Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149248 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vidhia Umami
"Latar Belakang: Pasien hemodialisis HD memiliki tingkat aktivitas yang rendah sehingga menurunkan kualitas hidup dan meningkatkan kematian. Inaktivitas pada pasien HD dipengaruhi inflamasi kronik dan malnutrisi. Latihan fisik intradialitik adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas fisik, menurunkan tingkat inflamasi, dan memperbaiki status nutrisi. Belum diketahui peran latihan fisik intradialitik pada pasien HD dua kali seminggu.Tujuan: Mengetahui peran latihan fisik intradialitik dua kali seminggu terhadap kapasitas fisik, inflamasi, dan status nutrisi serta mengetahui jenis latihan fisik yang lebih baik untuk pasien HD dua kali seminggu.Metode: Penelitian uji klinis terbuka terhadap pasien HD rutin RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta berusia lebih dari 18 tahun dan menjalani HD minimal 3 bulan. Subjek dikelompokkan secara acak menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol, latihan aerobik, dan latihan kombinasi aerobik dan resistensi. Latihan fisik intradialitik dilakukan selama 12 minggu. Luaran yang dinilai adalah massa otot, kekuatan otot, performa fisik, hsCRP, skor malnutrisi inflamasi dan indeks kualitas hidup. Analisis data menggunakan uji T tidak berpasangan untuk data yang terdistribusi normal dan Mann-Whitney untuk data terdistribusi tidak normal.Hasil: Randomisasi dilakukan terhadap 123 pasien yang memenuhi kriteria. Sebesar 55 laki-laki dengan rerata durasi HD 48 4-240 bulan. Rerata IMT laki-laki 22.53 SB 4.43 kg/m2 dan perempuan 24.34 SB 4.91 kg/m2. Status nutrisi 63.4 subjek kategori baik dengan 56.9 termasuk kategori inaktif. Terdapat peningkatan signifikan p
Background Hemodialysis HD patient has low physical activity. This contributes to decreased quality of life and increased mortality. Inactivity is also associated with chronic inflammation and malnutrition. Intradialytic exercise is an effort to prevent these conditions. There is still lack of evidence about the role of intradialytic exercise of twice a week dialysis patientsObjective To determine the role of intradialytic exercise in physical capacity, inflammation, and nutritional status of dialysis patients, as well as to determine which type of physical activity is more appropriate for twice a week HD patients.Methods This is a randomized clinical trial of maintenance HD patients aged over 18 years who have undergone routine dialysis for over 3 months in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Subjects were randomly assigned into 3 groups, namely control, aerobic exercise, and combination of aerobic and resistance exercise. After 12 weeks, the measured outcomes were muscle mass, muscle strength, physical performance, hsCRP, Malnutrition Inflammation Score MIS , and quality of life. Data were analyzed using independent t test for normally distributed data or Mann Whitney for abnormally distributed data. Results One hundred and twenty three patients who fulfil study criteria were randomized. About 55 subjects were men and mean of dialysis vintage was 48 4 240 months. Mean of BMI was 22.53 SD 4.43 kg m2 for men and 24.34 SD 4.91 kg m2 for women. About 63.4 patients were categorized as well nourished and 56.9 patients were inactive. There was significant increase p"
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Salwani
"Latar Belakang: Pasien hemodialisis (HD) kronik memiliki peningkatan risiko kematian. Penyakit kardiovaskular seperti aritmia merupakan penyebab kematian utama pasien HD kronik. Kidney Disease Outcome Quality Initiative merekomendasikan HD 3 kali per minggu, tetapi sebagian besar pasien di Indonesia menjalani HD dengan frekuensi 2 kali per minggu. Hal ini menyebabkan interdialytic weight gain, volume ultrafiltrasi, dan laju ultrafiltrasi menjadi lebih besar dan perubahan kadar elektrolit yang mendadak dapat mencetuskan arritmia.
Tujuan: Mengetahui pengaruh volume ultrafiltrasi, kadar kalsium ion pre HD, penurunan kadar kalium dan magnesium serum terhadap pemanjangan dispersi QTc pasien yang menjalani HD 2 kali seminggu.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort prospektif di lakukan di ruang Hemodialisis RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Sebanyak 128 pasien memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Pemeriksaan kalium, magnesium dan elektrokardiogram untuk menilai dispersi QTc dilakukan sebelum dan sesudah HD serta kalsium ion sebelum HD. Analisis data dihitung menggunakan perangkat SPSS. Perbandingan antara pasien dengan atau tanpa pemanjangan dispersi QTc dilakukan dengan uji Chi-square dan uji Fisher exact untuk data kategorik dan uji T tidak berpasangan untuk data kontinu distribusi normal atau uji Mann whitney bila distribusi tidak normal. Analisis multivariat regresi logistik multivariabel digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemanjangan dispersi QTc.
Hasil: Penelitian ini melibatkan 112 pasien. Terdapat pemanjangan dispersi QTc sebanyak 51 %. Pengaruh volume ultrafiltrasitehadap pemanjangan dispersi QTc tidak bermakna secara statistik (risiko relatif 1,069 dan IK (95%) 0,742-1,530 serta p=0,715). Pengaruh perubahan kadar kalium dan kadar kalsium ion pre HD terhadap pemanjangan dispersi QTc tidak bermakna secara statistik (p=0,943 dan p=0,842). Perubahan kadar magnesium terhadap pemanjangan dispersi QTc didapatkan berbeda bermakna secara statistik (p=0,023). Tidak dilakukan analisis multivariat karena hanya terdapat satu variabel dengan p < 0,02.
Simpulan: Pengaruh volume ultrafiltrasi, perubahan kadar kalium dan kadar kalsium ion pre HD terhadap pemanjangan dispersi QTc  tidak bermakna secara statistik. Perubahan kadar magnesium terhadap pemanjangan dispersi QTc berbeda bermakna secara statistik.

Introduction: Patients with end-stage renal disease (ESRD) requiring hemodialysis have a high mortality rate. Cardiovascular mortality is usually occurs suddenly. Kidney Disease Outcome Quality Initiative recommended three time a week HD but in Indonesia only two time a week HD. Two time a week HD increase the risk of higher interdialytic weight gain and  ultrafiltration volume (UFV) contributing to high serum electrolyte changes that cause arrhytmia. 
Objective: The aim of this study is to find effect of ultrafiltration volume, serum potassium changes, pre hemodialysis serum ionic calsium, serum magnesium changes on increased QTc dispersion in chronic hemodialysis patients twice a week.
Methode: This study is a prospective cohort study. A total 112 patient underwent twice-weekly regimens of HD in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Blood samples were Drawn for measurement of serum electrolytes, and a 12-lead ECG were performed to measure the QTc interval and QTc dispersion, immediately before and just after dialysis sessions. Analyzes were performed with SPSS. Chi-square or Fisher exact was used to compare QTc dispersion changes before and after dialysis and ultrafiltration volume. Paired t test was used to compare QTc dispersion changes and serum electrolytes before and after dialysis within the study group. Mann Whitney test was used for abnormal distribution. Multivariate analysis was used to find effect of ultrafiltration volume, serum potassium changes, pre HD serum ionic calsium, serum magnesium changes on increased QTc dispersion in chronic hemodialysis patients twice a week. 
Result: One hunDred twelve patients underwent twice weekly HD  were analyzed. Proportion of patients with prolong of QTc dispersion was 51 %.  The effect of ultrafiltration volume with the prolong of QTc dispersion was not statistically significant (relative risk 1,069, CI (95%) 0,742-1,530, p=0,715). The effect of serum potassium changes and pre HD serum ionic calsiumon increased QTc dispersion were not statistically significant (p=0,943 and p=0,842). The effect of serum magnesium changes with the elevated of QTc dispersion was statistically significant (p=0,023). Multivariate analysis was not done.
Conclusion: The effect of ultrafiltration volume, serum potassium changes and Pre HD serum ionic calsium on increased QTc dispersion was not statistically significant. The effect of serum magnesium changes with the elevated of QTc dispersion was statistically significant.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ade Junaidi
"Status indeks masa tubuh pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis menjadi suatu penentuan tingkat morbiditas dan mortalitas. Pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dapat mengalami penurunan atau peningkatan indeks masa tubuh. Kami menggunakan metode potong lintang pada studi ini. Penelitian dilakukan pada 108 pasien hemodialisis di bangsal hemodialisis Subbagian Ginjal Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM pada bulan Februari 2009. Kemudian diambil data dari status pasien mengenai berat badan kering dan tinggi badan pasien saat pertama kali menjalani hemodialisis dan bulan februari 2009. Berdasarkan perubahan indeks massa tubuh maka data ini dibagi atas 2 kelompok yaitu kelompok dengan peningkatan indeks masa tubuh dan penurunan indeks masa tubuh. Pasien berumur rerata 50,4 ± 13,4 tahun, terdiri dari 57% pria dan 43% wanita, dan lama menjalani hemodialisis rerata 2.3 tahun (0.3-17.5). Dengan uji Pearson didapatkan korelasi positif yang bermakna antara lama menjalani hemodialisis dengan peningkatan indeks masa tubuh (p<0.001, r = 0.727) maupun penurunan indeks masa tubuh (p<0.001, r = 0.709). Disimpulkan bahwa lama menjalani hemodialisis mempengaruhi peningkatan maupun penurunan indeks massa tubuh pasien hemodialisis.

Status of body mass index on chronic kidney disease patients who undergo hemodialysis is a determinant factor for morbidity and mortality. Hemodialysis patients can increase or decrease their body mass indexes. In this study, we used cross sectional method. We selected 108 patients that has already undergone hemodialysis twice a week for at least three months in hemodialysis ward of Cipto Mangunkusumo Hospital in February 2009. Data are taken from dry weight and body height in medical records at the initial hemodialysis and on February 2009. We categorized patients into increased body mass index category and decreased body mass index category. The patients have mean age of 50,4 ± 13,4 years and a mean duration of hemodialysis of 2.3 (0.3-17.5) years, 57% were male and 43% were female. By Pearson analysis, there was significant positive correlation between increased body mass index (p<0.001, r = 0.727) and decreased body mass index (p<0.001, r = 0.709) with hemodialysis duration. It was concluded that duration of hemodialysis significantly influenced body mass index in hemodialysis patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bianti Ayu Dwiputri
"Pelaksanaan hemodialisis anak, utamanya remaja dapat menyebabkan munculnya
kecemasan pada remaja pelaksana dan orang tua. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi perbedaan skor kecemasan pasien dan orang tua pasien terhadap
pelaksanaan hemodialisis anak pada remaja di salah satu rumah sakit nasional di
Jakarta. Sampel penelitian ini adalah 24 orang tua dan 24 orang remaja pelaksana
hemodialisis, dengan teknik pengambilan sampel non probabilitas dengan desain
penelitian studi cross sectional dan analisis bivariat independent t-test. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor kecemasan antara orang tua pasien dan
pasien remaja terhadap pelaksanaan hemodialisis (0,032<0,05). Kesimpulan dari hasil
penelitian adalah terdapat perbedaan skor kecemasan antara orang tua pasien dan pasien
remaja terhadap pelaksanaan hemodialisis.

The implementation of pediatric haemodialysis, especially in teenagers can cause
anxiety in teenagers and their parents. This study aims to identify the score of anxiety in
patient and patient’s parents on the implementation of pediatric hemodialysis in
teenagers at one of national hospital in Jakarta. The samples of this study were 24
parents and 24 teenagers who undergo hemodialysis, using a non-probability sampling
technique with cross sectional study and independent t-test bivariate analysis. The
result of the study shows that there is difference in the score of anxiety between the
patient's parents and teenage patients on the implementation of hemodialysis (0.032
<0.05). Thus, the conclusion is there are differences in the anxiety score between
patients’ parents and adolescent patients regarding the implementation of hemodialysis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giri Susanto
"Hemodialisis (HD) merupakan metode terapi yang banyak digunakan oleh pasien gagal ginjal kronik. Hemodialisis membutuhkan waktu jangka panjang sehingga dapat menimbulkan munculnya berbagai komplikasi yang dapat menimbulkan penurunan kualitas tidur. Fatigue dan depresi diduga berpengaruh terhadap penurunan kualitas tidur pasien yang menjalani hemodialisis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara fatigue dan depresi dengan kualitas tidur pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis di RSUD Pringsewu Lampung. Desain pada penelitian ini adalah cross sectional, dengan jumlah sampel sebanyak 103 pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis. Analisa data menggunakan uji korelasi Chi square dan regresi logistik berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara fatigue (p value 0.002), dan depresi (p value 0.034) dengan kualitas tidur. Variabel konfonding: usia, pekerjaan, jadwal HD dan lama tidur siang berhubungan signifikan dengan kualitas tidur (p = 0.022, p = 0.041, p = 0.024 dan p = 0.041), namun jenis kelamin, pendidikan, lama HD, hemoglobin, status nutrisi, dan komorbid tidak signifikan berhubungan dengan kualitas tidur (p > 0.05). Hasil analisis regresi logistik berganda menunjukkan fatigue, depresi, pekerjaan, lama HD dan lama tidur siang berkontribusi terhadap kualitas tidur (OR: 5.911, 5.382, 0.142, 0.401 dan 0.164). Dalam satu model ketika diregresikan secara bersamaan, kelima variabel ini berkontribusi sebesar 44,4% terhadap kualitas tidur. Fatigue merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas tidur. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian terhadap fatigue dan pengembangan intervensi keperawatan untuk meningkatkan kualitas tidur pasien hemodialisis

Hemodialysis (HD) is a method of treatment that is widely used by chronic kidney failure patients. Hemodialysis takes a long time so that it can cause various complications, which one of them is a decrease in sleep quality. Fatigue and depression are considered affecting the quality of sleep in patients undergoing hemodialysis. This study aims to determine the relationship between fatigue and depression with sleep quality in end-stage renal failure patients undergoing hemodialysis in RSUD Pringsewu Lampung. The design in this study was cross sectional, recruited a total sample of 103 patients with end-stage renal failure undergoing hemodialysis. Data analysis used Chi square correlation test and multiple logistic regression. The results of this study indicated that there was a significant relationship between fatigue (p value 0.002) and depression (p value 0.034) with sleep quality. In addition, age, occupation, HD schedule and length of nap were significantly correlated with sleep quality (p = 0.022, p = 0.041, p = 0.024 and p = 0.041, respectively). However, there were not significantly correlated between gender, education, duration of HD, hemoglobin, nutritional status, and comorbidities with sleep quality (p > 0.05). The result of multiple logistic regression analysis showed that fatigue, depression, occupation, duration of HD and length of nap contributed to sleep quality (OR: 5.911, 5.382, 0.142, 0.401 and 0.164 respectively). In the same model, these variables when regressed together could explain 44.4% to sleep quality. The fatigue became the most influential factor on sleep quality. Therefore, the assessment of fatigue and develop nursing interventions to improve sleep quality hemodialysis patients is pivotal to be conducted in taking care of haemodialysis patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Megasari Yanuar Wisudawati
"ABSTRAK
Gagal Ginjal Terminal GGT merupakan penyakit yang menempati posisi kedua kasus yang menyebabkan kematian di Indonesia. Pasien dengan GGT harus menjalani hemodialisis rutin untuk terapi pengganti ginjal sementara. Pasien dengan hemodialisis harus melakukan pembatasan cairan agar tidak terjadi kelebihan cairan yang dapat berakibat kematian. Untuk menjaga keseimbangan cairan, diperlukan motivasi diri untuk pasien melakukan pembatasan cairan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran motivasi diri pada pasien hemodialisis dalam melakukan pembatasan cairan dengan menggunakan kuesioner TMQ. Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional dengan total responden sejumlah 94 pasien di RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta. Teknik pengambilan sampling menggunakan consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 63,8 responden memiliki motivasi diri yang rendah dalam melakukan pembatasan cairan. Peneliti menyarankan rumah sakit untuk melakukan focus grup discussion mengenai pengetahuan dasar pembatasan cairan, cara pengontrolan pembatasan cairan dengan grafik IDWG serta sebagai sarana menggali dan berbagi motivasi diri pasien dalam melakukan pembatasan cairan.

ABSTRACT
End Stage Renal Disease ESRD is one of diseases that take as second causes of death in Indonesia. Patients with ESRD have to undergo routine hemodialysis for temporary renal replacement therapy. Patients who are undergoing hemodialysis should do fluid restrictions in order to avoid excess fluid. To maintain the fluid balance, patients need self motivation to make fluid restriction. The aim of this research was to determine of self motivation for patients undergoing hemodialysis with fluid restriction while using TMQ. This research was a descriptive study with cross sectional approach performed 94 patients undergoing hemodialysis consecutively at unit hemodialysis. The result showed 63,8 of patients undergoing hemodialysis have a low motivation of fluid intake restriction. Suggestion for hospital is to organize focus group discussion about basic knowledge of fluid restriction, how to maintain fluid restriction with IDWG graphs and to share patients self motivation of fluid restriction. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pywedont Mesakh Todingan
"Latar Belakang: Penyakit ginjal tahap akhir masih menjadi permasalahan nasional dan internasional, di Indonesia pada 2019 terdapat 185.901 pasien yang menjalani hemodialisis. Sampai saat ini hemodialisis menjadi pilihan terbanyak terapi pengganti ginjal bagi para pasien penyakit ginjal tahap akhir. Untuk dapat menjalankan hemodialisis dibutuhkan akses vaskular. Akses vaskular terbaik hingga saat ini adalah fistula arteriovenosa, namun membutuhkan waktu yang cukup lama untuk maturasi. Kateter dua lumen menjadi pilihan bagi pasien saat menunggu maturasi fistula arteriovenosa atau jika membutuhkan hemodialisis segera. Terdapat dua jenis kateter dua lumen yaitu temporer dan tunneling. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan frekuensi pergantian, komplikasi, serta analisa biaya antara kateter dua lumen temporer dan kateter dua lumen tunneling.
Metode: Penelitian ini merupakan kohort retrospektif menggunakan rekam medis di RS Cipto Mangunkusumo. Variabel bebas yang dilihat ada jenis kateter dua lumen sedangan variabel terikatnya adalah frekuensi pergantian, infeksi, perdarahan, serta analisa biaya. Analisa statistic menggunakan SPSS versi 25, nilai p<0.05 menunjukkan terdapat hubungan bermakna secara statistik.
Hasil: 67 pasien masuk dalam penelitian, didapatkan pasien dengan kateter dua lumen tunneling sebanyak 36 pasien (53,7%) dan pasien dengan kateter dua lumen temporer sebanyak 31 pasien (46,2%). Kateter dua lumen tunneling secara bermakna memiliki angka perdarahan, infeksi, serta disfungsi kateter yang lebih rendah daripada kateter dua lumen temporer (p<0,001). Kateter dua lumen tunneling memiliki angka pergantian kateter dalam 6 bulan yang lebih kecil secara bermakna dibandingkan kateter dua lumen temporer (p<0,001). Dalam 6 bulan kateter dua lumen tunneling memiliki rerata biaya perorangan yang lebih besar dari kateter dua lumen temporer.
Simpulan: Kateter dua lumen tunneling memiliki frekuensi pergantian dan komplikasi yang lebih rendah dari kateter dua lumen temporer, namun memiliki rerata total biaya perorangan yang lebih besar disbanding kateter dua lumen temporer.

Background: End-stage kidney disease is still a national and global health problem, in Indonesia there were 185,901 patients undergoing hemodialisis in 2019. Hemodialisis is the most chosen renal replacement therapy for End-stage kidney disease patients. To be able to carry out hemodialisis, vascular access is needed. The best vascular access to date is an arteriovenous fistula (AVF), but it needed time to reach maturation. Double lumen catheter is used as an option for patients waiting for AVF maturation or when urgent hemodialisis is required. There are two types of double lumen catheters, namely temporary and tunneled. This study aims to compare the frequency of replacement frequency, complications, and cost analysis between a temporary double lumen catheter and tunneled double lumen catheter.
Method: This is a retrospective cohort study using medical records at Cipto Mangunkusumo General Hospital. The independent variable seen was the type of double lumen catheter, while the dependent variables were replacement frequency, infection, bleeding, and cost analysis. Statistical analysis using SPSS version 25, p value <0.05 indicates that there is a statistically significant difference between both groups.
Results: 67 patients were included in the study, there were 36 patients with tunneled double lumen catheter (53.7%) and 31 patients with temporary double lumen catheter (46.2%). tunneled double lumen catheter had significantly lower rates of bleeding, infection, and catheter dysfunction than temporary double lumen catheter (p <0.001). Tunneled double lumen catheter had a significantly lower 6-month catheter replacement rate than temporary double lumen catheter (p <0.001). At 6 months tunneled double lumen catheter had a greater average individual cost than temporary double lumen catheter.
Conclusion: Tunneled double lumen catheter have a lower replacement frequency and complications than temporary double lumen catheter temporary two-lumen catheters, but have a greater mean total individual cost than temporary double lumen catheter.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewiyanti Toding
"Banyak dampak dan perubahan akibat pandemi COVID-19 yang dapat dialami pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis. Hal ini dapat mempengaruhi kepatuhan mereka dalam menjalani proses hemodialisis yang nantinya dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien hemodialisis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi secara mendalam tentang pengalaman pasien yang menjalani hemodialisis di Indonesia di era pandemi COVID-19. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan metode wawancara mendalam. Partisipan berjumlah 15 orang dari RS Wahidin Sudirohusodo dan RS Universitas Hasanuddin yang dipilih melalui teknik purposive sampling. Terdapat 3 tema yang dihasilkan dalam penelitian ini yaitu munculnya berbagai respon pada awal pandemi, timbulnya berbagai dampak yang dialami selama pandemi, dan adanya strategi koping yang dibangun selama pandemi. Temuan tersebut menunjukkan bahwa pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis telah berupaya untuk membangun strategi koping yang adaptif di era pandemi COVID-19 tetapi mereka tetap memerlukan dukungan dari penyedia layanan kesehatan di unit hemodialisis untuk mengatasi berbagai masalah dan dampak akibat pandemi COVID-19 ini. Perawat hemodialisis diharapkan dapat melakukan pengkajian secara holistik dan evaluasi secara terus menerus agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dalam memenuhi kebutuhan pasien hemodialisis di era pandemi COVID-19 ini.

Many effects and changes due to COVID-19 pandemic experienced by patients with end-stage renal disease undergoing hemodialysis. This can affect their compliance to have hemodialysis treatment that will affect their quality of life. The aim of this study is to deeply explore the experience of patients with end-stage renal disease who were undergoing hemodialysis during COVID-19 pandemic. This study takes qualitative descriptive approach with in-depth interviews. The participants were 3 themes, as: the emergence of various responds in an early pandemic, the effects that were experienced during pandemic and the coping strategy built during the pandemic. These findings showed that patients with end-stage renal disease have been implementing adaptif coping strategy during the pandemic, but they still need a support from the health care providers in the hemodialysis unit to overcome various problems and impacts during COVID-19 pandemic. The role of nurses is needed to conduct holistic assessments and continuous evaluations in order to provide comprehensive nursing care for the needs of hemodialysis patients in this era of the COVID-19 pandemic."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Hardianti
"Kepatuhan manajemen terapi hemodialisis berpengaruh terhadap kejadian komplikasi yang mungkin dapat muncul, kualitas hidup dan angka mortalitas pada pasien. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan tersebut adalah persepsi penyakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi penyakit dengan kepatuhan manajemen terapi hemodialisis pada pasien penyakit ginjal kronik. Desain penelitian yang digunakan adalah analitik korelatif dengan jumlah sampel 103 responden yang dipilih berdasarkan teknik purposive sampling pada pasien hemodialisis. Data dikumpulkan melalui Brief Illness Perception Questionnaire B-IPQ untuk persepsi penyakit dan modifikasi End-Stage Renal Disease Adherence Questionnaire ESRD-AQ untuk kepatuhan manajemen terapi hemodialisis. Data tersebut diolah dengan menggunakan SPSS versi 23. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara persepsi penyakit dengan kepatuhan manajemen terapi hemodialisis r= -0.244; p value= 0.007 . Akan tetapi, jika ditinjau per-dimensi maka hanya kontrol personal r= 0.329; p value= 0.000 dan respon emosi r= -0.292; p value= 0.001 yang berhubungan dengan kepatuhan manajemen terapi hemodialisis. Dengan sebab itu, tenaga kesehatan perlu memperhatikan persepsi penyakit pada pasien untuk meningkatkan kepatuhan manajemen terapi hemodialisis pada pasien.

The adherence of hemodialysis therapy management influenced occurence rate of complication that might be appear, quality of life, and mortality rate in patient. One of the factors that affect adherence of hemodialysis therapy management is illness perception. This research aimed to identify the relation between illness perception and adherence of hemodialysis therapy management in patient with chronic kidney disease. Correlation analytic with purposive sampling technique was used for this research with 103 patients in hemodialysis as a sample. Data were collected by Brief Illness Perception Questionnaire B IPQ for illness perception and End Stage Renal Disease Adherence Questionnaire ESRD AQ for adherence of management hemodialysis therapy. Data were analyzed by SPSS ver. 23. Result shows that illness perception affect adherence to therapy management r 0.244 p value 0.007 . Yet, only control personal r 0.329 p value 0.000 and emotional response r 0.292 p value 0.001 that influence adherence to therapy management. Therefore, it is recommend to assess patient view of their illness to increase adherence rate to hemodialysis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairul Huda Al Husna
"Hemodialisis adalah terapi pengganti ginjal yang paling banyak diberikan pada pasien Gagal Ginjal Terminal. Kepatuhan pasien hemodialisis terhadap pembatasan cairan merupakan aspek penting dalam meningkatkan kualitas dan angka harapan hidup serta mencegah dampak perburukan dari penyakit. Kepatuhan cairan dapat dipengaruhi berbagai macam faktor baik internal maupun eksternal. Tujuan penelitian: Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan cairan pasien HD di satu RS yang ada di Malang. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Jumlah sampel dalam penelitian 98 responden yang didapatkan dengan tehnik consecutive sampling. Metode pengumpulan data dengan kuesioner dan lembar pengumpulan data. Analisis hasil penelitian menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman dan analisis multivariat menggunakan regresi linier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan kepatuhan cairan adalah: Usia p=0,001 , komplikasi p=0,017 , agreeableness p=0,013 , dan dukungan keluarga p=0,001 . Hasil analisis multivariat didapatkan faktor yang berhubungan paling dominan dengan kepatuhan cairan adalah usia r=0,255.

Hemodialysis is the most widely used renal replacement therapy in patients with End Stage Renal Disease. Fluid adherence of hemodialysis patients is an important aspect in improving quality and life expectancy and preventing the deterioration of the disease. Fluid adherence can be influenced by both of internal and external factors. Objective To analyze factors associated with fluid adherence among HD patients in Malang Hospital. This study used cross sectional design. The number of samples in the study of 98 respondents obtained by consecutive sampling techniques. Methods of data collection with questionnaires and data collection sheets. Analysis of research results used Pearson and Spearman correlation and multivariate analysis with linear regression. The results showed that factors related to fluid adherence were age p 0.001, complications p 0.017, agreeableness p 0.013 , and family support p 0.001 . The result of multivariate analysis found that the most dominant correlated factor with fluid adherence was age r 0,255."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T51090
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>