Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harbunangin, Bimandari
"Walaupun terdapat beberapa skala yang telah di kembangkan untuk mengukur perfeksionisme, tidak ada skala yang hanya murni mengukur sifat perfeksionisme.Sebagai contoh, salah satu sub-skala dalam Skala Revisi Hampir Sempurna APS-R , yaitu lsquo;Urutan rsquo;, memiliki tidak hanya aspek perfeksionisme namun juga aspek obsesif kompulsif. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengembangkan skala baru yang mengukur perfeksionism. Skala ini memiliki dua dimensi: 1 Standar Tinggi, dan 2 Ketidaksesuaian. Skala baru ini diadapsi dari skala APS-R. Dalam proses adaptasi skala APS-R, kami menghapuskan sub-skala lsquo;Urutan rsquo; dari skala APS-R. Jumlah dari 109 mahasiswa yang terdaftar dalam kelas PSYC3020 di Universitas Queensland telah direkrut sebagai perserta. Hipotesa kami adalah 1 sub-skala Standar Tinggi akan berkorelasi positif dengan Ketelitian, 2 sub-skala Ketidaksesuaiaan akan berkorelasi positif dengan Neurotisme. Untuk memvalidasi skala baru ini, korelasi Pearson rsquo;s analysis digunakan. Skala validasi termasuk; Skala Revisi Hampir Sempurna APS-R , Neurotisme, Kecemasan, dan Skala Kekhawatiran Penn State. Kemudian, untuk mengukur reabilitas, kami menggunakan item diskriminasi untuk mengukur kualitas item individu. Seluruh hasil menunjukkan konsistensi dengan hipotesa. Skala Perfeksionisme memiliki konsistensi internal yang baik Cronbach rsquo; ? = .80 dan analisa diskriminasi memuaskan menunujukan korelasi antara item-item dengan skala validasi. Maka, hasil dari skala baru ini menunjukan reabilitas dan validasi dalam mengukur sifat perfeksionisme.

Although several scales have been developed to measure perfectionism, none of the scale has measured perfectionism per se. For instance, Revised Almost Perfect Scale APS R has sub scale of lsquo Order 39 , which also measure obsessive compulsive traits. Therefore, this present study is aimed to develop a new scale of perfectionism. The Perfectionism Scale PS consists of two dimensions 1 High Standards, and 2 Discrepancy. The items in PS were adapted from APS R. In adapting APS R into PS, the lsquo Order rsquo sub scale was excluded. A total of 109 students who enrolled in PSCY3020 in University of Queensland were recruited as participants. To validate the scale, we conducted concurrent validity analysis by correlating PS with Neuroticism, and Conscientiousness. Furthermore, to also evaluate the PS rsquo s reliability, item discrimination indices were calculated. We hypothesised that PS would be 1 positively correlated with Conscientiousness, 2 positively correlated with Neuroticism. The reliability analysis indicated that Perfectionism Scale has excellent internal consistency Cronbach Alpha .80 and the discriminant analyses for the items were satisfactory. The correlation analysis also showed that there is a positive correlation between PS and the validating scales. Thus, this result suggests that PS is reliable and valid for measuring perfectionism trait.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Putri
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran parentification terhadap hardiness pada mahasiswa bidikmisi di Indonesia. Parentification dikur dengan Parentification Inventory (Hooper, 2009) dan hardiness diukur dengan Dispositional Resilience Scale-15 (Bartone, 2007). Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 482 mahasiswa yang berasal dari Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia, terdiri dari 351 perempuan dan 131 laki-laki dengan rentang usia 18-24 tahun (M = 20,02, SD = 1,376). Data yang diperoleh dari seluruh partisipan dianalisis menggunakan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, parentification berperan secara signifikan dan positif terhadap hardiness (𝛽 = 0,211, p < 0,01). Untuk tipe parentification, emotional parentification berperan lebih besar terhadap hardiness (𝛽 = 0,393, p < 0,01), dibandingkan dengan instrumental parentification (𝛽 = -0,161, p < 0,05).

ABSTRACT
This study aims to examine the role of parentification toward hardiness among college students of bidikmisi scholarship in Indonesia. Parentification was measured using Parentification Inventory (Hooper, 2009) and hardiness was measured using Dispositional Resilience Scale-15 (Bartone, 2007). Participants involved in this study were 482 students from State Universities in Indonesia, consisted of 351 women and 131 men with an age range of 18-24 years (M = 20,02, SD = 1,376). Data obtained from all participants were analyzed using regression analysis. The results indicated that in general, parentification has a significant and positive role towards hardiness (𝛽 = 0,211, p < 0,01). For the type of parentification, emotional parentification has a greater role towards hardiness (𝛽 = 0.393, p <0.01), compared to instrumental parentification (𝛽 = -0,161, p < 0,05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Puspitasari
"Kesejahteraan subjektif yang baik penting untuk dimiliki oleh remaja. Remaja dengan kesejahteraan subjektif yang tinggi cenderung berperforma lebih baik dalam kehidupan. Tantangan seperti pubertas dan tuntutan akademik yang dapat berisiko bagi kesejahteraan subjektif remaja. Keluarga berperan penting dalam terbentuknya kesejahteran subjektif remaja. Remaja dalam kondisi keluarga yang tidak lengkap seperti keluarga ibu tunggal kerap ditemukan memiliki kesejahteraan subjektif yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara pola asuh ibu tunggal dengan kesejahteraan subjektif remaja awal. Responden penelitian ini yaitu 66 remaja awal (12-15 tahun) di Karawang. Alat ukur yang digunakan untuk kesejahteraan subjektif yaitu Satisfaction With Life Scale (Diener, Emmons, Larsen, & Griffin, 1985), The Positive and Negative Affect Schedule (Watson, Clark, & Tellegan, 1988), dan Subjective Happiness Scale (Lyubomirsky & Lepper, 1999). Pola asuh ibu tunggal diukur dengan Parental Authority Questionnaire (Buri, 1991). Teknik analisis yang digunakan adalah simple regression. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh permisif dan autoritatif memprediksi kepuasan hidup, tidak terdapat pola asuh yang memprediksi afek positif dan negatif, serta pola asuh otoriter dan pola asuh autoritatif memprediksi kebahagiaan remaja awal di Karawang."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giffari Arsyad
"Pernikahan dianggap sebagai hubungan yang penting karena berfungsi sebagai penyedia cinta, keamanan, dan kebahagiaan bagi individu. Meski begitu, konflik merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam pernikahan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan kontribusi pada eksplorasi faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan pernikahan dan resolusi konflik dengan melihat perbedaan pada generasi X dan Y. Penelitian juga dilakukan untuk melihat efek moderasi perbedaan generasi pada hubungan keduanya. Uji independent sample t-test dan moderasi dilakukan kepada 787 partisipan yang telah menikah (217 generasi X dan 570 generasi Y) menggunakan kuesioner berisi 16 item CRSI (Conflict Resolution Style Inventory) untuk mengukur gaya resolusi konflik dan 6 item QMI (Quality of Marriage Index) untuk mengukur kepuasan pernikahan. Hasilnya, generasi Y ditemukan lebih sering menggunakan gaya conflict engagement dibandingkan dengan generasi X. Generasi X lebih sering menggunakan compliance dan memiliki kepuasan pernikahan lebih tinggi ketimbang generasi Y. Kemudian, perbedaan generasi tidak memoderatori hubungan gaya conflict engagement dengan kepuasan pernikahan, namun memoderatori hubungan gaya positive problem solving, compliance dan withdrawal dengan kepuasan pernikahan. Dapat disimpulkan bahwa perbedaan generasi dapat berpengaruh pada resolusi konflik dan kepuasan pernikahan serta menjadi moderator pada hubungan keduanya meski memiliki pengaruh yang kecil.

Marriage is considered as an important relationship because it provides love, security, and happiness for individuals. Even so, conflict is something that cannot be avoided in marriage. This study aims to contribute to the study of factors that influence marital satisfaction and conflict resolution by looking at differences in generations X and Y. Research is also conducted to look for the moderating effects of generational differences between those variables. Independent sample t-test and moderation analysis were conducted on 787 participants (217 generation X and 570 generation Y) using a questionnaire containing 16 items of CRSI (Conflict Resolution Style Inventory) to measure conflict resolution styles and 6 items of QMI (Quality Marriage index) to measure marital satisfaction. Generation Y was found to use conflict engagement style more frequently than generation X. Generation X used compliance style more often and had higher marriage satisfaction than generation Y. Then, generational differences did not moderate the relationship between conflict engagement style and marriage, but moderated the relationship of positive problem solving, compliance and withdrawal style with marriage satisfaction. It can be concluded that the generational differences can result distinct conflict resolution style, marital satisfaction, and become a moderator for their relationship."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Putri Lestari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara job satisfaction dan job insecurity, serta peran self-esteem sebagai moderator di dalam hubungan tersebut. Tipe penelitian korelasional kuantitatif merupakan tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Kuesioner yang digunakan untuk mengukur variabel-variabel penelitian, antara lain Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ) dari Weiss dkk. (1967) untuk mengukur job satisfaction, Job Insecurity Questionnaire (JIQ) milik De Witte 2000 untuk mengukur job insecurity, serta Rosenbergs Self-esteem Scale (RSES) milik Rosenberg 1965 yang diadaptasi oleh Pierce & Gardner (204) untuk mengukur self-esteem. Partisipan penelitian ini merupakan karyawan yang sedang bekerja full-time selama minimal satu tahun. Perolehan partisipan tersebut menggunakan metode convenience sampling. Dari 103 partisipan, didapatkan hasil yang signifikan pada hubungan antara job satisfaction dan job insecurity r= -.287, n= 03, p< .01), serta efek moderasi self-esteem pada hubungan tersebut bInt = -0.022, t = -2.65, p < 0.05 sig, CI =-0.03-0.005. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi job satisfaction karyawan, semakin rendah job insecurity yang mereka miliki dan self-esteem dapat memoderasi hubungan di antara kedua variabel tersebut."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prawestri Bayu Utari
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara ikatan orangtua-anak dan interaksi parasosial terhadap selebriti favorit pada remaja akhir. Pengukuran interaksi parasosial terhadap selebriti favoritnya dilakukan dengan menggunakan alat ukur Celebrity-Persona Parasocial Interaction Scale (CPPI) yang dikembangkan oleh Bocarnea dan Brown (2007). Pengukuran ikatan orangtua-anak dilakukan dengan menggunakan alat ukur Parental Bonding Instrument (PBI) yang dikembangkan oleh Parker, Tupling dan Brown (1979). Partisipan penelitian berjumlah 206 remaja akhir. Dengan melakukan teknik statistik Pearson Correlation, didapatkan hasil korelasi r = .037, n = 206, p > .05, two tailed pada PBI skor care dengan CPPI, dan r = -.031, n = 206, p > .05, two tailed pada PBI skor overprotection dengan CPPI. Hasil korelasi tersebut menjelaskan bahwa tidak terdapat hubungan yang signfikan antara ikatan orangtua-anak dan interaksi parasosial.

This research was conducted to find the correlation between parental bonds and parasocial interaction towards their celebrity favourite on late adolescence. Measurement of parasocial interaction towards their favorite celebrity was done by using an instrument named Celebrity-Persona Parasocial Interaction Scale (CPPI) developed by Bocarnea and Brown (2007). Measurement of parental was done by using an instrument named Parental Bonding Instrument (PBI) developed by Parker, Tupling and Brown (1979). This research was using 206 late adolescents as participants. The Pearson Correlation was used and the statistical results showed a correlation between PBI care score and CPPI with r = .037, n = 206, p > .05, two-tailed, and correlation between PBI overprotection score and CPPI with r = -.031, n = 206, p > .05, two tailed. Those results indicated there are no significant relationship between parental bonds and parasocial interaction towards favourite celebrity."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63714
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afiyana Eka Nurilla
"Depresi merupakan kondisi psikologis yang paling umum terjadi dan banyak memengaruhi wanita, terutama seorang ibu. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menggali dampak kondisi depresi ibu pada fungsi kognisi anak. Namun demikian, hasil penelitian mengenai dampak simtom depresi ibu dalam kaitannya dengan peran figur ayah dalam pengasuhan dan fungsi kognitif anak, khususnya Executive Function (EF), masih ditemukan inkonsistensi. Penelitian ini ditujukan untuk melihat kontribusi simtom depresi ibu dan keterlibatan ayah dalam memprediksi EF anak di usia dini. Sekitar 101 anak usia 4-6 tahun beserta kedua orang tuanya diikutsertakan dalam penelitian ini. Beberapa tes EF diberikan pada anak dan kuesioner simtom depresi ibu dan keterlibatan ayah diberikan masing-masing pada ibu dan ayah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya simtom depresi ibu yang berkontribusi secara signifikan untuk memprediksi EF anak setelah dilakukan pengontrolan pada jenis kelamin dan usia anak, status bekerja ibu, dan SES. Penelitian ini menggagas pentingnya memperhatikan kondisi psikologis ibu saat akan melakukan intervensi untuk mengoptimalkan EF anak di usia dini.

Depression is most common psychological condition and affects largely in women, particularly in mothers. Numerous studies have been conducted to specify the impact of maternal depressive symptoms on preschool children cognitive functioning. Nonetheless, the result of the studies regarding maternal depressive symptoms in relation to the role of father figure in parenting and children cognition, especially in Executive Function (EF) have found inconsistency. This study aimed to assess the contribution of maternal depressive symptoms and father involvement in predicting children EF. About 101 preschool children aged 4-6 and their parents were involved in this study. Several EF tests were delivered to children, while maternal depressive symptoms and father involvement questionnaire were given to mother and father respectively.
Result found that only maternal depressive symptoms predicted EF performance on children above and beyond the influences of child gender and age, maternal work status, and family socioeconomic level. This study points out the importance to consider maternal psychological condition while targeting intervention for promoting EF in preschool.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63121
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Nadya Maharani Utami
"Emerging adults dihadapkan pada tugas perkembangan untuk melakukan eksplorasi dalam hal cinta sehingga menjalin hubungan berpacaran menjadi hal yang penting. Salah satu faktor yang mempengaruhi hubungan berpacaran yang dijalani adalah kelekatan antara orangtua-anak pada awal kehidupan seseorang. Cara seseorang untuk memulai hubungan yang dekat dengan pasangannya dan pandangan mereka terhadap cinta merupakan refleksi dari hubungan dengan orangtua saat kecil. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kepuasan hubungan berpacaran antara emerging adults yang memiliki tipe adult attachment yang berbeda. Variabel adult attachment diukur menggunakan The Experiences in Close Relationship - Revised (ECR-R) dan variabel kepuasan hubungan berpacaran diukur menggunakan Couple Satisfaction Index - 16 (CSI-16). Terdapat 315 partisipan dalam penelitan ini dengan kriteria; berusia 18-25 tahun, sedang menjalin hubungan berpacaran minimal 6 bulan dan pada usia 0-5 tahun partisipan tinggal dan diasuh oleh orangtua kandung atau pengasuh utama lainnya. Analisis one-way ANOVAmenunjukan bahwa hipotesis pertama diterima yaitu tipe secure attachment memiliki skor kepuasan hubungan berpacaran yang lebih tinggi (M = 67,65, SD = 7,583) dan berbeda secara signifikan dibandingkan dengan tipe preoccupied (M = 63,30, SD = 8,103), dismissing (M = 56,54, SD = 6,854) dan fearful attachment (M = 54,83, SD = 8,889). Berdasarkan hasil penelitian ini, penting bagi orangtua atau calon orangtua untuk memahami kualitas hubungan dengan anak mereka sejak kecil akan memiliki dampak positif dan negatif terhadap hubungan berpacaran yang anak jalani di masa dewasanya kelak.

Emerging adults is faced with the developmental task to explore anything related to love which makes having a romantic relationship an important topic. One of the influential factors of a romantic relationship is the closeness in a persons relationship with their parents in their early life stage. A persons way to start a romantic relationship with their partner and their perspective of love are the reflection of their relationship with their parents when they were children. Therefore, this research aims to discover romantic relationship satisfaction differences between emerging adults with different adult attachment styles. The adult attachment variable is measured. The Experiences in Close Relationship-Revised (ECR-R), and the romantic relationship satisfaction variable is measured using Couple Satisfaction Index-16 (CSI-16). There are 315 participants in this research with these criteria; the participants are in the age of 18 to 25 years old and currently in an at least six month romantic relationship; they also have to had lived with and been taken care by their biological parents or other main caregivers in the age of 0 to 5. The one-way ANOVA analysis result showed that hyphothesis was accepted in which secure attachment had a higher mean romantic relationship satisfactions (M = 67,65, SD = 7,583) and significantly different with the preoccupied (M = 63,30, SD = 8,103), dismissing (M = 56,54, SD = 6,854), and fearful attachment.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairani Rizki Prasetya
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara jenis sumber informasi parenting dan parenting knowledge pada ibu generasi Millennial yang memiliki satu anak berusia 0 ndash; 24 bulan. Penelitian ini bersifat korelasional dengan menggunakan sampel ibu usia 18 - 35 tahun yang memiliki satu anak berusia 0 - 24 bulan dengan tingkat pendidikan tinggi yaitu minimal menyelesaikan jenjang pendidikan Diploma III n = 155. Instrumen penelitian yang digunakan adalah Knowledge of Infant Development Inventory KIDI dan Maternal Sources of Information Questionnaire MSIQ. Hasil analisis korelasi dengan Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara parenting knowledge dan jenis sumber informasi r = 0,211, p < 0,01 . Dengan demikian, semakin tinggi tingkat keakuratan pengetahuan parenting ibu, diikuti dengan tingginya tingkat penggunaan dan pembelajaran yang didapat ibu dari sumber informasi parenting.

The purpose of this study was to find out whether there was a relationship between the type of parenting information and parenting knowledge on Millennial generation mothers who have one child 0 24 months old. This is a correlational study by using a sample of mother age 18 35 years old who have one child 0 24 month with a level of higher education that is minimum Diploma III education level n 155. Instruments used in this study are Knowledge of Baby Inventory Development KIDI and Sources of Mother Information Questionnaire MSIQ. The results of the study with Pearson has shown that there is a significant positive relationship between parenting knowledge and the type of parenting information r .211."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awwalisa Sarfinah
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat besaran kontribusi perceived social support terhadap subjective well-being pada remaja panti asuhan di Jakarta. Remaja panti asuhan dipilih karena mereka menghadapi kondisi kehidupan yang berbeda dengan remaja secara umum. Partisipan dalam penelitian ini adalah 130 remaja berusia 11 ndash; 21 tahun yang berasal dari 11 panti di Jakarta. Pengambilan data dilakukan dengan meminta partisipan untuk mengisi kuesioner perceived social support dan subjective well-being. Perceived social support diukur dengan menggunakan alat ukur Multidimensional Scale of Perceived Social Support yang dikembangkan oleh Gregory D. Zimet 1988 . Subjective well-being diukur dengan menggunakan dua alat ukur yang berbeda. Alat ukur Satisfaction With Life Scale yang disusun oleh Ed Diener 1985 digunakan untuk mengukur komponen kognitif kepuasan hidup. Alat ukur Positive Affect and Negative Affect Schedule PANAS yang dikembangkan oleh Watson, Clark, Tellegan 1988 digunakan untuk mengukur afeksi positif dan negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perceieved social support berkontribusi secara signifikan terhadap komponen afeksi positif subjective well-being R2 = 0,146, p = 0,000, namun tidak berkontribusi secara signifikan terhadap komponen kognitif kepuasan hidup subjective well-being R2 = 0,019, p = 0,328 dan terhadap komponen afeksi negatif subjective well-being R2 = 0,027, p = 0,478. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi perceived social support yang dimiliki oleh remaja panti asuhan, maka semakin tinggi juga afeksi positif subjective well-being yang dimilikinya.

This research paper is conducted to investigate the contribution of perceived social support in subjective well being among the orphanage adolescents in Jakarta. The adolescent orphanages are selected because they have different living conditions with adolescents in general. The research subjects are 130 adolescents between 11 ndash 21 years old who lived in 11 orphanage in Jakarta. The data is collected by asking participants to fill out perceived social support and subjective well being questionnaires. Perceived social support was measured by Multiple Scale of Perceived Social Support constructed by Gregory D. Zimet 1988. Subjective well being was measured using two different instruments. Cognitive component life stastisfaction of subjective well being was measured by Satisfaction With Life Scale constructed by Ed Diener 1985. Affective component positive and negative affection was measured by Positive Affect and Negative Affect Schedule PANAS constructed by Watson, Clark, Tellegan 1988 . The result of this research showed that perceived social support has significantly contributed to positive affect component of subjective well being R2 0,146, p 0,000 but perceived social support has no significant contribution to cognitive component or life satisfaction R2 0,019, p 0, 0,328 and negative affect component of subjective well being R2 0,027, p 0,478. These results indicate that the higher perceived social support they feel, the higher positive affect of subjective well being they have."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>