Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198152 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Larasati Putri
"Berkembangnya bisnis makanan hewan peliharaan yang tidak diikuti dengan kejelasan regulasi terkait makanan hewan peliharaan, salah satunya mengenai ketentuan label pada makanan hewan peliharaan menimbulkan isu yang signifikan. Hal tersebut dimanfaatkan oleh pelaku usaha makanan hewan peliharaan yaitu tidak mencantumkan label apa pun pada makanan hewan peliharaan yang dijual sehingga banyak hewan sakit karena adanya kandungan yang tidak cocok, makanan telah kadaluwarsa, atau makanan yang palsu. Berbeda dengan Indonesia, Jepang telah memiliki regulasi yang sangat ketat terkait makanan hewan peliharaan. Dengan metode penelitian doktrinal menggunakan metode perbandingan, penelitian ini akan membahas bagaimana pelindungan hukum terkait label pada makanan hewan peliharaan di Indonesia dan Jepang apabila dibandingkan dengan Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa Indonesia belum memiliki pelindungan hukum yang cukup terkait pelabelan pada makanan hewan peliharaan apabila dibandingkan dengan Jepang yang memiliki aturan yang sudah sangat komprehensif. Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia sebaiknya menyempurnakan peraturan yang ada dengan menambahkan ketentuan yang secara spesifik mengatur makanan hewan peliharaan sebagaimana telah diatur di Jepang karena dengan ketentuan yang jelas, hak konsumen untuk mendapatkan produk yang terjamin keamanannya meningkat.

The growth of the pet food business in Indonesia, not accompanied by clear regulations regarding pet food, particularly in terms of labeling, has raised significant issues. This situation is exploited by pet food business operators who do not include any labels on the pet food they sell. This has led to many pets getting sick due to inappropriate content, expired food, or counterfeit products. In contrast, Japan has stringent regulations regarding pet food. Using a doctrinal research method with a comparative approach, this study aims to discuss how legal protection related to labeling on pet food in Indonesia compares to that in Japan. It can be concluded that Indonesia does not yet have sufficient legal protection concerning the labeling of pet food, especially when compared to Japan, which has comprehensive regulations. Therefore, the Indonesian government should refine existing regulations by adding specific provisions that govern pet food, similar to what is already established in Japan. With clear regulations, consumer rights to receive products with guaranteed safety will enhance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelia Melody
"Literasi label pangan kemasan yang masih kurang baik mengantarkan pada perilaku kurang patuhnya membaca label pangan kemasan. Padahal pada label pangan kemasan terdapat informasi mengenai kandungan gula, natrium, dan lemak pada pangan terkait yang dapat membantu masyarakat dalam mempertimbangkan pilihan pangannya sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit tidak menular, seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari media video terhadap literasi label pangan pada siswa/i di SMAN 48 Jakarta Timur tahun 2022. Penelitian ini menggunakan rancangan kuasi eksperimental, dimana terdapat kelompok perlakuan dan kelompok kontrol yang tidak dilakukan randomisasi. Total sampel yang digunakan dalam penelitian sebanyak 76 orang. Data penelitian diperoleh melalui kuesioner secara daring yang dapat diisi secara mandiri oleh responden dan kemudian hasilnya akan dianalisis secara univariat dan bivariat (Uji T Berpasangan dan Uji Beda Mean). Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat perubahan yang signifikan pada responden kelompok eksperimen sebelum dan setelah diberikan media video. Nilai rata-rata literasi label pangan kemasan antar kelompok ditemukan berbeda secara signifikan, dimana kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Media video terkait label pangan kemasan yang dibuat dan digunakan pada penelitian ini dianggap berpengaruh dan dapat digunakan untuk meningkatkan literasi label pangan kemasan.

Poor packaged food labels literacy leads to the behavior of less obedient on reading packaged food labels. Whereas on packaged food lables there are informations about sugar, sodium, and fat content in related foods that can help people consider their food choices as an effort to prevent non-communicable disease, such as diabetes, hypertension, and obesity. This study aims to know the effect of video on packaged food label literacy on students at X senior high school East Jakarta in 2022. This study used a quasi-experimental design, where there are a treatment group and a control group that were not randomized. The total sample in this study is 76 people. The research data is obtained trough an online questionnaire which the respondents could fill out independently and then the results will be analysed univariate and bivariate (Paired T-Test and Mean Difference Test). The results of the study found that there are significant changes in the experimental group respondents before and after being given the video. The average value of packaged food label literacy between groups was found to be significantly different, where the experimental group is higher than the control group. Video about packaged food labels that were created and used in this study are considered influential and can be used to improve packaged food label literacy."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nababan, Naomi Astrid Sridinanti
"Petshop merupakan salah satu usaha yang memberikan jasa pelayanannya kepada hewan peliharaan. Namun, dalam praktiknya terdapat kelalaian yang dilakukan oleh pelaku usaha petshop yang dapat menimbulkan kerugian kepada hewan peliharaan dan pemilik hewan peliharaan tersebut. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen hadir sebagai suatu landasan hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen yang merasa haknya telah dilanggar. Selain itu, terdapat beberapa peraturan lain yang juga dapat dijadikan acuan dalam memperlakukan hewan di Indonesia. Hal ini berbeda dengan negara Singapura yang telah memiliki berbagai peraturan yang wajib dipatuhi oleh pemilik usaha, khususnya pemilik usaha petshop sebelum membuka usahanya. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan menganalisis mengenai bagaimana peraturan di Indonesia terkait perlindungan terhadap konsumen dan hewan serta bagaimana perbandingannya dengan negara Singapura.

Petshop is a business that provides services to pets. However, in practice there are negligence committed by pet shop business actors which can cause harm to the pet and the owner of the pet. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Protection exists as a legal basis to provide protection to consumers who feel their rights have been violated. In addition, there are several other regulations that can also be used as a reference in treating animals in Indonesia. This is different from the country of Singapore which already has various regulations that must be obeyed by business owners, especially pet shop business owners before opening a business. Using normative juridical research methods, this paper will analyze how regulations in Indonesia relate to the protection of consumers and animals and how they compare with Singapore."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asina Grace Ofelia
"Skripsi ini menganalisis perlindungan konsumen terkait penggunaan plastik daur ulang sebagai bahan kemasan pangan oleh pelaku usaha. Belakangan ini, para pelaku usaha industri makanan mulai menggunakan plastik daur ulang sebagai kemasan pangan untuk menerapkan kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, pelaku usaha dibebani kewajiban dan tanggung jawab untuk memastikan dan menjamin kualitas kemasan pangan plastik daur ulang sama baik dan amannya bagi konsumen seperti halnya kemasan pangan plastik murni. Selain pelaku usaha, BPOM sebagai otoritas pengawas pangan juga mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi keamanan dan mutu kemasan pangan plastik daur ulang. Untuk menganalisis hal tersebut, skripsi ini menggunakan metode penelitian doktrinal yang menelaah data sekunder seperti peraturan perundang-undangan dan berbagai jurnal. Melalui penelitian dan analisis yang dilakukan, terlihat bahwa peraturan perundang-undangan terkait material dan migrasi plastik daur ulang sebagai kemasan pangan di Indonesia cukup komprehensif dan para pelaku usaha telah menjamin kualitas kemasan pangan plastik daur ulangnya melalui berbagai sertifikasi. Namun, masih terdapat pelaku usaha yang kurang tepat dalam mencantumkan logo tara pangan dan kode daur ulang yang wajib dicantumkan dalam kemasan pangan plastik sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 24/M-IND/PER/2010. Dengan tidak mencantumkan logo dan kode dengan benar sebagaimana diatur maka pelaku usaha tidak memberikan informasi yang benar dan jelas kepada konsumen sebagaimana diwajibkan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Di sisi lain, BPOM memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan, menetapkan norma dan peraturan, serta memberikan sanksi terhadap setiap pelanggaran terkait plastik daur ulang sebagai kemasan pangan dalam lingkup bahan dan migrasinya, tetapi tidak terkait pencantuman logo tara pangan dan kode daur ulang. Untuk lebih meningkatkan perlindungan konsumen, sanksi dan pengawasan terhadap penggunaan logo tara pangan dan kode daur ulang perlu diterapkan dengan lebih tegas oleh pemerintah. Pelaku usaha juga harus meninjau kembali kemasan pangan plastik daur ulangnya untuk mencantumkan logo tara pangan dan kode daur ulang yang sesuai.

This thesis analyzes consumer protection concerning the utilization of recycled plastic that is used as material for food packaging by business actors. Recently, business actors in the food industry have begun using recycled plastic as food packaging to implement environmental sustainability. In doing so, business actors are burdened with the obligation and liability to ensure and guarantee that the quality of recycled plastic food packaging is as good and safe for consumers as virgin plastic food packaging. Other than the business actors, BPOM, as the food supervisory authority, also has the responsibility to supervise the safety and quality of recycled plastic food packaging. To analyze this matter, this thesis uses a doctrinal research method that examines secondary data such as statutory regulations and various journals. Through the conducted research and analysis, it can be seen that the laws and regulations concerning the material and migration of recycled plastic as food packaging in Indonesia are quite comprehensive and business actors have guaranteed the quality of their recycled plastic food packaging through various certifications. However, several business actors still have not properly included the food-grade logo and recycling code on recycled plastic packaging as regulated by the Regulation of the Minister of Industry Number 24/M-IND/PER/2/2010. By not putting the logo and code correctly as regulated, business actors are not providing the correct and clear information to the consumers as required by the Consumer Protection Law. On the other hand, BPOM has the authority to supervise, establish norms and regulations, and impose sanctions towards any violations revolving around recycled plastic as food packaging within the scope of its material and migration, but not concerning the use of the food grade logo and recycling code. To further improve consumer protection, sanctions and supervision concerning the proper use of food-grade logo and recycling code need to be more firmly implemented by the government. Business actors must also review their recycled plastic food packaging to include the proper food-grade logo and recycling code."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shakina Amri Ghiffara
"Kertas bekas sering digunakan oleh pelaku usaha pangan untuk mengemas makanan seperti gorengan padahal kertas bekas tidak seharusnya digunakan sebagai kemasan makanan, karena terdapat tinta tercetak yang mengandung timbal Pb yang mencemari makanan yang dikemasnya dan dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan jika terakumulasi dalam tubuh sehingga dapat merugikan konsumen yang mengonsumsi makanan tersebut.
Skripsi ini membahas mengenai pengaturan kemasan pangan secara umum dan juga kertas bekas sebagai kemasan makanan, aspek hukum pelindungan konsumen apa saja yang terkait dengan penggunaan kertas bekas sebagai kemasan makanan berdasarkan Undang Undang ndash; Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang ndash; Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004, dan peran pemerintah terkait dengan pengawasan penggunaan kertas bekas tersebut.
Skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif yuridis. Pelaku usaha yang menggunakan kertas bekas sebagai kemasan makanan telah melanggar ketentuan ndash; ketentuan terkait dengan pelindungan konsumen dan keamanan pangan dari segi kemasan pangan. Meski begitu, peraturan ndash; peraturan yang ada belum cukup untuk menjatuhkan sanksi kepada pelaku usaha yang melanggar tersebut, begitu pula dengan pengawasan yang telah dilakukan oleh Pemerintah. Maka dari itu perlu adanya penegasan penegakkan hukum, pengaturan khusus, dan keaktifan peran pemerintah terhadap penggunaan kertas bekas sebagai kemasan makanan.Kata Kunci : Pelindungan Konsumen; Kemasan Pangan; Kertas Bekas.

Used paper is often reused by food sellers to package foods such as fried foods when used paper should not be reused as food packaging, because there is ink printed there that contains lead Pb which can contaminate the packed food and can give negative impact on health if it accumulates in the body so, it could harm the consumers who consume the food.
This thesis discusses about food packaging regulations in general and used paper as food packaging in particular, consumer protection law aspects on the use of used paper as food packaging based on Consumer Protections Act No. 8 of 1999, Food Act No. 18 of 2012 and Government Regulation No. 28 of 2004 on Safety, Quality, and Nutrient of Food and also the government 39 s role related to the supervision of the use of used paper as a food packaging.
This thesis using normative juridical research methods. Food sellers who use used paper as a food packaging has violated the provisions related to consumer protection and food safety in terms of food packaging. Even so, the rules that exist is not enough to impose the sanctions for the food businessmen who offend, as well as the supervision done by the Government. Thus, it rsquo s needed affirmation of law enforcement, more particular regulations, and more active participation from government against the use of used paper as food packaging. Keywords Consumer Protection Food Packaging Used Paper."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Shellina Ruth Hotmaria
"Calo tiket konser berperan sebagai perantara dalam transaksi jual beli tiket konser kerap kali menimbulkan isu yang signifikan. Calo tersebut memanfaatkan tingginya permintaan tiket konser, yang tidak sebanding dengan ketersediaan tiket, untuk menjual tiket dengan harga yang tidak wajar, jauh di atas harga asli tiket. Dalam praktiknya, tidak sedikit konsumen yang terdorong untuk menggunakan jasa calo demi mendapatkan tiket konser yang mereka inginkan. Ironisnya, terdapat calo yang menggunakan perangkat lunak (software) berupa bot untuk membeli sebanyak mungkin tiket, yang pada akhirnya hal tersebut menghalangi aksesibilitas tiket kepada konsumen secara langsung. Akibatnya, konsumen sering kali terpaksa membeli tiket konser melalui calo dengan harga tiket yang tidak masuk akal. Eksistensi calo yang demikian menimbulkan risiko kerugian yang signifikan bagi konsumen. Hingga kini, Indonesia belum memiliki pengaturan spesifik mengenai calo tiket konser, berbeda dengan Australia yang telah memiliki aturan khusus mengenai calo tiket. Dengan penggunaan metode doktrinal, diteliti mengenai pengaturan dan tanggung jawab terkait penggunaan jasa calo dalam transaksi jual beli tiket konser di Indonesia dan Australia. Dari hasil penelitian ini, dapat dipahami bahwa pengaturan calo tiket di Indonesia belum memadai, dan belum sepenuhnya memberikan kepastian hukum bagi konsumen. Maka dari itu, sangat diperlukan kajian mendalam mengenai penyusunan aturan yang lebih tegas dan spesifik mengenai calo tiket konser beserta pertanggungjawabannya di Indonesia, sehingga dapat memberikan pelindungan hukum yang lebih optimal bagi konsumen dalam transaksi jual beli tiket konser di Indonesia.

Concert ticket scalpers act as intermediaries in buying and selling concert tickets, which often raises significant issues. These scalpers take advantage of the high demand for concert tickets, which is not proportional to the availability of tickets, to sell tickets at unreasonable prices, far above the original ticket price. In practice, quite a few consumers are encouraged to use the services of scalpers to get the concert tickets they want. Ironically, there are scalpers who use software in the form of bots to buy as many tickets as possible, which ultimately hinders the accessibility of tickets to consumers directly. As a result, consumers are often forced to buy concert tickets through scalpers at unreasonable ticket prices. The existence of such scalpers poses a significant risk of loss for consumers. Until now, Indonesia does not have specific regulations regarding concert ticket scalpers, in contrast to Australia which has special regulations regarding ticket scalpers. By using doctrinal methods, the regulations and responsibilities related to the use of scalpers services in buying and selling concert tickets in Indonesia and Australia are researched. From the results of this research, it can be understood that the regulation of ticket scalpers in Indonesia is inadequate and does not fully provide legal certainty for consumers. Therefore, an in-depth study is needed regarding the preparation of stricter and more specific regulations regarding concert ticket scalpers and their responsibilities in Indonesia, so that they can provide more optimal legal protection for consumers in buying and selling concert ticket transactions in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Arif Abdi
2001
T36175
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmadi Miru
Jakarta: Rajawali, 2013
343.071 AHM p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhistira Thufail Iman
"Industri kuliner dan pangan olahan di Indonesia berkembang pesat dan memberikan kontribusi besar pada perekonomian nasional. Namun, seiring pertumbuhan ini, muncul masalah kurangnya informasi tentang kehalalan produk yang dijual, yang berdampak pada kerugian konsumen, terutama konsumen Muslim. Penelitian ini bertujuan mengkaji perlindungan hukum terkait informasi kehalalan produk kuliner dan pangan olahan di Indonesia dengan pendekatan yuridis normatif, menganalisis UU Perlindungan Konsumen dan UU Jaminan Produk Halal beserta peraturan turunannya dilengkapi dengan peraturan perundang-undangan lain yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen berhak atas informasi jelas tentang kehalalan produk, dan pelaku usaha berkewajiban memberi informasi akurat sesuai hukum. Label halal dipandang sebagai upaya menyediakan informasi yang cukup dalam konteks jaminan produk halal. Selain itu, kesimpulan penelitian menyarankan bahwa keterangan tidak halal yang terstandarisasi dapat mengurangi potensi misinformasi bagi konsumen. Dengan demikian, untuk memastikan informasi yang cukup terkait kandungan halal sebagai bentuk perlindungan konsumen, pemerintah dapat memaksimalkan penggunaan label halal dan keterangan tidak halal yang terstandarisasi.

The culinary and processed food industries in Indonesia are rapidly growing and making a significant contribution to the national economy. However, alongside this growth, there is a problem with inadequate information regarding the halal status of products being sold, which has negative implications for consumers, particularly Muslim consumers. This study aims to examine the legal protections related to halal information on culinary and processed food products in Indonesia through a normative juridical approach, analyzing the Consumer Protection Act, the Halal Product Assurance Act, their derivative regulations, and other relevant legislation. The findings indicate that consumers have the right to clear information regarding the halal status of products, and business operators are legally obligated to provide accurate information. The halal label is viewed as an effort to provide sufficient information in the context of halal product assurance. Additionally, the study concludes that a standardized "non-halal" label could be a solution to mitigate potential misinformation for consumers. Thus, to ensure adequate information on halal content as a form of consumer protection, the government can maximize the use of standardized halal and non-halal labeling."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Fadhila Alfani
"Tulisan ini menganalisa bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen atas obat tradisional yang beredar di Indonesia, khususnya obat cina tradisional. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Penulisan ini memiliki pembahasan seputar, bagaimana bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha obat illegal menurut Undang-Undang, dan bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap obat tradisional yang diproduksi oleh toko obat tradisional. Obat tradisonal merupakan obat yang terbuat dari tumbuhan herbal dan menjadi alternatif pengobatan untuk sebagian masyarakat karena khasiat dan manfaat yang terkandung. Namun, obat tradisional nampaknya tidak selalu aman untuk dikonsumsi. Dalam praktiknya masih banyak pelaku usaha yang tidak mendaftarkan produk dan juga tidak berpedoman pada Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Perilaku pelaku usaha yang licik yang berdampak membahayakan konsumen. Pemerintah dalam hal ini sudah mengatur secara komprehensif, bukti nyata nya adalah dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tentu saja sebagai pelaku usaha, harus bertanggung jawab atas produk yang mereka buat. Tanggung jawab tersebut dapat berupa tanggung jawab moral maupun criminal. Masalah konsumen yang timbul tidak hanya menjadi tanggungjawab pelaku usaha aja, namun menjadi tanggung jawab instansi terkait. Seperti dalam penulisan ini adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dalam menjalankan fungsi pengawasannya, BPOM memiliki 2 (dua) tahap pengawasan, yaitu Pre-Market dan Post-Market. Dalam menanggapi masalah ini, BPOM harus memaksimalkan fungsi pengawasan mereka agar sejenis obat yang membahayakan tidak dikonsumsi oleh konsumen.

This article analyzes how legal protection is for consumers of traditional medicines circulating in Indonesia, especially traditional Chinese medicine. This article was prepared using doctrinal research methods. This writing has a discussion based on the problem around, the form of liability of the related parties in connection with an illegal traditional Chinese medicine according to the laws, and the role of the government and BPOM in monitoring medicines prepared by traditional drug store. Traditional medicine is medicine made from herbal plants and is an alternative treatment for some people because of the efficiacy and benefits they contain. However, traditional medicine does not always seem safe for consumption. In practice, there are still many business actors who do not register their products and are also not guided by Good Traditional Medicine Manufacturing Methods (CPOTB). The behavior of cunning business actors that has the effect of endangering consumers. In this case, the government has regulated it comprehensively, by established Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. As business actors, they must be responsible for the products they make. This responsibility can be in the form of moral or criminal responsibility. Consumer problems that arise are not only the responsibility of business actors, but also the responsibility of the relevant agencies. As in this writing is the Food and Drug Supervisory Agency (BPOM). In carrying out its supervisory function, BPOM has 2 (two) stages of supervision, namely Pre-Market and Post-Market. In responding to this problem, BPOM must maximize their monitoring function so that dangerous types of drugs are not consumed by consumers."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>