Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178782 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Febrina Ayu Rahmasari
"Retardasi mental adalah gangguan psikologis yang banyak ditemui di dunia. Penderita retardasi mental mengalami banyak keterbatasan dalam aspek intelektual dan perilaku adaptif. Oleh sebab itu, mereka membutuhkan orang lain untuk membantunya melakukan kegiatan sehari-hari yang disebut caregiver. Dalam merawat anak dengan retardasi mental, seringkali caregiver merasa kesulitan pada aspek fisik, finansial, emosional, dan sosial/personal yang disebut dengan caregiver strain (Thornton &Travis, 2003).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara caregiver strain dan resiliensi pada ibu sebagai caregiver dari anak dengan retardasi mental. Resiliensi adalah daya tahan terhadap emosi pada individu yang memperlihatkan keberanian dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi yang tidak menyenangkan (Wagnild & Young, 1993).
Peneliti menggunakan alat ukur Modified Caregiver Strain Index (MCSI) dari Thornton dan Travis (2003) serta alat ukur The Resilience Scale (R- 25) dari Wagnild dan Young (1993). Sampel dari penelitian ini berjumlah 42 orang.
Penelitian ini menghasilkan hubungan yang tidak signifikan antara kedua variabel dengan r = 0,110. Saran untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan kontrol terhadap karakteristik care-recipient berdasarkan tingkat keparahan retardasi mental yang dimiliki sehingga hasil yang didapat tidak terlalu beragam.

Mental retardation is a psychological disorder which is commonly found in the world. People with mental retardation had many limitations in intellectual aspects and adaptive behavior. Therefore, they need others people who can help them to carry out daily activities that called caregiver. In caring for children with mental retardation, caregiver often find difficulties on physical, financial, emotional, and social/personal called caregiver strain.
This study aims to determine the relationship between caregiver strain and resilience among mothers as caregiver of children with mental retardation. Resilience is emotional stamina and has been used to describe persons who displays courage and adaptability in the wake of misfortunes.
Researcher used Modified Caregiver Strain Index (MCSI) that compiled by Thornton and Travis (2003) as well as the Resilience Scale (R-25) that compiled by Wagnild and Young (1993). Sample of this study were 42 mothers as caregiver of mental retarded children.
This study yielded no significant relationship between the two variables with r = 0.110. Suggestion for further research should be conducted to control care-recipient characteristics based on the severity of mental retardation so the results are not too diverse.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46907
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Istiqomah
"ABSTRAK
Retardasi mental merupakan salah satu gangguan mental di Indonesia, yang memunculkan stigma negatif di masyarakat sehingga orangtua menelantarkan atau menitipkan anaknya ke panti sosial. Pengasuh di panti sosial memerlukan pengetahuan mengenai retardasi mental, motivasi tinggi dalam bekerja, dan sikap positif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan motivasi dengan sikap pengasuh. Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain deskriptif-analitik dengan pendekatan cross-sectional. Sampel pada penelitian ini berjumlah 28 orang yang dipilih dengan menggunakan teknik total sampling. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji Fisher rsquo;s Exact dan memperlihatkan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap pengasuh p=1,00 dan ?=0,05 . Hasil penelitian juga memperlihatkan ada hubungan antara motivasi dengan sikap pengasuh p=0,020 dan ?=0,05 . Dari hasil tersebut, maka diperlukan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan, motivasi, dan sikap pengasuh yang positif terhadap pasien retardasi mental. Peran perawat diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan, sharing ilmu, dan memberikan pelatihan untuk pengasuh.

ABSTRACT
Mental retardation is one of the most leading mental disorders in Indonesia that has increase many negative stigmas in the community so that parents tend to neglect or put his son to the workhoses. Caregivers in workhouses need knowledge about mental retardation, high motivation in working, and positive attitude. This research aims to know the relatonship between the level of knowledge and motivation with caregivers attitude. This study use descriptive analytic method with cross sectional approach. These samples included 28 individuals who have been selected with a total sampling technique. The result are analyzed using Fisher rsquo s Exact Test and showed no relationship between the level of knowledge with caregiver attitude p 1,00 dan 0,05 . The other result showed there is a relationship between motivation with caregivers attitude p 0,020 dan 0,05 . From the result, then the necessary training to increase knowledge, motivation, and attitude possitive towards caregivers of patient with mental retardation. The role of nurse are providing the required nursing care, sharing knowledge, and provide training for caregivers."
2017
S67461
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irzam R. Dastriansyah
"Penyakit HIV/AIDS membutuhkan proses pengobatan yang mengakibatkan gangguan-gangguan pada kondisi fisik dan psikologis pada penderitanya. Mereka membutuhkan bantuan dari orang lain yang berperan sebagai caregiver untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Harapan budaya dan sosial menempatkan ibu sebagai caregiver ketika salah satu anggota keluarga membutuhkan perawatan dan pendampingan. Dengan berjalannya waktu, proses caregiving dapat menjadi hal yang menekan dan memunculkan caregiver strain, sehingga dapat mengganggu kualitas perawatan dan pendampingan yang diberikan. Bertujuan untuk melihat hubungan coping dan caregiver strain pada ibu dengan anak yang menderita HIV/AIDS.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain non-eksperimental. Dari hasil olah dan analisis data dapat disimpulkan bahwa coping dan caregiver strain pada ibu dengan anak yang menderita HIV/AIDS berkorelasi negatif namun tidak signifikan. Melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi ibu sebagai caregiver pada penelitian ini, Peneliti menyarankan pentingnya dukungan kelompok dan dukungan dari keluarga bagi mereka.

HIV/AIDS needs a medical process that caused impaired both physical and psychological condition on the patient. They need assistance from other people as the caregiver to do daily activity. Cultural and social expectation has put women into caregiving role for any family member who need care to fulfil their duties. As a mother, women become a figure that will directly act as a caregiver for their disabled offspring, as happen to those who have HIV/AIDS. Over time, caregiving can be stressful and cause caregiver strain, that will affect the quality of service and bad impact to the patient.
This is a quantitative, non-experimental research which has an aim to assess the relationship between coping and caregiver strain on mothers with HIV/AIDS offsprings. From the collected data analysis, the conclusion is that coping and caregiver strain on mothers with HIV/AIDS offsprings are negatively correlated yet insignificant. Seeing the difficulty these mothers having in this study, researcher suggests the importance of group support and family support.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S53575
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Hidayat
"Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa terdapat perbedaan ciri-ciri morfologik pada beberapa tingkat retardasi mental (RM). Penelitian tersebut umumnya di lakukan pada penderita sindroma Down (SD). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan indeks sefalometri dan tangan menurut tingkat RM primer. Pada penelitian ini digunakan sampel yang berjumlah 300 anak laki-laki yang berasal dari Sekolah Luar Biasa dan 100 anak dari Sekolah Dasar sebagai kelompok kontrol. Kriteria sampel adalah berusia 7 - 12 tahun, memiliki ciri-ciri penderita SD dan data kesehatan ibu dan anak menunjukkan RM primer.
Pada penelitian ini, telah dilakukan pengukuran dengan menggunakan metode Martin pada masing-masing sampel, lalu hasil pengukuran diolah dalam bentuk indeks sefalometri dan tangan. Hasil penelitian ini memperihatkan bahwa indeks sefalometri dan tangan pada penderita RM ringan dan RM sedang tidak berbeda bermakna secara statistik dibandingkan kontrol (p > 0,05). Sedangkan RM berat berbeda bermakna dibandingkan kontrol (p < 0,05). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sampel pada RM ringan berasal dan penderita SD tertier atau SD kuarterner, RM sedang dapat berasal dari pendetita SD tertier atau SD kuarterner, dapat juga dari penderita phenylketonuria (PKU) atau pengaruh pranatal yang tidak jelas; RM berat berasal dari penderita SD primer atau SD sekunder.

Cephalometric and Hand Indices on Boys with Several Primary Mental Retardation StagesSome early researches suggested that there were morphological characteristic differences on several mental retardation (MR) stages. The subjects of those researches were mostly Down syndrome (DS) patients. This study was conducted to assess the difference of cephalometric and hand indices on primary MR stages. The subjects of the study were 300 boys from the abnormal schools and 100 boys from the elementary school as a control group. The criterions of the subjects, were 7-12 years old, had DS characters and the medical record showed that there were primary MR.
In this study, measurement on each subject used Martin's methods, then the results were calculated to be cephalometric and hand indices. The results of this study indicated that there were no significant cephalometric and hand indices difference (p > 0,05) between the mild, moderate MR and the control groups. But there was significant cephalometric and hand indices difference (p < 0,05) between the severe MR and the control group. The possibilities of these results were the subjects of this study which the mild stage of MR was derived from either tertiary or quaternary DS patients; the moderate stage of MR might be derived from either tertiary or quaternary DS patients as well as phenylketonuria (PKU) patients or unknown early neonatal influence patients; and the severe stage of MR was derived from either primary or secondary DS patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T2933
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Ayoe Sukma Ariani Widayanti
"Masalah fisik, emosi, dan kognitif yang muncul akibat menderita penyakit stroke
menyebabkan penurunan kemandirian pada penderitanya sehingga membutuhkan
asistensi dari orang lain untuk menunjang keseharian pasien. Tidak hanya pasangan
pasien, anak dari penderita stroke juga berperan menjadi young caregiver dengan
merawat orang tuanya sebagai bentuk kasih sayang dan membalas budi. Sebagai young
caregiver, seorang anak beresiko mengalami tekanan dan kesulitan yang dirasakan akibat
merawat orang lain yang disebut sebagai caregiver strain. Banyaknya dampak negatif
dari caregiver strain menyebabkan dibutuhkannya suatu upaya yang dilakukan untuk
mengurangi strain yang dirasakan. Menurut Blake, Lincoln, dan Clarke (2003) mood dari
caregiver merupakan prediktor terkuat pada caregiver strain dan menyarankan untuk
melakukan intervensi perbaikan mood dengan tujuan untuk mengurangi strain yang
dirasakan oleh caregiver. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan
untuk melihat hubungan antara caregiver strain dan regulasi mood menggunakan musik
pada anak yang berperan sebagai caregiver dari orang tuanya yang sedang menderita
penyakit stroke. Regulasi mood menggunakan musik dipilih karena musik mampu
memperbaiki mood seseorang, digemari oleh anak muda, dan mudah diakses. Penelitian
ini diikuti oleh 70 anak berusia 18 - 29 tahun yang berperan sebagai young caregiver dari
orang tuanya yang menderita stroke. Caregiver strain diukur menggunakan The Modified
Caregiver Index (Robinson, 1983; Thornton & Travis, 2003) dan regulasi mood
menggunakan musik diukur dengan Music Mood Regulation (Saarikalio, 2008). Hasil
yang diperoleh menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara caregiver
strain dan regulasi mood menggunakan musik pada young caregiver pasien stroke

Stroke sufferers need assistance from others as their ability to do daily activities decreased
due to patient's physical, emotional, and cognitive problems. Besides patient's spouse,
patient's children also take parts in taking care for their parents as a form of affection and
return of gratitude. As a young caregiver, a patient's child is at risk of experiencing
stresses and difficulties due to caregiving, referred as caregiver strain. According to
Blake, Lincoln, and Clarke (2003), a caregiver's mood is the strongest predictor of
caregiver strain and suggest mood improvement as an intervention to reduce caregiver
strain. This correlational study aims to see the relationship between caregiver strain and
mood regulation by using music in children that act as a caregiver for their parents who
are suffering from stroke. Mood regulation by using music was chosen because music can
improve one's mood, music is popular among young people, and music is easily
accessible. A total of 70 children aged 18-29 years old who acted as young caregiver for
their stroke suffering parents participated in this study. Caregiver strain was measured
using The Modified Caregiver Index (Robinson, 1983; Thornton & Travis, 2003), and
mood regulation by using music was measured using Music Mood Regulation (Saarikalio,
2008). The result shows that there is no significant relationship between caregiver strains
and mood regulation by using music in young caregivers of stroke patients"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Lidia Sari
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara caregiver strain dan caregiving self-efficacy pada ibu selaku caregiver dari anak dengan retardasi mental. Pengukuran caregiver strain menggunakan alat ukur modified caregiver strain index (Thornton & Travis, 2003) dan pengukuran caregiving self-efficacy menggunakan caregiver self-efficacy scale (Boothroyd, 1993). Partisipan berjumlah 40 orang ibu yang memiliki anak yang mengalami retardasi mental. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara caregiver strain dan caregiving self-efficacy pada ibu selaku caregiver dari anak dengan retardasi mental (r = - 0,360; p = 0,023, signifikan pada L.o.S 0,05). Artinya, semakin tinggi caregiver strain yang dimiliki oleh ibu selaku caregiver dari anak dengan retardasi mental, maka semakin rendah caregiving self-efficacy yang dimilikinya. Untuk itu, disarankan agar ibu sebagai caregiver dari anak dengan retardasi mental mendapatkan intervensi untuk meningkatkan caregiving self-efficacy-nya.

This study was conducted to find the correlation between caregiver strain and caregiving self-efficacy among mothers as caregivers of mentally retarded child. Caregiver strain was measured using modified caregiver strain index (Thornton & Travis, 2003) and caregiving self-efficacy was measured using caregiver selfefficacy scale (Boothroyd, 1993). The participants of this study are 40 mothers who have mentally retarded child. The result of this study shows that there is a significant negative correlation between caregiver strain and caregiving selfefficacy (r = - 0,360; p = 0,023, significant at L.o.S 0,05). That is, the higher caregiver strain owned by mothers as caregivers of mentally retarded child, the lower caregiving self-efficacy of their. Therefore, the mothers as caregivers for mentally retarded child need to get intervention to increase their caregiving selfefficacy. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S47013
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dayu Citra Abdini
"Retardasi mental merupakan gangguan fungsi kognitif yang mengakibatkan keterbatasan dalam perilaku adaptif dan tampak selama masa perkembangan (Grossman, dalam Kauflinan & Hallahan, 1988). Keterbatasan yang dimiliki anak dengan retardasi mental membuat mereka tidak dapat berkembang dengan optimal sehingga perlu mendapatkan penanganan. Intervensi diberikan untuk melatih kemampuan yang penting dikuasai anal; seperti bantu diri dan kernarnpuan sosial (Mash & Wolfe, 2005).
Retardasi mental memiliki 4 kategori berdasarkan skor IQ, yaitu retardasi mental ringan, netardasi mental sedang, retardasi mental berat, dan retardasi mental sangat berat. Pelatihan bantu diri pada anak dengan retardasi mental ringan dapat dilakukan dengan modifikasi perilaku yang menggunakan prinsip belajar (Papalia, Olds & Feldman, 2001). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa telcnik modifikasi perilaku sangat coook dan dapat diaplikasikan untuk mengajarkan anak dengan retardasi mental mengenai keterampilan bantu diri seperti berpakaian, makan dan kebexsihan pn`badi (Martin dan Pear, 2003).
Tugas akhir ini bertujuan untuk melatih anak dengan retardasi mental ringan bCI'l1Si3 4 tahun I bulan, untuk memiliki kewrampilan bantu diri dalam hal berpakaian. Secara khusus, pelatihan ini bertujuan untuk melatih kemampuan subjek untuk menggunakan celana dalam. Teknik modifikasi perilaku yang digunakan dalam pelatihan ini adalah tclmik backward chainin. Backward chaining sesuai tmtuk meningkatkan keterampilan bantu diri dan seringkali dipakai untuk melatih berpakaian pada anak dengan retardasi mental (Martin & Pear, 2003). Backward chaining merupalcan prosedur pelatihan yang biasanya digunakan jika subjek merniliki kemampuan terbatas mengenai suatu perilalcu (Miltenberger, 2004). Bukti keberhasilan dari pezilaku yang diajarkan pada langkah awal pelatihan masih tetap ada sampai pclatihan selesai dilakukan (Kazdin, 1980).
Hasil pelatihan memmjukkan bahwa setelah menjalani 24 sesi pelatihan dengan menggtmakan teknik backward chaining, subjek dapat mcnggunakan celana dalam sendixi tanpa bantuan orang lain.

Mental retardation is a cognitive function disorder which cause a limitation in adaptive behavior and appears during developmental age (Grossman, in Kauffman & I-Iallahan, 1988). The limitation a mentally retarded child possesses is causing them not to be able to develop themselves optimally. In order to be able to develop optimally, such child needs a special treatment. An intervention can be conducted to train several important skills for the child, such as self help and social sldlls (Mash Se Wolfe, 2005).
Mental retardation is categorized into 4 categories based on IQ scores, i.e. mild, moderate, severe and profound mental retardation. A self help training for children with mild mental retardation can be done by doing behavior modiiication using learning principles (Papalia, Olds & Feldman, 2001). Researches showed that behavior modification technique is suitable and can be applied to teach child with mental retardation about self help skill, such as dressing, eating, and personal hygiene (Martin & Pear, 2003).
This thesis is written with an objective to train a 4 year-old mild mentally retarded child to possess a self help skill in dressing. Speciticajly, this training is aimed to train the child's ability to put on underwear without other's help. The behavior modification technique which is used to conduct this training is a backward chaining technique. This method is suitable for developing self help skill and often used to teach children with mental retardation to dms properly (Martin & Pear, 2003). Backward chaining itself is a training procedure which often be used when a child has limited ability to do certain things (Miltenberger, 2004). A successfill trained behavior in the early stage of training persists until the whole training process is conducted (Kazdin, 1980).
The final training result shows that after completing 24 training sessions using backward chaining technique, the child is able to wear underwear by her ovm without other's help.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T34205
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vida Handayani
"Mempelajari keterampilan dalam area bantu diri seperti keterampilan berpakaian mempakan hal yang penting bagi anak yang mengaiami keterbelakangan mental, tcmtama jika keterampilan yang dimiliki tidak sesuai dengan usia kronologisnya (Lent, 1975; Westling & Murden, |977 dalam Westling & Fox, 2000). Dengan keterbatasan limgsi inteligensi yang dimiliki maka dibutuhkan suatu cara untuk meningkatkan keterampilan berpakaian yang dirniliki agar anak dapat semakin mandiri dan mengurangi ketcrganlungan akan bantuan dari orang lain pada area bantu diri yang dimiliki.
Selama empat dekade terakhir, banyak penelitian yang menunjukkan kesuksesan pengaplikasian behavioral techniques untuk mclatih individu yang mengalami keterbelakangan mental. Secara spesitik, penggunaan tcknik fora! task presentation chaining dalam moditikasi perilaku dapat memaksimalkan kemandirian yang dimiliki anak sedari awal pelatihan, terutamajika bebcrapa tahapan merupakan hal yang familiar bagi anak (Martin & Pear, 2003). Melalui teknik rcilal laskpresenralion chaining anak mencoba keseluruhan rangkaian mulai dari awal sampai akhir rangkaian pada setiap percobaan yang dilakukan dan tems melakukannya sampai setiap langkah yang ada dikuasai.
Penggunaan teknik total task presentaiion chaining dalam tugas akhir ini bertujuan meningkatkan keterampilan berpakaian anak Iaki-laki usia 4 tahun 11 bulan yang mengalami keterbalakangan mental ringan. Hasil dari program modifikasi perilaku ini menunjukkan bahwa ada peningkatan dalam kctcrampilan berpakaian yang dimiliki anak. Anak mampu untuk bemakaian, yaitu mcngenakan I-shin dan oclana berelastis hanya menggunakan verbal prompx saja.

Leaming self-help skills like dressing is considered to be important for child with mental retardation, especially if the child have not acquired the skills to a degree that correspond to his chronological age (Lent, 1975; Westling & Morden, 1977 in Westling & Fox, 2000). With limitations in his cognitive functioning, special procedures must be applied so that his dressing skills can be enhance, and reducing the amount of assistance from others.
For the last four decades, many studies showed the success of applying behavioral techniques to teach child with metal retardation. Specifically, the used of total task presentation chaining in behavior modification can maximize child's independence early in training, especially if some steps are already familiar to child (Martin & Pear, 2003). With this technique, child attemps all the steps from the beginning to the end ofthe chain on each trial until all steps are mastered.
The purpose of using total task presentation chaining in this final assignment is enhancing dressing skills in a boy with mild mental retardation age 4 years l I months. This program showed improvement in child's dressing skills. The child can wear t-shirt and pants using verbal prompt only.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T34181
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uswatun Hasanah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Terapi Penerimaan dan Komitmen (TPK) Terhadap Penerimaan Keluarga dengan Anak Tunagrahita. Desain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu quasi experimental pre-post test with control group. Sampel 56 diambil dengan teknik purposive sampling pada keluarga dengan anak retardasi mental yang mengalami masalah psikososial dalam merawat anaknya. Analisis data dengan Independent t-test dan Paired ttest.
Hasil penelitian menemukan bahwa penerimaan keluarga dengan anak tunagrahita meningkat secara bermakna setelah mendapat TPK. TPK direkomendasikan sebagai terapi keperawatan utama dalam meningkatkan penerimaan keluarga dengan anak tunagrahita.

The aim of this study was to determine the influence of ACT on family?s acceptance to the mental retardation child. This was a quasi-experimental research, using pre-post test with control group. A number of 56 samples were recruited using purposive sampling technique in family having mental retardation child that experiences psychosocial problem in caring the child. Samples are divided into 2 groups of control and intervention group. Data were analyzed using Independent t-test and Paired t-test.
The results showed that the acceptance in family with mental retardation child who get ACT was significantly increased. ACT is recommended as primary therapy in nursing care to increase level of acceptance in family with mental retardation child.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T42010
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi dan menggambarkan secara mendalam problematika yang dihadapi keluarga dari anak dengan intellectual disabilty (ID) yang tinggal di daerah pedesaan, dengan beberapa pertanyaan penelitian: (1) Bagaimana persepsi keluarga terhadap anak dengan ID? (2) Bagaimana proses penerimaan keluarga terhadap kehadiran anak dengan ID? (3) Apakah dampak kehadiran anak dengan ID di tengah-tengah sebuah keluarga? (4) Bagaimana pengharapan masa depan keluarga terkait dengan kondisi anak dengan ID? Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan etnografi. Subjek penelitian ini adalah empat keluarga yang memiliki anak dengan ID dan dua tokoh masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan beberapa hal sebagai berikut: (1) mayoritas keluarga memiliki persepsi yang salah terhadap anak dengan ID, yang berawal dari pengetahuan mereka yang sangat terbatas tentang ID dan berujung pada intervensi yang salah; (2) semua keluarga masih berada dalam proses menuju penerimaan; (3) kehadiran anak dengan ID di tengah-tengah keluarga memunculkan berbagai dampak negatif dan positif, baik secara personal, secara interpersonal dalam satu keluarga, maupun secara interaksional keluarga dengan lingkungan sekitar; (4) mayoritas keluarga berharap anak mengalami kesembuhan atau menjadi normal.
"
JURPEND 14:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>