Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 220782 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Steven Octavianus
"Tujuan: Pasien lansia memiliki risiko lebih tinggi untuk menjadi lemah. Kerentanan menyiratkan bahwa stresor kecil dapat memiliki implikasi negatif yang besar pada domain fisik dan psikologis pada lansia. Alat skrining G-8 dapat mengidentifikasi pasien lansia dengan kanker yang berpotensi rentan. Oleh karena itu kami memutuskan untuk menyelidiki karakteristik demografis lansia dan kegunaan G-8 yang dalam memprediksi toksisitas akut dan penambahan Overall Treatment Time (OTT) pada lansia dengan kanker yang mendapat Radioterapi (RT).
Metode: Sebuah studi prospektif observasional dilakukan. Subjek berusia ³ 60 tahun dan didiagnosis menderita kanker serta dirujuk ke Instalasi Pelayanan Terpadu Onkologi Radisi RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo. Kami menilai skor G-8 pada subjek sebelum memulai RT. Kami mencatat toksisitas akut dan OTT dan mengidentifikasi prediktor potensial, termasuk hasil G-8.
Hasil: Sejumlah 52 pasien menjadi subjek penelitian dengan usia rata-rata 67 tahun (60-81). Menurut G-8, 65% pasien berpotensi rentan. Dari seluruh subjek, 21% menderita kanker kepala leher, 29% kanker ginekologi, 23% kanker payudara, 27% kanker lainnya. Delapan puluh satu persen (81%) subjek mendapat RT dengan tujuan kuratif dan 19% untuk paliatif. Toksisitas akut ³ derajat 3 terjadi di 32 % subjek yang berpotensi lemah dan 0% subjek yang fit (p=0,007). Penambahan OTT terjadi pada 61,8% subjek berpotensi lemah dan 27,8% subjek yang fit (p=0,020). sejumlah 50% subjek tidak mengalami penambahan OTT, 29% subjek ≤ 3 hari dan 21% >3 hari (rentang penambahan OTT 1 – 40 hari). Toksisitas sangat terkait dengan jenis kelamin, lokasi kanker primer, pemberian kemoterapi konkuren, stadium saat diagnosis, penilaian skor G-8, dan dosis total RT. Skor G-8 yang lebih rendah adalah satu-satunya faktor yang berhubungan dengan penambahan OTT. Pada analisis multivariat hanya pemberian kemoterapi konkuren yang berhubungan dengan toksisitas akut ³ 3, OR 21 (95% CI 2,9 – 151,4; p=0,003).
Kesimpulan: G-8 dikaitkan dengan tingkat toksisitas ³ 3 dan penambahan OTT pada pasien lansia dengan kanker mendapat RT. Studi prospektif di masa depan yang menyelidiki apakah G8 adalah prediktor yang baik untuk luaran hasil klinis lain dan kesintasan sangat perlu dilakukan dalam konteks lokal.

Aims: Older patients at a higher risk of being frail. Frailty implies that even a minor stressor can have major negative implications on physical, psychological domains. G-8 screening tool shows good screening properties for identifying vulnerable elderly patients with cancer. We therefore decided to investigate the demographic patient characteristics and utility of G-8 associated with acute toxicity and prolonged Overall Treatment Time (OTT) in elderly cancer patients treated with Radiation Therapy (RT).
Materials and methods: A prospective observational cohort study is performed. Patients were eligible if aged 60 years or over and diagnosed with cancer and referred for RT at Department of Radiotherapy Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. We use the G-8 questionnaire at consecutive patients before starting RT. We recorded acute toxicity and prolonged OTT and identified potential predictors, including the G-8 score.
Results: We investigated 52 patients with a median age of 67 years. From all those subjects, 21% had head and neck cancers, 29% gynaecology cancers, 23% breast cancers, 27% other cancers. Eighty one percent subjects were treated for curative-intent and 19% for palliative RT. According to the G8 score, 65% of the patients were potentially frail. Toxicity grade ≥3 was observed among 32% subjects who were potentially frail according to the G8 and 0% of subject who were fit (p=0.007). Prolonged OTT was observed in 61,8% of potentially frail subject according to the G8 and 27,8 % of subject who were fit (p=0.020). For prolonged OTT 50% subjects have no prolonged OTT, 29% subjects ≤ 3 days and 21% >3 days (range 1 – 40 days prolonged OTT). Toxicity is strongly associated with gender, type of primary cancer, chemotherapy concurrent, stagging at diagnosis, G-8 score, total dose RT. Lower G-8 score was the only factor that associated with prolonged OTT. On multivariate analysis only chemoradiation was strongly associated with toxicity grade ≥3 OR 21 (95% CI 2.9 – 151,4; p=0.003).
Conclusions: G-8 was associated with toxicity grade ≥ 3 and prolonged OTT in older patients with cancer who received RT. Future prospective studies should investigate whether the G8 is a good predictor for other relevant clinical outcomes and survival in our local settings.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rurynta Ferly Shavira
"Pengobatan nyeri kanker terutama dengan analgesik opioid. Namun karena minimnya pengetahuan pasien dan kesalahpahaman terkait analgesik opioid, membuat pasien menjadi tidak patuh dalam terapinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan membandingkan seberapa besar pemberian konseling dan booklet digital mempengaruhi tingkat kepatuhan dan skala nyeri di Rumah Sakit Kanker Dharmais dari Maret-April 2021. Penelitian dilakukan dengan desain kuasi-eksperimental dengan pretest-posttest pada 134 responden terdiri atas kelompok konseling (n=67 orang) dan kelompok booklet digital (n=67 orang) dengan alat ukur MMAS-8 (Morisky Medication Adherence Scale-8) dan pill count untuk kepatuhan dan NRS (Numerical Rating Scale) untuk skala nyeri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konseling dan booklet digital masing-masing dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan analgesik opioid (P=0,000) dan menurunkan skala nyeri (P=0,000). Kesimpulannya, kedua intervensi efektif dalam meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan analgesik opioid dan menurunkan skala nyeri pada pasien nyeri kanker namun efektivitas konseling lebih baik dibandingkan booklet digital.

The treatment of cancer pain is primarily with opioid analgesics. However, due to the lack of patient knowledge and misconceptions regarding opioid analgesics, patients became not adhere to their therapy. This study aimed to analyze and compare counseling and digital booklet affected the adherence and pain scale at Dharmais Cancer Hospital from March to April 2021. The study was conducted with a quasi-experimental design on 134 respondents consisting of a counseling group (n=67) and a digital booklet group (n=67) with Morisky Medication Adherence Scale-8 and pill count to measure adherence and Numerical Rating Scale measure pain. The results showed that each counseling and digital booklet improve adherence to opioid analgesics (P=0.000) and decrease pain scale (P=0.000). In conclusion, both interventions are effective, but adherent increasing and pain scale reduction by counseling is better than a digital booklet."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Setia Budi
"Kemoterapi merupakan salah satu penatalaksanaan yang penting pada pasien kanker payudara terutama pada stadium lanjut dan memiliki efek samping sehingga dapat menggangu kegiatan sehari-hari serta mempengaruhi kondisi psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran efek samping kemoterapi pada pasien kanker payudara dan upaya mengatasinya. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan 40 responden. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 82,5% dari 40 responden mengalami mual dan muntah, sebanyak 72,5% dari 40 responden mengalami kehilangan nafsu makan, sebanyak 72,5% dari 40 responden mengatakan lidahnya terasa pahit, sebanyak 72,5%dari 40 responden mengalami kebas dan kesemutan, dan sebanyak 65% dari 40 responden mengalami kerontokan-kebotakan. Hasil penelitian juga menggambarkan tindakan mandiri yang paling sering dilakukan diantaranya dari 40 responden sebanyak 65% memakan buah-buahan, dari 40 responden sebanyak 60% memakan makanan yang manis, dari 40 responden sebanyak 57,5% makan sedikit tapi sering, dan dari 40 responden sebanyak 57,5% memakai kerudung untuk menutupi kebotakan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk pengembangan pendidikan kesehatan terkait efek samping kemoterapi dan tindakan mandiri untuk meminimalkan efek samping yang dialami.

Chemotherapy is an important management for patients who were diagnosed breast cancer, especially at an advanced stage. Chemotherapy has the side effects, thus it can interfere the patient's daily activities and worsen the psychological conditions. This study aimed to describe the side effects of chemotherapy and the independent action to overcome it in breast cancer patient. This study used crosssectional design with 40 respondents. The results showed that as many as 82.5% of respondents had experienced nausea and vomiting, 72.5% of 40 respondents had experienced loss of appetite, and 72.5% 40 respondents said their tongue tasted bitter, 72.5% of 40 respondents experiencing numbness and tingling, and as many as 65% of 40 respondents experienced baldness. The results also described the most frequently performed independent action to overcome those side effects in 40 respondents. As many as 65% of respodents eat fruits, 60% ate sweets, 57.5% eat little but often, and 57.5% wear a veil to cover baldness. The results of this study are expected to be used as a source of information for the development of health education about the side effects of chemotherapy and the independent actions to minimize this effects.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S65371
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Said Syabri Albana
"Tujuan: Untuk mengetahui gambaran tingkat Toksisitas Finansial dan kemampuan pemenuhan kebutuhan dasar rumah tangga pada pasein kanker yang berobat menggunakan asuransi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Instalasi Radioterapi pada Rumah Sakit pusat rujukan nasional di Indonesia.
Metode: Penelitian deskriptif analitik dengan metode potong lintang, dilakukan wawancara pada pasien kanker yang telah selesai menjalani terapi radiasi dengan menggunakan kuesioner COST-FACIT untuk menilai Toksisitas Finansial, serta pengambilan data demografi, sosial ekonomi, status penyakit, serta pengaruh Toksisitas Finansial terhadap kebutuhan dasar rumah tangga dengan menggunakan formulir dan data sekunder rekam medis.
Hasil: Totat terdapat 105 pasien yang menyelesaikan pengisian kuesioner COST- FACIT. Delapan puluh tiga pasien (79%) mengalami Toksisitas Finansial, dimana 40 pasien (38,1%) mengalami Toksisitas Finansial Grade 1, 41 pasien (39%) Grade 2, dan 2 pasien (1,9%) pasien dengan Grade 3. Pada analisa univariat didapatkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, moda transportasi, indikasi radiasi, status covid, dan overall treatment times menjadi tujuh kategori yang secara signifikan berhubungan dengan Toksisitas Finansial, namun hanya jenis kelamin dan tingkat pendidikan yang berhubungan signifikan pada analisa Multivariat. Pasien yang mengalami Toksisitas Finansial secara signifikan berhubungan dengan kesulitan dalam pembayaran energi, pembayaran perumahan, dan pembiayaan transportasi.
Kesimpulan: Pasien laki-laki memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami Toksisitas Finansial dibandingkan dengan perempuan, dimana faktor pendidikan yang lebih rendah menjadi faktor yang bersama-sama dengan jenis kelamin menjadi prediktor terhadap nilai COST FACIT dalam menilai Toksisitas Finansial. Pasien- pasien yang mengalami Toksisitas Finansial juga akan mengalami kesulitan dalam mencukupi kebutuhan dasar rumah tangga.

Purpose: To determine the level of Financial Toxicity and the ability to fulfill basic household needs in cancer patients seeking treatment using National Health Insurance (JKN) in Radiotherapy Installations at National Referral Center Hospitals in Indonesia.
Method: Descriptive analytical research using a cross-sectional method, interviews were conducted with cancer patients who had completed radiation therapy using the COST-FACIT questionnaire to assess Financial Toxicity, as well as collecting demographic, socio-economic data, disease status, and the influence of Financial Toxicity on basic needs household using forms and medical records.
Results: A total of 105 patients completed the COST-FACIT questionnaire. Eighty- three patients (79%) experienced Financial Toxicity, of which 40 patients (38.1%) experienced Grade 1 Financial Toxicity, 41 patients (39%) Grade 2, and 2 patients (1.9%) had Grade 3. In the univariate analysis, it was found that gender, education level, income level, mode of transportation, radiation indication, covid status, and overall treatment times were seven categories that were significantly related to Financial Toxicity, but only gender and education level were significantly related in the Multivariate analysis. . Patients experiencing Financial Toxicity were significantly associated with difficulties with energy payments, housing payments, and transportation financing.
Conclusion: Male patients have a higher risk of experiencing Financial Toxicity compared to women, where lower education is a factor that together with gender is a predictor of the COST FACIT value in assessing Financial Toxicity. Patients who experience Financial Toxicity will also experience difficulty in meeting basic household needs.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Putri Astiti
"Tujuan : Mengetahui pengaruh penerapan protokol buli di RSCM terhadap dosimetri dan toksisitas radiasi usus pada pasien kanker serviks saat menjalani radiasi eksterna. Metode : Penelitian adalah penelitian kohort retrospektif pada 236 subjek penelitian yang menjalankan radioterapi eksterna di IPTOR RSCM pada tahun 2019 – 2021. Subjek terbagi menjadi tiga kategori menurut perlakuan yaitu pasien tanpa protokol buli sebanyak 84 pasien, dengan protokol buli 300 - <500 mL sebanyak 35 pasien dan protokol buli 500 mL sebanyak 67 pasien. Uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov, perbandingan rerata menggunakan Kruskal Wallis dan Mann Whittney. Perbandingan nominal kategorik menggunakan chi square. Analisis multivariat menggunakan regresi linier dan regresi logistik Hasil : Pasien tanpa diberikan instruksi protokol buli volume buli yang cenderung lebih kecil yaitu median 83,5 mL (min-maks) (29,2 – 570) dibandingkan dengan yang diberikan instruksi protokol buli 300 - <500 mL yaitu median (min-maks) 91,5 mL (25,6 – 409,4) dan yang diberikan instruksi protokol buli 500 mL yaitu 125 mL (15-462) (P=0,014). Protokol buli juga berpengaruh terhadap proporsi pasien dengan V45 bowel bag <195 mL, dimana pasien dengan protokol buli 11,12% mencapai V45 bowel bag <195mL, sedangkan pasien tanpa protokol buli hanya 3,2% yang mencapai V45 bowel bag <195 mL (P=0,04. CI 95%). Kesimpulan : Protokol buli yang telah diterapkan di IPTOR RSCM terlihat mempunyai pengaruh terhadap volume buli dan volume bowel bag namun tidak menunjukkan pengaruh terhadap toksisitas akut gastrointestinal bawah.

Objective: To determine the effect of bladder protocol at RSCM to the irradiated bowel volume and acute bowel toxicity in cervical cancer patients underwent external beam radiotherapy. Methods: This was a retrospective cohort study on 236 cervical cancer patients who underwent external radiotherapy at IPTOR RSCM in 2019-2021. Subjects were divided into three bladder protocol categories. Patients without bladder protocol (n=84), with 300 - <500 mL bladder protocol (n=85) and with 500 mL bladder protocol (n=67). Normality test using Kolmogorov-Smirnov, mean comparison using Kruskal Wallis and Mann Whittney. Comparison of categorical nominal using chi square. Multivariate analysis using linear regression and logistic regression. Results: Patients without bladder protocol had a smaller bladder volume, which median (min-max) was 83.5 mL (29.2 – 570) compared to those who were given a bladder protocol instruction of 300 - <500 mL which was 91, 5 mL (25.6 – 409.4) and those given 500 mL bladder protocol which median value was 125 mL (15-462) (P=0.014. 95% CI). Bladder protocol also caused more patients to achieve V45 bowel bag <195 mL which was 11.12% compared to those without bladder protocol which was 3,2% (P=0.04). Conclusion: The bladder protocol that has been applied at IPTOR RSCM seems to influence the bladder volume and bowel bag volume but did not show an effect on acute lower gastrointestinal toxicity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samuel Kelvin Ruslim
"ABSTRAK
Tujuan : Untuk melihat karakteristik dan kesintasan pasien kanker serviks
stadium IB-IIA yang mendapat terapi radiasi definitif dan terapi operasi radikal
diikuti radiasi adjuvan serta analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesintasan
Metode : Dilakukan studi kohort retrospektif terhadap pasien kanker serviks IBIIA,
yang mendapat terapi radiasi definitif dan radiasi adjuvan pasca histerektomi
radikal, yang memenuhi kriteria inklusi, dan berobat di Departemen Radioterapi
RSCM periode Januari 2007-Desember 2009, dilihat karakteristik pasien dan
kesintasan 3 tahun pasca terapi serta faktor-faktor yang mempengaruhi kesintasan
dari masing-masing terapi.
Hasil : Didapatkan 25 pasien yang menjalani radiasi definitif dan 60 pasien yang
mendapat radiasi adjuvan pasca operasi. kesintasan pasien yang mendapat terapi
radiasi adjuvan pada 1, 2 dan 3 tahun sebesar 96,7%, 95% dan 93,3%. Faktor
metastasis KGB negatif memiliki asosiasi sedang dengan kesintasan (p<0.2).
kesintasan pasien yang mendapat terapi radiasi definitif 1, 2 dan 3 tahun sebesar
96%, 92% dan 92%. Faktor kadar Hb pre radiasi >12 g/dl memiliki asosiasi
sedang dengan kesintasan (p<0.2). Kesintasan pasien pada kedua kelompok terapi
tidak berbeda secara signifikan dalam tiga tahun masa pengamatan (p=0,138)
Kesimpulan : Penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna
kesintasan kelompok terapi radiasi definitif dan radiasi adjuvan pasca operasi.
Faktor metastasis KGB negatif memiliki kecenderungan mempengaruhi
kesintasan pada pasien yang mendapat terapi radiasi adjuvan pasca operasi dan
Faktor kadar Hb pre radiasi >12 g/dl memiliki kecenderungan kesintasan pasien
yang mendapat terapi radiasi definitif.

ABSTRACT
Aim : To evaluate characteristic and overall survival in early stage cervical
cancer (FIGO IB-IIA) who receive therapy between definitive radiation and
adjuvan radiation postoperative, and factors analysis that affecting overall survival
in both group of therapy
Methods : The medical records of 85 patients with cervical cancer FIGO IB-IIA
who were treated in Department Radiotherapy RSCM between January 2007-
December 2009 were reviewed and analyzed by their overall survival and factors
affecting it between two groups of therapy, definitive radiation group and
adjuvant radiation postoperative groups.
Results : There were 25 patients in definitive radiation and 60 patients in adjuvant
radiation group. Overall survival in adjuvant radiation group in year 1, 2 and 3 are
96,7%, 95% dan 93,3%. Negative node metastasis is the factor with average
association with overall survival (p<0.2). Overall survival in definitive radiation
group in year 1, 2 and 3 are 96%, 92% dan 92%. Hb level >12 G/dl is the factor
with average association with overall survival (p<0.2) overall survival of these
both group of therapy is not statistically significant (92% vs 93.3%; p=0,138).
Conclusion: This study did not show any statistically significant overall survival
in cervical cancer FIGO stage IB-IIA who receive definitive radiation and
adjuvant radiation postoperative. Negative node metastasis is a factor that have
tendency to affect overall survival in adjuvant radiation postoperative group,
while pre-radiation Hb level >12 g/dl is a factor that have tendency to affect
overall survival in definitive radiation group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Primahastuti
"Latar belakang: Kanker kepala dan leher merupakan salah satu kanker yang berisiko tinggi malnutrisi. Pada kanker kepala dan leher stadium lanjut lokal, radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi merupakan terapi pilihan dan berkaitan dengan berbagai efek samping yang berperan dalam penurunan asupan makan dan berefek negatif pada status nutrisi. Tata laksana nutrisi bertujuan untuk mengurangi risiko malnutrisi, mendukung keberhasilan terapi kanker, meningkatkan kualitas hidup, serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Pemberian terapi nutrisi berupa konsultasi individu yang meliputi perhitungan kebutuhan energi, makronutrien, mikronutrien, dan nutrien spesifik, serta pemberian medikamentosa bila diperlukan.
Metode: Pasien pada serial kasus ini berjumlah empat orang dengan rentang usia 3055 tahun. Dua dari empat pasien mendapat kombinasi kemoterapi. Hasil skrining keempat pasien dengan malnutrition screening tools (MST) didapatkan skor ≥2. Kebutuhan energi total dihitung menggunakan persamaan Harris-Benedict yang dikalikan dengan faktor stres sebesar 1,4. Pemantauan yang dilakukan berupa anamnesis keluhan subyektif dan analisis asupan, pemeriksaan fisik, antropometri, massa otot skelet, massa lemak, kekuatan genggam tangan, dan hasil laboratorium. Pemantauan dilakukan secara rutin dengan frekuensi satu kali per minggu untuk menilai pencapaian target nutrisi.
Hasil: Terapi nutrisi dapat meningkatkan asupan protein dan nutrien spesifik, namun tidak dapat mencegah penurunan BB, massa otot skelet, dan kekuatan genggam tangan pada pasien kanker kepala dan leher stadium lanjut lokal yang menjalani terapi radiasi dengan atau tanpa kemoterapi.
Kesimpulan: Tata laksana nutrisi pada pasien kanker kepala dan leher stadium lanjut lokal yang menjalani terapi kanker dapat memberikan efek positif pada asupan nutrien pasien.

Introduction: Head and neck cancer is one of malignancy with higher risk of malnutrition. Treatment of choice for locally advanced head and neck cancer is radiotherapy with or without chemotherapy and is associated with various side effects that may decrease food intake and negatively affect nutritional status. The aim of nutrition management is to reduce the risk of malnutrition, to support the success of cancer therapy, to enhance the quality of life, and to reduce morbidity and mortality. Nutrition therapy in the form of consultation includes calculation of energy needs, macronutrient, micronutrient, and specific nutrients, as well as drug therapy when needed.
Methods: This case series consist of four patients between 3055 years old. Half of the patients received combination with chemotherapy. All patients had screening score with malnutrition screening tools (MST) ≥2. The total energy requirement was calculated using Harris-Benedict equation then multiplied with stress factor 1.4. Monitoring was done by anamnesis of subjective complaints and food intake, physical examination, anthropometric, muscle mass, fat mass, hand grip strength, and laboratory results. Monitoring was performed frequently once a week to assess the accomplishment of nutritional target.
Results: Nutrition therapy could improve intake of protein and specific nutrients, but couldn't prevent weight loss, a decrease in muscle mass and hand grip strength in locally advanced head and neck cancer patients receiving radiation therapy with or without chemotherapy.
Conclusion: Nutrition management in locally advanced head and neck cancer patients receiving anticancer therapy positively affect patient's nutrient intake.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wirda Syari
"Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, diketahui bahwa terapi rivaroxabanmemiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan terapi kombinasi UFH warfarin untuk pengobatan trombosis vena dalam deep vein thrombosis/DVT . Akan tetapi,masih sedikit dokter di RS Kanker Dharmais yang memberikan terapi rivaroxabanuntuk pengobatan DVT. Penelitian evaluasi ekonomi parsial ini bertujuan untukmenganalisis efektivitas/outcome dan besarnya biaya yang dibutuhkan dari perspektifrumah sakit antara pemberian terapi rivaroxaban dan terapi kombinasi UFH warfarin untuk pengobatan DVT pada pasien kanker di Rumah Sakit Kanker Dharmais tahun2016 -; 2018.
Karena keterbatasan jumlah pasien yang mendapatkan terapi rivaroxabanselama 3 - 6 bulan, studi ini menganalisis biaya dan efektivitas/outcome dari pasienyang mendapatkan terapi selama 1 bulan. Efektivitas/outcome yang diukur adalahintermediate outcome, yang meliputi lama hari rawat, kesembuhan, dan kejadianperdarahan. Biaya dihitung berdasarkan biaya yang dibebankan kepada pasien charge ,yang meliputi biaya obat, pemeriksaan penunjang, tindakan, serta administrasi danakomodasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk efektivitas/outcome terapi rivaroxaban, sebagian besar pasien tidak mendapatkan perawatan rawat inap, 40 pasien dinyatakan sembuh dari DVT, dan tidak ada pasien yang mengalami kejadian perdarahan. Rata-rata biaya terapi rivaroxaban hingga mencapai outcome yang diharapkan adalah Rp 8.824.791,00. Untuk efektivitas/outcome terapi kombinasi UFH warfarin, sebagian besar pasien memiliki lama hari rawat antara 8 -; 14 hari, 46 pasien dinyatakan sembuh dari DVT, dan tidak ada pasien yang mengalami kejadian perdarahan. Rata-rata biaya terapi kombinasi UFH warfarin hingga mencapai outcome yang diharapkan adalah Rp 13.201.698,00.

Based on previous studies, rivaroxaban therapy has several advantages compared to combination therapy UFH warfarin for the treatment of deep vein thrombosis DVT. However, the use of rivaroxaban in Dharmais Cancer Hospital is still low. This partial economic evaluation study aims to analyze cost and consequence of rivaroxaban therapy and combination therapy UFH warfarin for DVT treatment in cancer patients at the Dharmais Cancer Hospital during 2016 - 2018. Data collection was done using cohort retrospective and individual unit of analysis.
Due to limited number ofpatient treated with rivaroxaban therapy within 3 - 6 months, we estimated the cost and consequence related to patients who were successfully treated in one month. The consequence was the intermediate outcome, i.e length of stay, recovery, and the occurrence of bleeding. The cost was calculated based on hospital perspective including drugs, laboratory tests, procedures, as well as the administrative and accommodation costs.
The results showed that patients with rivaroxaban therapy were not admitted to inpatient care, 40 of patients were recovered from DVT, and none of the patients experienced bleeding. The average cost of rivaroxaban therapy to reach the expected outcome was Rp 8,824,791.00. The study also showed that the outcome of combination therapy UFH warfarin were length of stay between 8 to 14 days, 46 of patients were recovered from DVT, and none of the patients experienced bleeding. The average cost of combination therapy UFH warfarin to reach the expected outcome was Rp 13,201,698.00.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50063
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Roehyantini
"Tujuan : Mengetahui perbandingan respons terapi dan Disease Free Survival pasien kanker serviks stadium lokal lanjut yang dilakukan pengobatan kemoradiasi dan radiasi.
Tempat : Ruang rawat Paviliun ERIA dan Poliklinik Onkologi, Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUPN-Cipto Mangunkusumo.
Rumusan Data : Penelitian ini bersifat uji klinik retrospektif.
Bahan dan Data Kerja : 278 pasien kanker serviks mendapat terapi lengkap selama kurun waktu 1997-2004. Terbagi 2 kelompok terapi, 199 kasus (1997-2000) adalah kelompok radiasi dan 79 kasus (2001-2004) adalah kelompok kemoradiasi. Kedua kelompok diikuti sampai dengan 1 tahun setelah selesai terapi. Kejadian yang dinilai adalah respons terapi serta adanya residif dan dihitung waktu babas tumor untuk menentukan disease free survival.
Hasil : Respons Berdasarkan Jenis Terapi :Respons komplit kelompok radiasi 179 kasus (89,95%), 14 kasus respons parsial (7,04%), 4 kasus nonrespons (2,01%) dan 2 kasus progresif (1,01%). Respons komplit kelompok kemoradiasi 73 kasus (92,41%), 4 kasus respons parsial (5,06%), 1 kasus nonrespons (1,27%) dan 1 kasus progresif (1,27%), (p = 0,899). Respons terapi pada stadium lanjut: Kelompok radiasi : komplit respons pada 99 kasus, Parsial respons 8 kasus, progresif 2 kasus. Kelompok kemoradiasi : komplit respons 63 kasus, parsial respons 3. dan 1 kasus progresif, (p . 0,05).
Disease Free Survival Berdasarkan Jenis Terapi :DFS kelompok radiasi 1 tahun 87,07%, sedangkan kelompok kemoterapi 81,66%. DFS kelompok radiasi 2 tahun 79,81%, sedangkan kelompok kemoterapi 68,6%. (p = 0,405). Disease Free Survival pada Stadium Lanjut :Kelompok radiasi DFS 85% pada 1 tahun dan 71,58% pada 2 tahun.Kelompok kemoradiasi 81% pada 1 tahun, 2 tahun sebesar 66,77%, dengan peluang residif terapi kemoradiasi 1,09 kali.
Kesimpulan : Respons terapi kelompok kemoradiasi tidak lebih baik dibandingkan dengan kelompok radiasi, namun secara statistik tidak bermakna. Ditinjau dari Disease Free Survival dan laju rekurensinya, perlakuan kelompok kemoradiasi tidak lebih baik dibandingkan dengan kelompok radiasi, namun secara statistik tidak bermakna. Peluang residif terapi kemoradiasi 1,09 kali dibanding dengan terapi radiasi."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosalina
"Terdiagnosis kanker membuat seseorang merasa tidak berdaya. Spiritualitas dibutuhkan dalam menangani kanker yang merupakan penyakit terminal. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi spiritualitas pasien kanker dan meng identifikasi hubungan karakteristik individu serta keparahan penyakit. Sampel penelitian cross sectional ini berjumlah total 171responden dengan menggunakan kuesioner Daily Spiritual Experience Scale (DSES).
Penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling dan analisis bivariat korelasi. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah sebagian besar aspek spiritualitas pasien kanker di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo adalah baik dilihat dari hasil nilai mean kumulatif 75,8%. Secara umum keseluruhan variabel karakteristik responden dan karakteristik penyakit tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap skoring spiritualitas, kecuali pada variabel usia (t = -2,80; p= 0,006 < 0,05), tingkat pendidikan (t = -2,26; p= 0,02 < 0,05), status perkawinan (t =-2,1; p= 0,03< 0,05), tinggal bersama pasangan (t = -2,4; p= 0,01 < 0,05), dan suka bersosialisasi (t =2,3; p= 0,02 < 0,05) mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna dari variabel tersebut terhadap skoring spiritualitas.
Hasil penelitian ini akan membantu pengembangan pelayanan khususnya dalam meberian asuhan keperawatan yang holistik. Rekomendasi penelitian selanjutnya dari penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup pada pasien kanker.

Being diagnosed with cancer makes a person feel helpless. Spirituality is needed in dealing with cancer which is a terminal disease. This study aims to identify the spirituality of cancer patients and identify the relationship between individual characteristics and disease severity. This cross-sectional research sample totaled 171 respondents using the Daily Spiritual Experience Scale (DSES) questionnaire.
This study applied a non-probability sampling technique and bivariate correlation analysis. This study concludes that most aspects of the spirituality of cancer patients at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central Public Hospital are good, judging from the cumulative mean score of 75.8%. In general, the variables of respondent characteristics and disease characteristics do not have a significant relationship with spirituality scoring, except for the variable age (t = -2,80; p= 0,006 < 0,05), education level (t = -2,26; p= 0,02 < 0,05), marital status (t =-2,1; p= 0,03< 0,05), living with spouse (t = -2,4; p= 0,01 < 0,05), and socializing (t =2,3; p= 0,02 < 0,05) get the results that there is a significant relationship of these variables to spirituality scoring.
The results of this study will assist the development of services, especially in providing holistic nursing care. The further research recommendation from this study is to identify the relationship of spirituality with quality of life in cancer patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>