Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dias Syeh Tarmidzi
"Peutz Jegher Syndrome (PJS) merupakan penyakit pada saluran gastrointestinal yang ditandai dengan adanya multiple polip pada gaster, duodenum atau kolon. Faktor risiko yang banyak ditemukan pada masyarakat perkotaan adalah pola makan yang kurang sehat karena efek banyaknya pertumbuhan makanan siap saji di wilayahnya. Tindakan medis yang dilakukan adalah dengan laparotomi dan polipektomi. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis pemberian evidence based practice mobilisasi dini pada pasien post laparotomi akibat PJS. Evaluasi asuhan keperawatan menunjukkan bahwa klien post laparotomi mengalami percepatan penyembuhan luka operasi dengan pemberian mobilisasi dini selama 5 hari. Hasil dari penulisan ini dapat memberikan gambaran kepada perawat bahwa pemberian mobilisasi dini setelah operasi dapat menurunkan resiko komplikasi dan mempercepat penyembuhan luka.

Peutz Jegher Syndrome (PJS) was gastrointestinal tract disease which characterize with multiple polip on the gaster, duodenum, or colon. The most risk factor was found in urban society was with unhealthy food consumption because there were increasing fast food restaurants in their environment. The most appropriate medical intervention is laparotomy and polipectomy. The aim of this paper was to analize in giving ecidence based practice with early mobilization to the post laparotomy pasient caused by PJS. The evaluation of nursing care showed that post laparotomy patient has acceleration of wound healing with five days of early mobilization. The result of this paper could give description for the nurses that giving early mobilization could decrease complication risk and acceleration of owound healing.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nisaul Masruroh
"Meningitis kriptokokal merupakan infeksi oportunistik yang umum dijumpai pada pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Menurunnya sistem kekebalan tubuh mengakibatkan pasien mudah mengalami infeksi patogen, salah satunya jamur Cryptococcus. Peningkatan tekanan intrakranial menjadi salah satu komplikasi dari meningitis kriptokokal yang dapat mengancam keselamatan jiwa. Berbagai intervensi dilakukan untuk mengurangi tekanan intrakranial dan meningkatkan perfusi ke jaringan otak, salah satunya dengan intervensi keperawatan manajemen peningkatan tekanan intrakranial. Studi kasus ini bertujuan untuk mengalisis asuhan keperawatan pada pasien meningitis kriptokokal dengan intervensi manajemen peningkatan tekanan intrakranial. Pasien berjenis kelamin perempuan, usia 26 tahun dengan HIV tahap akhir dan infeksi Cryptococcus pada lapisan meninges. Desain penelitian yang digunakan adalah analisis literatur. Intervensi dilakukan selama 5 hari yang terdiri dari tindakan mandiri keperawatan dan kolaborasi. Hasil intervensi memperlihatkan bahwa integrasi antara intervensi mandiri keperawatan dan kolaborasi dapat memberikan dampak yang baik bagi pasien yang ditunjukkan dengan adanya perbaikan prognosis pada pasien. Oleh karena itu, studi kasus ini dapat dijadikan acuan praktik keperawatan pada pasien meningitis kriptokokal dengan masalah peningkatan tekanan intrakranial.

Cryptococcal meningitis is a common opportunistic infection in patient with Human Immunodeficiency Virus (HIV). The decrease in the immune system cause patient susceptible to pathogen infection, such as Cryptococcus. Increased intracranial pressure is one of the complication of cryptococcal meningitis that can be life threatening. Various interventions were carried out to decrease intracranial pressure and increase perfusion to brain tissue, including intracranial pressure management. This study aims to analyze nursing care in patient with cryptococcal meningitis using intracranial pressure management intervention. Patient is 26 years old woman with final stage HIV and meningeal infection by Cryptococcus. This study used literature analysis design. Intervention was carried out for 5 days including independent and collaborative. Result showed that integration between them have a good impact on patients and patient shows a better prognosis. Therefore, this case study can be used as a reference for improving practice in cryptococcal meningitis patients with increased intracranial pressure problems."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmarni Hariira
"Kejadian gawat darurat dapat terjadi di mana saja, termasuk di area Commuter Line. Peningkatan jumlah penumpang Commuter Line berbanding lurus dengan peningkatan risiko kejadian gawat darurat di area Commuter Line. Petugas Keamanan Dalam Commuter Line ditugaskan untuk memberikan pertolongan pertama saat kejadian gawat darurat, namun belum pernah ada penelitian tentang pengetahuan pertolongan pertama pada Petugas Kemanan Dalam Commuter Line. Penelitian cross-sectional ini melibatkan 70 Petugas Keamanan Dalam Commuter Line.
Hasil penelitian menunjukkan 54,29 Petugas Keamanan Dalam Commuter Line memiliki pengetahuan baik tentang pertolongan pertama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman pertolongan pertama berhubungan dengan pengetahuan pertolongan pertama p 0,043 . Pemberian pelatihan pertolongan pertama diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pertolongan pertama oleh Petugas Keamanan Dalam Commuter Line.

Emergency situations may happen anywhere, including in the area of Commuter Line. The increasing of Commuter Line rsquo s passengers is parallel to the number of risks of emergency situation. The Internal Security Personnel of Commuter Line have the task to perform first aid when emergency situation is arising, but study about first aid knowledge in Internal Security Personnel of Commuter Line is never found. This cross sectional study involved 70 Internal Security Personnel of Commuter Line.
The study showed 54,29 of Internal Security Personnel of Commuter Line have the sufficient first aid knowledge. This study showed that the first aid experience correlate to first aid knowledge p 0,043 . Providing first aid training is expected to improve the first aid knowledge of Internal Security Personnel of Commuter Line.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S69051
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sardy Syahri
"Hipertensi merupakan silent killer yang prevalensi penderitanya terus meningkat. Stres merupakan salah satu faktor risiko hipertensi yang sering dialami. Pasien hipertensi juga dapat mengalami stres akibat hipertensi yang dapat semakin memperburuk keadaan pasien hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor penyebab stres pada pasien hipertensi. Penelitian cross-sectional ini melibatkan 56 sampel pasien hipertensi. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata tingkat stres responden berada pada rentang sedang 42,9 . Tingkat pendidikan, status ekonomi, pekerjaan, penyakit lain, dan program pengobatan memiliki hubungan yang bermakna dengan tingkat stres.

Hypertension has been a silent killer for many years and rise in prevalence. As a factor of hypertension, stress could be struggled by everybody. Both hypertension and stress could affect one another. This research aimed to identify factors that affecting stress level in hypertensive patients. A cross sectional study was conducted and a total 56 people were recruited. The result shows the average stress level of hypertensive patient was in moderate range 42.9 . Educational level, economy status, job status, secondary disease, and medication program are significant factor that correlated with stress level.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S69673
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Rahmawati
"ABSTRACT
Rehabilitasi jantung merupakan salah satu intervensi utama dari berbagai intervensi yang direkomendasikan untuk pasien setelah sindrom koroner akut, namun partisipasi rehabilitasi jantung pada pasien sindrom koroner akut masih rendah. Penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran hambatan partisipasi rehabilitasi jantung fase II pada pasien sindrom koroner akut di rawat jalan. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 88 pasien dengan sindrom koroner akut yang tidak berpartisipasi dalam rehabilitasi jantung, ditentukan berdasarkan metoda non probability sampling secara consecutive sampling. Instrumen yang digunakan meliputi kuesioner karakteristik demografi, cardiac rehabilitation barrier scale CRBS. Hasil penelitian ini menggambarkan karakteristik responden pasien dengan sindrom koroner akut yang tidak berpartisipasi dalam rehabilitasi jantung fase II dan menggambarkan hambatan partisipasi rehabilitasi jantung fase II pada pasien sindrom koroner akut. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan faktor penghambat terhadap angka partisipasi rehabilitasi jantung.

ABSTRACT
The cardiac rehabilitation is one of the major recommended intervention for patients with acute coronary syndromes ACS , but the participation in cardiac rehabilitation is still low. This cross sectional study aimed to identify obstacles of the 2nd phase cardiac rehabilitation participation. This study involved 88 respondents with consecutive sampling method. This study used characteristic questionnaires and Cardiac Rehabilitation Barrier Scale CRBS . The results of this study describe the characteristics of respondents who did not participate in 2nd cardiac rehabilitation and describe the barriers of 2nd phase cardiac rehabilitation participation in patients with ACS. Further research on correlation of barriers with the participation rate of cardiac rehabilitation is needed."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azizul Pin Zulfa
"Masyarakat perkotaan memiliki faktor risiko mengalami fraktur akibat kecelakaan lalulintas yang disebabkan oleh tingginya mobilitas dan penggunaan alat transportasi. Salah satu manifestasi klinis pada pasien dengan fraktur adalah nyeri. Manajemen nyeri non farmakologi salah satunya adalah dengan teknik distraksi terapi musik. Karya ilmiah ini menggunakan metode studi kasus yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh intervensi terapi musik klasik terhadap nyeri pada klien open fraktur post insertion of external fixation di RSUP Fatmawati. Terapi musik dilakukan selama 20-30 menit dengan menggunakan instrument Visual Analogue Scale VAS dalam menilai skala nyeri. Hasil analisis menunjukan terapi musik klasik terbukti efektif untuk menurangi nyeri dan ketidaknyamanan klien selama perawatan luka. Perawat diharapkan dapat menggunakan terapi musik klasik sebagai salah satu teknik manajemen nyeri khususnya pada pasien postoperasi.

The risk factor of fracture in urban communities is traffic accident due to the high degree of mobilization and transportation. The most common manifestation of fracture is pain. The non-pharmacological pain management is distraction techniques used music therapy. The aim of this case study was to investigate the effect of classical music therapy intervention on pain intensity in client with open fracture post insertion of external fixation in RSUP Fatmawati. The music therapy last 20-30 minute used Visual Analogue Scale VAS instrument in assessing the pain level. The result proved that classical music therapy effective to relieve pain and discomfort of client during wound care. Nurse are expected used classical music therapy as pain management technique especially to postoperative client."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rosdiana Lukitasari
"Pandemi COVID-19 yang berasal dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China saat ini turut melanda Indonesia dengan angka kasus yang meningkat secara signifikan. COVID-19 diketahui menimbulkan komplikasi terhadap fungsi pernafasan. Salah satu di antara komplikasi yang disebabkan oleh COVID-19 adalah Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). ARDS menimbulkan masalah keperawatan utama, yaitu gangguan pertukaran gas. Sehingga, pasien dengan masalah gangguan pertukaran gas membutuhkan intervensi keperawatan yang dapat membantu ventilasi-perfusi yang adekuat, salah satunya dengan penerapan pemberian posisi yang sesuai, seperti high-fowler. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi efektivitas penerapan pemberian posisi high-fowler pada pasien COVID-19 dengan ARDS. Pemberian posisi high-fowler dilakukan selama tiga hari dengan durasi 8 jam per hari pada pasien COVID-19 dengan ARDS di setting ruang high-care. Hasil menunjukkan perbaikan difusi alveolar paru yang adekuat berdasarkan indikator laju respirasi, saturasi oksigen, tidak adanya penggunaan otot bantu nafas dapat dipertahankan dalam batas normal. Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan intervensi keperawatan yang efektif untuk mengatasi gangguan pertukaran gas pada pasien COVID-19 dengan ARDS.

The COVID-19 pandemic, which was obtained from Wuhan City, Hubei Province, China, is currently experiencing a significant increase in Indonesia. COVID-19 is known caused complication for respiratory function. One of complications that caused by COVID-19 is Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). ARDS poses a major nursing problem, namely impaired gas exchange. Thus, patient with impared gas exchange problem require nursing interventions that can help reach adequate ventilation-perfusion, one of which is by applying appropriate positioning, such as high-fowler. The aim of the study is to identify the effectiveness of applying high-fowler positioning in COVID-19 patient with ARDS. The implementation of high-fowler positioning was carried out for three days with a duration 8-hours per day in COVID-19 patient with ARDS in high-care unit setting. The results show an adequate improvement in pulmonary alveolars diffusion based on indicator, such as respiration rate, oxygen saturation, absence the use of breath-assisted muscles can be maintained within normal limits. This research is expected to be useful in providing effective nursing interventions to overcome impaired gas exchange in COVID-19 patient with ARDS.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Safitri Fadilla Wardhani
"Progresifitas dan persistensi gangguan pernapasan pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas jika tidak ditangani dengan tepat. Pursed Lip Breathing adalah tindakan keperawatan untuk memperbaiki kerja pernapasan dengan memperpanjang fase ekspirasi. Pengaturan posisi High Fowler diberikan kepada pasien yang mengalami kesulitan bernapas, pada posisi ini tahanan dinding dada menjadi minimal sehingga fungsi ventilasi dapat lebih optimal. Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menganalisis efektifitas pursed lip breathing dan high fowler positioning dalam mengurangi masalah kesulitan bernapas pada pasien PPOK. Analisis efektifitas tindakan tersebut diterapkan selama 4 hari masa rawat pada pasien PPOK. Hasil yang didapat dari evaluasi subjektif dan objektif pada pasien PPOK yang melakukan pursed lip breathing sebanyak 4 kali dalam sehari dengan durasi 5 sampai 10 menit menunjukan adanya perbaikan frekuensi napas, peningkatan saturasi oksigen dan penurunan PCO2 mendekati nilai normal. Keefektifan pursed lip breathing juga didukung dengan pemberian posisi High Fowler yang terbukti memperbaiki fungsi ventilasi, difusi dan perfusi serta meningkatkan kenyamanan pasien.


The progression and persistence of respiratory disorders in patients with chronic obstructive pulmonary disease (COPD) could increase mortality and morbidity if not handled properly. Pursed Lip Breathing is a nursing intervention to improve work of breathing by extending the expiratory phase. High Fowler positioning is given to patients who have breathlessness. In high fowler position, the reseisteance of chest wall decreased so that the ventilation function can be optimized. The purpose of study is to analyze the effectiveness of the pursed lip breathing and the high fowler positioning to solve the breathlessness. Analysis of the effectiveness of this procedure was applied for 4 days in COPD patients. The results obtained from subjective and objective evaluations, patient who have undergone PLB for 4 times a day 5 to 10 minutes for each exercise showed the decreased in respiratory frequency, increased oxygen saturation and decreased PCO2 towards normal result. The effectiveness of PLB supported by the High Fowler positioning which is proven to improve ventilation, diffusion and perfusion function, and increase patient comfort."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Inna Indah Sejati
"Hidrosefalus yang terjadi pada seseorang dapat disebabkan oleh adanya perdarahan di dalam otak yang akhirnya menumpuk dan menekan otak dan perlu dilakukan operasi VP-Shunt. Gejala yang timbul dari penyakit ini dapat menimbulkan pasien penurunan kesadaran atau perubahan pada tingkat kesadaran dan perubahan fungsi kognitif yang dapat menyebabkan pasien gelisah. Penanganan pasien yang gelisah di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan di Intensive Care Unit (ICU) ialah berupa pemasangan Physical restraint di setiap ekstremitas. Penggunaan Physical restraint dalam jangka panjang dapat menimbulkan komplikasi neurovascular di ekstremitas. Seperti edema, kemerahan, mati rasa, keterbatasan gerak, peningkatan nyeri suhu, perubahan warna, dan kerusakan saraf. Sehingga, perlu adanya pemantauan pada anggota gerak yang terpasang Physical restraint. Metode dalam karya ilmiah ini dengan case study pada praktik klinik keperawatan kegawatdaruratan di RSUI. Pasien kelolaan adalah Tn. F berusia 69 tahun dengan diagnosis Pasca VP-Shunt atas indikasi hidrosefalus karena adanya perdarahan intraserebral dan intravaskuler di otak. Dan pasien dilakukan pemantauan pada anggota gerak yang terpasang Physical restrain selama perawatan. Didapatkan hasil tidak adanya komplikasi yang terjadi pada bagian ekstremitas pasien. Perawat dapat menggunakan pemantauan ini untuk mencegah terjadinya komplikasi neurovascular di ekstremitas.

Hydrocephalus that occurs in a person can be caused by bleeding in the brain which eventually builds up and presses on the brain and requires VP-Shunt surgery. Symptoms arising from this disease can cause the patient to lose consciousness and changes in cognitive function which can cause the patient to become restless. Handling anxious patients in the Emergency Room (IGD) and Intensive Care Unit (ICU) is in the form of physical restraints on each extremity. Long-term use of physical restraints can cause neurovascular complications in the extremities. Such as oedema, redness, numbness, limited movement, increased pain, temperature, discoloration, and nerve damage. So, it is necessary to monitor the limbs that are attached to physical restraints. The method in this scientific work is a case study on emergency nursing clinical practice at RSUI. The patient managed is Mr. F is 69 years old with a diagnosis of Pasca-VP-Shunt for indications of hydrocephalus due to intracerebral and intravascular bleeding in the brain. And patients are monitored on the limbs that are attached to physical restraints during treatment. The results showed that there were no complications occurring in the patient's extremities. Nurses can use this monitoring to prevent neurovascular complications in the extremities."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Ayu Mulia Puji Karina
"Hampir seluruh pasien dengan luka bakar mengalami nyeri. Hal ini kerap menimbulkan rasa tidak nyaman dalam melakukan pergerakan maupun saat sedang istirahat. Komplikasi yang dapat muncul pada pasien luka bakar dengan nyeri yang hebat yakni ketidakpercayaan diri, penurunan imunitas, post traumatic syndrome disorder, mimpi buruk. Terapi musi dilakukan pada pelaksanaan asuhan keperawatan pasien luka bakar. Masalah keperawatan yang muncul antara lain hipovolemia, nyeri akut, gangguan integritas kulit. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memaparkan dan menganalisis terapi musik untuk menurunkan tingkatan nyeri dalam asuhan keperawatan pada pasien luka bakar. Evaluasi harian dilakukan menggunakan intrumen Numeric Rating Scale. Hasilnya terjadi penurunan tiingkatan nyeri selama 3 hari penerapan intervensi pada pasien luka bakar. Dapat disimpulkan bahwa terapi musik bermanfaat dalam menurunkan tingkat nyeri pada pasien luka bakar.

Nearly all patients with burns experience pain. This often causes discomfort during movement and rest. Complications that may arise in burn patients with severe pain include lack of confidence, decreased immunity, post-traumatic stress disorder, and nightmares. Music therapy is performed in the implementation of nursing care for burn patients. Nursing problems that arise include hypovolemia, acute pain, and skin integrity disorders. The purpose of this paper is to describe and analyze music therapy to reduce pain levels in nursing care for burn patients. Daily evaluation is carried out using the Numeric Rating Scale instrument. The results showed a decrease in pain levels during the 3-day intervention in burn patients. It can be concluded that music therapy is beneficial in reducing pain levels in burn patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>