Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126924 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Julia Khairun Nissa
"Skripsi ini menggambarkan kondisi aktual dari implementasi kebijakan bangunan gedung ramah disabilitas pada Puskesmas DKI Jakarta. Penelitian ini berangkat dari adanya undang-undang yang mengatur standar sebuah bangunan gedung dibangun, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Selain itu, dengan adanya permasalahan pemenuhan hak kesehatan yang dialami oleh para penyandang disabilitas, DKI Jakarta sebagai ibu kota negara berupaya untuk memfasilitasi kebutuhan penyandang disabilitas dalam menggunakan fasilitas kesehatan Puskesmas DKI Jakarta. Dengan menggunakan teori Implementasi Kebijakan menurut Bhuyan et al. (2010), peneliti melakukan penelitian terkait pengimplementasian kebijakan bangunan gedung ramah disabilitas dengan berdasarkan pada 7 dimensi, yaitu The Policy, Its Formulation and Dissemination; Social, Political and Economic Context; Leadership for Policy Implementation; Stakeholder Involvement in Policy Implementation; Planning for Implementation and Resource Mobilization; Operations and Services; dan Feedback on Progress and Result. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan metode pengumpulan data kualitatif. Dengan data yang didapatkan peneliti melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan bangunan gedung ramah disabilitas pada Puskesmas DKI Jakarta telah diupayakan untuk dilakukan berdasarkan dimensi-dimensi yang dikemukakan, meski masih banyak hal yang perlu untuk diperbaiki. Berdasarkan hal tersebut, peneliti memberikan beberapa rekomendasi untuk peningkatan pengimplementasian kebijakan bangunan gedung ramah disabilitas pada Puskesmas DKI Jakarta untuk beberapa pihak.

This thesis describes the actual condition of the implementation of the policy for disability-friendly building in Public Health Centers (Puskesmas) in DKI Jakarta. The research is based on the existing law that regulates the standards for constructing a building, namely Law Number 28 of 2002 concerning Buildings. Additionally, considering the issues related to the fulfilment of health rights experienced by people with disabilities, DKI Jakarta as the capital city has made efforts to facilitate the needs of people with disabilities in utilizing the healthcare facilities of Puskesmas DKI Jakarta. Applying the Policy Implementation theory by Bhuyan et al. (2010), the researcher conducted a study on the implementation of the policy for disability-friendly building based on seven dimensions: The Policy, Its Formulation and Dissemination; Social, Political and Economic Context; Leadership for Policy Implementation; Stakeholder Involvement in Policy Implementation; Planning for Implementation and Resource Mobilization; Operations and Services; and Feedback on Progress and Result. This research employed a post-positivist approach with qualitative data collection methods. Using data obtained through in-depth interviews and literature review, the results of the study indicate that the implementation of the policy for disability-friendly building in Puskesmas DKI Jakarta has been attempted based on the presented dimensions, although there are still many areas that need improvement. Considering these findings, the researcher provides several recommendations for enhancing the implementation of the policy for disability-friendly building in Puskesmas DKI Jakarta for various stakeholders."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asih Nurcahyani
"Skripsi ini mengeksplorasi evaluasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Provinsi DKI Jakarta, sebuah inisiatif pemberian bantuan sosial bersyarat kepada Keluarga Miskin (KM) yang diidentifikasi sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM) melalui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) oleh Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial dengan prosedur dari Kementerian Sosial. Sebagai pusat perekonomian dan pemerintahan, penelitian ini mengungkapkan bahwa masih ada banyak masyarakat miskin dengan tingkat kesejahteraan rendah di Provinsi DKI Jakarta. Keadaan tersebut memberikan tantangan serius bagi implementasi PKH sebagai strategi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin di Provinsi DKI Jakarta. Dalam penelitian ini, evaluasi program dilakukan menggunakan model CIPP oleh Daniel L. Stufflebeam. Model ini mengevaluasi beberapa dimensi program, yaitu context, input, process, dan product. Pendekatan penelitian yang diadopsi adalah postpositivis, dengan teknik pengumpulan data kualitatif. Hasil penelitian menyoroti kelemahan-kelemahan yang teridentifikasi dalam sumber daya yang tersedia, koordinasi antar pihak, dan pelaksanaan proses bisnis PKH di Provinsi DKI Jakarta. Kelemahan-kelemahan tersebut memiliki dampak langsung pada pencapaian program yang belum optimal. Oleh karena itu, sejumlah rekomendasi perbaikan diajukan, terutama terkait peninjauan ulang desain program PKH, penambahan jumlah pendamping, implementasi transformasi kepesertaan secara terstruktur, serta penguatan komplementaritas program. Selain itu, diperlukan koordinasi yang lebih baik dengan para pemangku kepentingan dan strategi komunikasi program yang lebih efektif untuk meningkatkan keberhasilan program PKH di masa depan. Penelitian ini memberikan kontribusi dalam menyempurnakan dan meningkatkan efektivitas program bantuan sosial di tengah kompleksitas sosial ekonomi di Provinsi DKI Jakarta.

This thesis explores the evaluation of the Family Hope Program (Program Keluarga Harapan or PKH) in the DKI Jakarta Province, an initiative providing conditional social assistance to Poor Families (Keluarga Miskin or KM) identified as Beneficiary Families (Keluarga Penerima Manfaat or KPM) through the Integrated Social Welfare Data (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial or DTKS) by the Center for Social Welfare Data and Information, following procedures from the Ministry of Social Affairs. As the economic and governmental center, this research reveals that there are still numerous impoverished communities with low levels of well-being in the DKI Jakarta Province. This situation poses a serious challenge to the implementation of PKH as a strategy to enhance the welfare of the impoverished population in the province. In this study, program evaluation is conducted using Daniel L. Stufflebeam's CIPP model, which assesses multiple dimensions of the program, including context, input, process, and product. The research adopts a postpositivist approach with qualitative data collection techniques. The findings of the research highlight identified weaknesses in available resources, coordination among stakeholders, and the execution of PKH business processes in the DKI Jakarta Province. These weaknesses directly impact the suboptimal achievement of the program. Therefore, a set of improvement recommendations is proposed, particularly concerning a review of the PKH program's design, an increase in the number of facilitators, structured transformation implementation, and strengthening the complementarity of programs. Additionally, better coordination with stakeholders and more effective program communication strategies are necessary to enhance the success of the PKH program in the future. This research contributes to refining and enhancing the effectiveness of social assistance programs amid the socioeconomic complexity in the DKI Jakarta Province."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Raksi Padmasari
"Puskesmas memerlukan SDM kesehatan sebagai motor penggerak. Salah satu SDM kesehatan adalah dokter umum. Ketersediaan dokter umum dalam segi jumlah harus memadai dan terdistribusi secara merata. Kebijakan pendayagunaan dokter umum puskesmas yang berlaku di Provinsi DKI Jakarta memberikan keluluasaan bagi puskesmas kecamatan selaku instansi pelaksana dalam melakukan manajemen SDM. Salah satu variabel yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan adalah kapabilitas instansi pelaksana. Kapabilitas ini ditunjukkan dengan kemampuan manajemen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran implementasi kebijakan pendayagunaan dokter umum puskesmas di Puskesmas Kecamatan Kemayoran. Penelitian menggunakan mixed method yang menggabungkan hasil kualitatif dengan hasil kuantitatif. Gambaran implementasi kebijakan adalah masih terjadi ketidakseimbangan beban kerja dokter umum antara puskesmas kelurahan dan puskesmas kecamatan. Hal ini disebabkan karena tidak ada aturan yang baku mengenai penempatan dokter umum sampai dengan tingkat puskesmas kelurahan dan kemampuan manajemen puskesmas kecamatan masih kurang. Salah satu rekomendasi kebijakan yang diajukan adalah perbaikan manajemen dengan menggunakan model simulasi distribusi dokter umum berdasarkan penyeimbangan forecasting beban kerja dokter umum di puskesmas wilayah Kemayoran.

Public health centre needs health human resources as a driving force. One of the health workforce is general practitioner. The availibity of general practitioners in terms of the amount should be adequate and evenly distributed. The policy of physician utilization at public health centre in the province of DKI Jakarta, gives authority for district public health centre as the implementing agency in managing human resources. One of the variables that influence the process of policy implementation is the capability of implementing agencies. This capability is indicated by the ability of management. The purpose of the study is to describe policy implementation of physician utilization at public health centre in Kemayoran. Research using a mixed methods that combines qualitative and quantitative results. As an overview of policy implementation, there is an imbalance of physician workload between district and sub district public health centre in Kemayoran. This is because there are no standard rules regarding the placement of a physician up to sub district level and lack of management skills at district public health centre. One of the proposed policy recommendation is improved management using simulation models of physician distribution which is based on physician workload balancing in Kemayoran public health centre."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Karina Syafitri
"Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama yang mempunyai peranan penting dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar. Upaya pelayanan kesehatan tersebut lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Fisioterapi merupakan pelayanan inovasi di Puskesmas yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis peran layanan fisioterapi dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan di enam Puskesmas Kecamatan di wilayah DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan metodologi peneltian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi untuk melihat gambaran mendalam dari peran layanan fisioterapi di Puskesmas wilayah DKI Jakarta. Hasil dari penelitian ini pelayanan fisioterapi untuk kasus muskuloskeletal dapat berkunjung ke semua Puskesmas di wilayah DKI Jakarta. Pelayanan fisioterapi untuk kasus neurologi dapat dilayani di Puskesmas Kecamatan Koja, Matraman, Pasar Minggu, Kebayoran Lama, dan Pancoran. Pelayanan fisioterapi untuk kasus kardiorespirasi dapat dilayani di Puskesmas Pasar Minggu, Koja, Kebayoran Lama, dan Pancoran. Peran layanan fisioterapi di Puskesmas berdasarkan Permenkes No.65 tahun 2015 yang tergabung dalam anggota tim hanya Puskesmas Kec. Pasar Minggu dan Puskesmas Kecamatan Matraman. Selain itu didapatkan kurangnya dukungan kebijakan, belum meratanya SDM fisioterapis di Puskesmas serta kurangnya keterampilan fisioterapis dalam melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu masih dominannya layanan fisioterapi dalam upaya kuratif pada kasus di Puskesmas dibandingkan dengan upaya promotif dan preventif pada kelompok.

Puskesmas is a primary health facility that has an important role in providing basic health services. The health service effort prioritizes promotive and preventive efforts to achieve the highest degree of public health. Physiotherapy is an innovative service at the health center that provides health services that are promotive and preventive without compromising curative and rehabilitative efforts. The purpose of this study was to analyze the role of Physiotherapy services in efforts to provide health services in 6 District Health Centers in the DKI Jakarta area. This study uses a qualitative research methodology with a phenomenological. The results of this study are physiotherapy services for musculoskeletal cases to visit all Puskesmas in the DKI Jakarta area. Physiotherapy services for neurology cases can be served at Puskesmas of Koja, Matraman, Pasar Minggu, Kebayoran Lama, and Pancoran Districts. Physiotherapy services for cardiorespiratory cases can be served at the Puskesmas Pasar Minggu, Koja, Kebayoran Lama, and Pancoran. The role of physiotherapy services in Puskesmas based on Permenkes No.65 2015 included in team members was only in the Puskesmas Kec. Pasar Minggu and Jatinegara, there was a lack of policy support, inequality in physiotherapy HR at the Puskesmas and a lack of physiotherapist skills in implementing public health services. The conclusion in this study is the dominance of physiotherapy services in curative efforts in cases in Puskesmas compared to promotive and preventive efforts in groups."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farini
"Latar belakang: Puskesmas adalah salah satu bentuk fasilitas pelayanan primer yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan perseorangan. Penguatan pelayanan kesehatan primer menjadi fokus utama yang dikembangkan di dunia oleh WHO, dimana negara-negara berkembang didorong untuk melakukan reformasi dalam rangka penguatan pelayanan kesehatan primer. Sesuai dengan Peraturan yang ada puskesmas menjalankan fungsinya dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan, puskesmas wajib di akreditasi secara berkala paling sedikit 3 (tiga) tahun sekali. Tujuan akreditasi adalah untuk meningkatkan kinerja dalam memberikan pelayanan kesehatan perorangan dan masyarakat.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan puskesmas untuk penilaian akreditasi dengan tujuan khusus adalah mengetahui kesiapan puskesmas dari segi administrasi manajemen, kualitas pelayanan UKM dan UKP, kesiapan dari segi ketersediaan SDM kesehatan dan diketahuinya kesiapan puskesmas dari segi pembiayaan kesehatan.
Metode : Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesiapan administrasi manajemen, ketersediaan sarana dan prasarana dan SDM kesehatan serta pembiayaan cukup siap untuk mendukung penilaian puskesmas agar mendapat kategori terakreditasi.
Kesimpulan : Puskesmas yang diusulkan untuk penilaian akreditasi telah siap untuk dilakukan survei oleh tim survior.
Saran : Puskesmas masih harus terus mempertahankan dan meningkatkan kesiapan dengan melakukan penyegaran dan penguatan komitmen serta melakukan kaji banding ke puskesmas yng talah terkareditasi.

Background: Puskesmas is one form of primary care facilities that provide health services to communities and individuals. Strengthening primary health care becomes the main focus being developed in the world by the WHO, where developing countries are encouraged to implement reforms in order to strengthen primary health care. In accordance with Rule existing health centers to function more priority promotive and preventive efforts, goals to health level as high. In order to improve the quality of services, community health centers regularly accreditation mandatory in at least 3 (three) years. The purpose of accreditation is to improve performance in providing individual and community health services.
Objective: This study aimed determine the readiness of health centers for accreditation with the specific aim was to determine the readiness of puskesmas terms of administrative management, quality of service UKM and UKP, readiness in terms of availability of health human resources and health centers in terms of knowing the readiness of health financing.
Method: This study used a qualitative method with case study approach.
Results: The results showed that the administration's readiness management, availability of infrastructure and health human resources and finance are quite prepared to support the assessment of health centers in order to get accredited category.
Conclusion: The proposed health center for the accreditation assessment has been prepared for a survey conducted by a team survior.
Suggestion: Puskesmas must continue to maintain and enhance the readiness to conduct refresher and strengthening the commitment and conduct a review of an appeal to the clinic accredited.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46651
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rifki Darmawan
"Little Bandung merupakan kebijakan atas inisiasi Ridwan Kamil selaku Walikota Bandung periode 2013-2018. Little Bandung merupkan program kebijakan Pemerintah Kota Bandung untuk memasarkan produk UKM Kota Bandung di luar negeri yang dicanangkan pada akhir tahun 2016. Namun pada akhir tahun 2017 Little Bandung ini menunjukkan gejala-gejala kegagalan dalam implementasinya. Pemerintah Kota Bandung mengklarifikasi hal tersebut dengan pernyataan resmi bahwa Little Bandung di Malaysia diputuskan untuk ditutup. Melihat kegagalan Little Bandung di Malaysia penulis berhipotesis bahwa dalam permusannya ada sesuatu yang kurang substansial. Penulis menggunakan teori kebijakan publik yang digaagas oleh Dunn. Di dalam teori tersebut suatu kebijakan agar substansial dan ideal terdiri dari lingkungan kebijakan, pelaku kebijakan, dan kebijakan yang dihasilkan. Penulis berhipotesis bahwa kegagalan Little Bandung di Malaysia ini disebabkan oleh lingkungan kebijakan yang tidak susbtansial sehingga mempengeruhi kualitas pelaku kebijakan tidak optimal. Penulis menggunakan metode kualitatif dengan cara melakukan wawancara mendalam sebagai data primer. Selain itu metode kualitatif berfungsi untuk mengetahui faktor-faktor politik kegagalan Little Bandung di Malaysia.

Little Bandung is a policy that conducted in Ridwan Kamils leadership. Little Bandung is a policy to market SME products abroad which proclaimed at the end of 2016. But at the end of 2017, Little Bandung showd symptons of failure in implementation. Bandung City Official clarified this with official statement that Little Bandung in Malaysia was decided to closed. Seeing the failure of Little Bandung in Malaysia, I have hypothesize that in policy formulation there was something less substantial. I use theory of public policy initiated by Dunn to figure out the failure of this policy. In this theory there are conditions that could make policy substantial and ideal consists of policy environment, policy actors, and the resulting policy. I have hypothesize that the failure of Little Bandung in Malaysia was caused by lack of policy environment substantial, thus affecting poor quality of policy actors. I used qualitative method by conducting in depth interviews as primary data. In addition qualitative method serves to determine the political factors of the failure of Little Bandung in Malaysia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Pujayanti
"Implementasi integrasi angkutan pengumpan ke dalam sistem BRT dimaksudkan untuk mengatasi kemacetan karena dapat meningkatkan mode share pengguna transportasi publik dengan memperluas jaringan pelayanan.Skripsi ini bertujuan menganalisis implementasi integrasi angkutan pengumpan ke dalam sistem BRT berdasarkan pada Peraturan Gubernur Nomor 96 Tahun 2018, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan post positivist dan metode penelitian kualitatif. Mengacu pada 8 kriteria integrasi dalam integration ladder yang dikemukakan oleh Preston, Marshall, dan Tochtermann (2008) menunjukan bahwa semua kriteria integrasi transportasi publik telah dilakukan meskipun beberapa kriteria masih belum sempurna penerapannya. Kriteria yang paling menonjol dari implementasi integrasi angkutan pengumpan ke dalam sistem BRT ini dapat dilihat dari penerapan sistem pembayaran yang terpadu melalui kartu Jak Lingko dan pengelolaan informasi yang komprehensif. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan tersebut, mengacu pada teori Bhuyan (2010), salah satu faktor yang memiliki pengaruh besar dalam imlementasi ini adalah masih terdapat kesenjangan pemahaman kebijakan (Peraturan Gubernur Nomor 96 Tahun 2018) antara pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan. Selain itu, Operator Angkutan Pengumpan selaku mitra Transjakarta masih perlu diberikan pemahaman mengenai bisnis transportasi dan bagaimana proses kerja administrasi. Untuk itu, salah satu saran yang diberikan peneliti adalah perlu dilakukan penguatan sistem pada birokrasi pelaksana untuk mengurangi gap pemahaman sehingga birokrasi pelaksana dapat tetap stabil dan tidak bergantung pada satu kepengurusan

The integration of feeder transport into the BRT system is intended to solve congestion because it can increase public transport users by expanding the service network.This thesis aims to analyze the implementation of the integration of feeder transportation into the BRT system based on Governor Regulation No.96/2018 and to determine the factors that influence the implementation of that policy. This study uses a post-positivist approach and qualitative research methods. Referring to the 8 integration criteria in the "integration ladder" proposed by Preston, Marshall, dan Tochtermann (2008), it shows that all the criteria for integration of public transportation have been implemented even though some of the criteria are still not perfectly applied. The most prominent criteria for implementing the integration of feeder transport into the BRT system can be seen from the implementation of an integrated payment system through the Jak Lingko card and comprehensive information management. There are several factors that influence the implementation of the policy (Governor Regulation No.96/2018), referring to the theory of Bhuyan (2010), one of the factors that have a big influence in this implementation is that there is still a gap in understanding of policy between policymakers and policy implementers. In addition, Feeder Transport Operators as Transjakarta partners still need to be given an understanding of the transportation business and how the administrative work process work. For these reason, one of the suggestions given by researcher is that it is necessary to strengthen the system in the policy implementersto reduce the gap of understanding so that the policy implementerscan remain stable and do not depend on one management."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindya Savitri
"ABSTRAK
Latar belakang. Menurut SDKI 2007 Angka Kematian Ibu 228/100.000 KH dan Angka Kematian Bayi 34/1000 KH, sementara target MDG?s adalah 102/100.000 KH dan 23/1.000 KH. Untuk mempercepat target MDG?s maka diluncurkanlah program Jampersal untuk mengatasi keterbatasan akses dan ketidaktersediaan biaya sesuai dengan surat edaran yang dikeluarkan Menteri Kesehatan Nomor TU/Menkes/E/391/11/2011 tentang Jaminan Persalinan tanggal 22 Februari 2011.
Tujuan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana implementasi kebijakan jampersal di 3 puskesmas DKI Jakarta tahun 2012 berdasarkan variabel komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi.
Metode. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dan dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2013 di 3 Puskesmas DKI Jakarta dengan jumlah informan sebanyak 11 orang.
Hasil. Hasil analisa yang didapat menunjukkan bahwa implementasi kebijakan belum berjalan semaksimal mungkin. Angka kematian ibu yang masih tinggi dan alokasi dana yang tidak terserap kemungkinan disebabkan oleh keempat variabel tersebut, sehingga masih perlu adanya tindak lanjut baik dari pemerintah, pemda, dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota serta puskesmas.

ABSTRACT
Background. According to the IDHS 2007 Maternal Mortality 228/100.000 lb and Infant Mortality 34/100.000 lb, whilw the MDG?s is 102/100.000 lb and 23/100.000 lb. To accelerate the MDG?s target Jampersal program was launched to address the limitations of access and unavaiability costs in accordance with their circulair issued by the Minister of Health No. TU/Menkes/E/291/11/2011 on Delivery Guarantee dated February 22, 2011.
Puspose. The purpose of this study to determine the extend of policy implemtation Jampersal in 3 health center DKI Jakarta in 2012 based on the communication, resources, disposition and bureaucratic structures variables.
Method. This research is qualitative and held in June-July 2013 in the 3 health centers DKI Jakarta by the number of informants as many as 11 peoples.
Results. Analysis results obtained show that the implementation of the policy has not been running as much as possible. Maternal mortality rates are still high and the allocation of funds that is not absorbed is probably caused by the four variables, so it is still the need for better follow-up of the goverment, local goberment, Province health offices and district health offices and community health center.
"
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rocky Setya Budi
"Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama, dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif maupun rehabilitatif. Di era Jaminan Kesehatan Nasional, fungsi puskesmas lebih banyak melakukan pengobatan dari pada pencegahan penyakit. Puskesmas memiliki Puskesmas Pembantu sebagai jaringan yang sebenarnya dapat memperkuat UKM dan UKP di tingkat Desa/Kelurahan jika Puskesmas Pembantu menjadi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Namun, belum ada kebijakan tentang puskesmas pembantu dapat menjadi FKTP. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan Pendekatan teori proses analisis kebijakan William N. Dunn. Lokasi penelitian di Puskesmas Perkotaan (Kota Solok), Puskesmas Perdesaan (Kabupaten Tanah Datar), Puskesmas Terpencil (Kabupaten Solok Selatan), serta di Direktorat Tata Kelola Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan yang dilaksanakan pada bulan juni sampai juli 2023. Penelitian dilaksanakan dengan wancara mendalam terhadap 9 orang Kepala Puskesmas, 9 orang penanggungjawab Puskesmas Pembantu, 9 orang Masyarakat, Plt. Direktur Tata Kelola Masyarakat, dan Fokus Group Discussion (FGD) terhadap 4 orang Tim Kerja Kebijakan Puskesmas dan Integrasi Layanan Primer, serta telaah dokumen. Temuan penelitian mengungkapkan, Puskesmas memiliki beban kerja yang berat dan lebih fokus pada pelayanan pengobatan, akses masyarakat terhadap FKTP belum semuanya mudah dijangkau oleh masyarakat, belum ada kebijakan yang mengatur wewenang Puskesmas Pembantu sebagai FKTP, dan sebenarnya Puskesmas Pembantu telah layak dijadikan FKTP Klinik Pratama. Diharapkan ada Peraturan Menteri Kesehatan tentang Puskesmas Pembantu menjadi FKTP Klinik Pratama untuk memperkuat Upaya Kesehatan Masyarakat dan Upaya Kesehatan Perorangan yang terintegrasi di tingkat Desa/Kelurahan.

Based on the Regulation of the Minister of Health Number 43 of 2019 concerning Puskesmas, the Puskesmas organizes first-level Public Health Efforts (UKM) and Individual Health Efforts (UKP), with priority on promotive and preventive efforts without neglecting curative and rehabilitative efforts. In the era of the National Health Insurance, the function of the puskesmas was more to treat disease than to prevent disease. The health center has a sub-health center as a network which can actually strengthen UKM and UKP at the Village/Kelurahan level if the sub-health center becomes a First Level Health Facility (FKTP). However, there is no policy regarding how auxiliary puskesmas can become FKTPs. This study uses qualitative research methods with William N. Dunn's policy analysis process theory approach. The research locations were Urban Health Centers (Solok City), Rural Health Centers (Tanah Datar Regency), Remote Health Centers (South Solok Regency), as well as at the Ministry of Health's Directorate of Public Health Management which was conducted from June to July 2023. The research was conducted with in-depth interviews with 9 Heads of Health Centers, 9 people in charge of Supporting Health Centers, 9 people from the Community, Plt. Director of Community Governance, and Focus Group Discussion (FGD) of 4 Community Health Center Policy Work Teams and Integration of Primary Services, as well as document review. The research findings revealed that Puskesmas have a heavy workload and are more focused on medical services, not all of the community's access to FKTPs are easy for the community to reach, there is no policy that regulates the authority of Puskesmas Pembantu as FKTPs, and actually Puskesmas Pembantu are appropriate to be made Primary Clinic FKTPs. It is hoped that there will be a Regulation of the Minister of Health regarding Puskesmas Pembantu to become Primary Clinic FKTPs to strengthen Integrated Public Health Efforts and Individual Health Efforts at the Village level."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnaningsih
"Dalam era otonomi daerah, disadari adanya perubahan-perubahan paradigma dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah terutama berkenaan dengan pengelolaan sumber ekonomi daerah yang harus dikelola secara mandiri dan bertanggungjawab, dalam arti hasil-hasilnya harus lebih diorientasikan pada peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat di daerah.
Salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi adalah kebutuhan dasar masyarakat antara lain pembangunan kesehatan. Paradigma yang dijadikan dasar untuk mengatur mengatur dan mengendalikan kesehatan adalah health for all , atau kesehatan untuk semua, artinya adalah pelayanan kesehatan sebagai jasa publik harus bisa diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan kesehatan pada akhir-akhir ini menunjukkan perkembangan bahwa pelayanan kesehatan telah menjadi barang mewah bagi lapisan bawah masyarakat. Untuk itu penulis melakukan Analisis Kebijakan Pengembangan Puskesmas Swadana Menuju Desentralisasi Pelayanan Kesehatan (Studi Kasus Puskesmas Kramatjati).
Desentralisasi pelayanan kesehatan kepada puskesmas yang diikuti dengan adanya pergeseran sumberdaya aparatur dan pembiayaan diharapkan memberikan peningkatan pelayanan masyarakat. Desentralisasi dalam bidang kesehatan mempunyai berbagai potensi yang menguntungkan antara lain memusatkan perhatian kepada masyarakat, dapat meningkatkan partisipasi masyarakat, dapat meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan, dapat memperbaiki motivasi staf daerah dan dapat meningkatkan kerjasama intersektoral.
Berdasarkan hasil penelitian penulis untuk penguatan puskesmas diperlukan partisipasi Pemerintah Daerah dalam penambahan sarana dan prasarana, subsidi obat yang sangat diperlukan dan menyentuh masyarakat dimana pemberiannya dengan mempertimbangkan jumlah penduduk miskin, jumlah pasien, kondisi ekonomi dan sosial wilayah setempat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12569
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>