Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bayu Kristianto, reviewer
"Dalam kesusatraan Amerika Jack London dikenal sebagai seorang novelis, cerpenis dan penulis esai-esai sosial yang cukup terkenal. Ia menganut banyak pemikiran yang diperolehnya dari banyak buku yang ia baca. Salah satunya adalah pemikiran filsuf Eropa Friedrich Nietzsche, yang mulai rnempengaruhi pemikiran masyarakat Eropa dari Amerika pada waktu itu. Tetapi Jack London tidak sekedar membaca dan memahami, melainkan is menulis sejumlah besar novel, cerpen, dan esai yang sangat dipengaruhi oleh pemikiran filsafat yang didapatnya. Dua novel yang banyak dipengaruhi oleh filsafat Nietzsche adalah The Call of the Wild dan White Fang. Jack London menulis dua novel ini dengan muatan-muatan nilai yang beragam, salah satunya adalah konsep struggle for existence sebagai bagian dari pemikiran Charles Darwin mengenai evolusi. Di samping itu, dua novel ini sarat dengan pemikiran Jack London tentang kehidupan dan konsep manusia ideal yang sangat dipengaruhi oleh pemikiran filsafat Nietzsche. Dua novel ini juga sangat berbobot karena memiliki penokohan yang bagus dan pemilhan latar serta sudut pandang yang tepat. Karya tulis ini ditujukan untuk menggali pemikiran Nietzsche yang sangat panting, yaitu kehendak untuk berkuasa (The Will to Power) dan konsep manusia unggul (Uhennensch) dalam dua novel di atas. Di samping itu, karya tulis ini bertujuan untuk menentukan bagaimana kritik atau pemikiran Jack London terhadap filsafat Nietzsche dan menentukan dimana posisi Jack London terhadap filsafat Nietzsche. Kesimpulan yang dihasilkan adalah bahwa cara hidup dalam dunia yangkeras dan bersifat naturalistik adalah dengan memuja kekerasan dan membebaskan kehendak untuk berkuasa dalam proses menuju manusia unggul. Walau demikian, seorang Uhermensch tidak hidup semata-mata untuk mengembangkan kehendak untuk berkuasa tetapi juga menuruti dorongan nilai-nilai cinta dan kesetiaan yang tulus, dan menggunakan segenap kekuatan, kecerdasan dan naluri kekerasan untuk memenuhi tuntutan yang muncul dari nilai-nilai tersebut, Hal ini sekaligus menunjukkan sikap Jack London yang ambivalen dan tidak konsisten terhadap filsafat Nietzsche."
2000
S14020
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Fitri Setikeni
"Skripsi ini merupakan penelitian terhadap dua buah novel karangan Jane Austen, seorang penulis Ing_gris. Tujuan ditulisnya skripsi ini adalah untuk menun_jukkan bahwa Austen menggunakan tokoh-tokoh karikatur untuk menyindir masyarakat kalangan menengah ke atas di akhir abad ke-18. Kedua novel yang saya pilih sebagai data dari sejumlah novel Austen adalah. Pride and Prejudice dan Mansfield Park. Menurut saya, keduanya cukup bisa mewakili novel-novel Austen yang lain. Analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan intrinsik dan ekstrinsik. Dalam pendekatan intrinsik, tokoh dan penokohanlah yang dianalisis.. Sementara pendekatan ekstrinsik pula berupa pendekatan sosiologis dan biografis. Dari analisis tersebut dibuahkan satu kesimpulan bahwa tokoh-tokoh karikatur dalam Pride and Prejddice dan Mansfield Park, tidak saja muncul sebagai penghibur, namun juga sebagai karikatur dari masyarakat Inggris kalangan menengah ke atas di akhir abad ke-18."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S14250
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Madjid
"Pembahasan dalam karya tulis ini terbatas pada pembahasan tokoh-tokoh utama dalam empat tales Poe yang tergolong ke dalam kategori grotesque. Karya tulis ini ingin membuktikan bahwa tokoh-tokoh utama tersebut merupakan tokoh yang tidak dapat hidup dalam dunia nyata; tokoh yang ingin mengutuhkan kembali eksistensinya. Ditemukan bahwa tokoh-tokoh utama dalam empat tales Poe melakukan pembuntuhan terhadap tokoh lain untuk mengembalikan atau membuktikan keber-ada_annya. Juga ditemukan bahwa mereka mengalami suatu kehancuran kepribadian (disintegration of personality). Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan terhadap empat karya prosa Poe (William Wilson, The Black Cat, The Tell-Tale Heart, The Imp of the Perverse). Teori-teori psikologi (seperti Fromm) dan eksistensialisme (seperti Sartre) serta beberapa pernikir lain yang tidak dikategorikan sebagai pemikir eksisteasialisme seperti Karl Marx-digunakan untuk membuktikan ketidak-utuhan eksistensi tokoh utamanya. Selain sumber-sumber tadi, teori-teori kesusastraan seperti perlambangan dan perwatakan dalam sastra juga digunakan. Kesimpulan pertama adalah, jika dilihat dari aspek penggunaan gaya penceritaan orang pertama tunggal yang aktif oleh Poe, ternyata tercipta suatu subyektifitas pencerita; yaitu bahwa gaya penceritaan ini memberikan kekuasaan penuh kepada pencerita (yang sekaligus sebagai tokoh utama) untuk menyaring dan memberikan pandangan atau pendapat terhadap informasi yang sampai ke pembaca.. Ke dua, jika diIihat Bari aspek keterasingan tokoh utama, temyata tokoh utama dalam cerita-cerita Poe melakukan pengasingan diri untuk melepaskan din dari dunia nyata (yang dirasakan mengekang), sehingga yang tercipta di hadapan pembaca adalah suasana dunia lain-dunia yang diciptakan sendiri oleh tokoh utama (mimpi)-yang berbeda dari dunia nyata. Ke tiga, perverseness (kecenderungan manusia untuk berbuat jahat karena menyadari bahwa hal itu tidak baik) merupakan usaha tokoh utama untuk mengutubkan eksistensinya-untuk melepaskan segala kekangan hidup yang menyusutkan kepemilikan atas eksistensinya sebagai manusia. Dari semua aspek tersebut, akan terlihat bahwa tokoh-tokoh utama Poe merupakan individu yang tidah utuh eksistensinya. Tokoh utama itu selalu dalam keadaan mencari dan mengutuhkan eksistensi pribadinya baik dalam usahanya untuk melepaskan diri dari kenyataan, maupun pada saat dia menyadari bahwa usahanya itu gagal dan tersentuh kembali oleh dunia nyata."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S14076
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Marwatri Nugrahani
"Skripsi ini mencoba menganalisis kekhasan tragedi batin Eugene O'Neill melalui lakonnya, The Great God Brown, dengan cara memperbandingkannya dengan konsep tragedi Wasik Aristoteles. Aristoteles menekankan alur dengan tragic actions (lakuan-lakuan tragis) sebagai pemicu efek tragis dalam tragedi. Lakuan tragis di sini mengacu kepada lakuan fisik yang menghasilkan suatu kejadian tragis yang spektakuler. Itu sebabnya Aristoteles tidak terlalu mementingkan peranan tokoh dan penokohan dalam menghasilkan efek-efek tragis. Sebaliknya tragedi khas Eugene O'Neill justru menyoroti kehidupan batin manusia. Lakuan tragis yang ditemukan terjadi di dalam batin tokoh. Untuk itu tokoh dan penokohan menjadi lebih penting daripada alur cerita. Sang tokoh ada dalam satu perjuangan menyelesaikan konflik-konflik batinnya yang membawa kepada satu tragedi batiniah. Hal ini tergambar melalui perjalanan kepribadian yang dilalui tokoh-tokoh utama lakon The Great God Brown, Dion Anthony dan Billy Brown. Konflik yang mereka alami adalah konflik-konflik batin yang timbul karena adanya suatu keterbagian kepribadian (split personality). Topeng-topeng dikenakan para tokoh untuk menggambarkan suatu kepribadian baru yang mereka kenakan. Topeng-topeng itulah yang terus-menerus bertentangan dengan kepribadian asli tokoh dan menyebabkan berbagai konflik batin. Perjuangan tokoh utama dalam lakon The Great God Brown adalah untuk menyelesaikan konflik-konflik batinnya. Satu-satunya cara untuk memenangkan pergumulan batinnya adalah dengan membuka topeng dirinya. Tapi pembukaan topeng menuntut satu bayaran yang amat mahal, yaitu keratian kepribadian tokoh. Tragedi yang dialami tokoh-tokoh tragis Eugene O'Neill adalah tragedi batiniah, yang disebabkan oleh lakuan-lakuan tragis batiniah yang membawa kepada kematian kepribadian. Hal inilah yang dialami oleh Dion Anthony dan Billy Brown. Dalam proses pembukaan topeng diri mereka, mereka berhasil mencapai kemenangan atas konflik batin mereka, namun semua itu dibayar dengan kematian kepribadian mereka. Dengan dernikian lakon ini dapat menggambarkan konsep tragedi batin khas Eugene O'Neill."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S14054
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damayanti Soebiakto
"In summing up, something must be said first of Hemingway's vision of life, as it is reflected in his short stories and no_vels. Hemingway saw life as a struggle against unconquerable forces that were beyond the power and control of man. In this struggle, man is often defeated but what counts is the manner in which he acquits himself.It was not by chance that Hemingway stumbled on this vi_sion as the philosophy that underlies his writings. From his early biography 1 it is clear that the vision was a result of his ow i personal experiences during his youth in the Midwest of the United States and the wars he participated in as com_batant or journalist. These experiences led to his almost ob_sessive preoccupation with the realities of death and violence. The next logical step were the values and the principles by which a man should live in order to meet the challenges of life with honour and dignity..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1969
S14059
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oriana Titisari
"Novel Fear of Flying adalah novel yang sangat kontroversial pada masa 1970-an di Amerika. Terbit di tengah-tengah semaraknya feminisme gelombang kedua membuat novel ini mendapat perhatian yang cukup besar dari para kritikus. Di sini, penulis menemukan bahwa ada suatu fakta yang menarik di mana novel ini mendapat interpretasi yang mendua, bahkan bertentangan, dalam ulasannya. Hal ini menimbulkan suatu pertanyaan akan posisi yang sebenarnya dari novel ini. Apakah Fear of Flying sebuah novel feminis atau justru terbawa oleh bias patriarki?
Dalam analisa tekstual yang dilakukan, terlihat adanya suatu kekonsistenan dalam dualisme novel ini, dari awal hingga akhir cerita. Dualisme ini ditunjukan melalui konstruksi gender yang membentuk sifat Isadora, respon Isadora terhadap berbagai rnasalah, tokoh utama pria yang mewakili sisi feminis dan patriarki dan akhir cerita yang menggantung atau tanpa resolusi. Semua unsur ini dikemas dengan sangat rinci oleh penulis hingga bisa timbul suatu respon yang mendua dari pembaca.
Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa novel ini menunjukkan rasa tidak puas wanita terhadap kedua ideologi, yaitu feminis dan patriarki. Keduanya terus memberi tuntutan pada wanita yang pada akhirnya mengekang eksistensi wanita untuk berkembang menjadi dirinya secara utuh. Akan tetapi jika kita melihat konteks yang ada pada masa novel ini ditulis, maka novel ini dapat dipuji sebagai salah satu novel feminis karena novel ini memunculkan suara atau isu-isu wanita yang selama ini dibungkam oleh konstruksi gender yang berkembang di masyarakat, yaitu patriarki.
Novel ini menggunakan dualisme secara konsisten untuk mengangkat tulisan wanita ke permukaan. Dualisme pada diri Isadora, pada akhirnya menjadi sesuatu yang memperkaya diri Isadora, Sama halnya dengan dualisme dalam novel ini yang menciptakan interpretasi yang mendua hingga pada akhimya membuat novel ini menjadi salah satu novel terbaik di Amerika."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S14396
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Wibowo
"Penelitian ini diberi judul _Eksistensialisme dalam Dua Drama Kontenporer Amerika_ dengan tujuan utama untuk mengupas dan menggali unsur eksistensialisme yang terkandung di dalam lakon Buried Child, buah karya Sam Shepard dan, Night Mother, karya Marsha Norman. Unsur eksistensialisme, terutama elemen-elemen pemikirannya mengenai absurditas, alienasi dan kesia-siaan hidup manusia di dunia ini yang terkandung dalam lakon-lakon tersebut merupakan bahasan utama skripsi ini dan sekaligus merupakan titik tolak penelitian yang penulis lakukan. Pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini pada hematnya adalah berupa pendekatan konvensional, yakni pendekatan kri_tik sastra yang memberi penekanan pada pemahaman teks dan penela_ahannya, namun tidak menyangkal kemungkinan digunakannya disiplin ilmu lain dengan maksud untuk mendapat gambaran yang lebih leng_kap dan menyeluruh sehingga diharapkan dapat tercipta suatu pe_nafsiran yang lebih terpadu dan tepat. Penekanan utama yang mendasari penelitian ini adalah pada usaha pemahaman masing-masing teks dan penelusuran tema-temanya baik dari segi intrinsik maupun ekstrinsiknya. Langkah tambahan berikutnya adalah menuju pada penelaahan mengenai elemen-elemen dasar drama pada umumnya seperti gaya penulisan, penokohan, alur dan latar yang terdapat dalam kedua lakon di atas, termasuk juga penelusuran mengenai metafora, imaji atau simbol yang mungkin muncul pada kedua lakon tadi. Sesuai dengan judul penelitian ini, maka sistematika penyaji_an dan penelaahan teks dalam penelitian ini diklasifikasikan me_nurut terra-terra eksistensialisme yang terkandung dalam kedua lakon. Aspek yang diutamakan dalam penggolongan terra tersebut ada lah relevansi teks dengan konsep-konsep pemikiran eksistensiali. Yang ada serta implikasi kemanusiaan yang disumbangkan karya-karya itu. Skrpsi ini akan terbagi menjadi tiga bagian penelaahan yang diawali dengan eksistesialisme itu sendiri, pandangan-pandangan umumnya, tokoh _peranan dan kaitannya dengan masalah kehidupan manusia pada umumnya. Bagian ini di bahas pada BAB II, setelah BAB pendahuluan eksistensialisme di sini tidak dibahas secara komprehensif dan mendalam karena yang ditekankan di sana bukanlah penelaahan filsafati secara mendetil, namun hanya diarahkan pada sejauh mana ide-ide sentral dalam pemikiran eksistensialis ini masuk ke dalam kedua drama tadi. Bab selanjutnya (Bab III) merupakan bagi_an yang menganalisa teks dari masing-masing lakon, menelaah elemen-elemen dan tema-tema umumnya, terutama yang berkaitan dengan topik bahasan utama dari penelitian ini, serta kaitannya dengan Bab-bab sebelumnya. Bab terakhir (Bab IV) akan menutup penelitian ini dan merupakan bagian kesimpulan yang merangkum keseluruhan intisarinya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S14107
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Shuri Mariasih Gietty
"Sebagai seorang penulis wanita di Amerika pada akhir abad 19, Louisa May Alcott yang sebelumnya hanya dikenal sebagai penulis karya-karya domestik ternyata juga menghasilkan karya-karya gothic. Dengan menghasilkan dua karya dengan genre yang bertolak belakang ini, ternyata terdapat persamaan dan perbedaan perihal ideologi gender yang berusaha disampaikan. Dua korpus yang dipilih yaitu, Little Women dan Behind A Mask; or A Woman's Power merepresentasikan pemikiran gender yang berbeda tersebut dengan mempertimbangkan latar belakang konstruksi gender pada masa itu yaitu the true cult of womanhood.
Dengan melihat konstruksi gender yang ada, ideologi gender yang ditampilkan kedua karya ternyata sudah mulai mengangkat nilai-nilai feminisme walaupun pada dasarnya keduanya tidak bisa terhindar dari pemikiran patriarki. Persamaan yang ada terdapat pada identitas gender yang muncul pada kedua tokoh utama, yaitu Jo March dalam Little Women dan Jean Muir dalam Behind A Mask.
Dengan bentuk yang berbeda, kedua tokoh ini berusaha mengatasi konstruksi gender yang ada supaya dapat terhindar dari segala macam bentuk opresi terhadap wanita. Jo March berusaha keluar dari konstruksi tersebut dan bahkan menyeberang dari sisi feminin ke sisi maskulin. Hal ini menjadi mencolok terutama bila dibandingkan dengan karya domestik pada umumnya yang cenderung mengacu pada konstruksi gender yang ada dan menempatkan tokohnya pada sisi yang feminin. Di lain pihak, dalarn Behind A Mask, Jean Muir berusaha melakukan negosiasi dengan memanipulasi konstruksi feminitas dan justru menempatkan diri dalam sisi yang feminin.
Dua Cara yang berbeda ini sebenarnya sudah merupakan bentuk pemberontakan terhadap nilai-nilai patriarki dalam konstruksi gender the true cult of womanhood. Akan tetapi, hal yang sangat disayangkan adalah kegagalan Behind A Mask sebagai sebuah karya gothic yang seharusnya bisa lebih memberontak terhadap konstruksi gender masyarakat apabila dibandingkan dengan karya domestik seperti Little Women.
Pada akhir cerita, Jean Muir terjebak dalam feminitasnya yaitu dalarn institusi pernikahan ketika sang tokoh harus mempertahankan topeng feminitasnya supaya tidak diketahui identitas aslinya oleh sang suami. Menempatkan Jean dalam feminin pada akhir cerita meruntuhkan kekuatan manipulasi yang dilakukannya sebelumnya, terutama bila dibandingkan dengan Jo March yang berhasil keluar dari feminitasnya dan menyebrang ke sisi maskulin sebagai sebuah bentuk pemberontakan. Maka dari itu, bisa disimpulkan bahwa karya Little Women bisa menampilkan idoeologi gender yang lebih feminis apabila dibandingkan dengan Behind A Mask yang pada akhirnya justru 'menjebak' tokoh utamanya dalam konstruksi gender tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S13926
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Nelmi
"Skripsi ini membahas langkah-langkah yang dilakukan pendengar dalam memahami maksud penutur yang disampaikan melalui tindak tutur tak langsung, khususnya direktif tak langsung dalam drama The Eccentricities of a Nightingale karya Tennessee Williams. Di dalam komunikasi yang sebenarnya, tujuan kita tidaklah semata-mata untuk menyampaikan informasi, tetapi juga untuk menjaga atau memelihara hubungan sosial antara penutur dan pendengar. Oleh karena itu, prinsip kerjasama Grice sering dilanggar. Tidak jarang dijumpai misalnya: bentuk deklaratif digunakan bukan untuk menyampaikan informasi melainkan mengandung fungsi direktif. Di dalam menghasilkan ujaran, penutur dapat menggunakan tindak ilokusioner (berkaitan dengan maksud penutur) melalui modus deklaratif, interogatif, imperatif atau eksklamatif (Quirk, 1986). Kasus seperti ini disebut tindak tutur tak langsung. Tindak tutur tak langsung kadangkala menyebabkan terjadinya kegagalan komunikasi (communication breakdown), jika tidak ada kesepakatan antara maksud penutur dan interpretasi pendengar. Oleh karena itu, pendengar dituntut untuk menentukan Jaya ilokusioner yang paling tepat dari tindak ilokusioner penutur. Dengan menggunakan model analisis Strategi Komunikasi Langsung dan Tak Langsung yang disarankan oleh Akmajian dalam bukunya Linguistics (1988), dianalisis langkah-langkah yang dilakukan pendengar untuk sampai kepada interpretasi ujaran penutur. Dalam menarik interpretasi ujaran penutur, perlu diperhatikan beberapa prinsip, yaitu: Prinsip Linguistik, Prinsip Komunikasi dan Prinsip Keliteralan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S14151
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Noor
"Penelitian mengenai penggunaan kata sapaan bahasa Inggris Amerika ini dilakukan dengan tujuan (1) memerikan penggunaan kata sapaan; (2) memerikan tindak ilokusioner yang terdapat dalam kata sapaan. Drama yang dipergunakan adalah sebuah black drama. Data yang diperoleh penulis analisis dengan menggunakan teori tutur sapa dari Brown dan Ford, Brown dan Gilman, dan Susan M. Ervin-Tripp. Untuk menganalisis tindak ilokusioner, penulis menggunakan teori tindak ilokusioner yang diajukan oleh J.L. Austin. Analisis data menunjukkan bahwa bila seseorang ingin menyapa kawan bicaranya, ia mengikuti aturan tutur sapa dan norma-norma sosial yang berlaku. Bila terjadi pelanggaran, pada umumnya pelanggaran itu bersifat disengaja karena ada maksud-maksud tertentu yang ingin dicapai pelaku pembicaraan. Makna yang terkandung dalam penggunaan kata sapaan yang menyimpang dari aturan tutor sapa dan norma-norma sosial ini dapat diketahui dengan melihat konteks pada saat pembicaraan berlangsung."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
S13962
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>