Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 210353 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ersa Aulia Rachma
"Keluhan yang paling umum dirasakan pada ibu post sectio caesarea (SC) adalah nyeri atau rasa tidak nyaman selama beberapa hari. Nyeri yang dirasakan pasca operasi caesar dapat menyebabkan insomnia, kelelahan, kecemasan, serta gangguan mobilitas yang berakibat pada keterlambatan pemulihan ibu dan pembentukan hubungan antara ibu dan bayi. Oleh karena itu, penatalaksanaan nyeri sangat penting dalam perawatan ibu postpartum, baik dengan terapi farmakologi dan non farmakologi. Salah satu terapi non farmakologi yang dapat digunakan adalah penggunaan aromaterapi lavender. Aromaterapi lavender memiliki efek baik dalam mengurangi nyeri persalinan pasca operasi caesar. Karya tulis ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan pada ibu post sectio caesarea yang mengalami nyeri dengan intervensi aromaterapi lavender. Karya ilmiah ini menggunakan metode case study pada satu pasien post sectio caesarea di Rumah Sakit Universitas Indonesia. Evaluasi yang didapatkan setelah dilakukan intervensi yaitu terjadi penurunan tingkat nyeri yang diukur menggunakan Numeric Pain Rating Scale (NPRS). Hasil tersebut membuktikan bahwa aromaterapi lavender dapat mengurangi nyeri yang dirasakan oleh klien pasca melakukan persalinan sectio caesarea. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan perbandingan efektivitas aromaterapi lavender dengan aromaterapi lainnya untuk mengurangi nyeri post sectio caesarea.

The most common complaint felt by post-section cesarean (SC) mothers is pain or discomfort for several days. The pain felt after a cesarean section can cause insomnia, fatigue, anxiety, and impaired mobility which results in delays in the mother's recovery and the formation of the relationship between mother and baby. Therefore, pain management is very important in the care of postpartum mothers, both with pharmacological and non-pharmacological therapy. One non-pharmacological therapy that can be used is the use of lavender aromatherapy. Lavender aromatherapy has a good effect in reducing labor pain after cesarean section. This paper aims to analyze nursing care for post-cesarean section mothers who experience pain with lavender aromatherapy intervention. This scientific work uses the case study method on one post-cesarean section patient at the University of Indonesia Hospital. The evaluation obtained after the intervention was a decrease in pain levels as measured using the Numeric Pain Rating Scale (NPRS). These results prove that lavender aromatherapy can reduce the pain felt by clients after having a caesarean section. It is hoped that future research will be able to compare the effectiveness of lavender aromatherapy with other aromatherapy to reduce post-cesarean section pain.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vanda Sativa Julianti
"Penelitian ini merupakan studi kasus di salah satu rumah sakit swasta tipe C di Kabupaten Bogor yang bertujuan untuk melakukan evaluasi efektivitas alur pelayanan sectio caesarea (SC) emergency pada tahun 2021 (masa pandemi COVID-19) dari sisi input, proses, dan outcome. Alur pelayanan sectio caesarea (SC) emergency yang ada disesuaikan dengan referensi Pemerintah dan Profesi (POGI), yakni adanya skrining COVID-19 dengan melakukan pemeriksaan swab-RDT Antigen dan rontgen thorax, serta konsultasi kepada Spesialis Paru atau Penyakit Dalam. Penelitian ini dilakukan dengan mix-method, secara kuantitatif dengan metode potong lintang dari berkas rekam medis dan dilanjutkan dengan kualitatif dari para informan kunci dan informan tambahan. Penelitian dilakukan pada 379 sampel pasien yang melakukan persalinan secara sectio caesarea (SC) emergency periode Januari-Desember 2021. Karakteristik pasien didapatkan 75,5% adalah usia 20-35 tahun dengan rata-rata 29,32 tahun; 58,8% adalah multipara dengan rata-rata paritas 1,96; dan 92,3% usia kehamilan 37-42 minggu dengan rata-rata 38,50 minggu. Diagnosis pasien didapatkan 77% kategori 2 dan 95,5% status non COVID-19. Diagnosis kategori 1 sebanyak 11,8% adalah fetal distress dan diagnosis kategori 2 sebanyak 27,7% adalah ketuban pecah dini (KPD), dengan response time kategori 1 <30 menit hanya 1,1% dan response time kategori 2 dalam 30-75 menit sebanyak 33,2%. Kemudian rata-rata waktu informed consent didapatkan 3,71 menit; waktu konsul Spesialis Paru/Penyakit Dalam didapatkan 4,06 menit; waktu konsul Spesialis Anestesi didapatkan 3,77 menit; proses transfer pasien didapatkan 6,01 menit; waktu spinal anestesi didapatkan 5,08 menit; waktu mulai operasi sampai bayi lahir didapatkan 20, 37 menit, dengan rata-rata pasien per-bulan adalah 31,58 dan waktu tanggap sectio caesarea (SC) emergency selama 111,87 menit. Pada analisis bivariat didapatkan adanya korelasi yang bermakna antara rerata jumlah pasien terhadap waktu tanggap sectio caesarea (SC) emergency (p-value=0,019), dan tidak ada hubungan bermakna antara diagnosis kategori 1 dan kategori 2 (p-value=0,767) serta status COVID-19 dan Non COVID-19 (p-value=0,071) terhadap waktu tanggap sectio caesarea (SC) emergency; namun status COVID-19 terhadap waktu tanggap SC emergency memiliki hubungan bermakna dari sisi substansi. Pada kualitatif, didapatkan bahwa seluruh informan sudah mengetahui dan memahami alur pelayanan SC emergency selama pandemi ini, faktor pendukung yang ada adalah kekompakan dan kerjasama tim, dukungan manajemen rumah sakit untuk mengutamakan safety tenaga kesehatan ditunjang oleh sarana prasarana dan sumber daya manusia (SDM) yang sesuai, serta faktor penghambat yang ada adalah proses skrining/penapisan COVID-19 (hasil pemeriksaan penunjang), letak kamar operasi di lantai 2 dan tidak ada lift khusus transfer pasien, serta kekosongan alat pelindung diri (APD) dan linen operasi. Kesimpulannya, penilaian efektivitas alur pelayanan SC emergency tahun 2021 dengan pendekatan goal approach belum efektif, dilihat dari outcome yaitu rata-rata waktu tanggap SC emergency yang belum mencapai target indikator mutu (≤30 menit).

This research is a case study in a type C private hospital in Bogor Regency which aims to evaluate the effectiveness of the emergency sectio caesarea (SC) service flow in 2021 (the COVID-19 pandemic) in terms of input, process, and outcome. The existing emergency sectio caesarea (SC) service flow is adjusted to the Government and Profession (POGI) reference, namely the presence of COVID-19 screening by carrying out an antigenic swab-RDT examination and chest X-ray, as well as consultation with Lung Specialists or Internal Medicine. This research was conducted using a mix-method, quantitatively with a cross-sectional method from medical record files and followed by qualitative research from key informants and additional informants. The study was conducted on 379 samples of patients who delivered emergency caesarean section (SC) for the period January-December 2021. Characteristics of patients obtained were 75.5%, aged 20-35 years with an average of 29.32 years; 58.8% were multiparous with a mean parity of 1.96; and 92.3% gestational age 37-42 weeks with a mean of 38.50 weeks. The patient's diagnosis obtained 77% category 2 and 95.5% non-COVID-19 status. Category 1 diagnosis of 11.8% was fetal distress and diagnosis of category 2 of 27.7% was premature rupture of membranes (PROM), with category 1 response time <30 minutes only 1.1% and category 2 response time within 30-75 minutes as much as 33.2%. Then the average time for informed consent was 3.71 minutes; the time for the Lung Specialist/Internal Medicine consul was 4.06 minutes; Anesthesia specialist consul time was 3.77 minutes; patient transfer process obtained 6.01 minutes; spinal anesthesia time was found to be 5.08 minutes; the time from the operation to the birth of the baby was 20.37 minutes, with the average patient per month was 31.58 and the emergency sectio caesarea (SC) response time was 111.87 minutes. In bivariate analysis, it was found that there was a significant correlation between the mean number of patients and the response time for emergency sectio caesarea (SC) (p-value=0.019), and there was no significant relationship between category 1 and category 2 diagnoses (p-value=0.767) and status COVID-19 and Non COVID-19 (p-value=0.071) for emergency sectio caesarea (SC) response time; however, the status of COVID-19 on the emergency SC response time has a significant relationship in terms of substance. In qualitative terms, it was found that all informants already knew and understood the flow of emergency SC services during this pandemic, the supporting factors were cohesiveness and teamwork, hospital management support to prioritize the safety of health workers supported by adequate infrastructure and human resources (HR). appropriate, and the existing inhibiting factors are the COVID-19 screening process (results of supporting examinations), the location of the operating room on the 2nd floor and no special elevator for patient transfers, as well as the vacancy of personal protective equipment (PPE) and operating linen. In conclusion, the assessment of the effectiveness of the SC emergency service flow in 2021 with the goal approach approach has not been effective, seen from the outcome, namely the average emergency SC response time that has not reached the target quality indicator (≤30 minutes)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Kirana
"Ketidakmampuan melahirkan dengan normal merupakan suatu kegagalan fungsi yang dapat menimbulkan gangguan konsep diri khususnya citra diri. Permasalahan dalam penelitian ini adalah sejauh mana dampak tindakan seksio sesarea terhadap citra diri klien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak tindakan seksio sesarea terhadap citra diri klien. Metode penelitian ini menggunakan desain deskriptif sederhana dengau uji statistik tendensi sentral (mean). Penelitian yang dilakukan pada 20 orang responden didapatkan hasil bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dari tindakan seksio sesarea terhadap citra diri. dilihat dari 20 orang responden tersebut. hanya 3 orang (15%) yang mengalami gangguan citra diri. Hal ini dapat diminimalkan lagl jika mendapat dukungan dari keluarga & tim perawatan sehingga penerimaan klien terhadap tindakan seksio sesarea meningkat."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5256
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Caesarean figure in Indonesia has passed a maximum limit WHO has set. An overview of Caesarean mothers show that 64,52% of whom reside in urban areas with 50,25$ received junior high school education and below, and 47,5% are of poor families (quintiles 1 and 2). Approximately 72% of family heads works in informal sector. About 38% of Caesaeran surgery were primiparous, where 75% is done where the mothers are not in the high risk age for normal vaginal deliveries. 80% of mothers also do not have history of fetal death and signs of complications during pregnancy only give result of 15,4%. "
BULHSR 15:3 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadhani
"Provinsi Sumatera Barat merupakan 5 provinsi dengan proporsi SC tertinggi yaitu 23,6%. Proporsi SC di Kota Pariaman dan RSUD Pariaman termasuk kategori sangat tinggi lebih dari 40%. Sejumlah penelitian menunjukkan usia maternal dan paritas sebagai faktor yang konsisten dan berkontribusi besar terhadap tingginya proporsi persalinan SC. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan usia maternal dan paritas dengan persalinan SC. Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif dengan populasi sumber ibu bersalin di RSUD Pariaman tahun 2023. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik acak sederhana. Analisis data mencakup analisis deskriptif, bivariat, stratifikasi, dan multivariat. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara usia maternal dengan persalinan SC setelah dikontrol faktor paritas, dan riwayat SC (RR=1,27; 95%CI=1,020 –1,597) dan terdapat hubungan paritas dengan persalinan SC setelah dikontrol faktor usia maternal, riwayat SC dan komplikasi kehamilan (RR=1,85; 95%CI=1,37 – 2,50). Dapat disimpulkan, ibu dengan usia maternal lanjut dan ibu nullipara berisiko lebih besar melahirkan secara SC. Oleh karena itu perlu diprioritaskan intervensi menurunkan SC yang fokus pada kelompok ibu usia maternal lanjut dan nullipara.

West Sumatra province includes 5 provinces with the highest proportion of SC, which is 23.6%. The proportion of SC in Pariaman City and Pariaman Public Hospital is in the very high category of more than 40%. Numerous studies point to maternal age and parity as consistent factors that contribute greatly to the high proportion of SC deliveries. The purpose of this study was to determine the relationship between maternal age and parity with SC delivery. The design of this study is a retrospective cohort, with the source population being maternity mothers at RSUD Pariaman in 2023. Sampling is done using a simple random technique. Data analysis includes descriptive, bivariate, stratified, and multivariate analyses. The results showed a significant relationship between maternal age and SC delivery after controlling for parity and SC history (RR = 1,27; 95% CI = 1,020–1,597), and there was a significant association between parity and SC delivery after controlling for maternal age, SC history, and pregnancy complications (RR = 1,85; 95% CI = 1,37–2,50). It can be concluded that mothers with advanced maternal age and nulliparity are at greater risk of giving birth to SC. Therefore, it is necessary to prioritize interventions to reduce SC that focus on advanced maternal age, and nullipara groups."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Salsabila Ramadhani
"Fraktur merupakan gangguan atau terputusnya kontinuitas tulang akibat tekanan yang lebih besar dari yang dapat diserapnya. Salah satu jenis fraktur yaitu fraktur kominutif. Penanganan fraktur kominutif dengan adanya kerusakan jaringan yang parah dapat dilakukan tindakan pembedahan Open Reduction External Fixation (OREF). Pembedahan ini menimbulkan nyeri pasca pembedahan dan dapat menyebabkan frustasi, baik untuk pasien maupun tenaga kesehatan. Untuk itu diperlukan manajemen nyeri oleh perawat secara kolaborasi dan mandiri yang dapat membantu secara bermakna mengurangi nyeri tersebut. Salah satu intervensi keperawatan mandiri mengatasi nyeri adalah teknik relaksasi napas dalam. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis penerapan teknik relaksasi napas dalam terhadap penurunan tingkat nyeri post operasi pada pasien yang mengalami fraktur tertutup tibia di RS X di Jakarta. Studi ini menggunakan pendekatan studi kasus pada satu pasien yang mengalami fraktur tertutup tibia dan telah menjalani operasi OREF hari ke-6 dengan terpasang external fixation using circular external fixator (Ilizarov technique). Pada hasil pengkajian di hari ke-6 post operasi didapatkan pasien mengeluh nyeri dengan skala 7 (nyeri berat). Manajemen nyeri non farmakologi yang diberikan yaitu intervensi mandiri keperawatan berupa teknik relaksasi napas dalam selama 3 hari berturut-turut. Hasil penerapan teknik relaksasi ini selama 3 hari menunjukkan nyeri menurun dari nyeri berat (skor 7) menjadi nyeri ringan (skor 3). Intervensi ini dapat direkomendasikan sebagai intervensi keperawatan mandiri dalam mengatasi nyeri akut post operasi.

A fracture is a partial or full break in the continuity of bone tissue. One type of fracture is a comminuted fracture. This type of fracture with severe tissue damage can be treated by Open Reduction External Fixation (OREF) surgery. This procedure may cause pain and even frustration in patients and the health care provider. Therefore, nurses should provide collaborative and independent pain management to reduce the pain significantly. One of the independent nursing interventions to deal with pain is deep breathing relaxation techniques. This case study aims to analyze the application of deep breathing relaxation techniques to reduce postoperative pain levels in patient with closed fractures of the tibia at X Hospital in Jakarta. This study used a case study approach in one patient who had a closed fracture of the tibia and had undergone OREF surgery on day 6 with external fixation using a circular external fixator (Ilizarov technique). The assessment result revealed that the patient suffered from severe pain (score 7) on the 6th postoperative day. Non-pharmacological pain management: deep breathing relaxation techniques is provided for 3 consecutive days. The result showed that pain decreased from severe pain (score 7) to mild pain (score 3). Therefore, this intervention is recommended as an independent nursing intervention in dealing with acute postoperative pain."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Nurpita Suprawoto
"Ventilasi mekanik berfungsi untuk menyelamatkan kehidupan, namun ventilasi mekanik merupakan tindakan invasif yang menimbulkan ketidaknyamanan berupa kecemasan, agitasi, dan rasa nyeri. Nyeri berdampak negatif pada tumbuh kembang anak. Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan nyeri akut pada anak dengan ventilasi mekanik melalui identifikasi nyeri dan tingkat sedasi dengan instrumen Comfort Behaviour Scale dengan pendekatan Teori Kenyamanan Kolcaba. Terdapat lima kasus anak yang terpasang ventilasi mekanik yang mengalami nyeri dan diberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan teori kenyamanan Kolcaba.
Aplikasi teori kenyamanan Kolcaba terbukti efektif memberikan kenyamanan anak dengan ventilasi mekanik yang mengalami nyeri meliputi konteks kenyamanan fisik, psikospiritual, sosiokultural, dan lingkungan. Instrumen Comfort Behaviour Scale terbukti valid dan reliabel dalam mengukur tingkat sedasi serta dapat digunakan untuk tingkat nyeri anak dengan ventilasi mekanik. Instrumen ini dapat digunakan perawat dalam pengkajian nyeri dan tingkat sedasi anak yang terpasang ventilasi mekanik sehingga memudahkan dalam manajemen nyeri dan sedasi.

Mechanical ventilation serves as live saving, but mechanical ventilation is an invasive procedure that causes discomfort in the form of anxiety, agitation, and pain. Pain has a negative impact on child development. The purpose is to provide an overview of acute pain nursing care for children with mechanical ventilation through identification of pain and sedation levels with a Comfort Behavior Scale instrument based on Kolcaba Comfort Theory approach. There were five cases of children with mechanical ventilation who experienced pain and were given nursing care through the Kolcaba comfort theory approach.
The application of the Kolcaba comfort theory has proven to be effective in providing comfort for children with mechanical ventilation who experience pain including the context of physical, psychospiritual, sociocultural, and environmental comfort. The Comfort Behavior Scale instrument proved to be valid and reliable in measuring the level of sedation and can be used for measuring pain in children with mechanical ventilation. This instrument can be used by nurses in the assessment of pain and the level of sedation of children who have mechanical ventilation that makes it easier for pain and sedation management.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Clarissa Ardiya Putri Wicaksono
"Melahirkan secara SC dapat menimbulkan efek negatif kepada ibu baik dalam aspek fisik maupun psikologis, yang akhirnya mengganggu kenyamanan. Ny. F, post SC 15 jam mengeluhkan ketidaknyamanan terutama nyeri pada luka insisi dan pada payudara, serta adanya kelelahan. Tujuan intervensi pijat oketani adalah untuk mengatasi gangguan kenyamanan termasuk peningkatan kesejahteraan fisik dan psikologis pasien pada masa postpartumnya. Pemberian intervensi ini merupakan bagian dari asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penegakan diagnosis, perencanaan intervensi, implementasi, dan evaluasi. Pijat oketani dilakukan selama tiga hari. Pada hari pertama, intervensi dilakukan sebelum operasi untuk mengatasi kecemasan. Selanjutnya setelah operasi, dilakukan untuk mengatasi gangguan rasa nyaman. Hasil yang didapatkan adalah kenyamanan pasien meningkat dan rasa nyeri menurun. Pijat oketani atau pijat payudara lainnya dapat dilakukan oleh perawat untuk mengatasi ketidaknyamanan ibu pasca melahirkan SC.

Giving birth via SC can have negative ef ects on the mother both in physical and psychological aspects, which disrupts comfort. Mrs. F, 15 hours post SC was complaining of discomfort, especially pain in the incision wound and in the breast, also fatigue. The aim of the Oketani massage is to overcome discomfort including improving the patient's physical and psychological well-being in the postpartum period. Providing this intervention is part of nursing care which includes assessment, diagnosis, planning, implementation and evaluation. Oketani massage is done for three days. On the first day, interventions are carried out before surgery to overcome anxiety. Furthermore, after surgery, it is carried out to overcome discomfort problems. The results obtained are increased patient comfort and decreased pain. Oketani massage or other breast massage can be done by nurses to overcome maternal discomfort after giving birth to SC.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Johan
"Latar belakang: Nyeri pasca bedah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perubahan klinis dan fisiologis yang terkait dengan peningkatan mortalitas, morbiditas dan biaya rawat serta menurunnya kualitas hidup pasien. Sebaliknya, penggunaan analgetik yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya efek samping obat. Studi prospektif ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan analgetik (jenis, dosis, frekuensi dan cara pemberian analgetik) dan menilai keadekuatan tatalaksana nyeri, tingkat kepuasan pasien terhadap penatalaksanaan nyeri, efek samping dan interaksi obat analgetik pada pasien pasca bedah sesar emergency.
Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional prospektif pada pasien pasca bedah sesar emergency yang dirawat di ruang perawatan Departemen Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPN-CM) dalam periode Juli 2015 - Januari 2016. Keadekuatan tatalaksana nyeri dinilai berdasarkan pain management index (PMI). Tingkat kepuasan pasien terhadap tatalaksana nyeri dinilai menggunakan American Pain Society Patient Outcome Questionnaire (APSPOQ). Hubungan keadekuatan tatalaksana nyeri dengan tingkat kepuasan pasien dievaluasi dengan uji Fisher's exact. Analisis statistik dilakukan menggunakan SPSS versi 20.
Hasil penelitian: Dari 92 pasien bedah sesar emergency yang dirawat di ruang inap RSUPN-CM, 80 pasien memenuhi kriteria inklusi dan menjadi subjek penelitian. Terdapat 19 pasien (8.7%) yang selama perawatan diberikan 2 jenis AINS secara bersamaan dan 28 analgetik (41.8%) yang pada hari pertama perawatan frekuensi pemberiannya kurang. Sebagian besar pasien masih merasakan nyeri dengan numeric rating scale (NRS)>3 dalam 24 jam pasca bedah:59 pasien (73.75%) merasakannya saat aktivitas dan 7 pasien (8.75%) saat istirahat. Median tingkat kepuasan pasien terhadap penatalaksanaan nyeri selama di ruang perawatan berdasarkan skor APSPOQ adalah 7.50 (range 0-10). Tidak terdapat hubungan antara tingkat kepuasan pasien dengan kontrol intensitas nyeri, baik saat beraktivitas (Fisher's exact test, p=0.537) maupun saat istirahat (Fisher's exact test, p=0.1616). Pada penelitian ini terdapat 2 potensi terjadinya interaksi obat yaitu ketoprofen dan natrium diklonefak dengan bisoprolol.
Kesimpulan: Penatalaksanaan nyeri pasca bedah sesar emergency di RSUPN-CM masih optimal; sebagian besar (73.75% pasien) belum mendapatkan penatalaksanaan nyeri yang adekuat pada 24 jam pasca bedah, meskipun demikian, tingkat kepuasan pasien mencapai skor APSPOQ 7,50.

Backgroud: Uncontrolled post-operative pain can cause clinical and physiological changes leading to increased mortality and morbidity and treatment cost and decreased quality of life. On the other hand, excessive analgetic use can increase the side effects of the drug. The objective of this study was to understand the using pattern of analgetic (type, doses, interval and analgetic used) and to evaluate the pain management of post-operative caesarean section emergency patients (pain intensity, the level of patients satisfaction to pain management, analgetic drug side effects, the appropriateness of pain management).
Methods: This was a prospective observational study conducted on patients after an emergency caesarean section and treated at The Department of Obstetry and Gynecology, National Center Hospital Cipto Mangunkusumo (RSUPN-CM) during July 2015 - January 2016. The adequacy of pain management were assessed with pain management index (PMI). Level of patient satisfaction to pain management were esesssed with American Pain Society Patient Outcome Questionnaire (APSPOQ). Relationship between level of patient satisfaction and pain intensity were assessed with Fisher's exact test. Statistical analysis was performed by SPSS version 20.
Results: Out of 92 patients which have undergone emergency caesarean section and treated in RSUPN-CM, 80 patients fulfilled inclusion criteria. There were 19 patients (8.7%) that received 2 type of NSAIDs simultaneously with the total of 28 analgetics (41.8%) were given with interval of administration less than advised by the references during the first 24 hour of the treatment. Most of patients still experienced the pain during treatment with numeric rating scale (NRS) > 3 in first 24 hour post-operative: 59 patients (73.75%) had pain during movement and 8.75% (7 patients) during rest. The study median value of patient satisfaction with pain management was 7.50 (range 0-10). There is no relationship between level of patient satisfaction and pain intensity during movement (p=0.537) and during rest (p=0.161). There were 2 potential drug interaction, namely ketoprofen and sodium diclofenac with bisoprolol.
Conclusion: About 73.75% patients still experience post-operative pain which indicate that pain management of post-operative emergency caesarean section emergency in CM hospital was not yet adequate, However, level of patient's satisfaction with pain management reach the value of 7,5.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmania Kannesia Dahuri
"Pendahuluan : Percutaneous nephrolithotomy (PCNL) adalah pilihan utama untuk batu ginjal yang berukuran lebih dari 2 cm. Tindakan ini dapat menimbulkan nyeri pasca operasi yang merupakan masalah yang sering terjadi dan dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Prevalensi nyeri pasca PCNL di Indonesia bervariasi. Penanganan nyeri pasca operasi bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri dengan efek samping yang minimal. Saat ini, metode standar dalam menangani nyeri pasca operasi yang digunakan di seluruh dunia adalah dengan penggunaan opiod. Namun penggunaan opioid memiliki banyak efek samping dan dapat mempengarui kualitas hidup pada pasien. Sehingga diperlukan tatalaksana yang aman, nyaman dan efektif dalam mengatasi nyeri pasca PCNL, salah satunya adalah dengan Elektroakupunktur telinga Battlefield Acupuncture (BFA).
Metode : Desain studi ini adalah serial kasus dengan jumlah sampel 8 pasien PCNL. Studi dilakukan dari November 2023 sampai Januari 2024. Elektroakupunktur telinga BFA dilakukan selama 30 menit pada kedua telinga, satu jam sebelum PCNL. Luaran yang dinilai adalah skor nyeri ( VAS ), kualitas hidup dengan kuesioner Short Form-36 (SF-36) ,penggunaan analgesik juga efek samping yang dialami pasien dicatat pada studi ini
Hasil : Terapi elektroakupunktur telinga BFA dapat menurunkan skala nyeri berupa Visual Analog Scale ( VAS ) pada pasien operasi PCNL batu ginjal. Pada 24 jam pasca PCNL dan EA BFA, 7 dari 8 pasien dengan presentase 87,5% pasien mengalami penurunan skor VAS dan pada 7 hari pasca PCNL dan EA BFA, ke 8 pasien dengan presentase 100 % pasien mengalami penurunan skor VAS. Terapi elektroakupunktur telinga BFA juga dapat meningkatkan kualitas hidup pada 7 hari pasca tindakan yang diukur dengan menggunakan short form 36 ( SF36 ) pada pasien pasca PCNL dan EA BFA. Terapi elektroakupunktur telinga BFA aman, tidak menimbulkan efek samping dan pada pasien hanya mendapatkan tambahan terapi Paracetamol 1000mg .
Kesimpulan : Terapi Elektroakupunktur BFA dapat diberikan pada pasien PCNL dengan keamanan yang terbukti baik pada ke 8 pasien dengan presentase 100 % pasien tidak mengalami efek samping pasca EA BFA.

Introduction : Percutaneous nephrolithotomy (PCNL) is the main choice for kidney stones larger than 2 cm. This procedure can cause post-operative pain, which is a problem that often occurs and can affect the patient's quality of life. The prevalence of post-PCNL pain in Indonesia varies. Postoperative pain management aims to reduce or eliminate pain with minimal side effects. Currently, the standard method of treating post- operative pain used throughout the world is the use of opioids. However, the use of opioids has many side effects and can affect the patient's quality of life. So safe, comfortable and effective treatment is needed to treat post-PCNL pain, one of which is Battlefield Acupuncture (BFA) ear electroacupuncture.
Methods : The design of this study was a case series with a sample size of 8 PCNL patients. The study was conducted from November 2023 to January 2024. BFA ear electroacupuncture was performed for 30 minutes on both ears, one hour before PCNL. The outcomes assessed were pain scores (VAS), quality of life with the Short Form-36 (SF-36) questionnaire, use of analgesics as well as side effects experienced by patients recorded in this study.
Results : BFA ear electroacupuncture therapy can reduce the pain scale in the form of a Visual Analog Scale (VAS) in kidney stone PCNL surgery patients. At 24 hours after PCNL and EA BFA, 7 of 8 patients with a percentage of 87.5% of patients experienced a decrease in VAS scores and at 7 days after PCNL and EA BFA, all 8 patients with a percentage of 100% of patients experienced a decrease in VAS scores. BFA ear electroacupuncture therapy can also improve quality of life 7 days after the procedure as measured using the short form 36 (SF36) in patients after PCNL and EA BFA. BFA ear electroacupuncture therapy is safe, does not cause side effects and patients only receive additional 1000mg Paracetamol therapy.
Conclusion : BFA Electroacupuncture therapy can be given to PCNL patients with proven safety in 8 patients with a 100% percentage of patients not experiencing side effects after EA BFA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>