Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Made Sumaharianta Radin
"Angka kejadian gagal ginjal kronik (GGK) terus meningkat, tercatat pada data internasional society of nefrology di tahun 2020 ada 850 juta jiwa kasus gagal ginjal kronik di dunia. Hemodialisis merupakan terapi ginjal yang paling banyak dijalani pasien GGK, pasien yang menjalani terapi hemodialisis harus mematuhi diet cairan. Sulitnya pasien untuk meningkatkan kepatuhan diet cairan, sehingga peneliti melakukan penelitian berupa Audio Recording Hypnosis yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan diet cairan pasien dan menurunkan Interdialytic Weight Gain (IDWG) pasien. Peneliti menggunakan desain quasi eksperimen dengan pre-test dan post-test. Sebanyak 70 responden dibagi menjadi 35 kelompok kontrol dan 35 kelompok perrlakuan. Responden perlakuan didengarkan sugesti sedangkan pada kelompok kontrol didengarkan motivasi, pasien mendengarkannya kurang lebih 10-15 menit saat melangsungkan hemodialisis di jam ke 3. Hasil penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat kepatuhan sebelum diberikan audio recording hypnosis dan setelah diberikan sugesti (0.00 < 0.05)c, tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (0.22 > 0.05). Pada IDWG tidak ada perbedaan yang signifikan antara sebelum dan setelah diberikan sugesti (0.50 > 0.05), kelompok kontrol dan kelompok perlakuan tidak memiliki perbedaan yang signifikan (0.31 > 0.05). Hasil penelitian ini menjadi rekomendasi pada asuhan keperawatan untuk mengedukasi pasien dalam meningkatkan kepatuhan diet cairan dan menurunkan IDWG dengan memberikan sugesti yang tepat pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis.

The incidence of chronic kidney failure continues to increase, according to data from the International Society of Nephrology, in 2020 there were 850 million cases of chronic kidney failure in the world. Hemodialysis is the most common kidney therapy for CKD patients. Patients undergoing hemodialysis therapy must adhere to a fluid diet. It is difficult for patients to increase fluid diet compliance, so researchers conducted research in the form of Audio Recording Hypnosis which aims to increase patient fluid diet compliance and reduce patient Interdialytic Weight Gain (IDWG). Researchers used a quasi-experimental design with pre-test and post-test. A total of 70 respondents were divided into 35 control groups and 35 intervention groups. The results of this study showed a significant difference in the level of compliance before being given audio recording hypnosis and after being given suggestions (0.00 < 0.05), but there was no significant difference between the control group and the intervention group (0.22 > 0.05). In the IDWG there was no significant difference between before and after suggestions were given (0.50 > 0.05), the control group and the intervention group did not have a significant difference (0.31 > 0.05). The results of this study provide recommendations for nursing care to educate patients in increasing fluid diet compliance and reducing IDWG by providing appropriate suggestions to CKD patients undergoing hemodialysis"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Susalit
Jakarta: UI-Press, 1998
PGB 0231
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Yosi Suryarinilsih
"ABSTRAK
Penambahan berat badan antara dua waktu dialisis yang berlebihan akan meningkatkan angka kesakitan dan berdampak pada kemampuan pasien melaksanakan fungsi kehidupan sehari-hari sehingga mempengaruhi kualitas hidupnya. Tujuan penelitian adalah untuk melihat hubungan antara penambahan berat badan antara dua waktu dialisis dengan kualitas hidup pasien hemodialisis.
Penelitian dilakukan di RS Dr. M. Djamil Padang, dengan pendekatan cross sectional. Sampel dipilih dengan teknik total sampel, jumlah 68 responden.
Penelitian terdiri dari pengukuran berat badan yaitu dengan melakukan pengukuran dua kali periode pre HD dan dan dua kali periode post HD, dan pengisian instrument kualitas hidup. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara penambahan berat badan antara dua waktu dialisis dengan nilai kualitas hidup pasien HD (p=0,000, α=0,05).
Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk merencanakan intervensi keperawatan dalam meningkatkan kualitas hidup dengan mencegah dan menurunkan penambahan berat badan antara dua waktu dialisis yang berlebihan.

ABSTRACT
Interdyalysis weight gain (IDWG) is excessive time increases the morbidity and impact on the patient's ability perform the functions of everyday life and thus affects the quality of life.
The research objective was to examine the relationship IDWG with quality of life for hemodialysis patients. The study was conducted in Dr. M. Djamil Padang, with cross sectional approach. Samples were selected by using the total sample, the number of 68 respondents.
The study consisted of measurement of body weight is by doing measurements twice the pre period and twice the HD and post HD period, and the quality of life of the charging instrument.
The results showed a significant correlation between IDWG the value of quality of life of patients with HD (p = 0.000, α = 0.05). The results can be used as a basis for planning nursing interventions in improving quality of life by preventing and reducing interdyalisis weight gain between is exceeded.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T28459
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lady Dhita Alfara
"Tata laksana nutrisi pada pasien penyakit ginjal kronik dalam hemodialisis, bertujuan menilai peran nutrisi, yang mencakup pemberian makronutrien, mikronutrien, manajemen cairan dan elektrolit dalam mengendalikan kerusakan ginjal. Gangguan fungsi ginjal dapat menyebabkan menurunnya asupan, dan perubahan metabolisme berbagai nutrien, sehingga dapat mengakibatkan pasien jatuh pada kondisi malnutrisi dan berbagai komplikasi. Serial kasus ini terdiri dari empat kasus penyakit ginjal kronik dengan berbagai etiologi dan komorbid.
Pasien pada serial kasus ini, mempunyai rentang usia pasien antara 30 - 52 tahun. Umumnya pasien mengalami sesak napas, mual, muntah, anoreksia, edema dan berdasarkan hasil skrining gizi menunjukkan semua pasien memerlukan terapi nutrisi. Terapi nutrisi diberikan sesuai dengan kebutuhan masing-masing pasien, yang dihitung dengan rumus Harris Benedict dikalikan faktor stres dan pemberiannya dimulai dari kebutuhan energi basal, yang secara bertahap ditingkatkan hingga mencapai kebutuhan energi total. Kebutuhan protein disesuaikan dengan laju filtrasi glomerulus pada masing-masing pasien. Pemantauan terapi nutrisi pada satu orang pasien selama tujuh hari, sedangkan tiga pasiennya dilakukan pemantauan selama sepuluh hari atau lebih. Pemantauan mencakup toleransi asupan makanan, kapasitas fungsional, imbang cairan, parameter laboratorium dan antropometrik serta dilakukan edukasi setiap hari.
Selama pemantauan didapatkan hasil bahwa, terjadi perbaikan klinis, toleransi asupan, sebagian besar pasien dapat mencapai kebutuhan kalori total. Kebutuhan protein dihitung kembali setelah dilakukan hemodialisis. Pemeriksaan kadar ureum, kreatinin dan perhitungan creatinine clearance test menunjukkan perbaikan, walaupun tidak mencapai kadar normal. Sejalan dengan perbaikan klinis, terjadi perbaikan kondisi pasien secara umum, termasuk kapasitas fungsional. Penilaian berat badan pasien menunjukkan penurunan berat badan, sejalan dengan perbaikan kondisi edema.
Pemberian nutrisi pada pasien dengan penyakit ginjal kronik stadium 5, bersifat individual dan harus disertai edukasi nutrisi dan motivasi setiap hari. Dengan tata laksana nutrisi yang baik, diharapkan kualitas hidup pasien PGK akan lebih baik, dan dapat turut mengendalikan berbagai komplikasi yang mungkin terjadi.

Treatment of nutrition in patients with Chronic Kidney Desease (CKD) aims to assess the role of nutrition, which includes the provision of macronutrient, micronutrient, fluid and electrolyte management in controlling renal impairment, in patients with CKD stage 5 on hemodialysis therapy. Impaired kidney function may lead to decreased intake, and changes in metabolism of various nutrients, which can lead to patient falls on the condition of malnutrition and other complications. This case series consisted of four cases of chronic kidney disease with various etiologies and comorbid.
Patients in this case series are two patients aged between 30 to 52 years old. Generally, patients experience shortness of breath, nausea, vomiting, anorexia, edema, and based on nutritional screening results showed all patients requiring nutritional therapy. Nutritional therapy is given according to the needs, that is count by Harris Benedict equation, and each patient at the beginning, provided the basal energy needs, which gradually increased to reach the total energy needs. Protein needs are given according to the glomerular filtration rate, and increased when the patient was in hemodialysis. Nutritional therapy in one patient is monitored for seven days, while three of the patients are monitored for ten days or more. Monitoring includes food intake tolerance, functional capacity, fluid balance, anthropometric and laboratory, and nutrition education is conducted every day.
The result of treatment during monitoring period shows that, there is improvement of general status, tolerance intake, most patients could achieve total caloric needs. Examination of the levels of urea, creatinine and calculation of creatinine clearance test showed improvement, although did not reach normal levels. During the monitoring, in line with the clinical improvement, the patient's condition was generally improving, including functional capacity. Assessment of the patient's weight showed weight loss, along with the improvement of the condition of edema.
Nutrition treatment in patients with chronic kidney disease stage 5 is individualize and must be accompanied by daily nutrition education and motivation. With good nutrition governance, quality of life of CKD patients will be better, and it can also control variety of complications that may occur.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Wina
"[ABSTRAK
Pasien penyakit ginjal kronik derajat 5 mengalami suatu keadaan di mana ginjal sama sekali tidak dapat mempertahankan homeostasis metabolisme tubuh sehingga membutuhkan terapi pengganti ginjal. Terapi pengganti ginjal yang paling sering dipilih oleh pasien PGK derajat 5 adalah hemodialisis. Perubahan metabolik pada PGK derajat 5 dengan hemodialisis dapat disebabkan oleh gangguan fungsi ginjal dan proses hemodialisis. Perubahan metabolik tersebut antara lain gangguan keseimbangan cairan, dan asam basa serta gangguan
metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak. Dibutuhkan terapi terintegrasi pada pasien PGK yang terdiri atas terapi farmakologi, terapi pengganti ginjal, terapi nutrisi dan dukungan psikologis. Peran nutrisi dalam menurunkan komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup sangat penting dalam tatalaksana pasien PGK. Pemberian nutrisi pada pasien PGK dengan hemodialisis bertujuan untuk mengatasi gejala akibat gangguan ginjal dan mencegah komplikasi akibat progresivitas kerusakan ginjal. Pemberian nutrisi yang tepat dapat dilakukan dengan memahami patofisiologi yang terjadi pada pasien PGK dan proses
hemodialisis yang dipilih sebagai terapi pengganti ginjal. Berdasarkan hal tersebut, dilaporkan empat serial kasus pada pasien PGK derajat 5 dengan hemodialisis rutin. Diberikan terapi nutrisi sesuai panduan yaitu energi 30-35 kkal per kg berat badan, protein 1,2 g per kg berat badan, lemak 25-30% energi total, dan karbohidrat 60-65% energi total. Diketahui bahwa penyebab asupan tidak terpenuhi adalah keadaan klinis yaitu sesak, penurunan kesadaran, dan gangguan saluran cerna yaitu mual dan muntah.

ABSTRACT
Stage 5 of chronic kidney disease represents total inability of kidneys to maintain body homeostasis normally. At this stage, it is necessary to use methods that substitute kidney function such as hemodialysis, peritoneal dialysis, or kidney transplantation. The most used method is hemodialysis. Metabolic changes in stage 5 of chronic kidney disease can be caused by kidney disease itself and also hemodialysis treatment. Metabolic complications of chronic kidney disease and hemodialysis include changes in acid-base balance and metabolism of proteins,
carbohydrates and lipids. Patients need integrated therapy that consist of medicine, kidney function substitution, nutrition, and psychological support. Nutrition therapy is important in chronic kidney disease therapy because it can help to decrease complication and to increase quality of life. The purpose of nutrition therapy in chronic kidney disease are to overcome the symtoms and to prevent the complication that caused by kidney disease. Nutrition therapy can be done properly by understand the pathophysiologycal mechanism and the process of hemodialysis. Based on the description, four cases of stage 5 of chronic kidney disease with hemodialysis are reported here. The nutrition which is given consist of energy 30-35 kkal per kg body weight, protein 1,2 g per kg body weight, lipid 25-30 % total energy, and carbohydrate 60-65 % total energy. There is inadequacy of intake due to clinical conditions such as dispnoe, the decreased of consciousness, and intestinal disturbance like nausea and vomit. Stage 5 of chronic kidney disease represents total inability of kidneys to maintain body homeostasis normally. At this stage, it is necessary to use methods that
substitute kidney function such as hemodialysis, peritoneal dialysis, or kidney transplantation. The most used method is hemodialysis. Metabolic changes in stage 5 of chronic kidney disease can be caused by kidney disease itself and also hemodialysis treatment. Metabolic complications of chronic kidney disease and hemodialysis include changes in acid-base balance and metabolism of proteins, carbohydrates and lipids. Patients need integrated therapy that consist of medicine, kidney function substitution, nutrition, and psychological support. Nutrition therapy is important in chronic kidney disease therapy because it can help to decrease complication and to increase quality of life. The purpose of nutrition therapy in chronic kidney disease are to overcome the symtoms and to prevent the complication that caused by kidney disease. Nutrition therapy can be done properly by understand the pathophysiologycal mechanism and the process of hemodialysis. Based on the description, four cases of stage 5 of chronic kidney disease with hemodialysis are reported here. The nutrition which is given consist of energy 30-35 kkal per kg body weight, protein 1,2 g per kg body weight, lipid 25-30 % total energy, and carbohydrate 60-65 % total energy. There is inadequacy of intake due to clinical conditions such as dispnoe, the decreased of consciousness, and intestinal disturbance like nausea and vomit., Stage 5 of chronic kidney disease represents total inability of kidneys to maintain
body homeostasis normally. At this stage, it is necessary to use methods that
substitute kidney function such as hemodialysis, peritoneal dialysis, or kidney
transplantation. The most used method is hemodialysis. Metabolic changes in
stage 5 of chronic kidney disease can be caused by kidney disease itself and also
hemodialysis treatment. Metabolic complications of chronic kidney disease and
hemodialysis include changes in acid-base balance and metabolism of proteins,
carbohydrates and lipids.
Patients need integrated therapy that consist of medicine, kidney function
substitution, nutrition, and psychological support. Nutrition therapy is important
in chronic kidney disease therapy because it can help to decrease complication
and to increase quality of life.
The purpose of nutrition therapy in chronic kidney disease are to
overcome the symtoms and to prevent the complication that caused by kidney
disease. Nutrition therapy can be done properly by understand the
pathophysiologycal mechanism and the process of hemodialysis.
Based on the description, four cases of stage 5 of chronic kidney disease
with hemodialysis are reported here. The nutrition which is given consist of
energy 30–35 kkal per kg body weight, protein 1,2 g per kg body weight, lipid
25–30 % total energy, and carbohydrate 60–65 % total energy. There is
inadequacy of intake due to clinical conditions such as dispnoe, the decreased of consciousness, and intestinal disturbance like nausea and vomit.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Kuntarti Heruyanto
"ABSTRAK
Latar Belakang: Prevalensi penyakit ginjal kronik (PGK) meningkat pada usia lanjut. Berdasarkan Riskesdas 2013, prevalensi PGK lebih tinggi pada usia 55-75 tahun dibandingkan usia kurang dari 55 tahun. Pada usia lanjut terjadi perubahan struktur dan fungsi ginjal, serta adanya riwayat penyakit komorbid seperti diabetes
melitus (DM), hipertensi, penyakit jantung dan pembesaran prostat, menjadi faktor risiko yang meningkatkan terjadinya PGK. Komplikasi yang dapat timbul pada penderita PGK antara lain frailty dan protein energy wasting, yang menyebabkan penurunan kapasitas fungsional dan kualitas hidup, serta peningkatan morbiditas dan mortalitas. Terapi nutrisi yang adekuat berperan penting untuk mencegah protein energy wasting dan komplikasi lain yang dapat timbul pada PGK.
Metode: Laporan serial kasus ini memaparkan empat kasus PGK pada pasien usia di atas 60 tahun. Dua pasien memiliki penyakit komorbid DM dan hipertensi, dan
dua lainnya hanya hipertensi. Keempat pasien dalam serial kasus ini termasuk PGK derajat IV dan V. Pada dua kasus dilakukan hemodialisis, sementara pada dua lainnya belum dilakukan. Masalah yang timbul pada keempat kasus adalah
terdapat gejala-gejala sindroma uremia yaitu mual, muntah, anoreksia, lemas, sesak, dan anemia sehingga asupan makanan tidak adekuat dan terjadi penurunan
kapasitas fungsional. Kebutuhan energi pasien dihitung dengan menggunakan persamaan Harris-Benedict ditambah faktor stres dan pemberian protein disesuaikan dengan sudah atau belum dilakukan hemodialisis. Komposisi
karbohidrat dan lemak disesuaikan dengan rekomendasi theurapeutic lifestyle changes (TLC) dan American Diabetes Association (ADA). Suplementasi mikronutrien diberikan sesuai dengan kondisi pasien. Pemantauan pasien
dilakukan setiap hari dengan memperhatikan perubahan gejala klinis, tanda vital, imbang cairan, kapasitas fungsional, analisis dan toleransi terhadap makanan,
serta hasil pemeriksaan laboratorium.
Hasil: Pemantauan yang dilakukan pada empat pasien selama perawatan di rumah sakit menunjukkan terjadi perbaikan gejala klinis serta peningkatan asupan makanan dan kapasitas fungsional.
Kesimpulan: Terapi nutrisi dapat mendukung terapi utama pada penderita PGK usia lanjut dalam memperbaiki keadaan klinis dan kapasitas fungsional, serta mencegah komplikasi lebih lanjut

ABSTRACT
Background: The prevalence of chronic kidney disease (CKD) increases in the elderly. Based on Riskesdas 2013, the prevalence of CKD is higher in the age of 55-75 years old compared to below 55 years of age. In the elderly, there are alterations in kidney structure and function, as well as history of comorbidities include diabetes mellitus, hypertension, heart disease and prostate hypertrophy that increase the factor CKD. Complication that may occur in patients with CKD including frailty and protein energy wasting, which can cause decreased
functional capacity and quality of life, and increased morbidity and mortality. Adequate nutrition therapy plays an important role in preventing protein energy wasting and other complications that may arise in CKD.
Methods: This case series report describes four cases of CKD in patients aged above 60 years old. Two patients have comorbid disease diabetes mellitus and hypertension and the others have only hypertension. The four patients in this case series are in CKD stage IV and V. Two cases with hemodialysis, while in the others has not done yet. Problems arising in all cases are uremic syndrome
symptoms such as nausea, vomiting, anorexia,fatigue, dypsnea, and anemia causing inadequate food intake and decreased functional capacity. Energy requirements of the patients calculated using the Harris-Benedict equation added by stress factor and the amount of protein depends on whether the hemodialysis has or has not been applied. Carbohydrate and fat composition appropriated to the
theurapeutic lifestyle changes (TLC) and the American Diabetes Association (ADA) recommendations. Micronutrients supplementation was given in
accordance to patient's condition. Patient monitoring is carried out every day by observing changes in clinical symptoms, vital signs, fluid balance, functional
capacity, dietary analysis and food tolerance, and laboratory resultsResults: Monitoring conducted in the four patients during treatment at the hospital showed the improvements in clinical symptoms, and increased in food
intake and functional capacity.
"
Ilmu Gizi Klinik, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Melody Febriana Andardewi
"Latar Belakang: Pruritus menjadi salah satu gejala yang dialami oleh pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK). Pruritus yang berasosiasi dengan PGK mayoritas terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis (HD) dan dapat terjadi pada resipien transplantasi ginjal (RTG). Gejala pruritus yang tidak ditangani dengan baik dapat memberikan dampak terhadap kualitas hidup. Belum terdapat penelitian yang membandingkan proporsi derajat keparahan pruritus, kualitas hidup, dan korelasi berbagai faktor biokimia antara pasien HD dengan RTG di Indonesia. Tujuan: Membandingkan derajat keparahan pruritus, kualitas hidup, serta korelasi kadar hs-CRP, kalsium, fosfat, dan e-GFR antara pasien PGK yang menjalani HD dengan RTG. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain potong lintang. Setiap SP dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium. Skala gatal 5 dimensi (5-D) digunakan untuk evaluasi derajat keparahan pruritus dan Indeks Kualitas Hidup Dermatologi (IKHD) digunakan dalam menilai kualitas hidup. Analisis statistik yang sesuai dilakukan untuk membuktikan hipotesis penelitian dengan nilai kemaknaan yang digunakan adalah p <0,05. Hasil: Dari 30 SP di masing-masing kelompok, proporsi pruritus derajat sedang-berat sebesar 76,7% pada kelompok HD sedangkan pada kelompok RTG sebanyak 83,3% mengalami pruritus derajat ringan (RR = 4,6; IK 95% = 2,02–10,5; p <0,001). Median skor IKHD pada kelompok HD adalah sebesar 5 (3–6) sedangkan pada kelompok RTG sebesar 3 (2–4) (p <0,001). Terdapat korelasi positif yang bermakna antara hs-CRP dengan skor skala gatal 5-D pada kelompok HD (r = 0,443; p <0,05). Terdapat korelasi negatif yang bermakna antara e-GFR dengan skor skala gatal 5-D pada RTG (r = -0,424; p <0,05). Tidak terdapat korelasi yang bermakna secara statistik antara kadar kalsium dan fosfat dengan skor skala gatal 5-D pada kedua kelompok. Kesimpulan: Pasien HD lebih banyak mengalami pruritus derajat sedang-berat dibandingkan pada RTG. Pruritus pada kelompok HD berdampak ringan hingga sedang terhadap kualitas hidup sedangkan pada kelompok RTG pruritus berpengaruh ringan terhadap kualitas hidup. Pada pasien HD, semakin tinggi kadar hs-CRP maka semakin meningkat skor skala gatal 5-D. Pada pasien RTG, semakin menurun nilai e-GFR maka semakin meningkat skor skala gatal 5-D.

Background: Pruritus is one of the symptoms experienced by patients with chronic kidney disease (CKD). Most patients with chronic kidney disease-associated pruritus (CKD-aP) occur in dialysis patients and could also happen in kidney transplant (KT) recipients. Inappropriate management of pruritus could impact the quality of life (QoL). No studies have compared the severity of pruritus, QoL, and the correlation of various biochemical factors between hemodialysis (HD) and KT recipients in Indonesia. Objective: To compare the severity of pruritus, QoL, and the correlation of hs-CRP, calcium, phosphate, and e-GFR levels between HD and KT recipients. Methods: This is a cross-sectional analytic observational study. Medical history, physical examination, and laboratory examination were conducted on each subject. The 5-dimensional (5-D) itch scale was used to evaluate the severity of pruritus. Dermatology Life Quality Index (DLQI) was used to assess the QoL. Appropriate statistical analysis was conducted to prove the research hypothesis with a significance value of p <0.05. Results: Out of 30 subjects in each group, the proportion of moderate to severe pruritus was 76.7% in the HD group. In the KT group, 83.3% experienced mild pruritus (RR = 4.6; CI 95% = 2.02– 10.5; p <0.001). The median DLQI score in the HD group was 5 (3–6), while in the KT group was 3 (2–4) (p <0.001). There was a significant positive correlation between hs-CRP and the 5-D itch scale in the HD group (r = 0.443; p <0.05). The KT group had a significant negative correlation between e-GFR and the 5-D itch scale (r = -0.424; p <0.05). Both groups had no statistically significant correlation between calcium and phosphate levels and the 5-D itch scale. Conclusion: Moderate-to-severe pruritus was more common in HD patients than in KT recipients. Pruritus in HD patients had a mild to moderate effect on QoL, whereas pruritus in KT recipients had a mild impact on QoL. A higher level of hs-CRP in HD patients results in a higher 5-D itch scale. In KT recipients, the lower the e-GFR value, the higher the 5-D itch scale."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bianca Rosa Tanihatu
"Penyakit ginjal merupakan masalah yang besar di seluruh dunia. Permasalahan yang timbul di negara maju berbeda dengan negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Jumlah penderita gagal ginjal kronik (GGK) di Indonesia khususnya Jakarta,
cukup banyak dan mempunyai banyak faktor penyebab. Tindakan hemodialisis (HD) merupakan Salah satu pengobatan untuk penderita GGK disamping transplantasi ginjal. Tetapi tindakan ini dapat menimbulkan beberapa komplikasi antara lain penurunan kadar asam folat dengan segala akibatnya.
Tujuan penelitian ini untuk menentukan prevalensi defisiensi Serta perubahan kadar asam folat dan vitamin B12 pada kelompok GGK dan GGK pasca HD dengan pemberian asam folat 20 mg/bari. Selain itu juga menentukan klasifikasi anemia pada GGK
berdasarkan morfologi eritrosit dan melihat efektivitas pemberian aaam folat sebanyak 20 mg/hari pada penderita GGK pasca HD.
Penelitian ini dilakukan terhadap 50 penderita GGK tanpa tindakan HD, 20 penderita GGK pasoa HD dengan suplementasi asam folat sebanyak 20 mg/hari dan vitamin B12 2 ug dalam tablet Unioap-M selama 24 - 36 minggu. Sebagai kelompok kontrol dipakai 20 penderita penyakit ginjal tampa gagal ginjal. Terhadap ketiga kelompok ini dilakukan pemeriksaan kadar asam folat eritrosit dan serum Serta vitamin B12 dengan cara CPB menggunakan kit Vitamin B12/falaf dual count Amersham CT_301_ Pemeriksaan parameter Hb, Ht, hitung eritrosit, VER, HER dan KHER dilakukan
dengan penghitung sel darah otomatis. Hitung Rt dilakukan dengan pulasan vital Brilliant cresyl blue, sedangkan sediaan hapus darah tepi dipulas dengan pewarnaan Wright.
Pada penelitian ini belum dapat dipastikan adanya defisiensi asam folat pada kedua kelompok GGK (dibandingkan kontrol). Kadar asam folat eritrosit kelompok GGK (nt= 208 ng/mL) lebib rendah dari pada kontrol (nt= 504 ng/mL)(p <0,05). Hal yang sama dijumpai pada kelompok GGK pasca HD (nt= 407 ng/mL). Kadar aaam folat serum kelompok GGK (nt = 4,2 ng/mL) sama dengan kadar asam folat serum GSK pasca HD. Kadar asam folat serum pada kelompok GGK tampa HD maupun GGK pasca HD,
lebih tinggi dari kelompok kontrol (nt = 2,9 ng/mL)(p > 0,05).
Kadar vitamin B12 serum pada kelompok GGK (865 pg/mL) dan GGK pasea HD (1043 pg/mL} lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (351 pg/mL).
Enam puluh persen penderita GGK, 65% GGK pasca HD- dengan suplementasi asam folat dan 90% kelompok kontrol memberikan gambaran anemia normositik normokrom. Pemeriksaan hematologi seperti Hb, Ht dan hitung eritrosit pada kedua kelompok yang
diteliti memberikan basil lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Hipersegmentasi pada kedua kelompok GGK tidak disebabkan defisiensi asam folat dan /vitamin B12, tetapi mungkin disebabkan proses degenerasi leukosit.
Kadar Hb, Ht dan hitung eritrosit pada kedua kelompok GGK lebih rendah dibandingkan kontrol (p < 0,05). Tetapi tidak terdapat perbedaan bermakna pada pemeriksaan nilai eritrosit rata-rata, dan indeks produksi Rt antara kedua kelompok GGK
dibandingkan kontrol.
Hitung leukosit kelompok GGK tanpa HD lebih tinggi dibandingkan kontrol (p >0,05) dan GGK pasea HD (p <0,05). Hitung trombosit kelompok GGK tampa HD lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (p > 0,05}, tetapi lebih tinggi dibandingkan kelompok GGK pasca HD (p <0,05).
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan nilai rujukan asam folat eritrosit dan serum, Serta vitamin B12 serum untuk orang Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>