Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dyah Marwatri Nugrahani
"Skripsi ini mencoba menganalisis kekhasan tragedi batin Eugene O'Neill melalui lakonnya, The Great God Brown, dengan cara memperbandingkannya dengan konsep tragedi Wasik Aristoteles. Aristoteles menekankan alur dengan tragic actions (lakuan-lakuan tragis) sebagai pemicu efek tragis dalam tragedi. Lakuan tragis di sini mengacu kepada lakuan fisik yang menghasilkan suatu kejadian tragis yang spektakuler. Itu sebabnya Aristoteles tidak terlalu mementingkan peranan tokoh dan penokohan dalam menghasilkan efek-efek tragis. Sebaliknya tragedi khas Eugene O'Neill justru menyoroti kehidupan batin manusia. Lakuan tragis yang ditemukan terjadi di dalam batin tokoh. Untuk itu tokoh dan penokohan menjadi lebih penting daripada alur cerita. Sang tokoh ada dalam satu perjuangan menyelesaikan konflik-konflik batinnya yang membawa kepada satu tragedi batiniah. Hal ini tergambar melalui perjalanan kepribadian yang dilalui tokoh-tokoh utama lakon The Great God Brown, Dion Anthony dan Billy Brown. Konflik yang mereka alami adalah konflik-konflik batin yang timbul karena adanya suatu keterbagian kepribadian (split personality). Topeng-topeng dikenakan para tokoh untuk menggambarkan suatu kepribadian baru yang mereka kenakan. Topeng-topeng itulah yang terus-menerus bertentangan dengan kepribadian asli tokoh dan menyebabkan berbagai konflik batin. Perjuangan tokoh utama dalam lakon The Great God Brown adalah untuk menyelesaikan konflik-konflik batinnya. Satu-satunya cara untuk memenangkan pergumulan batinnya adalah dengan membuka topeng dirinya. Tapi pembukaan topeng menuntut satu bayaran yang amat mahal, yaitu keratian kepribadian tokoh. Tragedi yang dialami tokoh-tokoh tragis Eugene O'Neill adalah tragedi batiniah, yang disebabkan oleh lakuan-lakuan tragis batiniah yang membawa kepada kematian kepribadian. Hal inilah yang dialami oleh Dion Anthony dan Billy Brown. Dalam proses pembukaan topeng diri mereka, mereka berhasil mencapai kemenangan atas konflik batin mereka, namun semua itu dibayar dengan kematian kepribadian mereka. Dengan dernikian lakon ini dapat menggambarkan konsep tragedi batin khas Eugene O'Neill."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S14054
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damayanti Soebiakto
"In summing up, something must be said first of Hemingway's vision of life, as it is reflected in his short stories and no_vels. Hemingway saw life as a struggle against unconquerable forces that were beyond the power and control of man. In this struggle, man is often defeated but what counts is the manner in which he acquits himself.It was not by chance that Hemingway stumbled on this vi_sion as the philosophy that underlies his writings. From his early biography 1 it is clear that the vision was a result of his ow i personal experiences during his youth in the Midwest of the United States and the wars he participated in as com_batant or journalist. These experiences led to his almost ob_sessive preoccupation with the realities of death and violence. The next logical step were the values and the principles by which a man should live in order to meet the challenges of life with honour and dignity..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1969
S14059
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oriana Titisari
"Novel Fear of Flying adalah novel yang sangat kontroversial pada masa 1970-an di Amerika. Terbit di tengah-tengah semaraknya feminisme gelombang kedua membuat novel ini mendapat perhatian yang cukup besar dari para kritikus. Di sini, penulis menemukan bahwa ada suatu fakta yang menarik di mana novel ini mendapat interpretasi yang mendua, bahkan bertentangan, dalam ulasannya. Hal ini menimbulkan suatu pertanyaan akan posisi yang sebenarnya dari novel ini. Apakah Fear of Flying sebuah novel feminis atau justru terbawa oleh bias patriarki?
Dalam analisa tekstual yang dilakukan, terlihat adanya suatu kekonsistenan dalam dualisme novel ini, dari awal hingga akhir cerita. Dualisme ini ditunjukan melalui konstruksi gender yang membentuk sifat Isadora, respon Isadora terhadap berbagai rnasalah, tokoh utama pria yang mewakili sisi feminis dan patriarki dan akhir cerita yang menggantung atau tanpa resolusi. Semua unsur ini dikemas dengan sangat rinci oleh penulis hingga bisa timbul suatu respon yang mendua dari pembaca.
Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa novel ini menunjukkan rasa tidak puas wanita terhadap kedua ideologi, yaitu feminis dan patriarki. Keduanya terus memberi tuntutan pada wanita yang pada akhirnya mengekang eksistensi wanita untuk berkembang menjadi dirinya secara utuh. Akan tetapi jika kita melihat konteks yang ada pada masa novel ini ditulis, maka novel ini dapat dipuji sebagai salah satu novel feminis karena novel ini memunculkan suara atau isu-isu wanita yang selama ini dibungkam oleh konstruksi gender yang berkembang di masyarakat, yaitu patriarki.
Novel ini menggunakan dualisme secara konsisten untuk mengangkat tulisan wanita ke permukaan. Dualisme pada diri Isadora, pada akhirnya menjadi sesuatu yang memperkaya diri Isadora, Sama halnya dengan dualisme dalam novel ini yang menciptakan interpretasi yang mendua hingga pada akhimya membuat novel ini menjadi salah satu novel terbaik di Amerika."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S14396
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Wibowo
"Penelitian ini diberi judul _Eksistensialisme dalam Dua Drama Kontenporer Amerika_ dengan tujuan utama untuk mengupas dan menggali unsur eksistensialisme yang terkandung di dalam lakon Buried Child, buah karya Sam Shepard dan, Night Mother, karya Marsha Norman. Unsur eksistensialisme, terutama elemen-elemen pemikirannya mengenai absurditas, alienasi dan kesia-siaan hidup manusia di dunia ini yang terkandung dalam lakon-lakon tersebut merupakan bahasan utama skripsi ini dan sekaligus merupakan titik tolak penelitian yang penulis lakukan. Pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini pada hematnya adalah berupa pendekatan konvensional, yakni pendekatan kri_tik sastra yang memberi penekanan pada pemahaman teks dan penela_ahannya, namun tidak menyangkal kemungkinan digunakannya disiplin ilmu lain dengan maksud untuk mendapat gambaran yang lebih leng_kap dan menyeluruh sehingga diharapkan dapat tercipta suatu pe_nafsiran yang lebih terpadu dan tepat. Penekanan utama yang mendasari penelitian ini adalah pada usaha pemahaman masing-masing teks dan penelusuran tema-temanya baik dari segi intrinsik maupun ekstrinsiknya. Langkah tambahan berikutnya adalah menuju pada penelaahan mengenai elemen-elemen dasar drama pada umumnya seperti gaya penulisan, penokohan, alur dan latar yang terdapat dalam kedua lakon di atas, termasuk juga penelusuran mengenai metafora, imaji atau simbol yang mungkin muncul pada kedua lakon tadi. Sesuai dengan judul penelitian ini, maka sistematika penyaji_an dan penelaahan teks dalam penelitian ini diklasifikasikan me_nurut terra-terra eksistensialisme yang terkandung dalam kedua lakon. Aspek yang diutamakan dalam penggolongan terra tersebut ada lah relevansi teks dengan konsep-konsep pemikiran eksistensiali. Yang ada serta implikasi kemanusiaan yang disumbangkan karya-karya itu. Skrpsi ini akan terbagi menjadi tiga bagian penelaahan yang diawali dengan eksistesialisme itu sendiri, pandangan-pandangan umumnya, tokoh _peranan dan kaitannya dengan masalah kehidupan manusia pada umumnya. Bagian ini di bahas pada BAB II, setelah BAB pendahuluan eksistensialisme di sini tidak dibahas secara komprehensif dan mendalam karena yang ditekankan di sana bukanlah penelaahan filsafati secara mendetil, namun hanya diarahkan pada sejauh mana ide-ide sentral dalam pemikiran eksistensialis ini masuk ke dalam kedua drama tadi. Bab selanjutnya (Bab III) merupakan bagi_an yang menganalisa teks dari masing-masing lakon, menelaah elemen-elemen dan tema-tema umumnya, terutama yang berkaitan dengan topik bahasan utama dari penelitian ini, serta kaitannya dengan Bab-bab sebelumnya. Bab terakhir (Bab IV) akan menutup penelitian ini dan merupakan bagian kesimpulan yang merangkum keseluruhan intisarinya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S14107
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mbiyo Saleh
"Hasil cipta sastra antaranya yang berbentuk novel, merekam kehidupan sesuai dengan caranya sendiri. Cerita yang berbentuk novel menceritakan kehidupan di calam uaktu atau kehidupan sehari-hari. Sementara itu keseluruhan novel, ter¬utama novel yang baik, melibatkan kehidupan menurut nilai¬nilai. Dengan kata lain, novel merekam keduanya, kehidupan sehari-hari dan nilai-nilai kehidupan. Sambil direkam kehidupan itu jugs dianalisa dan di - tafsirkan. Penulis novel tertarik kepada manusia dan peker¬jaannya dan dunia kenyataan tempat manusia hidup serta dunia khayal yang dia jelmakan ke dalam wujud. Ana,lisa dan tafsir, kritik, serta pesan seorang pe¬nulis novel dapat dipahami melalui novel-novelnya. Penulis novel tersohor, John Steinbeck, telah melakukan ini dalam tiga novelnya: Of Mice and Men, The Red Pony, dan The Gra - pas of Wrath berkenaan dengan kehidupan petani kecil Ameri¬ka. Selama lebih dari tiga abad, mulai dengan aural abad ketujuh belas hingga akhir abad kesembilan bales, tema uta¬ma sejarah Amerika yang mendesak ialah menoorangi benua itu. Hampir semua orang yang datang ke Amerika waktu itu adalah petani. Tanpa mengindahkan golongan mereka telah menyahami ideologi umum Lockeatau liberalisme Whig."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1983
T39935
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Shuri Mariasih Gietty
"Sebagai seorang penulis wanita di Amerika pada akhir abad 19, Louisa May Alcott yang sebelumnya hanya dikenal sebagai penulis karya-karya domestik ternyata juga menghasilkan karya-karya gothic. Dengan menghasilkan dua karya dengan genre yang bertolak belakang ini, ternyata terdapat persamaan dan perbedaan perihal ideologi gender yang berusaha disampaikan. Dua korpus yang dipilih yaitu, Little Women dan Behind A Mask; or A Woman's Power merepresentasikan pemikiran gender yang berbeda tersebut dengan mempertimbangkan latar belakang konstruksi gender pada masa itu yaitu the true cult of womanhood.
Dengan melihat konstruksi gender yang ada, ideologi gender yang ditampilkan kedua karya ternyata sudah mulai mengangkat nilai-nilai feminisme walaupun pada dasarnya keduanya tidak bisa terhindar dari pemikiran patriarki. Persamaan yang ada terdapat pada identitas gender yang muncul pada kedua tokoh utama, yaitu Jo March dalam Little Women dan Jean Muir dalam Behind A Mask.
Dengan bentuk yang berbeda, kedua tokoh ini berusaha mengatasi konstruksi gender yang ada supaya dapat terhindar dari segala macam bentuk opresi terhadap wanita. Jo March berusaha keluar dari konstruksi tersebut dan bahkan menyeberang dari sisi feminin ke sisi maskulin. Hal ini menjadi mencolok terutama bila dibandingkan dengan karya domestik pada umumnya yang cenderung mengacu pada konstruksi gender yang ada dan menempatkan tokohnya pada sisi yang feminin. Di lain pihak, dalarn Behind A Mask, Jean Muir berusaha melakukan negosiasi dengan memanipulasi konstruksi feminitas dan justru menempatkan diri dalam sisi yang feminin.
Dua Cara yang berbeda ini sebenarnya sudah merupakan bentuk pemberontakan terhadap nilai-nilai patriarki dalam konstruksi gender the true cult of womanhood. Akan tetapi, hal yang sangat disayangkan adalah kegagalan Behind A Mask sebagai sebuah karya gothic yang seharusnya bisa lebih memberontak terhadap konstruksi gender masyarakat apabila dibandingkan dengan karya domestik seperti Little Women.
Pada akhir cerita, Jean Muir terjebak dalam feminitasnya yaitu dalarn institusi pernikahan ketika sang tokoh harus mempertahankan topeng feminitasnya supaya tidak diketahui identitas aslinya oleh sang suami. Menempatkan Jean dalam feminin pada akhir cerita meruntuhkan kekuatan manipulasi yang dilakukannya sebelumnya, terutama bila dibandingkan dengan Jo March yang berhasil keluar dari feminitasnya dan menyebrang ke sisi maskulin sebagai sebuah bentuk pemberontakan. Maka dari itu, bisa disimpulkan bahwa karya Little Women bisa menampilkan idoeologi gender yang lebih feminis apabila dibandingkan dengan Behind A Mask yang pada akhirnya justru 'menjebak' tokoh utamanya dalam konstruksi gender tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S13926
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Nelmi
"Skripsi ini membahas langkah-langkah yang dilakukan pendengar dalam memahami maksud penutur yang disampaikan melalui tindak tutur tak langsung, khususnya direktif tak langsung dalam drama The Eccentricities of a Nightingale karya Tennessee Williams. Di dalam komunikasi yang sebenarnya, tujuan kita tidaklah semata-mata untuk menyampaikan informasi, tetapi juga untuk menjaga atau memelihara hubungan sosial antara penutur dan pendengar. Oleh karena itu, prinsip kerjasama Grice sering dilanggar. Tidak jarang dijumpai misalnya: bentuk deklaratif digunakan bukan untuk menyampaikan informasi melainkan mengandung fungsi direktif. Di dalam menghasilkan ujaran, penutur dapat menggunakan tindak ilokusioner (berkaitan dengan maksud penutur) melalui modus deklaratif, interogatif, imperatif atau eksklamatif (Quirk, 1986). Kasus seperti ini disebut tindak tutur tak langsung. Tindak tutur tak langsung kadangkala menyebabkan terjadinya kegagalan komunikasi (communication breakdown), jika tidak ada kesepakatan antara maksud penutur dan interpretasi pendengar. Oleh karena itu, pendengar dituntut untuk menentukan Jaya ilokusioner yang paling tepat dari tindak ilokusioner penutur. Dengan menggunakan model analisis Strategi Komunikasi Langsung dan Tak Langsung yang disarankan oleh Akmajian dalam bukunya Linguistics (1988), dianalisis langkah-langkah yang dilakukan pendengar untuk sampai kepada interpretasi ujaran penutur. Dalam menarik interpretasi ujaran penutur, perlu diperhatikan beberapa prinsip, yaitu: Prinsip Linguistik, Prinsip Komunikasi dan Prinsip Keliteralan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S14151
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Noor
"Penelitian mengenai penggunaan kata sapaan bahasa Inggris Amerika ini dilakukan dengan tujuan (1) memerikan penggunaan kata sapaan; (2) memerikan tindak ilokusioner yang terdapat dalam kata sapaan. Drama yang dipergunakan adalah sebuah black drama. Data yang diperoleh penulis analisis dengan menggunakan teori tutur sapa dari Brown dan Ford, Brown dan Gilman, dan Susan M. Ervin-Tripp. Untuk menganalisis tindak ilokusioner, penulis menggunakan teori tindak ilokusioner yang diajukan oleh J.L. Austin. Analisis data menunjukkan bahwa bila seseorang ingin menyapa kawan bicaranya, ia mengikuti aturan tutur sapa dan norma-norma sosial yang berlaku. Bila terjadi pelanggaran, pada umumnya pelanggaran itu bersifat disengaja karena ada maksud-maksud tertentu yang ingin dicapai pelaku pembicaraan. Makna yang terkandung dalam penggunaan kata sapaan yang menyimpang dari aturan tutor sapa dan norma-norma sosial ini dapat diketahui dengan melihat konteks pada saat pembicaraan berlangsung."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
S13962
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Teresia Tjan
"Many critics accuse Twain of being inconsistent. They call this inconsistency in Twain his dualism. Dixon Wecter in his contribution to the Literary History of the United States refers to Mark Twain as: gullible and sceptical by turns; realistic and sentimental, a satirist who gave hostages to the established order, a frontiersman who bowed his neck obediently to Victorian mores, and an idealist who loved the trappings of pomp and wealth..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1969
S14245
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 >>