Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Brilliant Putri Kusuma Astuti
Abstrak :
MPASI merupakan sumber nutrisi utama bagi balita, khususnya bayi yang berusia 6-24 bulan. Pemberian MPASI yang tepat memiliki peran krusial dalam mempertahankan status nutrisi anak. Namun, masih banyak ibu yang belum mengetahui tentang tata cara pemberian MPASI yang tepat. Pengetahuan ibu mengenai pemberian MPASI dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah faktor sosiodemografi. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini akan dianalisis hubungan antara faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu tentang MPASI. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan data primer yang diperoleh melalui kuesioner dan data sekunder dari penelitian utama berjudul ?Longitudinal study on the effect of multiple micro-nutrient supplementation on haemoglobin level of 8 to 22 month old Indonesian children.? Hasil penelitian menunjukkan bahwa 86 subjek (64,7%) memiliki tingkat pengetahuan tentang MPASI yang baik, 71 subjek (53,4%) memiliki sikap pemberian MPASI yang positif, dan 68 subjek (51,1%) memiliki perilaku pemberian MPASI yang kurang baik. Karakteristik ibu berdasarkan sebaran sosiodemografi adalah sebagai berikut: 58 subjek (43,6%) berusia di atas 30 tahun; 81 subjek (60,9%) memiliki tingkat pendidikan menengah; 117 subjek (88%) tidak bekerja/Ibu Rumah Tangga (IRT); 88 subjek (66,2%) memiliki status ekonomi di atas garis kemiskinan; dan 99 subjek (73,4%) memiliki bentuk keluarga inti. Dari uji hipotesis Chi-square, diperoleh bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan ibu tentang MPASI (p=0,02). Namun, tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara statistika antara faktor sosiodemografi lainnya dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu tentang MPASI.
Complementary feeding is the main nutrients supply for kids, especially in children aged 6 to 24 months. Correct provision of complementary feeding has crucial role in maintaining child nutritional status. However, there are lots of mothers with inadequate knowledge about complementary feeding. Mother's knowledge regarding complementary feeding is affected by various factors, such as sosiodemographic factors. Therefore, this study was determined to analyze the association between sociodemographic factors and the level of mother's knowledge, attitude, and behaviour regarding complementary feeding. This study is a cross-sectional study, using primary data from questionnaire and secondary data from a primary research entitled ?Longitudinal study on the effect of multiple micro-nutrient supplementation on haemoglobin level of 8 to 22 month old Indonesian children.? This study shows that 86 subjects (64,7%) had good knowledge about complementary feeding, 71 subjects (53,4%) had positive attitude regarding complementary feeding, and 68 subjects (51,1%) had mediocre behaviour regarding complementary feeding. Characteristics of subjects by sociodemographic factors were as follows: 58 subjects (43,6%) aged above 30 years old; 81 subjects (60,9%) had intermediate level of education; 117 subjects (88%) were housewifes; 88 subjects (66,2%) had economical status below poverty line; dan 99 subjetcs (73,4%) were classified as nuclear family. Through Chi-Square test: there was significant association between mother's education and the knowlegde about complementary feeding (p=0,02). On the other hand, there were no significant association between any other sociodemographic factors and the level of mother's knowledge, attitude, and behaviour regarding complementary feeding.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risna Merysa
Abstrak :
Prevalensi stunting di Indonesia khususnya di daerah Aceh masih tinggi dan kondisi ini masih berada di atas ambang yang ditetapkan WHO sebesar 20%. Salah satu faktor yang memengaruhi kejadian stunting yaitu pemberian makan pada anak yang meliputi pemberian ASI dan MPASI. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman ibu terhadap pemberian makan pada anak dengan kondisi stunting. Penelitian ini yaitu penelitian kualititatif dengan pendekatan fenomenologi. Partisipan yang terlibat di dalam penelitian ini yaitu 10 ibu yang memiliki anak dengan kondisi stunting berusia 2-3 tahun. Analisis tematik merupakan metode analisis data yang dilakukan di dalam penelitian ini. Berdasarkan data analisis yang dilakukan diperoleh 6 tema yaitu: 1) Ibu memberikan ASI tapi tidak eksklusif, 2) Pemberian MPASI tidak adekuat, 3) Ibu kurang mendapat informasi tentang pemberian makan pada anak, dan 4) Ibu memperoleh dukungan dari suami dan keluarga selama pemberian makan pada anak. Pemberian edukasi tentang pemberian makan pada anak harus dioptimalkan untuk mengurangi angka kejadian stunting pada anak di Indonesia khususnya di Aceh. ......The prevalence of stunting in Indonesia, especially in Aceh, is still high and this condition is still above the threshold set by the WHO of 20%. One of the factors that influence the incidence of stunting is the feeding practice including breastfeeding and complementary feeding. This study aimed to explore the experience of mothers in feeding practice for children with stunting conditions. This research was aqualitative research with a phenomenological approach. The participants involved in this study were 10 mothers who had children with stunting conditions for 2-3 years. Thematic analysis was a method of data analysis carried out in this study. Based on the data analysis, 6 themes were obtained, namely: 1) Children are not exclusively breastfed, 2) Inadequate complementary feeding practice, 3) Mothers have lack information about child-feeding practices, and 4) Mothers get the supports from husband and family during the feeding process to their children. Providing education about child feeding should be optimized to reduce the incidence of stunting in children in Indonesia, especially in Aceh.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astuti
Abstrak :
Latar belakang: Indonesia adalah negara yang rawan terjadi bencana alam. Bencana-bencana tersebut menempatkan anak usia dini pada posisi rentan. Salah satu kebutuhan anak usia 6-24 bulan yang sulit terpenuhi pada situasi bencana adalah MPASI. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemberian MPASI pada situasi bencana di Indonesia. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan datanya menggunakan observasi, FGD (6 partisipan), dan wawancara mendalam (11 partisipan). Partisipan yang terlibat merupakan aktivis kemanusiaan, tenaga kesehatan, warga setempat yang terlibat pada pengolahan MPASI dan pengasuh utama anak. Latar belakang kejadian bencana adalah erupsi Merapi 2021 dan longsor Sumedang 2021. Analisis data yang digunakan adalah analisis tematik, data diambil dari kalimat bermakna partisipan lalu dibentuk koding, diberikan kategori hingga subtema, dan dibentuk tema. Hasil: Terdapat lima tema yang dihasilkan yaitu 1) Donasi MPASI rumahan berdasarkan kearifan lokal, 2) MPASI yang tidak adekuat, 3) Sumber daya terbatas untuk pengelolaan MPASI, 4) Kondisi bersih versus kondisi kotor, dan 5) Asa MPASI yang Terjaga di Tengah Situasi Bencana. Kesimpulan: Penelitian ini menemukan beberapa program yang menyediakan MPASI rumahan berdasarkan kearifan lokal meskipun demikian makanan yang disediakan belum sepenuhnya adekuat memenuhi nutrisi anak usia 6-24 bulan. Makanan dan minuman pabrikan masif diberikan oleh para donatur. Meskipun demikian, praktik responsive feeding dan pemberian ASI masih berjalan seperti biasa. ......Background: Indonesia regularly faces many natural disasters. As one of vulnerable groups, young children aged 6-24 months had the challenges to get the complementary foods properly during the disaster situation. The aim of this study was to analyze the practice of complementary feeding in Indonesian disaster situations. Methods: This research was a case study qualitative research. The data was collected using observation, FGD (6 participants), and in-depth interviews (11 participants). The participants were humanitarian activists/health workers/the residents who were involved in the process of making complementary foods and the primary caregivers of children aged 6-24 months. The background of the disaster is the Merapi eruption in 2021 and the Sumedang landslide in 2021. The data analysis used is thematic analysis that data is taken from meaningful sentences of the participants and then the coding is formed, given categories to sub-themes, and formed themes. Results: There were five themes resulting from data analysis. The themes were 1) The donation of home-based complementary foods based on local wisdom, 2) Inadequate complementary feeding, 3) Limited resources for complementary foods management, 4) The clean conditions versus the dirty ones, and 5) A glimpse of hope of complementary feeding practices. Conclusion: This research shows that several programs provide home-based complementary foods based on local wisdom, although the food provided is not fully adequate to meet the nutrition of children aged 6-24 months. Massive manufactured food and beverages were provided by the NGOs. Nevertheless, the practice of responsive feeding and breastfeeding are continued.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khouw Loanita Theresiana
Abstrak :
Jendela paling kritis kurang gizi terletak pada usia 6-12 bulan karena air susu ibu (ASI) saja sudah tidak dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi. Sehingga diperlukan makanan pelengkap ASI yaitu makanan pendamping ASI (MP-ASI). Praktek pemberian MP-ASI dipengaruhi berbagai faktor antara lain faktor biologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan pelayanan kesehatan sehingga menimbulkan banyak permasalahan dalam praktek pemberian MP-ASI tersebut. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai praktek pemberian MP-ASI dan faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek pemberian MP-ASI pada bayi 4-11 bulan di Kabupaten Tangerang. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang / cross sectional pada bayi umur 4-11 bulan di Kabupaten Tangerang Provinsi Banten, di mana pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret 2002. Sebagai sampel adalah ibu yang mempunyai bayi berusia 4-11 bulan yang diambil sesuai dengan metode survei cepat (Ariawan, 1996), menggunakan rancangan cluster dengan cara probability proportional to size (pps), sehingga didapat jumlah sampel sebesar 300 responden, dan pada waktu pelaksanaan ternyata 1 responden sudah pindah sehingga akhirnya diperoleh data dari 299 orang ibu yang mempunyai bayi 4-11 bulan. Pengumpulan data dilakukan oleh 6 orang alumni Akademi Gizi Jakarta yang telah dilatih lebih dahulu. Variabel dependen yaitu praktek pemberian MP-ASI dan variabel independen adalah umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan gizi ibu, jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga dan peran petugas kesehatan. Untuk melengkapi data pada variabel praktek pemberian MP-ASI, juga dilaksanakan diskusi kelompok terarah di 2 desa cluster yang masing-masing dihadiri oleh ± 10 orang tokoh masyarakat, tokoh agama dan kader posyandu. Sedangkan untuk variabel peran petugas kesehatan dilengkapi dengan wawancara langsung terhadap 29 oang pembina desa di lokasi penelitian. Analisis yang dilakukan adalah univariat, bivariat dan multivariat dengan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan proporsi 59,2% praktek pemberian MP-ASI yang baik dan 40,8% dengan praktek pemberian MP-ASI yang kurang balk. Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa variabel yang mempunyai hubungan bermakna dengan praktek pemberian MP-ASI adalah pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga, dan peran petugas kesehatan (p < 0,005), sedangkan variabel umur ibu, pengetahuan gizi dan pendapatan keluarga tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan praktek pemberian MP-ASI (p > 0,005). Hasil analisis multivariat regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang paling dominan berhubungan dengan praktek pemberian MP-ASI adalah peran petugas kesehatan dengan OR 3,6 yang berarti ibu yang tidak mendapatkan peran petugas kesehatan mempunyai peluang 3,5697 kali untuk praktek pemberian MP-ASI yang kurang baik dibandingkan dengan ibu yang mendapat peran petugas kesehatan yang baik. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa praktek pemberian MP-ASI di Kabupaten Tangerang belum optimal karena masih ada 40,8% dengan praktek pemberian MP-ASI yang kurang baik. Untuk itu disarankan adanya dukungan langsung dari pembuat kebijakan dengan lintas sektor terkait untuk meningkatkan pendidikan, adanya tempat penitipan bayi di sekitar tempat kerja, meningkatkan pemeliharaan ternak di tingkat keluarga. Untuk instansi kesehatan dalam hal ini Dinas Kesehatan , Puskesmas dan Organisasi Profesi didalamnya seperti IDI, IBI agar meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan motivasi mengenai praktek pemberian MP-ASI dengan tepat dan benar. Untuk peneliti lain agar dapat dilanjutkan dengan penelitian kohort mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan fisiologi pengeluaran ASI pada hari-hari pertama yang menyebabkan tingginya pemberian makanan prelakteal. ...... The most critical window of malnourished is on age 6-12 months, since the only breast-feeding is not enough to complete the nutrition need of infant. So it is need food complete the breast-feeding, that is food for complementary feeding. The practice in giving complementary feeding is influenced some factors, among others biology, economy, social culture, technology and health service, so raise a lot of problem in practice of giving the complementary feeding. The objective of this study was to obtain the information on the practice in giving complementary feeding and the factors that related to the practice of giving complementary feeding on infant age 4-11 months in Tangerang District. This study design was cross-sectional on infant age 4-11 months in Tangerang District, Banten Province, where the data was conducted on March 2002. The sample was the mothers having infant age 4-11 months that taken based on rapid survey method (Ariawan, 1996), using cluster design by probability proportional to size (pps), so it obtained the number of sample was 300 respondents. On the implementation, the fact that 1 respondent had moved, so finally it obtained 299 mothers having infant age 4-11 months. The data was collected by 6 alumnus of Nutrition Academy of Jakarta, which trained in advance. Dependent variable was the practice of giving complementary feeding and independent variable were mother's age, mother's education, mother's occupation, the knowledge of mother's nutrition, the number of family, family income and role of health provider. To complete the date on practice in giving complementary feeding variable, it also conducted the Focus Group Discussion at 2 cluster villages, where in each village attended by ± 10 community leaders, religion leaders and cadre. While for variable on the role of health provider it completed with in-depth interview to 29 village referrals at the study location. The analysis that conducted was univariate, bivariate and multivariate by logistic regression. The result of this study showed that the proportion was 59.2% having good practice in giving complementary feeding and 40,8% was not good in practice in giving complementary feeding. Based on bivariate analysis known that the variable that having significant relationship with the practice in giving complementary feeding was mother's education, mother's occupation, number of family member, and the role of health worker (p<0.005). While the variable of mother's age, the knowledge on nutrition and family income have not significant relationship with practice in giving complementary feeding (p>0.005). The result of logistic regression multivariate analysis showed that the variable that the most dominant having relationship with practice in giving complementary feeding was the role of health provider with OR 3,5697. It means that the mother who had not get the role of health provider having tendency as 3.5697 times for practice in giving complementary feeding that was not good compared with mother whose obtain the role of good health provider. Based on this study, it can be concluded that the practice in giving complementary feeding at Tangerang District is not optimal yet, since there is still 40,8% with practice in giving complementary feeding not good. It is recommended the availability of direct role from policy maker by related cross sector to improve education, the availability of day-care for infant at around the working place, and improving animal care at the family level. For health Institution, i.e. Local Health Service, Health Center and profession organization such as Association of Indonesia Medical Doctors, Association of Indonesian Midwives in order to improve their knowledge, skill and motivation on the practice in giving MP-ASI correctly and timely. For other researchers should continue cohort study on the factors that related to physiology breast-feeding expenses on the first day that caused to the high in giving the pre-lactation food.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T10812
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anneke Greta
Abstrak :
One way to improve the success of exclusive breastfeeding promotion is to understand the factors that directly of indirectly influence a mother's decision to initiate complementary feeding, as well as their interaction. The present study employed the use of a newly developed qualitative dietary survey-Food Choice Map method-to investigate those factors for 40 mothers with infants aged 4 - 6 months old residing in Pondok Labu sub-district of South Jakarta, Indonesia, regarding the `military' and 'civilian' communities. K -Means Cluster Analysis was used to create relatively homogenous groups based on demography and socioeconomy characteristics using variables such as mother's age, child's age and sex, study groups, ownership of house, phone, and motorcycle. Nearly all infants (97%) received complementary feeding before the age of 4 months old with "to calm child" as the most common reason why mothers initiated the feeding. Most infants were given banana as their first food as the "social circle suggested" or because it is "commonly used food." Another large percentage received instant baby food due to "its practicality." The findings suggest factors such as socioeconomy and demography-as described by the cluster characteristics-whom mothers were dependent on, feeding experience, and self-confidence influenced mother's decision in initiating complementary feeding. Furthermore, they interact with one another that their existence of affecting mothers' behavior is the result of not only one factor. It is recommended to establish breastfeeding support groups for the mothers, as well as to greaten encouragement from the social circle and medical professionals to motivate mothers and increase their self-confidence to breastfeed the infants.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Pratiwi
Abstrak :

Stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius dan memiliki efek jangka panjang pada individu dan masyarakat, termasuk berkurangnya perkembangan kognitif dan fisik, berkurangnya kapasitas produktif dan kesehatan yang buruk dan meningkatnya penyakit degenerative. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Sukadana Kabupaten Lampung Timur tahun 2019. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional dengan jumlah sampel 165 anak yang diambil secara simple random sampling. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2019 pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner dan pengukuran antropometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi stunting pada anak usia 24-59 bulan sebesar 26,1%. Variabel yang berhubungan dengan kejadian stunting yaitu riwayat pemberian ASI Eksklusif dan riwayat pemberian MP ASI setelah dikontrol variabel berat lahir, panjang badan lahir, riwayat pemberian kapsul vitamin A, riwayat pemberian ASI Eksklusif dan penyapihan. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian stunting adalah riwayat pemberian MP ASI. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan stunting dengan memperhatikan praktik PMBA yang benar dan dilakukan penanggulangan stunting dengan melakukan perbaikan gizi tidak hanya pada anak usia 0-23 bulan tetapi juga usia 24-59 bulan


Stunting is a serious public health problem and has long-term effects on individuals and society, including reduced cognitive and physical development, reduced productive capacity and poor health and worsening degenerative diseases. The aim of this study is to know factors related to the incidence of stunting in children aged 24-59 months in the Sukadana Public Health Center (Puskesmas) Working Area in East Lampung District in 2019. This study was a quantitative study with a cross sectional design which has 165 children as sample and used simple random sample as methode. This research was conducted in May-June 2019 by collecting data through direct interviews using questionnaires and anthropometric measurements. The results showed that variables related to stunting were the history of MP ASI contribution after controlled with variables of birth weight, birth length, giving vitamin A capsule, history of exclusive breastfeeding and weaning.

2019
T52720
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfia Fitriani Nafista
Abstrak :
Pendahuluan : Malnutrisi merupakan salah satu masalah nutrisi yang banyak banyak terjadi pada anak-anak di seluruh dunia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh edukasi nutrisi terhadap pengetahuan, sikap ibu dan berat badan anak. Metode : Desain penelitian ini menggunakan quasi experiment dengan kelompok pre post test dengan kelompok kontrol. Pengumpulan data menggunakan kuesioner KAP yang berasal dari FAO. Hasil : Hasil penelitian ini didapatkan bahwa usia rata-rata ibu yang menjadi responden ≥ 30 tahun, sebagain besar ibu adalah ibu rumah tangga, ibu memiliki anak tunggal dan ≥ 2 orang, pendidikan mayoritas SMA, dan memiliki penghasilan ≥ UMR Kabupaten Jember. Berdasarkan analisis didapatkan bahwa setelah edukasi menggunakan PMBA dengan konsep pendekatan action-oriented-group pada kelompok intervensi mampu meningkatkan pengetahuan lebih tinggi dibanding kelompok kontrol , nilai p value untuk pengetahuan adalah 0,000, sikap ibu (p value 0,000) dan berat badan anak memiliki rerata 331,42 gram lebih tinggi dari kelompok kontrol dengan p value 0.000. Kesimpulan : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa edukasi kesehatan tentang makan sesuai rekomendasi WHO dengan PMBA melalui pendekatan action-oriented-group mampu meningkatkan pengetahuan, sikap ibu dan berat badan anak secara signifikan ......Introduction : Malnutrition is among children's most common nutritional problems worldwide. This study aims to analyze nutrition education's effect on mothers' knowledge, attitudes, and children's weight. Methods: The design of this study used a quasi-experimental with a pre-post test with a control group. Data collection using KAP questionnaires from FAO. Results: This study found that the average age of the mothers who became respondents was over 30 years, most of the mothers were housewives, mothers had more than 2 children, and the majority of them were high school education and had an income ≥ UMR Jember Regency. Based on the analysis, it was found that after education using PMBA with the concept of the action-oriented-group approach, and the intervention group was able to increase knowledge higher than the control group; the p-value for knowledge was 0.000, the mother's attitude (p-value 0.000) and the child's weight had an average of 331.42 grams higher than the control group with a p-value of 0.000. Conclusion: This study shows that health education about eating according to WHO recommendations with PMBA through an action-oriented-group approach can significantly increase knowledge, and attitudes toward mothers and children's weight.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ansori
Abstrak :
Bayi umur 4 - 6 bulan mulai mendapatkan makanan pendamping ASI (MP-AS1) secara bertahap, disamping masih tetap mendapat ASI. Pada masa ini kekebalan anak yang didapat secara pasif dari ibunya mulai menurun, sementara bayi mulai mendapatkan makanan yang kurang mencukupi dari kebutuhannya. Beberapa basil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi KEP pada bayi lebib dari 15% berdasarkan indeks status gizi (BB/U). Hal ini menunjukkan bahwa masalah gizi pada bayi merupakan hal yang serius yang perlu segera ditangani. Penelitian ini menganalisis data sekunder dari Penelitian " Pola menyusui, Usia penyapihan dan Pemberian MP-ASI dalam Kaitannya dengan Status Gizi Batita (6 - 36 bulan) Di Kecamatan Pedamaran Kabupaten Ogan Komering Mir Sumatera Selatan Tabun 2001". Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh tentang kekuatan hubungan umur pertama kali pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi. Pada penelitian ini desain yang digunakan adalah cross sectional (potong lintang). Sampel adalah bayi umur 6 - 12 bulan yang mendapatkan ASI. Analisis yang digunakan adalah univariat, bivariat dan multivariat_ Hasil penelitian didapatkan bahwa prevalensi KEP sebesar 20,7%, rata-rata umur pemberian MP-ASI 3,8 bulan, sedangakan bayi yang diberi MP-ASI < 4 bulan sebesar 31,0%. Asupan energi dari rata-rata 764 kkal sedangkan asupan protein 16 gr. Dari basil analisis multivari.at didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara umur pertama kali pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi umur 6 - 12 bulan. Bayi yang mendapatkan MP-ASI pada umur < 4 bulan kemungkinan akan mengalami risiko gizi kurang 5,2251 kali dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan MP-ASI pads mnur 4 - 6 bulan setelah dikontrol oleh asupan energi. Ternyata asupan energi berperan sebagai confounder, atau mempunyai pengaruh dalam meningkatkan hubungan umur pertama kali pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi. Untuk meningkatkan status gizi bayi maka perlu dilakukan peningkatan pelaksanaan monitoring pertumbuhan melalui kegiatan UPGK di posyandu, selain itu kepada ibu menyusui hams diupayakan untuk tidak memberikan makanan prelakteal dan memberikan MP-ASI dini, karena bila sudah mendapat makanan prelakteal dan IvfP-ASI yang diberikan pada umur < 4 bulan bisa merugikan bayi. Petugas kesehatan berperan penting dalam memberikan pendidikan/konseling terhadap ibu hamil tentang manajemen laktasi. Agar bayi dapat memenuhi kebutuhan gizinya perlu dikembangkan makanan lokal melalui pelatihan pembuatan makanan lokal yang memenuhi syarat gizi dan cita rasa.
The Relationship between the First Age of Introducing Complementary Feeding with Nutritional Status of Babies aged 6 - 12 Months at Pedamaran Subdistrict Ogan Komering Ilir District South Sumatera in 2001Babies aged 6 -12 months begins to get complemernary feeding gradually while still breast feeded. In this age, baby immunity which was received passively from his mother decreases, while he begins to receive an inadequate food. Several researches show that protein energy malnutrition (PEM) prevalence to babies is more than 15% based on nutritional status index (Weight/Age). This shows that baby nutrition remains serious matter to overcome. The research analyzes secondary data obtained from the previous research titled "Breast feeding pattern, weaning age and complementary feeding in relation to the nutrition status of baby under three years ( 6 - 36 months) at Pedamaran Subdistrict, Ogan Komering Ilir District, South Sumatera in 2001". This research purpose is to obtain the relational strength between the first age of introducing complementary feeding and nutritional status of babies 6 - 12 months. This research uses cross sectional design, through univariat, bivariat, and multivariate analyses. Samples are baby aged 6 - 12 months who received Breast milk The research result shows that Protein Energy Malnutrition (PEM) prevalence is 20,7%, mean of ages introducing complementary feeding is 3,8 months, mean of babies of age of introducing complementary feeding < 4 months is 31,0%, mean of energy intake is 764 kkal, and mean of protein intake is 16 gr. Multivariate analysis shows that there is significant relationship between first age of introducing complementary feeding and nutritional status of infant age 6 -12 months. Babies who received complementary feeding <4 months possible might experience with under nutrition (Weight/Age) risk more than 5,2251 than babies who received complementary feeding at 4 - 6 months of age after controlled by energy intake. Apparently, energy intake plays as confounder role, or has influence to increase the relationship between first age of complementary feeding and nutritional status of infants. In order to improve baby nutritional status, there should be monitoring improvement through UPGK program at Posyandu. In addition, mother is expected not to administer prelacteal food and able to administer exclusive breast-feeding, because babies given prelacteal and administered of introducing complementary feeding at the age <4 months, they will be harmful. On the other hand there should be information given both to health officers and pregnant mothers about lactation management . In order to baby nutrient necessity, there should be it needs local/ordinary foods development through the training of local food production which fulfills nutrition condition and flavor.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T582
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Mega Anara
Abstrak :
Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang masuk dalam kategori provinsi dengan status gizi anak yang buruk. Meskipun demikian, dari studi sebelumnya didapatkan bahwa pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua termasuk yang terbaik. Karena adanya perbedaan tersebut, peneliti mencari tahu apakah ada hubungan antara pengetahuan pemberian ASI eksklusif dan makanan tambahan bayi dengan status gizi anak usia 0-36 bulan di Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua. Penelitian ini merupakan studi cross-sectional. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara 104 orang ibu dengan anak usia 0-36 bulan di berbagai kecamatan di Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan pengetahuan pemberian ASI eksklusif dengan status gizi anak usia 0-36 bulan (p > 0,05) dan hubungan pengetahuan pemberian makanan tambahan dengan status gizi anak usia 0-36 bulan (p > 0,05). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan pengetahuan pemberian ASI eksklusif dan makanan tambahan bayi dengan status gizi anak usia 0- 36 bulan di Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua tahun 2014. Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengetahui adanya faktor-faktor lain yang kemungkinan berhubungan dengan status gizi anak usia 0-36 bulan di sana. ...... Papua is one of the provinces in Indonesia that included in category of provinces with poor nutritional status of children. Nonetheless, from a previous study found that 3 of 5 children received exclusive breastfeeding in Jayawijaya, Papua Province while studies state that exclusive breastfeeding have many advantages for child growth and development. Because of those previous studies, we found out whether there is a relation between knowledge in providing exclusive breastfeeding and complementary feeding with nutritional status of children aged 0-36 months in Jayawijaya Papua Province. This study is a cross-sectional study. Data were collected through interviews with 104 mothers of children aged 0-36 months and antrophometric measurements for children in various districts in Jayawijaya, Papua Province. We classified the nutritional status as based on the z-score categories (weight-for-height, height-for-age, and weight-for-age). The results shows that the prevalence of of stunting and severely stunting (49,03%), according to height-for-age, is higher than national prevalence (40%). According to weight-for-height category, the prevalence of underweight children (12,50%) is hight than the national prevalence (11,9%). From the Chi square analysis, there was no relation between knowledge in providing exclusive breastfeeding and nutritional status of children aged 0-36 months (p> 0.05) and no relation between knowledge in providing complementary feeding and nutritional status of children aged 0-36 months (p > 0.05). Therefore, it can be concluded that there is no relation between knowledge in providing exclusive breastfeeding and complementary feeding with nutritional status of children aged 0- 36 months in Jayawijaya, Papua Province in 2014.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Duma Octavia Fransisca
Abstrak :
ABSTRAK
Pendahuluan. Anak perawakan pendek mempengaruhi sekitar sepertiga dari anak-anak balita di negara berkembang dan berhubungan dengan kesehatan dan pembangunan yang buruk. Golden 2009 mengusulkan bahwa anak perawakan pendek mungkin perlu MP-ASI densitas gizi lebih tinggi dibandingkan dengan anak normal untuk mengejar pertumbuhan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh MP-ASI densitas standard SND-CF dan lebih tinggi HND-CF yang dikembangkan dari Rekomendasi MP-ASI dioptimalkan dan makanan fortifikasi pada pertumbuhan anak perawakan pendek berusia 12-23 bulan dibandingkan dengan kontrol.Metodologi. Sebuah percobaan terkontrol berbasis masyarakat, acak-ganda-buta, dilakukan di antara anak perawakan pendek berusia 12-23 mo. Penelitian ini terdiri dari dua tahap: Tahap I untuk mengembangkan Rekomedasi MPASI dioptimalisasi menggunakan pendekatan program linear LP dan merumuskan tingkat densitas gizi yang berbeda dari MP-ASI. Tahap II, intervensi 6 bulan dengan 3 kelompok intervensi a HND-CF menerima Rekomendasi MP-ASI dioptimalisasi dan biskuit fortifikasi lebih tinggi , b SND-CF menerima Rekomendasi MP-ASI dioptimalisasi dan biskuit fortifikasi standar dan c ND-CF menerima Rekomendasi MP-ASI dioptimalisasi dan biskuit tidak difortifikasi/kontrol . Panjang badan dan berat badan diukur setiap bulan. Konsumsi biskuit dicatat pada kunjungan mingguan.Hasil. Survei pola makan menunjukkan bahwa niasin diidentifikasi sebagai zat gizi masalah sebagian dan tujuh nutrisi tidak bisa mencapai 65 kebutuhan diet. Ada peningkatan proporsi anak yang memenuhi frekuensi konsumsi makanan padat gizi mingguan yang direkomendasi oleh Rekomendasi MP-ASI, seperti makanan fortifikasi, buah semua kelompok , hati ayam SND-CF dan HND-CF dan ikan teri ND-CF . Energi, protein, vit B1, intake B6 meningkat pada semua kelompok. Kelompok HND-CF cenderung memiliki episode yang lebih tinggi dan durasi diare dan demam. Studi ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada pertambahan panjang dan LAZ antara kelompok intervensi setelah disesuaikan untuk faktor perancu. Dibandingkan dengan ND-CF, ukuran efek pada pertambahan panjang -0,39 dan -0,39 untuk HND-CF dan SND-CF, masing-masing. Tidak ada pertambahan yang nyata pada berat badan, WAZ dan WHZ antara kelompok intervensi antara HND-CF dibandingkan dengan SND-CF dan kontrol. Tapi ada tren bahwa SND-CF memiliki pertambahan WAZ lebih besar. Dalam semua kelompok ada 8,5 ND-CF , 8,7 SND-CF dan 11,1 HND-CF anak perawakan pendek menjadi normal setelah intervensi 6-mo.Kesimpulan dan Rekomendasi. Data kami menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata dari MP-ASI densitas lebih tinggi pada pertumbuhan anak perawakan pendek dibandingkan dengan SND-CF dan ND-CF. Studi lebih lanjut harus menyelidiki efek MP-ASI dioptimalisasi dengan kecukupan gizi dirancang pada Estimated Average Requiement EAR dibandingkan dengan Rekomendasi MP-ASI dioptimalisasi dengan makanan fortifikasi. Program fortifikasi harus dirancang setelah mengidentifikasi kesenjangan zat gizi antara kebutuhan dan asupan gizi dioptimalkan.
ABSTRACT
Introduction. Stunting affects about one third of children underfive in developing countries and is associated with poor health and development. Golden 2009 proposed that stunted children may need higher nutrient density diets as compared to normal children to catch up their growth. The purpose of this study is to investigate the effect of Standard SND CF and higher HND CF nutrient density complementary food diets developed from optimized complementary feeding recommendation CFR and fortified foods. on growth of stunted children aged 12 23 month compare to control.Methodology. A community based, double blind randomized, controlled trial was conducted among stunted children aged 12 23 mo. This study consisted of two phases Phase I to develop optimized CFR using linear programming LP approach and to formulate different nutrient density level of CF. Phase II, 6 month intervention with 3 intervention groups a HND CF received optimized CFR and higher fortified biscuit , b SND CF received optimized CFR and standard fortified biscuit and c ND CF received optimized CFR and unfortified biscuit control . Body length and weight were measured every month. Biscuit consumption was recorded on weekly visit.Results. Dietary survey shows that niacin was identified as partial problem nutrient and seven nutrients could not achieve 65 dietary requirements. There were improvement on proportion of children meeting the recommended weekly frequency of promoted nutrient dense foods such as fortified foods, fruits all groups , chicken liver SND CF and HND CF groups and anchovy ND CF group . Energy, protein, vit B1, B6 intakes increased in all groups. HND CF group tend to have higher episode and duration of diarrhea and fever. Findings show there were no significant differences on length gain and LAZ gain between intervention groups after adjusting for covariates. Compared to ND CF, effect size on length gain were 0.39 and 0.39 for HND CF and SND CF, respectively. There was no significant weight gain, WAZ gain and WHZ between intervention groups between the HND CF as compared to SND CF and control. But there is a trend that SND CF has better WAZ gain. In all groups there were 8.5 ND CF , 8.7 SND CF and 11.1 HND stunted children became non stunted normal after 6 mo intervention.Conclusion and Recommendation. Our data shows that there is no significant difference of higher nutrient density CF on the growth of stunted children as compared to SND CF and ND CF. Further study should investigate the effect of optimized CFR with nutrient adequacies designed at Estimated Average Requirement level in comparison to optimized CFR with fortified food. Fortification program should be designed after identifying nutrient gaps between the requirements and optimized intakes.
2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>