Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164088 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ied Imilda
"Latar belakang: Pemberian nutrisi pada bayi prematur merupakan tantangan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang optimal serta mencegah terjadinya Extra uterine Growth Retardation karena fungsi anatomis dan fisiologis yang belum sempurna. Pemberian fortifikasi pada ASI prematur merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kalori tanpa harus menambah jumlah volume. Konsekuensinya ASI harus dipompa, ditampung, ditransport ke rumah sakit, disimpan, difortifikasi dengan Human Milk Fortifier, dan selanjutnya diberikan kepada bayi. Risiko kontaminasi dapat terjadi di setiap proses yang dilakukan. Pencampuran yang dilakukan di setiap jadwal minum sering menyebabkan ASI bersisa dan terbuang, karena kebutuhan dan kemampuan jumlah minum bayi yang masih sedikit, juga lebih berisiko terjadi kontaminasi karena kontak berulang dengan ASI. Pencampuran ASI dan HMF yang dibuat sekaligus dalam jumlah untuk kebutuhan 24 jam dan disimpan didalam lemari pendingin bersuhu 40C belum pernah dilakukan di unit neonatologi RSCM.
Tujuan: Untuk melihat perbedaan angka kontaminasi kuman pada ASI perah, segera setelah dicampur dengan Human Milk Fortifier pada suhu 370C, dibandingkan dengan pencampuran pada suhu 40C dan kemudian disimpan selama 24 jam pada suhu 40C.
Metode: Randomized Control Study dilakukan selama Januari-April 2021 di unit Neonatologi RSCM Jakarta pada 52 subjek, yaitu ibu yang memiliki bayi dengan usia gestasi kurang dari 34 minggu dan atau berat lahir kurang dari 2000 gram. Pemeriksaan sampel berasal dari ASI perah yang dicampur HMF dan dilakukan pemeriksaan kultur untuk mengetahui pola kuman dan jumlah kolonisasi untuk mengetahui ASI yang terkontaminasi. Sampel terdiri dari 3 bagian, kelompok kontrol (26 sampel), pencampuran ASI dan HMF dengan suhu 370C, kelompok perlakuan pre (26 sampel) yaitu pencampuran ASI dan HMF dengan suhu 40C serta kelompok perlakuan post (berasal dari sampel kelompok pre yang dibagi menjadi 2 bagian) yang disimpan selama 24 jam pada suhu 40C. Hasil: Tidak terdapat perbedaan angka kontaminasi yang bermakna pada kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan post (p=0,565), juga pada kelompok perlakuan pre dan post (0,107%). Jumlah kontaminasi pada kelompok kontrol sebanyak lima belas sampel (57,69%), kelompok perlakuan pre sebanyak 17 sampel (65,38%) dan perlakuan post sebanyak 18 sampel (69,23%).
Simpulan: Tidak ada peningkatan risiko kontaminasi pada pencampuran ASI dengan HMF pada suhu 40C dibandingkan suhu 370C dan pada penyimpanan ASI perah yang dicampur dengan Human Milk Fortifier selama 24 jam pada suhu 40C.

Background: Providing nutrition to premature babies is a challenge to encourage optimal growth and development and prevent Extra uterine Growth Retardation due to imperfect anatomical and physiological functions. Fortification of preterm human milk is one way to increase calories without increasing the volume. As a consequence, human milk must be pumped, collected, transported to the hospital, stored, fortified with Human Milk Fortifier, and then given to babies. The risk of contamination can occur in every process that is carried out. Mixing the human milk at each drinking schedule often results in leftover milk and wasted, due to the need and ability is still small in quantity to drink, is also more at risk of contamination due to repeated contact with human milk. Mixing human milk and HMF which is made together in quantities for 24 hours needs and stored in a refrigerator at 40C has never been done in the RSCM neonatology unit.
Objective: To determine the bacterial contamination of fortification human milk immediately after being mixed at temperature of 370C compared with mixing at 40C and then stored for 24 hours at 40C.
Methods: The randomized control study was conducted during January-April 2021 in the Neonatology unit of Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta on 52 subjects, who have babies with less than 34 weeks of gestational and or birth weight less than 2000 grams. Fortification of human milk was examined by doing culture to determine the bacterial contamination pattern and the number of colonization. The sample was divided into 3 parts, the control group (26 samples), fortification of human milk at 370C of temperature, the pre-treatment group (26 samples), fortification of human milk at 40C of temperature, and the post-treatment group (derived from the pre-group sample which was divided into 2 parts) stored for 24 hours at 40C.
Results: There was no significant difference in the number of contamination between the control and the post treatment group (p = 0.565), also in the pre and post treatment group (0.107%). The amount of contamination in the control group was fifteen samples (57.69%), the pre treatment group was 17 samples (65.38%) and the post treatment group was 18 samples (69.23%).
Conclusions: There was no increased risk of contamination in mixing human milk with HMF at 40C compared to 370C and in storing fortification of human milk for 24 hours at 40C.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adhie Nur Radityo S
"Latar Belakang: Air susu ibu (ASI) merupakan asupan yang direkomendasikan pada semua bayi baru lahir. ASI pada bayi yang menjalani perawatan intensif diberikan dalam bentuk ASI perah (ASIP). Akan tetapi, berbagai penelitian menunjukkan bahwa serangkaian proses persiapan ASIP merupakan sumber kontaminasi dan penularan infeksi. Infeksi pada bayi baru lahir merupakan salah satu masalah serius yang belum terpecahkan dalam perawatan bayi baru lahir, termasuk pada Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Meskipun alur pengelolaan ASIP yang digunakan sudah sesuai dengan standar WHO, belum pernah dilakukan evaluasi terhadap kejadian kontaminasi ASIP sebelumnya.
Tujuan: Mengetahui angka kejadian kontaminasi ASIP di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan faktor-faktor yang memengaruhinya.
Metode: Dilakukan penelitian potong lintang terhadap 60 sampel ASIP di divisi Neonatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) - Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada bulan Desember 2018 hingga Januari 2019. Sampel penelitian merupakan ASIP yang didapatkan dari proses pemerahan oleh ibu dengan bayi yang dirawat di ruang perawatan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) RSCM. Ibu dengan riwayat penyakit yang menular lewat ASI, mengalami mastitis, atau sedang mengonsumsi antibiotik dan probiotik dieksklusi dari penelitian. Dilakukan pemeriksaan kultur terhadap ASIP sebanyak dua kali yaitu pertama kali maksimal dua jam setelah ASI diperah dan kedua kali setelah disimpan di lemari pendingin dengan suhu <4oC selama 48 jam, selesai dilakukan pemrosesan dan siap diberikan pada bayi.
Hasil: Didapatkan hasil angka kontaminasi ASIP di NICU RSCM adalah sebesar 66,67%. Profil kuman terbanyak sebagai kontaminan ASIP di NICU RSCM adalah Staphyloccocus epidermidis (ASIP setelah diperah 46,7%, ASIP sebelum pemberian 40%), Acinetobacter baumanii (ASIP setelah diperah 18,3%, ASIP sebelum pemberian 16,7%) dan Staphylococcus haemolyticus (ASIP setelah diperah 13,3%, ASIP sebelum pemberian 6,7%). Faktor risiko yang berpengaruh terhadap kontaminasi ASIP di NICU RSCM diantaranya adalah tindakan cuci tangan ibu sebelum memerah ASI dan penggunaan masker oleh petugas saat memproses ASIP untuk bayi.

Background: Breast milk is the recommended nutrient for every newborn. Newborn in neonatal intensive care unit is also provided in form of expressed breast milk. However, various studies have shown that expressed breast milk preparation is prone to contamination and infection transmission. Infection in newborn is a serious problem which has not been solved in newborn care, including in Cipto Mangunkusumo National Hospital (CMH). In spite of its expressed breast milk process correspond with World Health Organization guideline, evaluation has never been thouroughly done for expressed breast milk contamination rate.
Objective: To investigate expressed breast milk contamination rate in Cipto Mangunkusumo National Hospital and its affecting factors
Method: Cross sectional study was done to 60 expressed breast milk samples in Neonatology division, Child Health Department, Faculty of Medicine Universitas Indonesia (FKUI) - Cipto Mangunkusumo National Hospital (CMH) on December 2018 to January 2019. Samples for the study were expressed breast milk taken from mother whose baby was admitted to Neonatal Intensive Care Unit (NICU) of CMH. Mothers with breast milk transmission infection, having mastitis, or consuming antibiotic or probiotic were excluded from the study. Culture from samples was done two times, the first time was at maximum of two hours after breast milk was expressed and the second time was after the breast milk had been stored in freezer with temperature below 4o Celsius for 48 hours, processed, and ready to be taken by newborn.
Result: It is shown that the contamination rate of expressed breast milk in NICU of Cipto Mangunkusumo Hospital was 66,67%. Most prevalent bacteria for expressed breast milk contaminant were Staphylococcus epidermidis (1st sampling 46,7% , 2nd sampling 40%), Acinetobacter baumanii (1st sampling 18,3%, 2nd sampling 16,7%), and Staphylococcus haemolyticus (1st sampling 13,3%, 2nd sampling 6,7%). Risk factors affecting expressed breast milk contamination in NICU of Cipto Mangunkusumo Hospital were mother handwashing before breast milk expression and the use of mask for officers processing expressed breast milk.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57676
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Ari Seja
"Objektif: untuk mengetahui apakah produksi urin awal pada hari pertama memiliki korelasi secara signifikan terhadap kejadian delayed graft function(DGF) dan dapat menjadi faktor prediktor terjadinya DGF.
Metode: Penelitian ini membandingkan kejadian dari DGF dengan produksi urin awal yang dilaporkan studi, diambil dari database secara elektronik pada Medline, Cochrane dan EBSCO. Data akan diolah secara bivariat dan multivariat dan melihatkan sensitivitas dan spesifisitas berdasarkan hasil penelitian.
Hasil: Total 179 penelitian didapatkan dari pencarian data. Dan 2 penelitian didapatkan dari sumber yang lain. Dari 1721 penelitian, 9 penelitian di ambil. Dan terdapat 5 penelitian yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas penelitian. Secara umum, 9 penelitian ini memiliki tingkat bias yang rendah hingga sedang. Hampir seluruh penelitian melaporkan adanya hubungan yang signifikan antara produksi urin pada hari pertama dengan kejadian DGF. Dan seluruh penelitian setuju bahwa produksi urin awal merupakan prediktor yang sensitif untuk memprediksi DGF. Untuk spesifisitas memiliki nilai yang berbeda dari masing-masing penelitian. Perbedaan penggunaan batas yang optimal pada masing-masing penelitian merupakan penyebab adanya perbedaan variable atau hasil terkait spesifisitas.
Kesimpulan: Produksi urin awal memiliki hubungan yang signifikan terkait kejadian DGFdan merupakan parameter yang baik digunakan untuk memprediksi kejadian DGF.

Objective : This study aimed to discover whether the UOP1 correlates significantly to the DGF incidence and can be a DGF predicting factor.
Methods: This study compared the incidence of DGF with the UOP1 reported by studies obtained from the electronic databases, namely MEDLINE, Cochrane, and EBSCO. Studies that performed multivariate or bivariate analysis and/or reported sensitivity and specificity were included in this review..
Results: A total of 1719 studies were obtained from the database search, and 2 studies were enrolled from other sources. Out of 1721 studies, 9 studies were recruited in this review, 5 of which reported sensitivity and specificity. Overall, nine of these studies had a low to moderate risk of bias. Almost all studies reported a significant relationship between the UOP1 and DGF. All studies agreed that the UOP1 is a sensitive predictive factor in predicting DGF. The specificity reported by the studies examined in this review varied greatly. The use of optimum cut-off in each study is considered to be the cause of this variability.
Conclusion: The UOP1 is significantly related to the incidence of DGF and is a proper parameter for the prediction of DGF events.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rachma Novita Indrarini
"ABSTRAK
Latihan fisik merupakan hal yang penting untuk kesehatan namun dapat pula meningkatkan stres oksidatif yang menyebabkan peningkatan Reactive Oxygen Species ROS . Superoksida dismutase SOD adalah antioksidan endogen yang terdapat dalam tubuh, merupakan enzim yang mengkatalisis dismutasi ion superoksida radikal O2- menjadi hidrogen peroksida H2O2 dan molekul oksogen O2 sebagai perlawanan terhadap stres oksidatif.Akupunktur merupakan salah satu modalitas terapi yang diharapkan dapat mengurangi stress oksidatif yang terjadi akibat latihan fisik. Penelitian ini dilakukan pada tiga puluh pria tidak terlatih yang dibagi secara acak menjadi dua kelompok, kelompok akupunktur manual n = 15 yang dilakukan penusukan pada titik akupunktur ST36 dan SP6 bilateral, dan kelompok plasebo n = 15 yang dilakukan penusukan jarum pada plester tanpa menembus kulit. Terapi akupunktur dilakukan satu kali selama 30 menit segera setelah subyek selesai melakukan latihan fisik akut.. Penilaian kadar SOD darah dinilai sebelum latihan fisik dan satu jam setelah melakukan latihan fisik. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan bermakna secara statistik selisih kadar SOD antara sebelum dan sesudah latihan fisik antara kelompok akupunktur manual dan kelompok plasebo p = 0,001.

ABSTRACT
Physical exercise is important for health but can also increase oxidative stress that induce Reactive Oxygen Species ROS . Superoxide dismutase SOD is endogenous antioxidants found in the body, an enzyme that catalyzes the dismutation of radical superoxide ions O2 into hydrogen peroxide H2O2 and oxygen molecules O2 against oxidative stress Acupuncture is one of the therapeutic modalities that is expected to reduce oxidative stress that occurs due to physical exercise. The study was conducted on thirty untrained men who were randomly divided into two groups, the manual acupuncture group n 15 performed acupuncture therapy at bilateral ST36 and SP6 acupuncture points, and the placebo group n 15 performed the needle stitching on the plaster without penetrating the skin. Acupuncture therapy is performed once for 30 minutes immediately after the subjects have finished acute physical exercise. Assessment of the blood SOD level was assessed before physical exercise and one hour after physical exercise. The results of this study showed a statistically significant difference in the difference between the level of SOD before and after physical exercise between the manual acupuncture group and placebo group p 0.001. "
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dwi Wicaksono
"Latar belakang: Operasi sesar merupakan salah satu tindakan yang paling sering
dilakukan dibidang obstetrik bahkan hingga dalam satu rumah sakit. Angka kejadian
infeksi daerah operasi sesar sangat bervariasi pada seluruh dunia berkisar pada 3-15%.
Proses terjadinya IDO merupakan suatu proses multifaktorial yang meliputi mulai dari
persiapan perioperatif, kondisi pasien, jenis operasi, jenis kuman dan lain-lain.
Tujuan: Mengetahui karakteristik pasien, pola kuman, dan faktor risiko kejadian
infeksi daerah operasi (IDO) di RSCM tahun 2016-2018.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode cohort
retrospective. Subyek penelitian ini merupakan pasien yang menjalani operasi sesar di
RSCM pada tahun 2016-2018 yang direkrut menggunakan metode consecutive
sampling. Dari data yang didapatkan dilakukan analisis bivariat dan multivariat untuk
menentukan faktor risiko terjadinya IDO pasca operasi sesar
Hasil: Didapatkan sebanyak 2.052 kasus yang memenuhi kriteria inklusi penelitian.
Sebanyak 85 kasus infeksi daerah operasi (IDO) didapatkan dari 2.052 tindakan yang
dilakukan (4,14%). Sebanyak 85 kelompok kasus IDO dan 1.967 kelompok kasus
kontrol diikutsertakan dalam analisis faktor risiko. Kuman paling sering didapatkan
pada kultur kasus infeksi daerah operasi pasca operasi sesar adalah Staphylococcus
aureus (16,5%), Klebsiella pneumoniae (12,9%), Escherischia coli (9,4%),
Enterococcus faecalis (9,4%), dan lainnya (21,2%). Variabel yang berpengaruh
terhadap kejadian IDO pasca secar adalah gawat janin (p=0,002 ;AOR = 2,265 IK95
% 1,350-3,801) dan IMT ≥30 kg/m2 (p=0,028; AOR 1,824 IK95% 1,066-3,121).
Kesimpulan: Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian IDO pasca SC adalah gawat
janin (p=0,002 ;AOR = 2,265 IK95 % 1,350-3,801) dan IMT ≥30 kg/m2 (p=0,028;
AOR 1,824 IK95% 1,066-3,121).

Background: Caesarean section is one of the most performed operations in the field
of obstetrics and even in hospital. The incidence of infections in cesarean section varies
greatly around the world at 3-15%. Surgical site infection is a multifactorial process
that starts from the perioperative preparation, the patient, the type of surgery, the type
of germ and other factors.
Objective: To determine the characteristics of patients, bacterial patterns, and risk
factors for the incidence of surgical site infection (SSI) in Cipto Mangunkusumo
National General Hospital in 2016-2018.
Method: This study was an observational study using a retrospective cohort method.
The subject of this study were patients undergoing cesarean section in Cipto
Mangunkusumo National General Hospital in 2016-2018 recruited using consecutive
sampling method. Based on the data obtained, bivariate and multivariate analysis were
conducted to determine the factors affecting after caesarean section SSI
Result: A total of 2.052 subjects were included in the study. There were 85 cases of
surgical site infection (SSI) out of 2.052 operations (4.14 %). A total of 85 SSI case
groups and 1.967 control groups were included in the risk factor analysis. Bacteria
most commonly found in surgical site infection culture were Staphylococcus aureus
(16,5%), Klebsiella pneumoniae (12,9%), Escherischia coli (9,4%), Enterococcus
faecalis (9,4%), and others (21,2%). Variable associated with SSI in this study is fetal
distress (p=0,002 ;AOR = 2,265 CI 95 % 1,350-3,801) and BMI ≥30 kg/m2 (p=0,028;
AOR 1,824 CI 95% 1,066-3,121).
Conclusion: Factors influencing the incidence of SSI after SC was fetal distress
(p=0,002 ;AOR = 2,265 CI 95 % 1,350-3,801) and BMI ≥30 kg/m2 (p=0,028; AOR
1,824 CI 95% 1,066-3,121)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59132
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zulfadli Syahrul
"Latar Belakang: Anestesiologis yang bertugas di IGD dapat menjalani jam kerja 24 jam. Anestesiologis yang lelah mempunyai konsekuensi menurunnya fungsi kognitif dan psikomotor. Peserta PPDS nestesiologi menjalani 32 jam kerja saat bertugas jaga IGD. Penelitian bertujuan mengetahui perubahan fungsi kognitif dan psikomotor PPDS Anestesiologi setelah menjalani 32 jam kerja.
Metode: kami mengobservasi 69 peserta PPDS Anestesiologi yang menjalani 32 jam kerja, setiap peserta PPDS diperiksa fungsi kognitif dan psikmotor pada jam kerja ke-0 dan setelah 32 jam. Jumlah tidur ketika bertugas jaga dicatat. Fungsi kognitif diperiksa dengan MoCa-Ina dan psikomotor dengan grooved pegboard.
Hasil: Secara statistik didapatkan penurunan bermakna fungsi kognitif (p 0,00) dan psikomotor pada tangan dominan/ non dominan (p 0,00/p 0,00) tetapi secara klinis fungsi kognitif dan psikomotornya masih dalam batas normal. Tidak terdapat pengaruh lamanya tidur dengan fungsi kognitif (p 0,121) dan psikomotor (p 0,282/p 0,317) setelah 32 jam kerja pada peserta PPDS Anestesiologi tidur minimal 5 jam dengan tidur kurang dari 5 jam.
Kesimpulan: Fungsi kognitif dan Psikomotor peserta PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif setelah menjalani 32 jam kerja terbukti menurun, sedangkan lamanya tidur tidak terbukti mempengaruhi fungsi kognitif dan psikomotor.

Background: anaesthesiologist on duty in the Emergency Room can undergo a 24-hour working hours. Anesthesiologists who are tired of having consequences with decreased cognitive and psychomotor function. Anesthesiology and Intensive Therapy resident undergo 32 work hours when he on duty in the ER. This study aims to determine changes in cognitive function and psychomotor after undergoing 32 hours of work.
Method: we have done observations of the 69 participants Anesthesia resident undergo 32 work hours when he gets on duty IGD, each of PPDS in cognitive function and psikmotor examined on 0 work hours and after 32 work hours. The number of hours sleep that can be obtained when undergoing on duty was noted. Cognitive function was examined with the MOCA-Ina and psychomotor examined with the grooved pegboard.
Results: Statistically significant decrease found on cognitive function (p 0.00) and decreased psychomotor function in the dominant hand (p 0.00) and the non-dominant hand (p 0.00) but clinically cognitive and psychomotor function Anesthesiology and Intensive therapy resident after 32 hours is still within the limits of normal values. There was no effect of sleep duration and cognitive function (p 0.121) and psychomotor (0.282 p / p 0.317) after 32 hours of work on the Anesthesiology redident at least 5 hours of sleep with who slept less than 5 hours.
Conclusion: Cognitive and Psychomotor Function resident Anesthesiology and Intensive Therapy after undergoing 32 hours of work proved to be decreased, while the duration of sleep during working hours are not proved affect cognitive and psychomotor function.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Utami
"RSUI merupakan salah satu rumah sakit tipe B yang menyelenggarakan standar pelayanan kefarmasian. Penyimpanan obat dilakukan untuk memelihara mutu dari sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga ketersediaan, dan memudahkan pencarian dan pengawasan. Gap analysis dilakukan untuk melihat kesenjangan pelaksanaan teknik penyimpanan obat, bahan obat, narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi di depo farmasi rawat jalan dan depo farmasi IGD RSUI dibandingkan dengan butir-butir Peraturan BPOM No. 24 Tahun 2021. Analisis dilakukan dengan cara mengobservasi dan menghitung jumlah kesenjangan. Hasil observasi menunjukkan masih terdapat kesenjangan pada sistem penyimpanan obat di Unit Farmasi RSUI. Persentase kesesuaian terhadap gap analysis yang ditemukan untuk sistem penyimpanan obat, dan bahan obat adalah 86,27%, sementara untuk sistem penyimpanan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi di depo farmasi rawat jalan dan IGD adalah 89,36%.

RSUI is a type B hospital that organizes pharmaceutical service standards. Drug storage is carried out to maintain the quality of pharmaceutical preparations, avoid irresponsible use, maintain availability, and facilitate search and control. A gap analysis was carried out to see the gaps in the implementation of drug storage techniques, medicinal ingredients, narcotics, psychotropics, and pharmaceutical precursors at outpatient pharmacy unit and emergency unit at RSUI compared to the points of BPOM Regulation No. 24 of 2021. The analysis was carried out by observing and calculating the number of gaps. The observation results show that there are still gaps in the drug storage system at the RSUI Pharmacy Unit. The percentage of compliance with the gap analysis found for storage systems for drugs and drug ingredients was 86.27%, while for storage systems for narcotics, psychotropics, and pharmaceutical precursors at outpatient pharmacy depots and emergency departments was 89.36%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arifatul Kholidah
"Penggunaan obat di fasilitas pelayanan kesehatan setelah penerapan BPJS pada awal tahun 2014 harus sesuai dengan acuan yang berlaku secara nasional yaitu formularium nasional. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi pola penggunaan obat dan kesesuaianya terhadap formularium nasional di rumah sakit Y setelah penerapan BPJS pada bulan Januari hingga Maret 2014. Metode yang digunakan ialah metode potong lintang (cross-sectional). Obat diklasifikasikan dengan sistem Anatomical Therapeutical Chemical (ATC) dan dinyatakan kuantitasnya dalam satuan Defined Daily Dose (DDD). Kualitas penggunaan obat dinilai dengan analisis Drug Utilization 90% (DU 90%) dan kesesuaian dengan formularium nasional. Kuantitas penggunaan obat di rumah sakit Y pada bulan Januari hingga Maret cenderung meningkat. Penggunaan obat tiga terbanyak pada bulan Januari hingga Maret di rawat inap yaitu ketorolak, furosemid, dan deksametason. Penggunaan obat tiga terbanyak di rawat jalan pada bulan Januari hingga Maret yaitu amlodipin, lansoprazol, dan asam asetilsalisilat. Total penggunaan obat tiga terbanyak selama bulan Januari hingga Maret yaitu amlodipin, lansoprazol, dan asam asetilsalisilat. Jumlah jenis obat yang termasuk dalam segmen DU 90% bulan Januari yaitu 75 dari 266 jenis obat, Februari berjumlah 77 dari 255 jenis obat, dan Maret 75 dari 275 jenis obat. Persentase kesesuaian penggunaan obat terhadap formularium nasional sebesar 71,43%; 65,10%; dan 68,7% yang cenderung mengalami penurunan. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kuantitas penggunaan obat di rumah sakit Y pada awal tahun 2014 cenderung meningkat tetapi kualitas penggunaan obat belum baik.

Drug use in health care facilities after the BPJS is applied in early 2014 must be appropiate to the national formulary. The purpose of this study is to evaluate the drug usage pattern and the adherence of drug use to the national formulary in Y hospitals after BPJS is applied in early 2014. The method that used is cross sectional method. Drugs classified by the Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) system and the quantity expressed in units of Defined Daily Dose (DDD). The quality was analysed by Drug Utilization 90% (DU 90%) and the adherence of drug use to national formulary. The quantity of drug use at Y hospital is increase. Top three of inpatient drug use in January to March are ketorolac, furosemide, and dexamethasone. While, top three of outpatient drug use in January to March are amlodipine, lansoprazole, and acetylsalicylic acid. The top three of total drug use are amlodipine, lansoprazole, and acetylsalicylic acid. The number of drug?s items that are included in DU 90% on January are 75 of the 266 drug?s items, in February amounted to 77 out of 255 drug?s items and in March 75 of the 275 drug?s items. Percentage of the adherence of drug use to the national formulary in January, February, and March are 71,43%; 65,10%; dan 68,7%. So, it can be concluded that the quantity of drug use in Y hospital in early 2014 increase but the quality of drug use has not been good."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S61137
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayhan Farandy
"Pendahuluan : Biospesimen adalah sampel material berasal dari bagian makhluk hidup yang mengandung materi genetik berupa DNA. Untuk mendapatkan DNA dengan kualitas baik, diperlukan juga biospesimen dengan kualitas baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas DNA adalah lama waktu penyimpanan. Namun, beberapa penelitian menunjukkan hasil yang berbeda mengenai hubungan waktu penyimpanan dengan kualitas DNA. Sehingga, penelitian ini akan menganalisis kualitas DNA pada jaringan segar yang disimpan di atas dua tahun dan di bawah dua tahun. Kualitas DNA ini akan dinilai dengan tiga indikator, yakni kemurnian, konsentrasi, dan fragmentasi.
Metode : Penelitian ini adalah penelitian analitik retrospektif menggunakan 50 sampel jaringan segar kanker yang disimpan pada suhu -80oC milik Biobank Riset-FKUI RSCM tahun 2015-2018. Sampel dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok waktu penyimpanan di atas 2 tahun dan di bawah 2 tahun. Uji kualitas sampel ini dilakukan dengan alat Nanodrop Thermoscientific 2000 untuk kemurnian serta konsentrasi dan Qubit Fluorometer 2.0 untuk konsentrasi DNA utuh serta Elektroforesis Gel Agarosa untuk melihat ada tidaknya fragmentasi fragmentasi DNA. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan Mann-Whitney untuk data numerik (kemurnian dan konsentrasi), dan Chi-Square untuk data kategorik (tingkat fragmentasi). Penelitian ini sudah lulus kaji etik dengan izin etik no: KET-208/UN2.F1/ETIK/PPM.00.02/2019.
Hasil : Tidak terdapat perbedaan rerata kemurnian DNA yang diukur dengan nanodrop (p = 0,96), Konsentrasi DNA utuh (p = 0,145) dan Fragmentasi DNA (p = 0,055) pada jaringan segar yang disimpan di atas di bawah dua tahun. Namun, konsentrasi DNA total jaringan segar yang diukur menggunakan nanodrop secara signifikan lebih tinggi pada kelompok lama waktu penyimpanan dibawah 2 tahun (p = 0,025).
Kesimpulan : Penyimpanan jaringan segar di atas 2 tahun pada suhu -80o C tidak mempengaruhi Kemurnian DNA, konsentrasi DNA utuh dan Tingkat Fragmentasi DNA. Namun, penyimpanan di atas 2 tahun mempengaruhi konsentrasi DNA total.

Introduction : Biospecimen is a sample material from living thing’s part that contains a genetic material named DNA. To get DNA with a good quality, needed a good quality biospecimen too. One factor that affects DNA quality is storage duration. Nevertheless, different researches shows different results about storage duration correlation with DNA quality. Therefore, this research will analyze the quality of DNA on fresh frozen tissues that were stored above two years and below two years. This DNA quality was analyzed by three indicators, which was purity, concentration, fragmentation.
Method : The study of this research was retrospective analytic observasional using 50 fresh cancer tissue that was stored at -80oC temperature in Biobank Riset-FKUI RSCM from 2015-2018. Samples were divided into two groups, the one with storage duration over two years and under two years. The quality test was carried out with a Nanodrop Thermoscientific 2000 for purity and concentration, Qubit Fluorometer 2.0 for intact DNA concentration, Agarose Gel Electrophosis to see whether there was fragmentation of DNA or not. The datas obtained were then analyzed using Mann-Whitney for numerical data (purity and concentration), and Chi-Square for categorical data (fragmentation rate). This research has passed the ethical review with ethics permit no: KET-208/UN2.F1/ETIK/PPM.00.02/2019.
Results : There were no differences in the average Nanodrop purity (p = 0,96), Qubit concentration (p = 0,145), and fragmentation (p = 0,055) in fresh tissue stored above and under two years. However, there were differences in the average concentration using Nanodrop concentration (p = 0,025) in fresh tissue stored above and below two years.
Conclusion : The storage duration in fresh frozen tissue didn’t affect the yield of Nanodrop purity, Qubit concentration, and fragmentation. However, the storage period in fresh frozen tissue affected the Nanodrop concentration.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vetty Priscilla
"Selarna masa kehamilan, ibu akan mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya, baik perubahan fisik maupun perubahan psikologis. Tidak semua ibu dapat menerima berbagai perubahan yang terjadi. Masalah yang mungkin dialami adalah gangguan gambaran diri dan ideal diri. Jika masalah ini tidak segera diatasi, kemungkinana dapat berpengaruh terhadap perilaku ibu baik selama kehamilan maupun sesudah melahirkan. Penelitian ini mengunakan desain descriptive correlational dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan gambaran diri dan ideal diri ibu primigravida dengan pemberian ASI 10 jam setelah melahirkan. Sampel penelitian adalah ibu primigravida yang berjumiah 104 orang yang diambil secara purposive sampling. Untuk menguji hubungan antara gambaran diri dan ideal diri dengan perilaku pemberian ASI 10 jam setelah melahirkan mengunakan uji statistik chi-square, kemudian dilakukan uji regresi logistik ganda model faktor risiko untuk mengetahui variabel yang paiing dominan berhubungan dengan perilaku pemberian ASI 10 jam setelah melahirkan.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa setelah dikontrol variabel sikap, gambaran diri merupakan variabel yang paling dominan dan berhubungan secara bermakna dengan perilaku pemberian ASI 10 jam setelah melahirkan dengan nilai OR = 1,054. Saran: tenaga kesehatan khususnya perawat maternitas perlu memberikan dan meningkatkan pendidikan kesehatan dan konseling kepada ibu dan suami pada saat antenatal care (ANC) mengenai perubahan fisik dan psikologis yang terjadi selama kehamilan agar ibu dapat beradaptasi dan bersikap positifterhadap perubahan yang terjadi.

During a period of pregnancy mother will have experience of the change in her self, physical and psychological changes. Not all of mother has been accepted this condition. The problem is body image and self image disturbances. If this problem not immediately overcome by hence it would be have an effect to mother's behavior during pregnancy and also delivery like breastfeeding behavior during I0 hour after delivery. This study was a co relational descriptive design with cross sectional approach. One hundred four primigravida mothers were recruited by using purposive sampling involved in this study. Chi-square test was performance to analyze the correlation of body image and self image with breastfeeding behavior during 10 hour after bearing, and use regression logistic risk factor model test to know the most dominant variable related to breastfeeding behavior during 10 hour after delivery after control confounder variable.
This research relevance that, after control by attitude, body image primigravida's was the most dominant variable and only significant with breastfeeding behavior during 10 hour after delivery with OR value = 1,054. It would be recommended for health service specially maternity nursing to provide and improve health education for mother and her husband during antenatal care (ANC) about physical and psychological changes during pregnancy so that mother can adapt and have positive attitude to face these changes.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
T18053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>