Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Rosiana
Abstrak :
ABSTRAK
Pendidikan perguruan tinggi memiliki karakteristik yang berbeda dengan sekolah menengah atas, tentunya juga memiliki tuntutan yang berbeda. Pcrguruan tinggi melibatkan struktur yang lebih besar dan impersonal, serta lebih berfokus pada prestasi dan cara pencapaiannya (Santrock, 2004). Di Fakultas Psikoiogi Universitas Islam Bandung, berdasarkan hasil obsewasi, hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa dan dosen, temyata masih banyak mahasiswa yang belum mampu menyesuaikan pola bclajarnya dengan tuntutan kondisi perkuliahan yang ada. Berdasarkan hal tersebut mnka diperlukan program orientasi penyesuaian diri mahasiswa baru dalam bentuk pelatihan.

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun program pelatihan tentang cara penycsuaian diri dengan tuntutan belajar di perguruan tinggi bagi mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung yang sesuai dengan hasil analisis kebutuhan yang ada. Pada penelitian ini, digunakan metode analisis kebutuhan berupa kuesioner. Peneliti mengadaptasikan kuesioner penycsuaian diri akademis yang dibuat oleh Wuri Prasctyawati pada tahun 2003. Dalam analisis kebutuhan melibatkan 141 orang mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung tingkat pcrtama. 30 orang dilibalkan pada tahap uji coba alat ukur dan lll orang dilibatkan pada tahap pengambilan data lapangan. Subjek yang menjadi sasaran dalam pelatihan ini adalah mahasiswa Fakullas Psikologi Universitas Islam Bandung tingkat pertama.

Tujuan umum dari pelatihan adalah agar peserta terampil dalam melakukan penyesuaian diri di Iingkungan perguruan tinggi. Jumlah waktu pelatihan adalah 24 jam, terbagi menjadi 10 scsi. Evaluasi yang digunakan adalah cvaluasi adri pcserta tentang pelaksanaan program pelatihan. Program pelatihan ini belum diujicobakan, maka jika program ini akan dilaksanakan, disarankan untuk mengujicobakan dahulu sebelum melaksanakan pelatihan yang sebenarnya. Apabila pada saat uji coba atau pada saat pelaksanaan temyata ada bagian dari modul yang tidak sesuai, maka sebalknya dilakukan perbaikan atau bahkan mengubah bagian modul tersebut agar pada pelaksanaan berikutnya bexjalan lebih tepat guna. Guna mengetahui sejauh mana pengetahuan dan keterampilan peserta sebelum mengikuti pelatihan, sebaiknya dilaksanakan pre-test dan post tes! untuk hal tersebut, disarankan untuk membuat alat ukur pengetahuan dan keterampilan yang disertai oleh observasi dari fasilitator agar perkembangan yang dicapai oleh setiap peserta setelah mengikui program ini dapat terpantau. Sebelum melaksanakan pelatihan, sebaiknya dilaksanakan training for trainer bagi fasilitator, maka diharapkan peneliti selanjutnya membuat modul untuk program tersebut.
2006
T34054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
S8308
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Penyesuaian (adaptasi) diri dalam suatu hubungan kerja tidak selamanya diterima oleh kelompok lain dalam suatu organisasi atau di tempat kerja. Adanya friksi dan konflik dalam proses penyesuaian diri sering terjadi dalam proses berorganisasi. Diperlukan faktor-faktor lainnya agar tercipta situasi yang harmonis.
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Juke Roosjati
Abstrak :
Perjalanan waktu kehidupan sampai dengan milenium III telah melahirkan sejumlah perubahan sosial, ekonomi, polilik serta perkembanan pengetahuan dan teknologi yang menciptakan kehidupan sosial tertentu di masyarakat. Kehidupan paradoks dan globalisasi sebagai karakter dan perkembangan kehidupan sosial di abad 21 lelah menyajikan situasi kehidupan sosial yang penuh dengan tantangan dan pilihan untuk dijawab oleh individu secara cepat. Agar mampu menghadapi situasi tersebut, terdapat dua faktor yang memegang peranan penting untuk diperhatikan oleh individu, yaitu diri pribadi dan penyesuaian diri. Diri pribadi sebagai variabel independen mencakup komponen konsep diri, harga diri, percaya diri, regulasi dlri yang ditampilkan me!alui domain fisik, relasi sosial, akademik, olahraga dan organisasi. Penyesuaian diri sebagai variabel dependen, berkaitan dengan besar usaha yang dilakukan mahasiswa menghadapi kehidupan sosial di abad 21 yang mencakup aspek gaya hidup, dunia kerja. perkembangan dunia, perkembangan teknologi-informasi-komunikasi. Fokus utama penelitian adalah diri pribadi yang dikaji dalam dua hal yailu struktur internal diri pribadi sebagai konstruk yang menununjukan integrasi komponen konsep diri, harga diri, pcrcaya diri. regulasi diri, serla meliputi model mekanisme pengaruh anlar komponen tersebut. Disamping penelitian diri pribadi juga dilakukan pengkajian konstruk penyesuaian diri yang memiliki aspek gaya hidup, dunia kerja, perkembangan dunia. perkembangan teknologi - informasi - komunikasi Serta model pengaruh diri prihadi terhadap penyesuaian diri dalam kehidupan sosial di abad 21. Subyek penelitian adalah mahasiswa Universitas Padjadjaran program S-1 yang berusia sekitar 17 sampai dengan 22 tahun (N= 3041). Rancangan penelitian adalah expianarory research. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner tertutup yang bertujuan mengukur diri pribadi dan penyesuaian diri. Pengujian validitas dan realibilitas konstruk dalam alat ukur, digunakan analisis faktor konfirmatorik dalam LISREL versi 8.5. Pengujian hipotesis yang berkaitan dengan pengujian konstruk diri pribadi dan konstruk penyesuaian diri, digunakan analisis konfirmatorik satu tingkat dan dua tingkat. Pengujian hipotesis yang berkaitan dengan model mekanisme pengaruh antar komponen diri pribadi dan pengaruh diri pribadi terhadap penyesuaian diri, dilakukan melalui pengujian SEM (Structural Equation Modelling) pada program LISREL. Untuk memperoleh profil diri pribadi mahasiswa UNPAD yang mencakup empat komponennya digunakan perhitungan statistik deskriptif dalam bentuk nilai rata-rata dan nilai persentil ke25 dan ke-75. Hasil penelitian menggambarkan diri pribadi merupakan integrasi komponen konsep diri, harga diri, percaya diri dan regulasi diri dan memiliki mekanisme pengaruh antar komponen-komponen tersebut. Komponen percaya diri merupakan indikator paling kuat dalam tampilan diri pribadi. Hasil penelitian juga menggambadcan bahwa diri pribadi mahasiswa berpengamh terhadap penyesuaian dirinya di kehidupan sosial abad 21. Masalah yang ditemukan pada perkembangan diri pribadi mahasiswa UNPAD berkaitan dengan percaya diri dan regulasi diri.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardiana
Abstrak :
Pernikahan poligami merupakan pernikahan antara seorang laki-laki dengan lebih dari satu perempuan. Dalam agama Islam, seorang pria yang berpoligami harus berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya. Untuk melakukan poligami yang benar (sesuai ajaran Isalam) bukanlah hal yang mudah karena akan timbul masalah-masalah, di antaranya pertengkaran antara istri-istri, anak-anak yang terlantar, kesulitan dalam berlaku adil terhadap semua anak dan istn, dan lain-lain. Masalah-masalah ini dapat mempengaruhi suami atau ayah dalam menjalankan perannya di keluarga. Penelitian ini berfokus pada istri pertama dan anaknya. Dimana istri pertama adalah istri yang terdahulu dinikahi sehingga ia adalah orang yang pertama kali merasa dimadu (diduakan). Masalah-masalah yang timbul dalam keluarga tentunya akan berdampak pada seluruh anggota keluarga. Lalu bagaimanakah nasib istri pertama yang diduakan dan anak-anaknya. Seorang istri akan merasa trauma jika teijadi poligami (Soewondo, 2001). Sementara itu, anak sebagai pihak yang tidak dapat menolak keputusan ibu untuk mau dimadu, biasanya merasa terpaksa menerima semua itu. Ibu dan ayah kemungkinan menghadapi berbagai masalah sehingga menganggu pelaksanaan peran mereka, terutama yang ditujukan pada anak-anak. Anak-anak akan terpengaruh oleh kondisi keluarga yang seperti itu. Istri pertama dan anaknya harus menyesuaikan diri dengan keadaan ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan-alasan yang membuat seorang istri mau dimadu; masalah-masalah yang hadapi oleh istri pertama dan anaknya; serta penyesuaian dan diri mereka. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif agar didapatkan data-data yang bersifat mendalam sehingga dapat diketahui apa yang mereka rasakan secara menyeluruh. Dari penelitian ini diketahui bahwa alasan-alasan seorang istri mau dimadu adalah karena ketergantungan pada suami, kesejahteraan pribadi, pandangan konvensional tentang pernikahan dan status pentingnya bapak bagi anak, ketergantungan emosi, menjaga nama baik keluarga, dan adanya harapan perubahan perilaku pada diri suami. Masalah-masalah yang dihadapi oleh istri pertama adalah masalah keuangan, hubungan dengan istri muda, hubungan dengan anak, gangguan dalam menjalankan peran sebagai ibu, perasaan tidak nyaman, dan masalah keadilan. Sedangkan masalah anak adalah adanya perasaan sedih dan kecewa karena bapak menikah lagi, timbulnya perilaku destruktif, rasa malu, hubungan yang tidak sehat dengan ibu tiri, turunnya konsentrasi dan semangat dalam mengembangkan diri, dan masalah keuangan. Sementara itu, dalam hal penyesuaian diri, tiga subyek ibu dapat menyesuikan diri secara aktif, sedangkan satu subyek menyesuaikan diri secara pasif. Sementara itu, tiga subyek anak menyesuaikan diri secara aktif, dan membawa mereka pada aktualisasi diri. Sedangkan satu subyek anak merasa tidak berdaya dalam menghadapi semua ini (penyesuaian diri pasif). Dari ibu yang dekat dengan anaknya memperlihatkan penyesuaian diri yang lebih baik daripada yang tidak dekat dengan anak.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3278
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
P. Maduretno
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang psrose penyesuaian diri istri yang suaminya terserang stroke. Stroke adalah penyakit kerusakan pada area otak yang ketika persediaan darah ke area tersebut terganggu dan menyebabkan otak kekurangan oksigen. Stroke dapat mengakibatkan penderitanya mengalami kelumpuhan fisik, gangguan kognitif dan emosi tergantung dari bagian otak mana yang terkena serangan. Penyakit stroke tidak hanya menimbulkan penderitaan atau kesulitan pada diri penderitanya saja, namun juga keluarganya, terutama orang yang memiliki ikatan emosi yang erat dengan penderita, seperti pasangan atau anak (Rolland dalam Herfianti, 1998). Istri yang suaminya menderita penyakit kronis harus menghadapi masalah-masalah baru yang berkaitan dengan penyakit dan ini menjadi stres tersendiri bagi istri (Kuyper & Wester, 1998). Seorang istri yang suaminya terserang stroke dituntut harus menerima dan menyesuaikan diri dengan kondisi suaminya yang mengalami perubahan setelah stroke. Menurut Atwater (1983), penyesuaian diri meliputi perubahan dalam diri seseorang dan lingkungannya untuk mencapai hubungan yang baik dengan orang lain dan lingkungannya. Haber & Runyon (1984) mengemukakan karakteristik yang menunjukkan penyesuaian diri yang efektif meliputi persepsi yang akurat tentang realitas, kemampuan mengatasi stres dan kecemasan, gambaran diri (self-image) yang positif, kemampuan untuk mengekspresikan emosi, dan memiliki hubungan interpersonal yang baik. Penyesuaian diri yang dapat dilakukan oleh seorang istri yang memiliki suami yang menderita penyakit kronis adalah dengan membiasakan diri dan belajar hidup dari kenyataan atau keadaan yang ada, juga menyesuaikan jadwal sehari-hari dan menyesuaikan dengan keinginan penderita. Penelitian dilakukan pada istri yang menjadi caregiver bagi suaminya yang terserang stroke. Untuk mendapatkan gambaran tentang proses penyesuaian diri istri yang suaminya terserang stroke, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan wawancara dan obsercasi sebagai alat pengumpulan datanya. Dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa masalah yang dialami istri yang suaminya terserang stroke berkaitan dengan masalah beban tugas merawat suami, masalah dengan kondisi sakit suami, dan masalah hubungan dengan orang-orang disekitamya. Istri penderita stroke menyesuaikan diri dengan berbagai tugas-tugas merawat suaminya dengan menerima dan menjalankannya. Mereka berusaha memahami dan menerima keadaan suaminya dan berusaha menghadapi setiap masalah yang muncul.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3501
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Rahma
Abstrak :
Beberapa tahun terakhir ini, Indonesia kembali dilanda persoalan penyalahgunaan zat yang sebagian besar melibatkan kaum muda. Hal ini misalnya terlihat dari meningkatnya pemberitaan di berbagai media massa tentang kasus-kasus tersebut. Kenyataan ini dapat pula dilihat dari jumlah pasien Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) yang dari waktu ke waktu semakin bertambah. Terlibatnya anak dalam penyalahgunaan zat dan dengan segala konsekuensi yang ditimbulkannya tentu akan menyebabkan perubahan dalam kehidupan keluarga. Hal ini tak terhindarkan lagi menuntut orangtua untuk menyesuaikan diri dalam menghadapinya. Rogers dan McMillin (1992), menyatakan bahwa orangtua peranan besar dalarn mendukung proses kesembuhan anak dari gangguan penggunaan zat yang dialaminya, tentunya apabila orangtua dapat melakukan penyesuaian diri yang tepat dalam menghadapinya. Dari sinilah peneliti tertarik untuk menggali lebih jauh tentang bagaimana orangtua melakukan penyesuaian diri terhadap gangguan penggunaan zat yang dialami anak. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berarti bagi RSKO atau pihak-pihak lain yang terkait dengan masalah ini, dalam upaya memberikan dukungan pada orangtua sehingga orangtua diharapkan dapat melakukan penyesuaian diri yang semaksimal mungkin mendukung proses kesembuhan anak dari gangguan penggunaan zat yang dialaminya. Penyesuaian diri keluarga dalam menghadapi salah satu anggota keluarganya yang mengalami gangguan penggunaan zat menurut Kauffman (1991), Rogers, dan McMillin (1992), terbagi dalam dua macam, yaitu enmeshment dan detachment. Orangtua dikatakan mengalami enmeshment apabila menjadi sedemikian terpengaruh secara emosional sehingga perilakunya menjadi reaktif terhadap perilaku anak yang mengalami gangguan penggunaan zat. Perilaku reaktif orangtua ini tampil dalam bentuk perilaku provoking, di mana orangtua seolah-olah berperan sebagai polisi (the police) bagi anak, dan perilaku enabling, di mana orangtua seolah-olah berperan sebagai pelindung (the protector) bagi anak. Sedangkan orangtua dikatakan mengalami detachment apabila mereka dapat menguasai emosinya sendiri sehingga perilaku mereka tidak menjadi reaktif melainkan lebih terfokus pada pemecahan masalah yang sebenarnya. Perilaku orangtua yang mengalami detachment dinamakan perilaku detached-concern. Subyek dalam penelitian ini adalah orangtua dari pasien RSKO yang telah beberapa kali menjalani pengobatan. Hal ini ditetapkan agar dapat menggali penyesuaian diri orangtua secara utuh dan menyeluruh. Pcngambilan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam dengan pedoman wawancara berbentuk pertanyaan terbuka. Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara kualitatif. Dari hasil wawancara ditemukan bahwa tujuh dari delapan orangtua mengalami enmeshment. Hal ini terlihat dari gambaran keadaan emosional mereka serta perilaku provoking dan enabling yang ditampilkan dalam menghadapi anak yang bermasalah tersebut. Perilaku provoking orangtua terlihat dari adanya usaha-usaha yang terus menerus dalam mengontrol perilaku anak, misalnya dengan melakukan kekerasan verbal atau fisik terhadap anak, argumen-argumen sengit, pemonitoran gerak-gerik anak, atau tuduhan-tuduhan memakai zat. Perilaku enabling terlihat dari usaha-usaha yang ditujukan untuk menyenangkan anak serta melindunginya dari berbagai konsekuensi yang menyakitkan sekalipun itu akibat perilakunya sendiri. Misalnya dengan mernbebaskan anak dari penjara, memberi fasilitas mobil dan uang berlebih pada saat anak belum sepenuhnya terlepas dari gangguan penggunaan zat, merawat dan menjaga anak seperti bayi yang tak berdaya, atau memendam emosi demi menghindari konflik dan kekacauan yang lebih parah. Para orangtua tersebut terlihat mengalami tekanan emosional yang berat yang pada akhirnya seringkali membuat mereka menjadi tidak nafsu makan, gelisah, menarik diri dari pergaulan sosial, sulit tidur, darah tinggi, sakit kepala, bahkan terkena serangan jantung. Hanya satu subyek orangtua dalam penelitian ini yang ditemukan mengalami detachment. Hal ini terlihat dari keadaan dirinya yang mampu menguasai emosinya sendiri sehingga tidak sampai menjadi reaktif terhadap perilaku anak, meskipun rasa marah atau kecewa tidak terhindarkan lagi dirasakannya. Subyek lebih memfokuskan diri dalam mencari solusi atas masalah yang sebenarnya. Hal ini misalnya terlihat dari perilaku detached concern yang ditampilkannya, antara lain konfrontasi yang tidak bernada menyerang atau menuduh, melainkan mengajak anak berdiskusi sambil dengan tenang mengungkapkan fakta-fakta tentang konsekuensi buruk yang terjadi akibat perilakunya tersebut. Konfrontasi dilakukan dengan tegas dan tanpa diulang-ulang lagi pada kesempatan berikutnya. Subyek juga tidak terjebak dalam perilaku yang terus-menerus mengontrol gerak-gerik anak, melainkan dengan tetap memberikan kebebasan pada anak namun juga memberi batasan-batasan yang harga dipatuhi. Selain itu, subyek tidak menjadikan masalah gangguan penggunaan zat sebagai tema utama dalam komunikasi dengan anak. Komunikasi lebih diarahkan pada kegiatan apa yang ingin dilakukan anak dalam mengisi waktu luangnya. Pada saat segala upaya telah dilakukan dalam memberi pengertian pada anak, namun anak tidak juga tergerak untuk mengubah perilakunya, subyek membuat suatu kesepakatan yang tegas dengan anak, misalnya dengan menyuruh anak memilih antara tetap tinggal di rumah dengan mematuhi aturan-aturannya, atau tidak perlu mematuhi aturan-aturannya tapi pergi meninggalkan rumah. Kesepakatan yang tegas ini dimaksudkan subyek agar anak belajar rnenerima konsekuensi buruk akibat aksi yang dipilih untuk dilakukannya, sehingga diharapkan anak dapat bertanggung jawab atas perbuatannya dan akhirnya mau mengubah perilakunya. Hal lain yang ditemukan dari penelitian ini adalah timbulnya masalah baru di luar masalah penggunaan zat yang dialami anak, yang tampaknya memperparah tekanan emosional yang dialami orangtua, yaitu konflik antara sesama orangtua dalam hal cara mereka memperlakukan anak. Orangtua yang satu tidak setuju dengan cara orangtua lainnya memperlakukan anak. Sehubungan dengan hasil penelitian, orangtua dianjurkan untuk membekali diri dengan informasi yang benar tentang gangguan penggunaan obat. Caranya antara lain dengan berdiskusi dengan orang-orang yang tahu banyak tentang masalah ini, misalnya dokter, psikiater, atau psikolog yang mengkhususkan diri dalam masalah tersebut. Orangtua juga dianjurkan untuk waspada terhadap emosi dan perilakunya sendiri dan mencari cara-cara yang dapat membuatnya memperoleh kenyamanan emosional, misalnya dengan mengembangkan karir, hobi, atau persahabatan. Dengan kenyamanan emosional yang diperoleh, orangtua kemudian dianjurkan untuk menerapkan perilaku detached concern seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk mengadakan cross-checked pada anak tentang apa yang dipikirkan dan dirasakannya terhadap diri orangtua dan cara orangtua memperlakukannya. Dan untuk lebih memperkaya data, ada baiknya pula bila dilakukan penggalian data melalui orang Iain, atau anggota keluarga lain yang tinggal serumah dengan orangtua tentang bagaimana sikap dan perilaku sehari- hari ibu dan bapak di rurnah dalam menghadapi anaknya yang mengalami gangguan penggunaan zat.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dhany Yudianto
2008
T38306
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Aisha Maghfira
Abstrak :
Remaja rentan mengalami masalah kesehatan mental karena banyak perubahan yang terjadi di fase ini, serta berkaitan erat dengan kemampuan penyesuaian diri remaja dalam menghadapi tantangan. Fleksibilitas kognitif berperan penting dalam penyesuaian diri remaja dan menarik untuk dieksplorasi karena pemikiran remaja ditemukan unik dibandingkan dengan tahapan perkembangan lainnya. Penelitian sebelumnya juga menemukan hasil yang belum konsisten antara hubungan fleksibilitas kognitif dan penyesuaian diri di konteks yang berbeda, kemungkinan karena adanya faktor lain yang memediasi kaitan di antara keduanya, yaitu resiliensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran resiliensi sebagai mediator pada hubungan antara fleksibilitas kognitif dan penyesuaian diri remaja. Penelitian ini adalah penelitian cross-sectional, menggunakan instrumen Brief Adjustment Scale-6 (BASE-6) untuk mengukur penyesuaian diri, Cognitive Flexibility Inventory (CFI) untuk mengukur fleksibilitas kognitif, dan Resiliency Scales for Children and Adolescents (RSCA) untuk mengukur resiliensi. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 377 orang partisipan berusia 12─18 tahun. Hasil analisis mediasi menunjukkan bahwa resiliensi yang dilihat melalui sense of mastery dan emotional reactivity memediasi secara penuh hubungan antara fleksibilitas kognitif dan penyesuaian diri, sedangkan sense of relatedness memediasi secara sebagian hubungan antara keduanya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan intervensi berbasis resiliensi bagi remaja. ......Adolescence is a critical period marked by numerous changes, making it a vulnerable phase for mental health problems. The ability of adolescents to adjust and cope with the challenges they face is crucial for their overall well-being. One cognitive aspect that has been suggested to play a significant role in their adjustment is cognitive flexibility, which intriguing to explore because adolescents’ thinking is found to be unique compared to other developmental stages. However, previous research has yielded inconsistent findings regarding the direct relationship between cognitive flexibility and adjustment in various contexts. This may be due to the presence of mediating factors, such as resilience, which also plays a vital role in adolescents' adjustment. The present study aims to investigate the mediating role of resilience in the association between cognitive flexibility and adolescents’ adjustment. To achieve this, a cross-sectional research design was employed, utilizing three standardized instruments: the Brief Adjustment Scale-6 (BASE-6) to assess adolescent adaptation, the Cognitive Flexibility Inventory (CFI) to measure cognitive flexibility, and the Resiliency Scales for Children and Adolescents (RSCA) to evaluate resilience. A total of 377 participants, aged between 12 and 18 years, were recruited for this study. The results of the mediation analysis revealed that resilience, as observed through its components, namely, sense of mastery and emotional reactivity, fully mediated the relationship between cognitive flexibility and adolescent adaptation. Moreover, the sense of relatedness partially mediated this relationship. The study's implications lie in the potential development of targeted interventions based on resilience to promote positive adjustment among adolescents.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>