Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sondang Regina I.
Abstrak :
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan telah menciptakan unifikasi dibidang hukum perkawinan di Indonesia, yang diberlakukan bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berbeda-beda suku, agama, dan ras. Akan tetapi, dalam hal perkawinan yang dilakukan antara mereka yang berbeda agama, Undang-Undang Perkawinan hanya memberikan pengaturan yang berupa penyerahan sepenuhnya kepada hukum agama yang berlaku. Sehubungan dengan hal tersebut, dewasa ini sering terjadi pengakuan dan pencatatan atas perkawinan antara mereka yang berbeda agama, yang mana sesungguhnya perkawinan tersebut tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan mengenai yang berlaku. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis membuat penulisan mengenai permasalahan hukum dalam pencatatan perkawinan antara mereka yang berbeda agama dengan meninjau Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1400/K/Pdt/1986 mengenai perkawinan antara mereka yang berbeda agama. Dalam penulisan ini dibahas permasalahan mengenai syarat syarat sahnya perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan, dan mengenai sah/tidaknya pertimbangan Mahkamah Agung dalam memberikan putusan No. 1400/K/Pdt/1986 menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melakukan penulisan ini, penulis menggunakan metode pendekatan dengan menggunakan metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan pustaka atau yang disebut data sekunder berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai permasalahan yang dibahas, maka penulis berpendapat dan menyimpulkan bahwa perkawinan sah secara hukum apabila telah memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, serta dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehubungan dengan Putusan MA-RI No.1400/K/Pdt/1986, adalah tidak dapat dibenarkan karena perkawinan tersebut bertentangan dengan agama. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar lebih ditingkatkan lagi kesadaran hukum terhadap agama, dan peranan Kantor Catatan Sipil dalam menjalankan tugasnya.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lestari Chairani
Abstrak :
Ada beberapa permasalahan yang perlu dikemukakan dalam tulisan ini, yaitu alasan-alasan apa saja yang ditetapkan oleh suatu bank dalam menentukan debitur wanprestasi dan perlu atau tidaknya penyelesaian kredit macet melalui AYDA berupa tanah dan bangunan? Bagaimana proses pelaksanaan penyelesaian kredit macet melalui AYDA pada suatu bank? Dan hambatan-hambatan apa saja yang terjadi dalam proses pelaksanaan penyelesaian kredit macet melalui AYDA tersebut? Sedangkan dalam menganalisa permasalahan tersebut di atas digunakan pendekatan yuridis normatif, dengan cara meneliti bahan pustaka dan data sekunder berkenaan dengan pokok masalah dan dikaitkan dengan prakteknya di lapangan. Alasan-alasan yang digunakan bank dalam menentukan kredit bermasalah/macet didasarkan pada 3 (tiga) aspek penilaian, yaitu prospek usaha, performance dan kemampuan bayar. Dari ketiga aspek tersebut dapat ditentukan tingkat kolektibilitas, yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. Jika kredit macet, maka bank akan melakukan berbagai upaya penyelesaian, salah satunya melalui pengambilalihan asset debitur (AYDA) yang dijaminkan pada bank. AYDA dilakukan karena peliknya eksekusi Hak Tanggungan dan meningkatnya jumlah kredit macet dalam waktu singkat yang berpengaruh negatif terhadap tingkat kesehatan bank. Dalam prakteknya, AYDA dilakukan melalui Perjanjian Perikatan Jual Bell (PPJB) dan Kuasa Jual yang tentunya berisiko bagi bank itu sendiri karena PPJB belum mengalihkan status kepemilikan atas jaminan kepada pembeli. Hal ini dilakukan karena masih adanya hambatan dalam pelaksanaan AYDA, seperti ketentuan hukum yang membatasi subyek yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, pajak yang tinggi, jangka waktu pengambilalihan yang singkat dsbnya. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu terobosan terhadap ketentuan perundang-undangan yang dapat mengakomodir semua hambatan-hambatan dalam pelaksanaan AYDA, salah satunya seperti yang diberlakukan kepada BPPN. Untuk mewujudkan terbentuknya ketentuan perundang-undangan tersebut di atas, maka diperlukan adanya kerjasama diantara lembaga-lembaga berwenang yang terkait di dalam pelaksanaan AYDA tersebut.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18473
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriani Nurdin
Abstrak :
Para ahli sepakat bahwa bahan untuk penulisan Actio Pauliana ini sangal jarang. Konsep Actio Pauliana sudah lama dikenal, baik yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun yang diatur dalam Undang-Undang Kepailitan (Faillissements-Verordening, St). 1905-217 jo Stb. 1906 No. 348). Dalam tulisan ini Penulis akan lebih memfokuskan uraian Actio Pauliana dalam hubungannya dengan Perkara Kepailitan, sehingga nantinya tulisan ini dapat diharapkan memberi surnbangan kepada para Hakim, khususnya Hakim Pengadilan Niaga dan Kurator dalam memutus dan menangani Actio Pauliana ini. 1. Apakah yang dimaksud dengan Actio Pauliana itu ? 2. Kapan suatu perbuatan debitur dapat dianggap sebagai perbuatan curang atau beritikad tidak baik, sehingga merugikan para kreditur dan oleh karenanya dapat diajukan permohonan Actio Pauliana ? 3. Langkah-langkah apakah yang harus ditempuh oleh Kurator ketika mengetahui adanya perbuatan/tindakan debitur yang merugikan kreditur ? 4. Yurisdiksi peradilan manakah yang memeriksa dan memutus permohonan Actio Pauliana? 5. Apakah proses pemeriksaan permohonan Actio Pauliana tunduk pada jangka waktu pemeriksaan 30 (tiga puluh) hari seperti dalam proses pemeriksaan permohonan pailit? 6. Apakah ada kewajiban untuk diwakili oleh Penasihat Hukum seperti disyaratkan dalam Pasal 5 UU No. 4 Tahun 1998 mengenai permohonan pernyataan pailit? Apakah hambatan/kesulitan dalam proses Actio Pauliana ?
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T18676
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrianto Jaya
Abstrak :
Dalam praktek sering ditemukan akta Pendirian Perseroan Terbatas yang didirikan oleh hanya suami istri yang tidak membuat perjanjian perkawinan . Ada notaris yang mau menerima, ada juga notaris yang menolak tegas untuk membuatkan suatu Akta Pendirian Perseroan Terbatas yang didirikan oleh suami istri khususnya yang tidak membuat perjanjian perkawinan diantara keduanya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder terutama bahan hukum primer yang meliputi peraturan perundang-undangan antara lain UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan Undang-undang perkawinan. ......In common practice certificate Incorporation Limited Liability Company founded by husband and wife who not only made a marriage agreement . There is a notary who would accept, there is also a notary who firmly refused to make a Deed of Company Limited which was founded by husband and wife in particular that does not make a marriage treaty between them. The method used in this study is a normative legal research methods were done by examining library materials is a secondary data mainly primary legal materials that include legislation, among others, Law no. 40 of 2007 on Limited Liability Companies, and Act the marriage.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38701
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Davidson Willy Arguna
Abstrak :
Terbangunnya gedung-gedung tidak terlepas dari pendanaan pengguna jasa dan keahiian penyedia jasa dalam mewujudkan keinginan pengguna jasa tersebut. Sebuah kontrak konstruksi tidak hanya berisi ketentuan hak dan kewajiban pengguna jasa dan penyedia jasa, namun juga jenis project delivery method dan jenis kontrak konstruksi yang akan dipergunakan. Perubahan terhadap hak dan kewajiban sering terjadi, sehingga diperlukan suatu klausula perubahan pekerjaan. Berdasarkan latar belakang di alas, klausula perubahan pekerjaan konstruksi tidak dapat dipahami tanpa mengerti secara komprehensif pihak-pihak yang terlibat dalam industri konstruksi, jenis jenis kontrak yang mengikat pihak-pihak dalam industri konstruksi, serta aspek-aspek yang harus terkandung dalam sebuah kontrak konstruksi. Dari penulisan tesis yang menggunakan metode penelitian yuridis normatif ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah proyek konstruksi adalah owner, arsitek, quantity surveyor, engineers, kontraktor, manajemen konstruksi, dan manajemen proyek. Industri konstruksi sangat kompleks karena melibatkan banyak pihak yang memiliki hak dan kewajiban yang berbeda-beda. 2. Jenis kontrak konstruksi di Indonesia ditentukan oleh ripe project delivery method yang dipergunakan oleh pengguna jasa konstruksi yang adalah tipe tradisional, tipe manajemen konstruksi, dan tipe rancang bangun. Jenis kontrak konstruksi di bedakan alas sistem pembayaran, jangka waktu kontrak, dan termin pembayaran alas pekerjaan konstruksi. 3. Ketentuan-ketentuan yang harus terkandung dalam sebuah kontrak konstruksi a) identitas para pihak, b) uraian rumusan pekerjaan, c) jangka waktu masa pertanggungan, d) ketentuan mengenai tenaga ahli, e) Hak dan kewajiban pihakpihak yang terkait, f) Sistem pembayaran, g) Ketentuan mengenai cidera janji, h) penyelesaian perselisihan, i) pemutusan hubungan kontrak, j) force rnajerrre, k) kegagalan bangunan, I) tenaga kerja pelaksana konstruksi proyek, m) Iingkungan hidup, n) Hak atas Kekayaan Intelektual, o) insentif tertentu (opsional), p) ketentuan mengenai kegiatan pelaksanaan konstruksi, q) ketentuan mengenai bahasa kontrak, dan r) hukum yang berlaku. 4. Eksistensi klausula perubahan pekerjaan dalam sebuah kontrak konstruksi adalah krusial, karcna faktor eksterna! dan internal penyebab ketidakpastian pekerjaan konstruksi dalam industri konstruksi terbilang banyak sehingga harus ada klausula yang mengakomodasi modifikasi terhadap perubahan pekerjaan. Suatu klausula perubahan pekerjaan harus memenuhi empat unsur yaitu: pengguna jasa harus memiliki hak untuk memerintahkan perubahan pekerjaan, kontraktor wajib melaksanakan perubahan pekerjaan yang diperintahkan, suatu perubahan pekerjaan harus tertulis,dan harus diadakan penyesuaian terhadap nilai dan jadwal kontrak.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zakyah Eryunia
Abstrak :
Masalah perlindungan konsumen dalam hal makanan dan minuman sejak lama menjadi perhatian balk oleh Pemerintah, kalangan lembaga konsumen, masyarakat, maupun kalangan pelaku usaha sebagai pihak yang memproduksi dan mengedarkan produk makanan dan minuman. Produsen harus dapat mempertanggungjawabkan produksi den barang dan/atau jasa yang dihasilkannya. Dalam dunia perdagangan dewasa ini, suatu produk tidak dapat secara langsung dapat diperoleh oleh konsumen dari produsen, namun harus melalui berbagai jalur distribusi seperti distributor, sub distributor, grosir, pengecer dan termasuk pedagang asongan. Dengan keadaan seperti ini konsumen mendapat kesulitan dalam akan melakukan tuntutan atas timbulnya kerugian atas mengkonsumsi produk makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan dan/atau mengandung bahan-bahan yang membahayakan kesehatan konsumen, seperti halnya makanan dan minuman yang telah kadaluwarsa. Penentuan tingkat kualitas produk makanan dan minuman yang masih aman untuk dikonsumsi merupakan masalah yang mendesak untuk dibicarakan, karena penurunan kualitas dapat menyebabkan produk makanan dan minuman menjadi tidak layak lagi untuk dikonsumsi oleh manusia. Dengan kata lain, penetapan kadaluwarsa produk makanan dan minuman menjadi sangat penting baik untuk produsen maupun untuk konsumen. Bagi produsen masalah penetapan tanggal kadaluwarsa terletak pada peraturan-peraturan serta aspek teknologi apa yang perlu diperhatikan dalam menetapkan batas kadaluwarsa, sedangkan bagi konsumen timbulnya rasa aman dengan mengetahui batasan produk makanan dan minuman yang masih mempunyai kualitas balk untuk dimakan. Hukum positif yang diterapkan dalam permasalahan produk makanan dan minuman kadaluwarsa adalah Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), khususnya Pasal 8 ayat (1) huruf g. Dari isi pasal tersebut, walaupun tidak secara tegas ditentukan pihak mana yang menentukan tanggal kadaluwarsa produk makanan dan minuman, tetapi tersirat bahwa pihak produsenlah yang harus menentukan tanggal kadaluwarsa produk makanan dan minuman dengan menggunakan salah satu metode yang ada, salah satunya yaitu Accelerated Self Life Test (ASLT). Pertanggungjawaban produsen atas kerugian konsumen akibat mengkonsumsi produk makanan dan minuman kadaluwarsa berupa Product Liability, dengan menganut asas strict liability yaitu pertanggungjawaban mutlak, namun hal tersebut tidak secara konsisten dilaksanakan, karena adanya kerancuan dalam pasal 19 UUPK. Upaya konsumen yang merasa dirugikan akibat mengkonsumsi produk makanan dan minuman kadaluwarsa dapat menempuh berbagai cara. Menurut Undangundang Perlindungan Konsumen terdapat 2(dua) cara yaitu melalui pengadilan dan melalui luar pengadilan (secara damai antara para pihak atau melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Dengan adanya UUPK dan peraturan perundang-undangan lainnya yang relevan dengan masalah pernyataan kadaluwarsa oleh produsen, diharapkan dapat memberikari kepastian hukum bagi konsumen walaupun pada kenyataannya belum sepenuhnya berjalan efektif.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18479
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gimono Ias
Abstrak :
Banyak pihak yang terkait dengan moda transportasi udara dan secara garis besar pihak tersebut antara lain adalah perusahaan angkutan udara, penumpang, ground handling, penyelenggara bandar udara, pemerintah selaku regulator dan pengguna jasa serta rnasyarakat di sekitar usaha tersebut beroperasi. Studi ini dimaksudkan untuk meninjau aspek hukum dari usaha jasa kebandarudaraan sebagai salah satu komponen dari terwujudnya moda transportasi udara. Pengelolaan jasa kebandarudaraan di Indonesia dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten 1 Kota) atau Badan Usaha Kebandarudaraan. Dalam pengelolaan jasa kebandarudaraan yang dilaksanakan oleh badan usaha kebandarudaraan di Indonesia adalah Bandan Usaha Milik Negara PT ( Persero ) Angkasa Pura I dan PT ( Persero ) Angkasa Pura 11 yang didirikan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jasa kebandarudaraan, yang sesuai undang undang penerbangan dinyatakan bertanggung jawab alas keamanan dan keselamatan penerbangan dan kelancaran pelayanannya, artinya berkewajiban untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah yang harusnya diberikan dengan suatu pelimpahan, padahal realitanya kedua persero ini telah menyelenggarakan jasa kebandarudaraan walaupun secara tegas tidak ditemukan adanya bukti pelimpahan dari pemerintah untuk menjalankan tugas - tugas yang menjadi kewenangan pemerintah yakni tentang keamanan dan keselamatan penerbangan. Di sisi lain penyelenggaraan jasa kebandarudaraan untuk mencari keuntungan juga menyediakan sarana maupun fasilitas termasuk tanah yang diperuntukkan bagi mitra kerja, mitra usaha dan badan usaha lain dengan sistem sewa menyewa dan atau ikatan kerja yang menimbulkan hak dan kewajiban.Disamping aspek hukum ekonomi tentang hak dan tanggung jawab tersebut, bagi pengguna jasa kebandarudaraan juga berhak atas kerugian yang diakibatkan oleh pemanfaatan jasa bandar udara. Sesuai undang-undang maka tanggung jawab keamanan dan keselamatan serta kelancaran pelayanannya tersebut wajib diasuransikan, namun sejauh ini belum ditemukan data adanya asuransi alas tangghung jawab tersebut, padahal resiko yang mungkin dialami oleh penyelenggara jasa kebandarudaraan sangat besar, seperti kecelakaan pesawat udara, kerugian dan atau ketidak-amanan di bandar udara. Usaha jasa kebandarudaraan diatur oleh peraturan perundang-undangan, termasuk standar internasional, karena itu usaha jasa bandar udara sarat dengan kcamanan dan keselamatan, sehingga tidak dapat dipisahkan dari usaha jasa pengamanan. Karena itu penyelenggara bandar udara yang bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan penerbangan serta kelancarannya itu perlu diatur secara togas peran dan fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat pemerintah dalam keamanan dan ketertiban masyarakat, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam mengamankan bandar udara. Hal-hal terpenting adalah : Undang - Undang Pencrbangan, Aspek Hukum Jasan Kebandarudaraan dan Undang Undang POLRI.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19887
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Arief S.
Abstrak :
Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi adalah kegiatan usaha yang bertumpu dan berintikan pada kegiatan usaha eksplorasi dan kegiatan eksploitasi, dimana balk pada kegiatan eksplorasi dan kegiatan eksploitasi adalah merupakan kegiatan yang penuh risiko dan dinamis, serta merupakan suatu kegiatan usaha yang menggunakan teknologi tinggi (high technology), padat modal (high capital) dan berisiko tinggi (high risk), sehingga keperluan untuk pengadaan barang dan jasa dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi baik pada kegiatan inti yang meliputi kegiatan eksplorasi dan kegiatan eksploitasi maupun kegiatan usaha penunjang sangat besar. Dalam pelaksanaan pengadaaan barangljasa pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, prinsip pengutamaan barang jasa dalam negeri pada prinsipnya telah dilaksanakan dan didukung oleh peraturan perundang-undangan sejak dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sampai ke peraturan pelaksanaannya termasuk sudah diterbitkannya Pedoman Tata Kerja Nomor 007/PTKNI/2004 tentang Pengelolaan Rantai Suplai Kontraktor Kerja Sama pada Buku Kedua tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Namun dalam pelaksanaannya selama ini ternyata apa yang diharapkan di atas masih jauh dari harapan dan tujuan yang diinginkan. Dari hasil kegiatan usaha minyak dan gas bumi selama ini belum memberikan kontribusi yang optimal pada peningkatan kapasitas dan pengembangan sektor riil khususnya dalam mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional dan internasional sebagaimana tujuan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Industri Minyak dan Gas Bumi saat ini masih tergantung pada permodalan dengan seluruh project finance dibiayai oleh lembaga keuangan asing, sumber daya manusia dan teknologi asing. Hambatan dan permasalahan dalam mengoptimalisasi penggunaan barangljasa daiam negeri pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi selama ini antara lain : 1. Lemahnya dukungan industri perbankan nasional dalam mendukung industri minyak dan gas bumi nasional khsusnya industriljasa nasional minyak dan gas bumi. 2. Adanya keberagaman penafsiran terhadap Pedoman Tata Kerja Nomor 007lPTKNIl2004 tersebut sehingga mengakibatkan inkonsistensi dalam pelaksanaan pengadaan barangljasa pada kegiatan usaha hula minyak dan gas bumi. 3. Masih adanya permasalahan dengan peraturan perundang-undangan sektor lain yang terkait. Untuk menumbuhkembangkan kemampuan nasional khususnya barangljasa dalam negeri pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi diperlukan : 1. dukungan industri perbankan nasional terhadap industri minyak dan gas bumi nasional khususnya industriljasa nasional minyak dan gas bumi agar mampu bersaing di tingkat nasional, regional dan internasional. 2. penataan kembali peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengadaan barangljasa secara nasional; 3. perlunya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Pengadaan BaranglJasa Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi mengingat fungsi Pemerintah c.q Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dalam melakukan pembinaan terhadap kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19894
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Malfasari
Abstrak :
Pasien dengan perilaku kekerasan beresiko untuk mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Cara yang biasa dilakukan untuk mengendalikan perilaku tersebut adalah restrain dan seklusi di rumah sakit jiwa dan pasung di masyarakat. Saat ini belum diketahui legal aspek dan kebijakan yang spesifik di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis kebijakan restrain, seklusi dan pasung yang ada di luar negeri dan Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan tematik analisis yang menganalisis 8 dokumen luar negeri dan 7 dokumen dari Indonesia. Hasil penelitian ini ditemukan 5 tema analisis kebijakan dan legal aspek di luar negeri yaitu (1) restrain, seklusi dan pasung merupakan alternatif akhir intervensi;(2) pemberdayaan keluarga dalam pelaksanaan restrain, seklusi dan pasung;(3) memanusiakan pasien restrain, seklusi dan pasung;(4) pelaksanaan retrain, seklusi dan pasung yang aman dan nyaman untuk pasien;(5) pelaksanaan retrain, seklusi dan pasung yang aman dan nyaman untuk perawat. Tema analisis Indonesia yaitu (1) pelaksanaan retrain, seklusi dan pasung yang aman dan nyaman untuk pasien dan perawat; (2) memanusiakan pasien restrain, seklusi dan pasung. Rekomendasi: penelitian ini bisa menjadi dasar kebijakan dan legal aspek restrain, seklusi dan pasung di Indonesia.
Patients violence are risk to harm themselves, others and environtment. The ways to control those violent behaviours are restraint and seclusion at mental hospital as well as pasung (confinement) at community. There are no specific policies and legal aspects about restraint, seclusion and pasung in Indonesia. This study was to analyse policies and legal aspects about restraint, seclusion and pasung in both abroad and Indonesia. This was a qualitative thematic analysis approach that analyse 8 foreign documents and 7 documents from Indonesia. There were 5 themes from abroad were (1) restraint, seklusion dan pasung as the last intervension; (2) family empowerment;(3) protection againt inhuman; (4) safety and comfort OF restraint, seclusion and pasung intervension for patient; (5) safety and comfort restraint, seclusion and pasung intervension for nurse. Themes from Indonesia were (1) safety and comfort of restraint, seclusion and pasung intervention for patients and nurses; (2) protection againt inhuman. This study is recommended as a basic of legal aspect and policy restraint, seclusion and pasung in Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T42406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Moch. Kukuh Amin Santoso
Abstrak :
Rumah sakit sebagai suatu organisasi yang unik dan kompleks karena merupakan institusi padat karya. Dengan meningkatnya pendidikan dan sosial ekonomi serta kompleksnya penyakit dan pelayanan, maka tuntutan mutu tentunya semakin diperhatikan oleh pelanggan. Untuk itu salah satu upaya yang menentukan dalam mutu adalah rekam medis. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji Peran Tenaga Pengisi terhadap Kelengkapan, Keakuratan, dan Memenuhi Aspek Hukum Rekam Medis Rawat hap Umum di RSU Bhakti Yudha Depok. Metode penelitian adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Variabel penelitian terdiri dari tenaga pengisi rekam medis yakni dokter, perawat, dan bagian admisi yang berhubungan dengan rawat inap umum serta mutu rekam medis dinilai melalui indikator kelengkapan, tepat waktu, dan memenuhi persyaratan hukum. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan penilaian terhadap rekam rnedis untuk melihat kelengkapan, keakuratan ,dan memenuhi persyaratan hukum. Data tenaga pengisi dilakukan dengan kuesioner dan wawancara mendalam untuk menggali lebih dalam tentang rekam medis. Analisa dilakukan berdasarkan persentase tanpa dilakukan uji statistik dan dibandingkan dengar. kemampuan dari tenaga pengisi. Pada penelitian ditemukan bahwa rekam medis yang ada kurang lengkap dan kurang akurat dibandingkan dengan kemampuan tenaga pengisi yang ada , maka keadaan ini memunglcinkan terjadinya keadaan tersebut. Guna meningkatkan mutu tersebut, maka upaya yang dimungkinkan adalah menambah tenaga, meningkatkan kualitas dari tenaga yang ada dengan pelatihan secara terus menerus, panitia rekam medis lebih diaktifkan lagi . Selanjutnya sangsi terhadap tenaga pengisi terutama dokter lebih dipertegas. ...... Hospital is a unique and complex organization. With the improvement of education and social economic level along with the complexity of diseases and the health care, customers become more aware with the quality of hospital care. One of the parameter value the quality of hospital care is medical record. This research aims to know about the role of medical record filler in the improvement of medical record quality at the In Patient Care Department in RSU Bhakti Yudha. This research use descriptive methodology research with quantitative and qualitative approach . The independent variables are doctors, nurses and admissions work at the in - patient care department. The dependent variable is medical record quality. Data is collected by measuring the completeness, the accuracy , and the accurate time returning medical record to medical record department , and the legal aspect of medical record . Data is collected from the filler by filling questioners and doing in depth interview to get more information about medical record. The data analyzed by percentage , without statistical test, and then compare it with the capability of medical filler. The results are : only 9 % of 100 medical records have been completed , and only 68 %, of 100 medical records are accurate . This may caused by the quality of medical record filler . As for the accurate time returning medical record to medical record department, can not be measured. Improving the quality of medical record can be done by adding human resources, improving the quality of human resource available in RSU Bhakti Yudha, train the filler continuously, and activate medical record committee. One thing that should not be forgotten is giving punishment explicitly to the medical record filler, especially doctors, who do not fill the medical record properly.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T8221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library