistik chisquare digunakan untuk melihat variabel independen mana yang berhubungan dengan kebiasaan merokok siswa-siswi SMK Bunda Kandung Jakarta Selatan. Sampel penelitian berjumlah 87 orang siswa-siswi dari 660 orang siswa-siswi SMK Bunda Kandung Jakarta Selatan. Pengambilan sampel menggunakan metode cluster sampling yaitu jumlah sampel penelitian yang diambil pada masing-masing kelompok kelas berdasarkan rumus cluster sampling. Instrumen dikembangkan dari teori perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, pengetahuan tentang merokok, sikap terhadap merokok, keterpaparan iklan rokok oleh media cetak dan elektronik, keterpaparan kegiatan-kegiatan yang disponsori oleh perusahaan rokok, kemudahan untuk memperoleh rokok, praktek merokok teman sebaya, perilaku merokok dari orang tua dan kontrol guru. Dari hasil penelitian, uji statistik chisquare menghasilkan lima variabel independen yang mempunyai hubungan bermakna dengan kebiasaan merokok, yaitu ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin (p = 0,002) < 0,05 (OR = 10,214), pengetahuan tentang merokok (p = 0,042) < 0,05 (OR = 3,122), sikap terhadap merokok (p = 0,000) < 0,05 (OR = 10,074), praktek merokok teman sebaya (p = 0,000) < 0,05 (OR = 7,422) dan perilaku merokok dari orang tua (p = 0,028) < 0,05 (OR = 3,030). Sedangkan variabel umur, keterpaparan iklan rokok oleh media cetak dan elektronik, keterpaparan kegiatan-kegiatan yang disponsori oleh perusahaan rokok, kemudahan untuk memperoleh rokok dan kontrol guru. tidak mempunyai hubungan yang bermakna.

This study aims to prove the hypothesis of an association of predisposing factors, reinforcing and enabling the smoking habits of vocational school students Bunda Kandung in South Jakarta. The method used was a descriptive analysis cross sectional. Chi-square statistical test used to analyze the relationship between predisposing, reinforcing and enabling the smoking habits of vocational school students Bunda Kandung in South Jakarta. Chi-square statistical test is used to see where the independent variables related to smoking habits of vocational school students Bunda Kandung in South Jakarta. Sample was 87 students from 660 vocational school students Bunda Kandung in South Jakarta. Sampling using a cluster sampling method, namely the amount of sample taken at each class group by cluster sampling formula. The instrument was developed from the theory of health related behaviors. The variables examined in this study were age, gender, smoking knowledge, attitudes toward smoking, exposure to cigarette advertising by print and electronic media, activity events sponsored by tobacco companies, the ease of obtaining cigarettes, the practice of smoking peers, behavior smoking from parents and teachers control. From the research, the chi-square statistical test yielded five independent variables that have a significant relationship with smoking behavior, ie there is a significant association between the sexes (p = 0.002) < 0.05 (OR = 10.214), smoking knowledge (p = 0.042) < 0,05 (OR = 3.122), attitudes towards smoking (p = 0.000) < 0.05 (OR = 10.074), the practice of smoking peers (p = 0.000) < 0.05 (OR = 7.422) and smoking behavior of parents (p = 0.028) < 0.05 (OR = 3.030). While the variables of age, exposure to cigarette advertising by print and electronic media, activity events sponsored by tobacco companies, the ease of obtaining cigarettes and teacher control. not have a meaningful relationship."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S56063
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhia Fairuz Auza
"Latar belakang: Terdapat peningkatan jumlah perokok remaja di Indonesia berdasarkan perbandingan data Riskesdas 2016 dan Riskesdas 2018. Jika dibandingkan dengan data pada tahun 2016, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan terdapat peningkatan jumlah perokok remaja di Indonesia sebesar 0,3% dengan perokok usia 10- 18 tahun mencapai 9,1%. Beberapa faktor yang melatarbelakangi terbentuknya perilaku merokokpadasiswaadalahhargadiri,tekanandalampertemanan,danpolaasuhnegatif. Metode: Studi cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri, tekanan dalam pertemanan, dan pola asuh negatif dengan perilaku merokok m elalui Angket Perilaku Remaja Siswa Sekolah Menengah di DKI Jakarta pada bulan November 2023.Penelitianmelibatkan160respondendarikelas10dan11diSMAN38danSMAN 90 Jakarta yang diambil secara stratified proportional random sampling. Hasil: Tidak ada hubungan yang siginifikan antara harga diri (p -value 0,725) dan pola asuh negatif (p-value 0,942) dengan perilaku merokok. Namun, ada hubungan yang signifikan antara tekanan dalam pertemanan (p-value 0,004) dengan perilaku merokok. Kesimpulan: Disarankan bagi SMAN 38 dan SMAN 90 mengadakan program peer educator terkait dampak negatif dari rokok untuk membantu mengurangi tekanan merokok dalam lingkaran pertemanan siswa.

Background: There is an increase in the number of teenage smokers in Indonesia based on a comparison of Basic Health Research of the year 2016 and 2018. When compared with 2016 data, the 2018 Basic Health Research (Riskesdas) shows that there is an increase in the number of teenage smokers in Indonesia by 0.3% with smokers aged 10 - 18 years reached 9.1%. Several factors behind the formation of smoking behavior in studentsareself-esteem,peerpressure,andnegativeparentingpatterns.Method:Across- sectional approach which aims to determine the relationship between self -esteem, peer pressure, and negative parenting patterns with smoking behavior through the Adolescent Behavior Questionnaire for Middle School Students in DKI Jakarta in November 2023. The research involved 160 respondents from grades 10 and 11 at SMAN 38 and SMAN 90 Jakarta using stratified proportional random sampling. Results: There is no significant relationshipbetweenself-esteem(p-value0,725)andnegativeparentingpatterns(p-value 0,942) and smoking behavior. However, there is a significant relationship between peer pressure (p-value 0,004) and smoking behavior. Conclusion: It is recommended for SMAN 38 and SMAN 90 to hold a peer educator program regarding the negative impacts of smoking to help reduce the pressure to smoke within students' circle of friends."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risa Fitria
"ABSTRAK
Latar belakang : Banyak penyakit yang dihubungkan dengan merokok seperti penyakit keganasan, kardiovaskuler, diabetes mellitus DM , penyakit paru obstruktif kronik PPOK , arthritis, impotensi, infertilitas, alzheimer, TB dan lain- lain. Paru merupakan organ yang banyak mengalami kerusakan berat akibat merokok. Merokok terbukti mengganggu bersihan mukosilier dan berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya TB paru. Konversi sputum merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan pengobatan TB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan riwayat merokok dan keberhasilan pengobatan fase intensif tuberkulosis TB paru di RSUD.Metode : Desain penelitian menggunakan metode kohort prospektif yang dilakukan pada pasien TB paru basil tahan asam BTA positif perokok dan bukan perokok yang berkunjung ke Pelayanan Tuberkulosis Terpadu PTT yaitu poli rawat jalan dan ruang rawat inap infeksi paru RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dari 1 November 2015 hingga Februari 2016. Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan statistical package for social sciences SPSS 20.Hasil : Total 38 subjek dibagi kedalam 2 kelompok 19 subjek perokok dan 19 subjek bukan perokok , semua subjek perokok adalah laki-laki sedangkan subjek bukan perokok terdiri dari laki-laki dan perempuan. Dari hasil penelitian bulan pertama p=0,009 didapatkan subjek yang bukan perokok konversi sputum BTA berjumlah 14 orang 73,7 dan 5 orang tidak konversi, sedangkan pada subjek perokok 6 orang 31,6 yang konversi dan 13 orang 68,4 tidak konversi. Pada bulan kedua p=0,202 , lebih dari setengah jumlah subjek yang bukan perokok konversi sputum BTA berjumlah 17 orang 89,5 dan 2 orang 10,5 yang tidak konversi sedangkan pada subjek perokok yang konversi berjumlah 14 orang 73,7 dan 5 orang 26,3 yang tidak konversi.Kesimpulan : Terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan merokok terhadap konversi sputum BTA bulan I.Kata kunci : TB paru, merokok, konversi sputum

ABSTRACT
Background Many diseases are associated with smoking such as malignant disease, cardiovascular, diabetes mellitus DM , chronic obstructive pulmonary disease COPD , arthritis, impotence, infertility, Alzheimer 39 s Disease, tuberculosis and others. Lung is an organ that suffered heavy damage from smoke. Smoking is proven to disrupt the ciliary mucosal clearance and it is associated with an increased risk of pulmonary tuberculosis. Sputum conversion is an important indicator to assess the success of TB treatment. This study aims to determine the relation between smoking history and the success intensive phase treatment of pulmonary tuberculosis TB at Dr Zainoel Abidin Hospital.Method This is a prospective cohort study in patients with pulmonary tuberculosis acid fast bacilli AFB positive smokers and non smokers who visited the Integrated Tuberculosis Care PTT , at outpatient and inpatient pulmonary infection RSU Dr. Zainoel Abidin hospital Banda Aceh from 28 November 2015 until 1 February 2016. The data were tested using statistical package for social sciences SPSS 20.Results A total of 38 subjects were divided into 2 groups 19 subjects with 19 subjects smokers and non smokers . All subjects smokers are male while non smoker subjects consisted of male and female. The results of the first month study p 0.009 , there are 14 non smoker subjects with AFB conversion 73,7 and 5 subjetcs without AFB conversion. Among smoking subjects there are 6 subjets 31.6 with AFB conversion and 13 subjects 68.4 without AFB conversion. In the second month p 0,202 , more than half subjects who are non smokers had AFB conversion, 17 subjects 89.5 and 2 subjects 10.5 had no AFB conversion. In smokers group there are 14 subjects 73.7 had AFB conversion and 5 subject 26.3 had no conversion.Conclusion There was a significant relation between smoking habit and the occurrence of first month AFB sputum"
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>