Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163671 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ranti Pilar Divandini
"In the past years, Western musical media outlets, especially those that were held by the Americans, had hardly featured any artists from outside the country. This year, however, both of the American music media outlets, Billboard and the Grammy awards, have outgrown the particularly outdated norm of leaving cultures that are not of their own out of the loop. This leads to the cultivation of various interpretations among both cultures, if not across the world. To thoroughly read through these interpretations and discover the transculturality that lies between the Western and Korean popular culture, this paper inspects how K-Pop group Bangtan Sonyeondan’s best-selling track “Dynamite” (2020) is entirely arranged and produced in English, and how the all-South Korean septet’s globally popular track is perceived and accepted in Western communities, especially in the United States, which is both geographically and culturally distant from the origin of K-Pop’s, South Korea. This study, which focuses on both cultural and linguistic matters, utilizes a qualitative approach, by applying performing textual analysis as the methodology. The data were collected by gathering information relating to “Dynamite” (2020) on Billboard and in the Grammys as American media outlets, and analysing it by relying on theories conducted by Swingewood (1977) and Holz-Mäntttäri’s (1984) which, consecutively, explain about mass society and language as a translational action. The findings show that a Korean-based song, that is fully composed in English, has successfully managed to break through the linguistic and cultural barriers that lie across the globe and that the American media outlets, which are the Billboard and the Grammys, both display Dynamite as a successful transaction in the field of transculturalism and popular culture.

Pada tahun-tahun sebelumnya, outlet media musik Barat, terutama diadakan oleh Amerika, hampir tidak pernah menampilkan artis-artis luar negeri. Namun, tahun ini, kedua outlet media musik Amerika, Billboard dan penghargaan Grammy, telah melampaui norma yang ketinggalan zaman untuk meninggalkan kebudayaan lain tersebut. Hal ini mengarah pada lahirnya berbagai interpretasi antara kedua kebudayaan, bahkan di seluruh dunia. Untuk memahami interpretasi-interpretasi tersebut secara menyeluruh dan menemukan transkultularitas yang terletak di antara budaya populer Barat dan Korea, makalah ini meneliti bagaimana lagu terlaris grup K-Pop Bangtan Sonyeondan, “Dynamite” (2020), sepenuhnya disusun dan diproduksi dalam bahasa Inggris, dan bagaimana lagu yang dibawakan oleh septet dari Korea Selatan yang populer secara global tersebut dipandang dan diterima di komunitas Barat, terutama di Amerika Serikat, yang baik secara geografis dan budaya jauh dari daerah asal K-Pop, Korea Selatan. Penelitian yang berfokus pada permasalahan budaya dan bahasa ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan menerapkan analisis tekstual debagai metodologinya. Data dikumpulkan dari informasi yang berkaitan dengan “Dynamite” (2020) di Billboard dan Grammy sebagai outlet-outlet media Amerika, dan menganalisisnya dengan mengandalkan teori-teori yang dihasilkan oleh Swingewood (1977) dan Holz- Mänttäri (1984) yang secara berurutan tentang masyarakat luas dan bahasa sebagai tindakan penerjemahan atau translasi. Hasil penemuan menunjukkan bahwa lagu berbasis bahasa Korea, yang sepenuhnya disusun dalam bahasa Inggris, telah mendobrak rintangan-rintangan linguistik dan budaya yang terbentang di seluruh dunia dan bahwa outlet-outlet media Amerika, yaitu Billboard dan Grammy, keduanya menampilkan “Dynamite” sebagai transaksi yang sukses di dalam bidang transkulturalisme dan budaya populer."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Mizanie
"Fandom merupakan subkultur yang menjadi salah satu fitur penting dalam budaya populer. Bagi industri K-Pop misalnya, kehadiran fandom berperan banyak untuk mencapai popularitas. Kesuksesan BTS sebagai sebuah fenomena budaya juga tidak lepas dari dukungan fandomnya yaitu ARMY yang kini telah menjadi sebuah fandom global. Dengan fitur yang dimiliki masyarakat jejaring, fandom seperti ARMY sangat aktif memproduksi media penggemar dan membagikannya di media sosial.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis etnografi digital terhadap ARMY yang aktif di media sosial khususnya Twitter. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur sebagai data primer, sementara observasi pasif sebagai data sekunder.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan kegiatan produktivitas media fandom ditandai dengan membuat dan menyebarkan konten penggemar, melakukan promosi, dan memberikan afeksi kepada objek fandom. Dalam penelitian ini juga tergambar bagaimana produktivitas penggemar ini membentuk suatu budaya penggemar yang unik. Ikatan emosional yang dirasakan ARMY juga menjadi penting untuk menjaga mereka untuk tetap loyal terhadap fandom.

For the K-Pop industry, for example, the presence of fandom played a role in achieving popularity. The success of BTS as a cultural phenomenon is also inseparable from the support of the fandom, ARMY, which has become a global fandom. With the features of the network society, fandoms like ARMY are very active in producing fan media and sharing them on social media.
This study uses a qualitative approach with digital ethnographic analysis methods of ARMY who are active on social media, especially Twitter. The data technique used was semi-structured interviews as primary data, while passive observation was secondary data.
The results of this study indicate the productivity of fandom media that creates and approaches fans, promotes, and gives affection to fandom objects. This research also illustrates how fan productivity forms a unique fan culture. The emotional bond between BTS and ARMY is also important to keep them loyal to the fandom.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalisya Dewanda Putri
"In the current global entertainment environment, cultural representations are significant. This study examines how the American television series XO, Kitty, which is based in Seoul, South Korea, portrays South Korean culture. The representation of the series becomes apparent as a complex fabric of tradition and modernity, exhibiting both genuine depictions and cultural intricacy when one closely examines its plot and characters. Through an examination of how XO, Kitty addresses South Korean stereotypes in popular culture, the study reveals complex perspectives on the way the series portrays South Korean culture and whether or not it is affirming or contesting stereotypes. The study examines the portrayal of several aspects of South Korean society, such as its educational system, gender roles, traditional attire, festivals, and popular cultural components like K-pop, K-food, and K-beauty, in the series as an instrument of interaction. The study aims to analyze the proportion between genuine cultural portrayal and the persistence of stereotypes in the narrative and character development of the show. The study showed that this narrow and shallow portrayal poses the danger of propagating biases and does not fully convey South Korean culture's intricate and diverse nature.

Dalam lingkungan hiburan global saat ini, representasi budaya sangatlah penting. Studi ini menganalisis bagaimana serial televisi Amerika XO, Kitty, yang berlatar di Seoul, Korea Selatan, menggambarkan budaya Korea Selatan. Representasi ini muncul sebagai jaringan yang kompleks antara tradisi dan modernitas, menampilkan penggambaran yang autentik serta kerumitan budaya bila memperhatikan pada plot dan karakter serial ini. Melalui penelitian bagaimana XO, Kitty menangani stereotip Korea Selatan dalam budaya populer, studi ini mengungkapkan perspektif yang rumit mengenai validasi atau penolakan terhadap kebenaran tersebut. Studi ini melihat bagaimana sistem pendidikan, peran gender, pakaian tradisional, festival, dan elemen budaya populer Korea Selatan seperti K-pop, makanan, dan kecantikan digambarkan dalam serial tersebut sebagai instrumen interaksi. Studi ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara representasi budaya yang sebenarnya dan keberlanjutan stereotip dalam narasi dan perkembangan karakter dalam seri tersebut. Studi ini mengungkapkan bahwa penggambaran yang terbatas dan dangkal ini berisiko memperkuat stereotip dan gagal menangkap esensi kaya dan beragam dari budaya Korea Selatan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Setiawan
"Tujuan dari studi ini adalah untuk meneliti hubungan antar keterlibatan situasional dan berkelanjutan dengan budaya pop Korea, imej kognitif, imej afektif, imej keseluruhan, dan intensi kunjungan terhadap destinasi Korea turis Indonesia. Terlebih penelitian ini ditujukan untuk meneliti pengaruh dari keterlibatan situasional dan berkelanjutan dengan budaya pop Korea terhadap imej destinasi Korea yang terbagi ke dalam : kognitif, afektif, dan keseluruhan yang akan mempengaruhi intensi kunjungan terhadap destinasi Korea. Penelitian ini menggunakan structurral equation modelling (SEM) yang akan diproses menggunakan program Lisrel 8.80. Penelitian ini menggunakan budaya pop Korea sebagai topik utama karena budaya pop Korea dewasa ini sangat terkenal di Indonesia, bahkan dunia. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa keterlibatan situasional yang menuju ke keterlibatan berkelanjutan dapat mempengaruhi imej kognitif lalu imej afektif destinasi Korea yang membuat individu memiliki intensi untuk mengunjungi destinasi Korea untuk berlibur. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi pihak-pihak yang terlibat dalam industri wisata Korea seperti pemerintahan Korea, pemerintahan Indonesia, dan penyedia jasa wisata di Indonesia dalam merencanakan kegiatan pemasaran wisata Korea di Indonesia.

The purpose of this research is to recognize the relationships between situational involvement, enduring involvement, cognitive images, affective images, overall images, and visit intention in context of Korean pop culture and Korea destinations in Indonesia. Moreover this research is to recognize the impacts of Korean pop culture situational and enduring involvement to cognitive, affective and overall image of Korea as tourism destinations which impacts the visit intention to Korea destinations. Convenience sampling was used for this research and the samples were from Indonesia used for this research. The hypotheses are tested using structural equation modelling (SEM) using Lisrel 8.80. This research use Korean pop culture as its topic because Korean pop culture currently is one of the most popular pop culture in Indonesia and continuing to spread around the world. The results show that involvement with Korean pop culture indeed influence cognitive images then affective images of Korea destinations then influence the visit intention of potential touritst in Indonesia to visit Korea destinations. The findings in this research are useful for further research resolving simillar topic and also will give insights to parties that involved in tourism industry which are Korea government, Indonesia government, and Indonesian travel agents as references in formulating a right marketing tools for Korea tourism."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S61841
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Tsani Almasah
"Industri budaya populer Korea Selatan telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa jika dibandingkan pada awal perkembangannya di tahun 2000-an. Meskipun telah banyak penelitian yang memberikan wawasan mengenai hubungan antara budaya populer dan pariwisata, masih sedikit yang membahas mengenai bagaimana industri budaya populer Korea Selatan berperan dalam membentuk dan mengubah citra negaranya. Penelitian ini kemudian hadir untuk mengonfirmasi hubungan antara budaya populer Korea Selatan (Hallyu) dengan citra negara Korea Selatan dengan menggunakan musik (K-Pop), serial drama (K-Drama), dan film Korea Selatan sebagai objek penelitiannya. Survei diikuti oleh 280 responden usia sekolah menengah atas (perempuan = 66,1%) yang familiar dengan budaya populer Korea Selatan. Temuan menunjukkan bahwa Hallyu berpengaruh terhadap citra negara Korea Selatan. Akan tetapi, hasil dari uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa Hallyu bukanlah faktor pemengaruh satu-satunya dalam pembentukan citra negara Korea Selatan (R2 = 36,8%).

South Korea's popular culture industry has seen tremendous growth compared to its early development in the 2000s. While studies have provided many insight into the relationship between popular culture and tourism, little has been discussed about how South Korea's popular culture industry plays a role in shaping and changing its country's image. This research is then aimed to confirm the relationship between South Korean popular culture (Hallyu) and the country image of South Korea by using music (K-Pop), drama series (K-Drama), and South Korean films as the research objects. Valid survey responses were collected from 280 high school students respondents (female = 66,1%) who are familiar with South Korean popular culture. The findings showed that Hallyu has an effect on the country's image of South Korea. However, the coefficient of determination analysis test shows that Hallyu is not the only influencing factor that could contribute to South Korea's country image (R2 = 36,8%)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Tsani Almasah
"Industri budaya populer Korea Selatan telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa jika dibandingkan pada awal perkembangannya di tahun 2000-an. Meskipun telah banyak penelitian yang memberikan wawasan mengenai hubungan antara budaya populer dan pariwisata, masih sedikit yang membahas mengenai bagaimana industri budaya populer Korea Selatan berperan dalam membentuk dan mengubah citra negaranya. Penelitian ini kemudian hadir untuk mengonfirmasi hubungan antara budaya populer Korea Selatan (Hallyu) dengan citra negara Korea Selatan dengan menggunakan musik (K-Pop), serial drama (K-Drama), dan film Korea Selatan sebagai objek penelitiannya. Survei diikuti oleh 280 responden usia sekolah menengah atas (perempuan = 66,1%) yang familiar dengan budaya populer Korea Selatan. Temuan menunjukkan bahwa Hallyu berpengaruh terhadap citra negara Korea Selatan. Akan tetapi, hasil dari uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa Hallyu bukanlah faktor pemengaruh satu-satunya dalam pembentukan citra negara Korea Selatan (R2 = 36,8%).

South Korea's popular culture industry has seen tremendous growth compared to its early development in the 2000s. While studies have provided many insight into the relationship between popular culture and tourism, little has been discussed about how South Korea's popular culture industry plays a role in shaping and changing its country's image. This research is then aimed to confirm the relationship between South Korean popular culture (Hallyu) and the country image of South Korea by using music (K-Pop), drama series (K-Drama), and South Korean films as the research objects. Valid survey responses were collected from 280 high school students respondents (female = 66,1%) who are familiar with South Korean popular culture. The findings showed that Hallyu has an effect on the country's image of South Korea. However, the coefficient of determination analysis test shows that Hallyu is not the only influencing factor that could contribute to South Korea's country image (R2 = 36,8%)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherina Daffa Mayori
"Artikel ini menguraikan efek 'cocacolonization' (Wagnleitner et al.; 1994), atau penyebaran pengaruh budaya Amerika melalui berbagai cara, yang digambarkan dengan baik dalam WandaVision (2021), terutama dalam perjuangan sang karakter utama dalam mempertahankan keluarga imajinernya. Makalah ini juga melihat bagaimana serial televisi dari masa lalu telah membentuk harapan dan persepsi sang karakter utama tentang hal-hal yang terkait dengan rumah tangga di Amerika. Menggunakan metode analisis film, makalah ini menyimpulkan bahwa banyak acara TV Amerika sengaja dibuat untuk mendistribusikan budaya Amerika untuk program reeducation atau pendidikan ulang mengenai budaya dari negara tersebut kepada warga luar Amerika. Analisis ini akan mengkaji masa lalu Wanda Maximoff, tokoh utama serial Marvel ini, untuk menemukan dampak ‘cocacolonization’ terhadap alur dan akhir cerita. Juga, artikel ini membandingkan realitas keluarga Wanda dan stereotip umum keluarga Amerika di serial-serial TV.

Artikel ini menguraikan efek 'cocacolonization' (Wagnleitner et al.; 1994), atau penyebaran pengaruh budaya Amerika melalui berbagai cara, yang digambarkan dengan baik dalam WandaVision (2021), terutama dalam perjuangan sang karakter utama dalam mempertahankan keluarga imajinernya. Makalah ini juga melihat bagaimana serial televisi dari masa lalu telah membentuk harapan dan persepsi sang karakter utama tentang hal-hal yang terkait dengan rumah tangga di Amerika. Menggunakan metode analisis film, makalah ini menyimpulkan bahwa banyak acara TV Amerika sengaja dibuat untuk mendistribusikan budaya Amerika untuk program reeducation atau pendidikan ulang mengenai budaya dari negara tersebut kepada warga luar Amerika. Analisis ini akan mengkaji masa lalu Wanda Maximoff, tokoh utama serial Marvel ini, untuk menemukan dampak ‘cocacolonization’ terhadap alur dan akhir cerita. Juga, artikel ini membandingkan realitas keluarga Wanda dan stereotip umum keluarga Amerika di serial-serial TV."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Banny Rahayu
"Akibat kemunculan kebudayaan populer, wacana like sering disebut sebagai perangkat linguistik remaja Amerika, khususnya perempuan muda. Hal ini tergambar dalam film Juno (2007) karena like sering digunakan oleh karakter-karakter perempuan muda pada dialognya. Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kerangka teori coding wacana like oleh Terraschke, penelitian ini bertujuan meninjau fungsi wacana like dan hubungannya dengan identitas remaja Amerika.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa like tidak hanya menguatkan stereotipe kelompok gender atau usia tertentu, tetapi juga merepresentasikan gaya bahasa individual sang karakter. Artikel ini berkontribusi dalam penelitian komparatif mengenai representasi linguistik antara wacana terencana dan tidak terencana dalam media Amerika.

Due to the emergence of popular culture, the discourse like is commonly labeled as the linguistic device of American adolescents, particularly young women. This is portrayed in the movie Juno (2007) since like is frequently used by the young female characters throughout their dialogs. Using both quantitative approach and Terraschke?s framework of coding like, the study aims to examine the functions of the discourse like and how they are correlated with American teenage identity.
The findings reveal that like does not only strengthen the stereotype of a certain age or gender group, but also represents the characters? individual speech style. This paper contributes to the comparative studies of linguistic representation between natural and planned discourse in American media."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Nabila Andani
"ABSTRAK
Produce 101 Season 2 merupakan salah satu acara audisi bakat yang berhasil meraih kesuksesan besar di Korea Selatan. Kemunculannya juga membawa perubahan besar dalam konsep fandom idola K-Pop. Fandom idola K-Pop kini tidak hanya menjadi konsumen namun juga produser (prosumer) dari grup idola K-Pop favorit mereka. Fandom Produce 101 Season 2 dapat dijadikan salah satu subjek untuk meneliti perilaku prosumer dari fandom idola K-Pop, karena mereka bertindak sebagai konsumen sekaligus produser dari acara tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa peran fandom Produce 101 Season 2 sebagai prosumer dalam perkembangan budaya populer Korea, khususnya K-Pop. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa akibat perilaku prosumer fandom Produce 101 Season 2, fandom idola K-Pop lebih berani untuk tampil di hadapan publik, tidak lagi pasif dan sudah menjadi fandom yang berpartisipasi serta mengarahkan idolanya untuk sukses.

ABSTRACT
Produce 101 Season 2 is one of the talent auditions that hit a big success in South Korea. This program also brought a big change in the concept of K-Pop idol fandom. Now K-Pop idol fandom is not only a consumer but also a producer (prosumer) of their favorite K-Pop idol group. Produce 101 Season 2 fandom can be used as a case to examine prosumer behavior of K-Pop idol fandom, because they acted as a consumer as well as a producer of this program. This study uses qualitative method. The purpose of this study is to analyze the role of Produce 101 Season 2 fandom as a prosumer in the development of Korean popular culture, especially K-Pop. The results of this study show that due to the behavior of Produce 101 Season 2 fandom as a prosumer, K-Pop idol fandom is more confident to appear in public, no longer passive and has become a participative fandom who direct their idols to success."
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sita Zahra Matarani
"ABSTRAK
Studi ini meneliti eksklusi rapper etnis Korea Amerika dari musik rap dan usaha mereka untuk bertahan di industri dengan budaya rap yang didominasi orang kulit hitam di Amerika serikat. Dengan menggunakan Analisis Wacana Kritis Fairclough 1995 , penelitian ini akan membahas dua lagu oleh tiga rapper Korea Amerika lewat penanda tekstual, praktik diskursif, dan konteks sosial, dimana telah ditemukan bahwa para rapper ini me-reterritorialisasi musik rap melalui penanda linguistik dan pembuatan makna dalam proses untuk menegaskan identitas mereka masing-masing. Dalam konten lirik, para rapper ini mengkronologikan bobot karya mereka untuk menegaskan pengalaman etnis yang unik yang bertentangan dengan konten rap mainstream. Selanjutnya, para rapper ini tidak secara khusus menerapkan strategi puitis berbasis etnis seperti Hangeul bahasa Korea untuk membangun identitas etnik mereka, melainkan untuk mengkontekstualisasikan makna di dalam lagu-lagunya.

ABSTRACT
This study examines Korean American rappers rsquo displacement from rap music and the struggle to surface in the industry amongst the predominantly Black rap culture in the US. By employing Fairclough rsquo s Critical Discourse Analysis 1995 , the study will look into four songs by three Korean American rappers and its textual markers, discursive practice, and social context, and has found that these rappers reterritorialize rap via its linguistic markers and meaning making process to assert individual identities. In the lyrical contents, rappers historicize the contents of their work to assert a unique ethnic experience in opposition to mainstream rap. Next, rappers do not specifically employ ethnicity based poetic strategies such as the Hangeul Korean language to establish their ethnic identity, but rather to contextualize meaning within the songs."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>