Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 228 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pasaribu, F. Kurniasari
Abstrak :
IFRS merupakan bagian integral dari Rumah Sakit yang merupakan pengelola tunggal perbekalan farmasi di RSUD Koja dan menyerap anggaran belanja farmasi yang tinggi pada tahun 2002 yaitu sebesar 94,88% dibandingkan pada tahun 2001. Penggunaan anggaran yang tinggi sebaiknya diikuti dengan pengelolaan yang baik, serta kreativitas dalam mengatasi berbagai kendala dan keterbatasan dalam pelayanan Farmasi. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan gambaran pengelolaan perbekalan farmasi secara optimal yang dihubungkan dengan pelaksanaan fungsi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan dan pelaporan. Penelitian bersifat studi kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metoda yang digunakan adalah analisis deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam, observasi, dan teiaah dokumen. Informan penelitian terdiri dari Direktur beserta pejabat struktural yang terkait, Apoteker sebagai Kepala IFRS, dan staf Asisten Apoteker, keseluruhan perbekalan farmasi yang tersedia. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa belum adanya struktur organisasi yang baku serta uraian tugas dan wewenang yang jelas di IFRS, kualitas dan kuantitas SDM yang kurang, PFT yang belum terlibat secara aktif, tidak lengkapnya sistem prosedur tetap sebagai acuan bagi petugas, penyerapan anggaran yang digunakan untuk belanja farmasi sebesar Rp. 3.858.191.076,- pada tahun 2002 dan adanya hutang belanja farmasi 2002 sebesar Rp. 446.109.951,-. Proses perencanaan menggunakan metoda konsumsi, proses pengadaan secara pelelangan dan pengadaan secara langsung pada tahun 2002, sedangkan pengadaan pada tahun 2003 dilakukan secara langsung, dengan jumlah idle stock berdasarkan stock opnanne per 31 Desember 2002 sebesar Rp. 1.990.165.381,-. Dari anggaran yang tersedia besarnya anggaran yang digunakan untuk pendistribusian perbekalan farmasi sebesar Rp. 2.544.259.058,- pada tahun 2002 dan Rp. 998.386.463,- pada tahun 2003. Diperoleh juga hasil pencatatan stok yang tidak tepat sehingga menghasilkan pelaporan yang tidak pasti. Kesimpulannya adalah pengelolaan perbekalan farmasi pada periode 2002 sampai dengan Mei 2003 belum dilakukan secara optimal yang disebabkan oleh factor-faktor seperti: belum adanya struktur organisasi baku, kualitas dan kuantitas petugas kurang, belum adanya revisi Formularium Rumah Sakit oleh PFT, belum adanya evaluasi terhadap kebijakan tahun 1997, prosedur tetap (SOP) yang tidak lengkap, serta pengawasan yang kurang. Saran untuk mencapai pengelolaan perbekalan farmasi secara optimal adalah menetapkan struktur organisasi yang baku, pelatihan logistik bagi petugas, penetapan standar minimal pelayanan IFRS, melakukan proses perencanaan secara VLW, pengadaan menggunakan metoda ABC, revisi Formularium Rumah Sakit oleh PFT, dan kepada pihak manajemen untuk mengevaluasi pelayanan obat bagi karyawan agar tercapainya efisiensi dan efektifitas. Daftar Bacaan: 31 (1982 - 2002)
The Optimally Management of Pharmaceutical Preparation at Koja Hospital North JakartaThe pharmacy department is an integral element of hospital in managing pharmaceutical operation at RSUD Koja. In 2002, the use of pharmaceutical are 98,88% higher than the last year's account. Logically, a higher cost should be followed by a good management of pharmaceutical operation and an improved creativity in handling the operational problems. The objective of research is to obtain optimal figure of pharmaceutical operation connected to planning, procurement, storage, distribution, stock records, and data reporting. The method of research is by doing case-study with qualitative analysis and the use of descriptive analysis. The data collecting was done by in depth interview, observation, and document finding. The informant are focused on director with the hospital managers who connected to pharmaceutical operation, pharmacist as a chief of pharmacy department and staff and all of source that connected to the pharmaceutical. The result shows, there are no standard structure of hospital pharmacy with job description as a guide to staff, no empowering, improper quality and quantity of human resources, no activity of The Pharmacy and Therapeutics Committee, there are no systematic procedure and rules guide staff. In 2002, the total cost of pharmaceutical preparation is Rp 3.858.191.076 and the total debt of Rp 446,109.951. The current method of planning based on consumption, tendering procurement and direct procurement in 2002, with the total of idle stock in December 31, 2002 is Rp. 1.990,165.381. The cost of pharmaceutical distribution is Rp. 2,544.259.058 in 2002 and on the next year is already reach the point of Rp. 998.386.463 until may 31, 2003. Besides, there are inaccurate records which causing an invalid reports. The conclusion of research are no optimal management of pharmaceutical operation in 2002 until May 2003, caused by no standard structure, lack of quality and quantity of human resource, no systematic procedures and consistent rules, and no monitoring of results- The Suggestion in obtaining the optimal management of pharmaceutical operation are to build a standard structure, a continue training of logistic, for staff, minimal standard pharmaceutical care, planning process by VEN, using ABC method of procurement, revise the hospital's flow of drugs and to evaluate of drugs providing especially for the employee to obtain efficiency and effectiveness. Reference: 31 (1982 - 2002)
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12946
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wijaya
Abstrak :
Aktifitas untuk mewujudkan keadaan aman dan sejahtera bangsa Indonesia untuk menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara adalah pembangunan unsur-unsur ketahanan nasional secara sinergis. Pembangunan kekuatan pertahanan dan TNI sebagai komponen utamanya dimaksudkan untuk mewujudkan keamanan nasional. Tetapi pembangunan sebagai implementasi Konsep Ketahanan Nasional hasilnya dapat mendua yakni meningkatkan ketahanan nasional atau sebaliknya menjadi ironi, biaya dan alokasi sumberdaya untuk pembangunan tidak sebanding dengan manfaatnya. TNI sebagai komponen utama kekuatan pertahanan didukung empat industri farmasi untuk memberikan pelayanan dan dukungan bekal kesehatan dalam implementasi kebijakan pertahanan. Masalahnya masih banyak prajurit yang sakit di daerah operasi, ada keluhan pelayanan dan dukungan obat, tidak bermanfaatnya inovasi, sementara itu pembangunan dan pengembangan industri farmasi terns dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis keberadaan industri farmasi TN1 mengenai efisiensi dan efektifitasnya untuk kepentingan pertahanan dalam rangka ketahanan nasional. Metode yang digunakan adalah penelusuran data dan survey. Penelusuran data dilakukan untuk mendapatkan data input dan output industri farmasi TNI serta kebutuhan obat di lingkungan TNI. Survei dilakukan untuk mendapatkan data kepentingan pengguna produk terhadap kinerja industri farmasi TNI. Teknik analisis efisiensi berdasarkan perbandingan nilai output terhadap nilai input dan penggunaan kapasitas produksi setiap tahun, mulai tahun 2000-2004. Analisis efektifitas berdasarkan perbandingan nilai output terhadap kebutuhan bekal obat dan perbandingan kepentingan pengguna produk terhadap kinerja industri farmasi TNI. Hasilnya menunjukkan tingkat efisiensi ekonomi dan teknis tahun 2000-2004 berfluktuasi masing-masing berkisar 30 -155% dan 5 - 62%, umumnya tingkat efisiensi kurang dari 100%. Tingkat efisiensi bergantung pada kebijakan penentuan jenis dan kuantitas produksi, semakin besar kuantitas produksi dan jenis produknya bernilai ekonomi tinggi semakin meningkat efisiensi. Rendahnya kuantitas produksi dan rendahnya nilai ekonomi produk menimbulkan rendahnya efisiensi. Hasil produksi hanya memberi kontribusi kurang dari 50% kebutuhan pelayanan kesehatan, dan ironisnya kebijakan produksi belum diarahkan untuk kepentingan dukungan operasi militer, sehingga kapasitas produksi banyak menganggur. Hasil survei kepentingan pada 118 tenaga medis menunjukkan kepentingan obat untuk dukungan operasi militer, distribusi, pemanfaatan produk, teknologi dan mutu bahan baku perlu diperhatikan dan ditingkatkan. Berdasarkan kondisi belum efektif dan belum efisien, analisis kekuatan dan kelemahan menunjukkan industri farmasi TNI lemah dan terancam yang disebabkan kebijakan suprasistem yang belum memberdayakannya sesuai tujuan dan kapasitas pembangunannya. Dengan demikian dapat disimpulkan dari sudut pandang implementasi kebijakan pertahanan dan ketahanan nasional, keberadaan industri farmasi TN1 belum efektif dan belum efisien, Iemah dan terancam. Untuk itu disarankan, dalam jangka pendek ada kebijakan pemberdayaan kemampuan produksi dan distribusinya. Dalam jangka panjang industri farmasi TNI direvitalisasi dan diintegrasikan oleh Departemen Pertahanan R1 agar efisien dan efektif melayani kepentingan pertahanan dan kepentingan nasional di bidang kesehatan.
The activity to implement the National Resilience Concept to provide national security and prosperity is synergistic development of national power elements. The main objective of development of the Indonesian Military (TNI) as the core of national defense force is to provide national security. The result of development as the implementation of National Resilience Concept may be ambiguous namely to improve the national resilience or it may be irony. The expense and allocation of resource for the development is not balance with the benefit thereof. Indonesian Military as the core of defense force is supported by four pharmacy industries to provide the service and medical support in implementing the defense policy However there are still many sick warriors in operation area, complaint on service and medicine support, the absence of benefit on innovation while the pharmacy industry building and development are continuously made. The objective of this research is to analyze the existence of the Indonesian Military pharmacy industry. It is focused on its efficiency and effectiveness for the interest of the national defense and security. The method of this research is data research and survey. The analysis on efficiency is based on the ratio of output value to input value and the use of annual production capacity, as of 2000-2004. Meanwhile the analysis on effectiveness is based on the ratio of output value to the need of medicine and findings of survey of the interest of the users of Indonesian Military pharmacy industry products. The findings there of indicate that the economical and technical efficiency level of 2000-2004 fluctuates around respectively 30-155% and -62% and generally speaking the efficiency level is less than 100%. The efficiency level depends on the policy on production type and quantity determination. The higher the production quantity and economic value of product type, the higher the efficiency. The low production quantity and economic value of product result in the low efficiency. The production contributes only less than 50% of the need of medical service and ironically the production policy is not yet directed to the interest of support for military operation, so that many production capacities are not utilized. The findings of survey on 118 medical workers indicate that it is necessary to take into account and improve the medicine interest to support the military operation, distribution, product utilization, technology and raw material quality. The analysis on strength and weakness indicates that Indonesian Military pharmacy industry is still weak and threatened because of the supra system policy that does not empower it in accordance with the objective and capacity of development. The conclusion of this research indicate that the existence of Indonesian Military pharmacy industry in implementation of defense policy and national resilience is not effective and efficient, weak and is threatened. In short term it requires the empowerment policy to utilize production capacity and product distribution to provide medical support and medical service. 1n long term it is suggested that the Ministry of Defense of the Republic of Indonesia should revitalize and integrate it for efficiency and effectiveness of national interest and defense interest in medical sector.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T20303
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulianthy
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang waktu tunggu pelayanan resep pasien umum di Farmasi URJ Selatan P. K. St. Carolus. Dari penelitian didapatkan bahwa rata-rata waktu tunggu pelayanan resep pasien umum sebesar 21.90 menit untuk resep non-racikan dan 39.40 menit untuk resep racikan. Untuk resep non racikan, waktu untuk tindakan sebesar 8.78 menit lebih kecil dari waktu jeda yaitu 13.13 menit. Sedangkan untuk resep racikan, waktu tindakan sebesar 26.75 menit lebih lama dari waktu jeda yaitu 12.75 menit, hal ini dikarenakan adanya proses peracikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu tunggu pelayanan resep pasien umum di P. K. St. Carolus adalah adanya jeda waktu dimana resep tidak diproses, adanya proses peracikan, ketidaksesuaian pengetahuan dan keterampilan SDM, SDM yang belum memadai, ketersediaan obat yang kurang, kecepatan dan keterampilan petugas, sistem komputerisasi yang belum memadai, dan sarana ruangan yang kurang luas.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T29995
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Badriyanti Sutantoputri
Abstrak :
Apotek jaringan merupakan sekelompok apotek yang dikelola oleh suatu perusahaan dan memiliki cabang dengan nama yang sama, yang digunakan sebagai sarana pelayanan farmasi klinik untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Gambaran pelaksanaan kegiatan pelayanan farmasi klinik selama masa pandemi COVID-19 belum diketahui pada apotek jaringan di Indonesia. Penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian cross-sectional ini bertujuan untuk mengetahui perubahan pola pelayanan farmasi klinik di apotek jaringan Pulau Jawa dan Sumatera selama masa pandemi COVID-19. Metode perolehan sampel dilakukan dengan teknik convenience sampling. Data yang dikumpulkan adalah data primer dari total 60 sampel penelitian melalui online kuesioner yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan IBM® SPSS® versi 22. Dilakukan skoring data penelitian untuk memperoleh rerata skor pelaksanaan kegiatan dengan rentang skor 0-100, dimana rerata skor pelaksanaan menggambarkan seberapa baik pelaksanaan kegiatan pelayanan farmasi klinik yang dilakukan di apotek jaringan. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui melalui hasil skoring bahwa pelaksanaan pelayanan farmasi klinik di apotek jaringan secara keseluruhan mengalami penurunan selama masa pandemi COVID-19. Pelayanan farmasi klinik di apotek jaringan memiliki rerata skor pelaksanaan sebelum masa pandemi sebesar 82,63 ± 16,16, sedangkan selama masa pandemi sebesar 73,99 ± 15,60. Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik dalam pelaksanaan pelayanan farmasi klinik di apotek jaringan Pulau Jawa dan Sumatera saat sebelum dan selama masa pandemi COVID-19 (p < 0,1) terutama pada kegiatan PIO, konseling, pelayanan kefarmasian di rumah, PTO, dan MESO. Selama masa pandemi COVID 19, secara keseluruhan terjadi perubahan pada pelaksanaan kegiatan pelayanan farmasi klinik di apotek jaringan Pulau Jawa dan Sumatera dengan adanya penerapan protokol kesehatan, pengimplementasian metode telefarmasi, dan pelayanan pengantaran obat ke rumah. ...... A chain pharmacy is a group of pharmacies under a certain company divided into several branches with the same name, in which the practice of clinical pharmacy service is carried out to improve the quality of life of patients. The implementation of clinical pharmacy service standards during the COVID-19 pandemic is still unknown at chain pharmacies in Indonesia. This analytical descriptive study with a cross-sectional research design aimed to determine changes in the pattern of clinical pharmacy services in chain pharmacies in Java and Sumatra during the COVID-19 pandemic. The sampling method used was convenience sampling technique. Primary data was collected from a total of 60 research samples through online questionnaires and analyzed using IBM® SPSS® version 22. Scoring of research data is carried out to obtain an average score for the implementation of activities with a score range of 0-100, where the average score of implementation describes how well the implementation of clinical pharmacy service activities carried out in chain pharmacies. The scoring results show that the implementation of clinical pharmacy services in chain pharmacies as a whole has decreased during the COVID-19 pandemic. Clinical pharmacy services at chain pharmacies have an average implementation score of 82,63 ± 16,16 before the pandemic period and 73,99 ± 15,60 during the pandemic period. There was a statistically significant difference in the implementation of clinical pharmacy services at chain pharmacies in Java and Sumatra before and during the COVID-19 pandemic (p < 0,1), especially in drug information services, counseling, home pharmacy care, drug therapy monitoring, and adverse drug reaction monitoring activities. During the COVID-19 pandemic, there was a change in the overall implementation of clinical pharmacy service activities in chain pharmacies across Java and Sumatra with the implementation of health protocols, telepharmacy methods, and home delivery services.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Mufidah
Abstrak :
Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) merupakan pelayanan fasilitas kesehatan pertama yang menjadi rujukan pertama masyarakat terutama di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dalam memaksimalkan upaya pemeliharaan kesehatan, pelayanan kefarmasian puskesmas didukung oleh sumber daya kefarmasian. Salah satu sumber daya kefarmasian puskesmas adalah sumber daya manusia (SDM). Pemerintah telah mengatur SDM pelayanan kefarmasian di puskesmas dalam Permenkes No. 74 Tahun 2016. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan data retrospektif dan menggunakan data laporan harian jumlah pasien puskesmas kelurahan. Berdasarkan hasil evaluasi, didapatkan kesimpulan jumlah SDM pelayanan kefarmasian pada sebagian besar Puskesmas Kelurahan di Kecamatan Duren Sawit belum sesuai persyaratan Permenkes 74 Tahun 2016 dan jumlah apoteker sebagian besar Puskesmas Kelurahan di Kecamatan Duren Sawit minimal terdiri dari 1 (satu) apoteker, kecuali pada Puskesmas Kelurahan Malaka Jaya dan Puskesmas Kelurahan Pondok Kelapa dianjurkan 2 (dua) apoteker yang dapat dilihat dari data rata-rata jumlah pasien di bulan Juli 2021. ......The community health center (Puskesmas) is the first health service facility which is the first referral for the community, especially in the era of the National Health Insurance (JKN). In maximizing healthcare efforts, pharmacy services at the puskesmas are supported by pharmaceutical resources. One of the health center's pharmaceutical resources is human resources (HR). The government has regulated the human resources for pharmaceutical services in health centers in Permenkes No. 74 of 2016. This research is a retrospective, descriptive study that uses daily report data on the number of patients at the village health center. Based on the evaluation results, it was concluded that the number of human resources for pharmaceutical services at most of the Kelurahan Health Centers in Duren Sawit Subdistrict did not meet the requirements of Permenkes 74 of 2016 and the number of pharmacists for most of the Kelurahan Health Centers in Duren Sawit Subdistrict consisted of at least 1 (one) pharmacist, except for the Malaka Jaya Subdistrict Health Center and the Pondok Kelapa Subdistrict Health Center it was recommended 2 (two) pharmacists which can be seen from the data on the average number of patients in July 2021.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Reza Juliani
Abstrak :
Pelayanan kefarmasian di apotek merupakan suatu pelayanan langsung yang bertanggung jawab kepada pasien meliputi kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta pelayanan farmasi klinik (Kemenkes, 2016). Salah satu produk yang diperjualbelikan di apotek adalah vitamin dan suplemen. Penjualan vitamin dan suplemen di apotek kimia farma baik yang berasal dari resep maupun penjualan swamedikasi menjadi poin penting yang sangat diperhatikan. Penjualan vitamin tersebut juga menjadi salah satu target yang harus dicapai oleh masing-masing pegawai apotek. Hal ini dikarenakan vitamin dan suplemen termasuk ke dalam obat yang memiliki margin keuntungan yang besar. Pemberian informasi kepada pasien dapat menambah pengetahuan serta menarik minat pasien untuk mengkonsumsi dan membeli vitamin. Selain pengetahuan pasien, terdapat beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi minat pasien dalam membeli vitamin. Berdasarkan survey yang telah dilakukan, faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pembayaran, penghasilan, dan kendaraan yang digunakan oleh pelanggan dapat mempengaruhi alasan pembelian vitamin di Apotek Kimia Farma 055 Kebayoran Lama. ......Pharmaceutical services in pharmacies are direct services that are responsible for patients, including management of pharmaceutical preparations, medical devices and consumable medical materials as well as clinical pharmacy services (Ministry of Health, 2016). One of the products traded in pharmacies are vitamins and supplements. The sale of vitamins and supplements in chemical pharmacies, both from prescription and self-medication sales, is an important point that is of great concern. Sales of these vitamins is also one of the targets that must be achieved by each pharmacy employee. This is because vitamins and supplements are included in drugs that have large profit margins. Providing information to patients can increase knowledge and attract patients' interest in consuming and buying vitamins. Apart from the patient's knowledge, there are several other factors that can influence the patient's interest in buying vitamins. Based on the survey that has been conducted, the factors of age, gender, education level, type of payment, income, and the vehicle used by customers can influence the reason for purchasing vitamins at the Kimia Farma 055 Kebayoran Lama Pharmacy.
Depok: 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Permata Sari
Abstrak :
Program Rujuk Balik (PRB) adalah suatu program yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan untuk menjamin kebutuhan obat peserta BPJS yang memiliki penyakit kronis dengan kondisi stabil dengan diberikannya surat rujukan dari dokter spesialis. Pasien PRB merupakan pasien – pasien dengan penyakit kronis yang umumnya mendapatkan terapi obat yang cukup banyak. Hal ini seringkali berpotensi terhadap ketidakpatuhan minum obat. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu pemantauan / monitoring terhadap penggunaan obat pasien oleh apoteker yang bertugas di apotek. Kegiatan monitoring ini dilakukan sebagai follow up kepada pasien agar terwujudnya keberhasilan terapi. Telefarmasi merupakan pelayanan kefarmasian yang diberikan kepada pasien dengan memanfaatkan teknologi informasi, sehinga pasien tidak langsung berinteraksi dengan apoteker (Direktorat Pelayanan Kefarmasian, 2021). Seluruh pasien yang berhasil dihubungi menyatakan telah patuh mengkonsumsi obat yang sudah diberikan. Akan tetapi untuk obat yang belum diberikan, pasien tidak mengkonsumsi obat tersebut. Satu dari sepuluh pasien yang berhasil dihubungi menyatakan telah membeli obat di tempat lain dan melanjutkan konsumsi obat tersebut. ......The Referral Back Program (PRB) is a program conducted by BPJS Kesehatan (Indonesia's national health insurance) to ensure the medication needs of BPJS participants with stable chronic conditions by providing a referral letter from a specialist doctor. PRB patients are individuals with chronic illnesses who typically require a significant amount of medication therapy. This often poses a risk of non-compliance with medication regimens. Therefore, it is necessary to monitor the medication use of patients by pharmacists working in pharmacies. This monitoring activity serves as a follow-up to patients to ensure the success of their therapy. Tele-pharmacy is a pharmaceutical service provided to patients utilizing information technology, allowing patients to interact indirectly with pharmacists (Directorate of Pharmaceutical Services, 2021). All contacted patients stated that they were compliant with the prescribed medication. However, for medications not yet provided, patients did not consume those medications. One out of ten contacted patients reported purchasing the medication from another source and continuing its use.
Depok: 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Athaya Syaharani Putri Kusumowardhani
Abstrak :
Pelaksanaan pelayanan kefarmasian di apotek harus mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016. Salah satu tugas apoteker di apotek adalah memastikan praktik pelayanan kefarmasian dijalankan sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek. Pengamatan tugas khusus di Apotek Roxy Pondok Labu. Berdasar hasil observasi, kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP serta pelayanan farmasi klinis yang diterapkan di Apotek Roxy Pondok Labu telah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016. Namun dalam implementasi pelayanan farmasi klinis, terdapat beberapa kegiatan yang belum terlaksana di Apotek Roxy Pondok Labu, seperti konseling, pemantauan terapi obat, pelayanan kefarmasian di rumah, dan monitoring efek samping obat. Pada pengkajian resep terdapat beberapa pertimbangan klinis yang tidak dikaji, seperti reaksi obat yang tidak diinginkan, kontra indikasi, dan interaksi obat. ...... The implementation of pharmaceutical services in pharmacies must refer to Regulation of the Minister of Health Number 73 of 2016. One of the duties of pharmacists in pharmacies is to ensure that pharmaceutical service practices are carried out by pharmaceutical service standards in pharmacies. Observation of special assignments at the Roxy Pondok Labu Pharmacy. Based on the results of observations, the management of pharmaceutical preparations, medical devices, and BMHP as well as clinical pharmacy services implemented at the Roxy Pondok Labu Pharmacy is by the Regulation of the Minister of Health Number 73 of 2016. However, in the implementation of clinical pharmacy services, several activities have not been carried out in Roxy Pondok Labu Pharmacy, such as counseling, monitoring of drug therapy, home pharmacy services, and monitoring of drug side effects. In reviewing prescriptions, several clinical considerations were not reviewed, such as unwanted drug reactions, contraindications, and drug interactions.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Lestari
Abstrak :
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ditetapkan sebagai acuan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Pelayanan kefarmasian di Apotek harus mampu menjamin ketersediaan obat yang aman, bermutu dan berkhasiat sesuai dengan Undang-undangNomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Salah satu standar pelayanan kefarmasian di Apotek adalah pelayanan farmasiklinik. Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan secara langsung yang diberikan oleh Apoteker kepada pasiendalam rangka untuk meningkatkan outcome terapi serta meminimalkan efek samping obat. Salah satu pelayananfarmasi klinik yang dilakukan oleh Apoteker adalah pelayanan dan pengkajian resep. ......A pharmacy is a pharmaceutical service facility where pharmaceutical practice is carried out by pharmacists. Standards for pharmaceutical service in pharmacies are established as a reference for the implementation of pharmaceutical service in pharmacies. Pharmaceutical service in pharmacies must be able to guarantee the availability of safe, quality and efficicaous medicines in accordance with Law Number 36 of 2009 concerning health. One of the standards for pharmaceutical services in pharmacies is clinical pharmacy services. Clinical pharmacy services are direct services provided by pharmacists to patients in order to improve therapeutic results and minimize drug side effects. One of the clinical pharmacy services carried out by pharmacists is prescription service and review.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Ananda
Abstrak :
Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian dimana tempat melakukan praktik kefarmasian yang dilakukan oleh Apoteker. Upada dalam meningkatkan kesadaran pasien dilakukan dengan pemberian edukasi serta promosi kesehatan yang dibantu dengan media kesehatan sebagai alat bantu edukasi. Media edukasi kesehatan yang dapat digunakan seperti poster dan leaflet kesehatan yang dapat membantu pasien dalam memperoleh informasi mengenai suatu edukasi kesehatan. Metode yang dilakukan untuk pembuatan poster melalui studi literatur mengenai pembuatan poster hipertensi yang memuat gejala, faktor risiko, cara pencegahan, dan komplikasi penyakit hipertensi. Kemudian data yang telah diperoleh dapat digunakan untuk menyusun poster sebagai media edukasi dan promosi. Poster edukasi dapat menjadi salah satu sarana edukasi masyarakat untuk dapat mengendalikan penyakit hipertensi agar tidak terjadi penyakit komplikasi yang lebih serius. ......Pharmacy is a pharmaceutical service facility where the pharmacy practice is carried out by the Pharmacy. Efforts to increase patient awareness are carried out by providing education and health promotion assisted by health media as an educational tool. Health education media that can be used such as health posters and leaflets that can assist patients in obtaining information about a health education. The method used for making posters is through literature studies regarding making hypertension posters which contain symptoms, risk factors, ways to prevent, and complications of hypertension. Then the data that has been obtained can be used to compile posters as educational and promotional media. Educational posters can be a means of educating the public to be able to control hypertension so that more serious complications do not occur.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>