Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124323 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Yuniar
"Dengan diberlakukannya Undang-Undang No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka hak-hak konsumen dapat tercover, namun walaupun demikian masih ada saja penyimpangan dari pelaku usaha untuk tetap mencari keuntungan dari ketidakwaspadaan konsumen. Dalam kasus Asuransi Prudential yang dijatuhi putusan pailit dimana putusan pailit tersebut sudah dapat dilaksanakan walaupun belum mempunyai kekuatan hukum tetap, jadi apabila putusan pailit menimpa suatu perusahaan maka apapun kebijakan yang diambil oleh para kurator terhadap harta pailit dan apabila sudah berpindah kepada pihak lain harus dihormati dan dilaksanakan namun sayangnya yang terjadi dengan Prudential tidaklah demikian dimana tindakan kurator tersebut ditentang oleh berbagai pihak bahkan dari pemerintah sendiri, sehinga putusan pailit tersebut tidak terlaksanakan sebagai mestinya ini terbukti dengan adanya keputusan Hakim Pengawas yang menyatakan bahwa Prudential tetap bisa beroperasi sebagaimana layaknya perusahaan yang tidak pailit yang pada akhirnya putusan pailit tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung, dari penelitian terhadap kasus tersebut diperoleh hasil bahwa, Prudential belum memberikan perlindungan yang semestinya diperoleh konsumen sebagaimana yang diamanatkan di dalam UUPK.
Berdasarkan uraian diatas penulisan ini mengkaji bagaimana perlindungan yang diterapkan terhadap konsumen dalam hal klausula-klausula yang terdapat dalam perjanjian yang tertera dalam polis pada perusahaan asuransi pada umumnya dan Prudential pada khususnya baik perusahan dalam keadaan beroperasi maupun dalam keadaan pailit.
Metode penelitian yang digunakan dalam mengkaji permasalahan yaitu pendekatan yuridis normatif melalui deskriptip analitis adapun tehnik pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan wawancara dengan pihak yang dianggap mengetahui dan berperan serta terhadap kasus/permasalahan yang dikaji.
Ketentuan perlindungan terhadap hak-hak konsumen konsumen diatur dalam pasal 18 UUPK yang menyatakan klausula baku yang ada dalam perjanjian tidak diperkenakan melanggar hak-hak konsumen,sedangkan apabila terjadi kepailitan,walaupun putusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum tetap namun sudah dapat dilaksanakan hal ini sesuai dengan pasal 12 UUK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T15527
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Yuniarti
"Dengan diberlakukannya Undang-Undang No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka hak-hak konsumen dapat tercover, namun walaupun demikian masih ada saja penyimpangan dari pelaku usaha untuk tetap mencari keuntungan dari ketidakwaspadaan konsumen.Dalam kasus Asuransi Prudential yang dijatuhi putusan pailit dimana putusan pailit tersebut sudah dapat dilaksanakan walaupun belum mempunyai kekuatan hukum tetap, jadi apabila putusan pailit menimpa suatu perusahaan maka apapun kebijakan yang diambil oleh para kurator terhadap harta pailit dan apabila sudah berpindah kepada pihak lain harus dihormati dan dilaksanakan namun sayangnya yang terjadi dengan Prudential tidaklah demikian dimana tindakan kurator tersebut ditentang oleh berbagai pihak bahkan dari pemerintah sendiri, sehinga putusan pailit tersebut tidak terlaksanakan sebagai mestinya ini terbukti dengan adanya keputusan Hakim Pengawas yang menyatakan bahwa Prudential tetap bisa beroperasi sebagaimana layaknya perusahaan yang tidak pailit yang pada akhirnya putusan pailit tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung, dari penelitian terhadap kasus tersebut diperoleh hasil bahwa, Prudential belum memberikan perlindungan yang semestinya diperoleh konsumen sebagaimana yang diamanatkan di dalam UUPK.
Berdasarkan uraian diatas penulisan ini mengkaji bagaimana perlindungan yang diterapkan terhadap konsumen dalam hal klausula-klausula yang terdapat dalam perjanjian yang tertera dalam polis pada perusahaan asuransi pada umumnya dan Prudential pada khususnya baik perusahan dalam keadaan beroperasi maupun dalam keadaan pailit.
Metode penelitian yang digunakan dalam mengkaji permasalahan yaitu pendekatan yuridis normatif melalui deskriptip analitis adapun tehnik pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan wawancara dengan pihak yang dianggap mengetahui dan berperan serta terhadap kasus/permasalahan yang dikaji. Ketentuan perlindungan terhadap hak-hak konsumen konsumen diatur dalam pasal 18 UUPK yang menyatakan klausule baku yang ada dalam perjanjian tidak diperkenakan melanggar hak-hak konsumen,sedangkan apabila terjadi kepailitan, walaupun putusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum tetap namun sudah dapat dilaksanakan hal ini sesuai dengan pasal 12 UUK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T36606
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beny Radja Joseph H.
"Asuransi adalah suatu bentuk usaha jasa dalam bidang perlindungan terhadap kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan atau terjadinya kerugian. Mekanismenya adalah pihak yang ingin mendapatkan perlindungan membayar sejumlah uang kepada pihak yang menyediakan perlindungan. Asuransi - jiwa bertujuan memperkecil resiko kematian, hari tua, cacat badan dan sebagainya. Konsumen merasakan manfaat yaitu pihak keluarga konsumen yang ditunjuk namanya dalam polis akan menerima uang pertanggungan, jika tertanggung mengalami kerugian akibat kecelakaan sakit atau bahkan kematian, yang bertujuan meringankan beban. Berbagai polis asuransi jiwa ditawarkan kepada konsumen salah satunya adalah polis asuransi jiwa unit linked. Produk unit linked ini rnerupakan kombinasi antara perlindungan (proteksi) yang diberikan asuransi jiwa biasa dengan bentuk investasi, dengan kata lain pada produk unit linked terdapat 2 (dua) manfaat yang diberikan kepada konsumen yaitu manfaat proteksi jiwa dan hasil investasi.
Walaupun terdapat pro dan kontra mengenai legalitas dari produksi dan pemasaran unit linked, secara yuridis normatif, keberadaan polis asuransi jiwa unit linked memiliki landasan hulcum di Indonesia. Landasan hukumnya adalah Undang-undang Nomor 2 tahun 1992 tentang Perasuransian pasal 3 huruf a dan pasal 4 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 1992 tentang penyelenggaraan usaha perasuransian pasal 18 ayat 1 s/d 3 jo. KMK Nomor 481/KMK.017/1999 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi pasal 11. Disamping itu, Putusan Majelis Hakim untuk gugatan nomor perkara 64/PDT.G/2002/PN.JKT.PST. dan nomor perkara 65/PDT.G/2002/PN.JKT.PST, walaupun belum bersifat in krachr van gewisjde, untuk sementara dapat juga dijadikan dasar hukum untuk pemasaian produk unit linked, karena putusan tersebut menyatakan bahwa produksi dan pemasaran produk asuransi jiwa unit linked tidak melanggar hukum.
Keterkaitan hubungan konsumen (tertanggung/pemegang polis unit linked) dengan pihak perusahaan asuransi jiwa (penanggung/penerbit polis unit linked) muncul sejak adanya kata sepakat dari pihak konsumen kepada perusahaan asuransi. Secara umum inilah yang disebut sebagai perjanjian konsensual. Keterikatan itu dibuktikan dengan diterbitkannya polis asuransi jiwa unit linked. Seringkali dengan terbitnya polis ini berarti secara langsung konsumen tunduk pada ketentuan dalam polis yang dibuat secara sepihak (one-sided) oleh perusahaan asuransi. Asas itikad baik hams diutamakan dalam pelaksanaan peijanjian asuransi unit linked. Dalam Polis Asuransi Jiwa unit linked, konsumen asuransi belum mendapat perlindungan hukum yang seharusnya diperoleh berdasarkan peraturan yang berlaku di Indoensia secara khusus yang terkait dengan bidang perlindungan konsumen dan asuransi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T16665
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Umi Kulthum
"Pertumbuhan industri iklan yang terjadi dewasa ini dirasakan cukup pesat. Periklanan merupakan salah satu metode promosi yang mempunyai hubungan dengan pemasaran barang. Keberadaan iklan berdasarkan atas daya kreatif seseorang yang mampu mempersuasi konsumen untuk membelinya. Daya kreativitas dalam mengkomunikasikan pesan, opini, atau apapun bentuknya untuk kepentingan produsen, maupun pihak lain haruslah selalu dilandasi prinsip jujur dan bertanggung jawab sehingga tidak berbenturan tatanan hukum, sosial, dan budaya yang ada. Iklan kosmetika yang bermunculan saat ini, seakan menjawab kebutuhan konsumen akan kecantikan dan penampilan yang sempurna seperti yang digambarkan oleh sosok seorang model dalam iklan tersebut. Namun, seringkali terjadi iklan kosmetika itu malah menjerumuskan konsumen yang menggunakan produk tersebut. Banyak keluhan yang datang dari konsumen mengenai efek yang ditimbulkan akibat penggunaan produk kosmetika itu, hal ini terjadi karena iklan kosmetika itu menyesatkan, baik ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, maupun dari kode etik periklanan itu sendiri. Apabila dikaitkan dengan Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia(TKTCPI), tampaknya ketentuan-ketentuan periklanan kosmetik yang ada dalam kode etik periklanan ini belum sepenuhnya diterapkan, khususnya ketentuan mengenai iklan kosmetika yang diatur dalam Bab IIC No. 13a TKTCPT, di mana disebutkan bahwa iklan kosmetika harus sesuai dengan indikasi jenis produk yang disetujui oleh Departemen Kesehatan RI. Tetapi pada kenyataannya iklan dan produk kosmetik yang beredar di masyarakat, banyak yang tidak sesuai dengan indikasi jenis produk yang disetujui oleh Badan POM, sebagai Badan yang berkoordinasi dengan Depkes, karena mengandung bahan yang dilarang selain tidak terdaftar di Radan POM sehingga tidak memiliki izin edar. Hal ini juga bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Kepala Badan POM tentang Kosmetik, khususnya Pasal 30 dan Pasal 31 ayat (1), (2), dan (3) yang mengatur tentang Periklanan Kosmetika."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T18964
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Srie Agustina
"Penelitian ini bertujuan mencari jawaban mengenal kemandirian konsumen sebagai salah satu ukuran kinerja pelaksanaan kebijakan Pemerintah, yaitu Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kemandirian konsumen tersebut, dilihat dari 2 pendekatan, yaitu pertama, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemandiran konsumen; kedua, kondisi kemandirian yang dilihat dari rata-rata tingkat kemandirian (%) dan klasiflkasi kemandirian. Kondisi tersebut, membawa implikasi kepada analisis lebih lanjut, yaitu upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk lebih meningkatkan kemandirian konsumen sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Dalam pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dinyatakan bahwa tujuan diterbitkannya Undang-Undang ini antara lain adalah untuk: meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan jasa; meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. Tujuan ini terkait erat dengan upaya membentuk konsumen yang mandiri. Konsumen mandiri tersirat dalam Undang-Undang dimaksud yaitu konsumen yang mengerti hak dan kewajibannya dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari selaku konsumen. Dalam Undang-Undang ini terdapat 9 hak dan 4 kewajiban konsumen, yang bila diterapkan dapat diindikasikan sebagai bentuk kemandirian seorang konsumen .
Pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, telah berjalan kurang lebih 5 tahun, selama ini berbagai langkah telah dilakukan Pemerintah terutama oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan untuk mengimplementasikannya. Secara umum langkah tersebut dapat dikelompokkan: penyiapan dan penerbitan berbagai aturan pelaksanaan Undang-Undang tersebut; peningkatan pengetahuan dan pendidikan kepada konsumen, pemasyarakatan kebijakan dan informasi perlindungan konsumen; peningkatan peran dan kualitas kelembagaan perlindungan konsumen dalam memberikan pelayanan kepada konsumen; upaya pembinaan dan pengawasan terhadap produk yang diperdagangkan pelaku usaha. Namun sampai saat ini belum ada yang mengevaluasi dan meneliti secara komprehensif sejauhmana dampaknya dapat membentuk konsumen menjadi mandiri.
Untuk mengevaluasinya, faktor peran peningkatan pengetahuan konsumen melalui sosialisasi serta peran kelembagaan konsumen, memegang peranan penting, karena merupakan bentuk kegiatan yang dapat berinteraksi langsung dengan konsumen. Faktor-faktor tersebut tentu terkait juga dengan kondisi yang secara inherent ada pada konsumen itu sendiri antara lain tingkat pendidikan konsumen, pekerjaan konsumen serta tingkat pengeluaran konsumsi konsumen.
Faktor-faktor inilah yang kemudian penulis jadikan variabel untuk menguji hubungannya dengan kemandirian konsumen.
Hubungan antara variabel-variabel tersebut dengan kemandirian konsumen, kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik regresi logistik. Beberapa faktor berpengaruh secara signifikan yaitu pengeluaran konsumsi, peran sosialisasi Pemerintah dan peran lembaga perlindungan konsumen. Sedangkan pendidikan dan jenis pekerjaan tidak.
Selanjutnya, didasari pemikiran bahwa ternyata variabel pendidikan tidak berpengaruh terhadap kemandirian konsumen. Ditambah dengan argumentasi bahwa variabel ini telah terwakili dalarn variabel pengeluaran konsumsi, maka model kemudian dimodifikasi tanpa variabel pendidikan.
Hasil analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa pengeluaran konsumsi, sosialisasi pemerintah dan peran kelembagaan secara signifikan masih berpengaruh terhadap kemandirian konsumen.
Tingkat kemandirian konsumen relatif baik, yaitu rata-rata 60,4% diatas batas klasifikasi kemandirian yang ditetapkan, dengan tingkat kemampuan prediksi sebesar 78,2 %.
Berdasarkan hasil analisis efektifitas pelaksanaan kebijakan perlindungan konsumen, diketahui bahwa pelaksanaan kebijakan perlindungan konsumen belum sepenuhnya optimal. Tingkat kemandirian sebesar 60,4% belum dapat mengindikasikan konsumen Indonesia mayoritas telah mandiri, mengingat penelitian ini masih terbatas pada responders di wilayah DKI Jakarta. Responden di wilayah ini dianggap memiliki pengetahuan dan akses informasi yang lebih memadai dibandingkan dengan konsumen di wilayah lainnya. Oleh karena itu, pelaksanaan kebijakan perlindungan konsumen masih perlu ditingkatkan, baik melalui intensitas sosialisasi, penguatan peran kelembagaan konsumen, maupun upaya-upaya lainnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15306
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Wijayanti
"ABSTRAK
Layanan jasa premium call merupakan salah satu penyelenggaraan jasa telekomunikasi dalam bentuk jasa nilai tambah teleponi melalui jaringan tetap lokal milik Penyelenggara jaringan telekomunikasi yaitu PT. Telkom, yang disediakan Provider Layanan Jasa Premium Call dengan nomor akses 0-809-1-XXX-3 dan tarif layanannya lebih mahal daripada tarif pulsa telepon biasa, karena jasa premium call dapat memberikan berbagai manfaat bagi para peneleponnya, antara lain informasi, konsultasi, hiburan, dan permainan, dan tagihannya dibebankan bersamaan dengan tagihan telepon biasa. Namun, seringkali penyelenggaraan layanan jasa premium call disalahgunakan oleh Provider layanan jasa premium call, sehingga layanan jasa premium call tidak sesuai lagi dengan peruntukan (manfaat) nya. Konsumen PT. Telkom sebagai pemakai jasa telepon (sistem kabel) dapat menggunakan layanan jasa premium call dan berhak mendapatkan perlindungan hukum melalui pengaturan hak, kewajiban, larangan, dan sanksi yang berlaku bagi konsumen dan pelaku usaha berdasarkan Hukum Perlindungan Konsumen, yaitu W Telekomunikasi dan W Perlindungan Konsumen. Jasa telepon yang ditawarkan secara bersamaan oleh PT. Telkom dengan jasa nilai tambah teleponi berupa layanan jasa premium call, yang penyelenggaraannya dilakukan oleh Provider layanan jasa premium call melalui kerjasama antara PT. Telkom sebagai Penyelenggara Jaringan Tetap Lokal dengan Provider layanan jasa premium call sebagai Penyelenggara layanan jasa premium call yang memberikan layanan jasa premium call kepada Konsumen PT. Telkom, sehingga tercipta suatu hubungan hukum di antara para pihak. Penyelenggaraan layanan jasa premium call dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen, ketika Provider layanan jasa premium call melakukan kegiatan usaha secara tidak jujur dengan menagih pernbayaran atas pemakaian jasa premium call melalui PT. Telkom kepada konsumen yang tidak menggunakan jasa premium call."
2007
T18764
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Monica
"Skripsi ini membahas mengenai pertanggungjawaban pengangkut udara niaga atas hilangnya bagasi tercatat berisi barang berharga, ditinjau dari teori atau prinsip-prinsip pertanggungjawaban pengangkut dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan, yaitu UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara (selanjutnya disebut Permenhub Nomor 77 Tahun 2011).
Skripsi ini mengambil satu contoh kasus, yaitu kasus antara Umbu S. Samapatty dengan Lion Air. Dalam kasus, Umbu S. Samapatty menggunakan jasa pengangkutan dari Lion Air, namun ternyata Lion Air l menghilangkan bagasi tercatat milik Umbu S. Samapatty. Umbu S. Samapatty sayangnya tidak melaporkan mengenai isi dari bagasi tercatatnya tersebut, dimana ternyata isinya adalah barang-barang berharga dengan nilai kurang lebih 2,9 Miliar. Rupiah.
Penelitian membahas mengenai sisi perlindungan konsumen dalam hal terdapat kelalaian dari pelaku usaha dan juga membahas perlindungan dari sisi perlindungan pelaku usaha. Penelitian ini membahas pula mengenai Pasal 5 dan Pasal 6 ayat (1) Permenhub Nomor 77 Tahun 2011 dan ada atau tidaknya penerapan teori dan peraturan perundang-undangan yang baik pada putusan Majelis Hakim.

This thesis discusses about the commercial airplane carrier liability for the case of lost baggage that containing items, in terms of theory or principles of carrier liability and the laws related, namely Law No. 1 of 2009 on Aviation, Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection, as well as the Regulation of the Minister of Transportation No. 77 of 2011 (Permenhub 77/2011) on Air Transport Carrier Liability.
This thesis took a case, which the case between Umbu S. Samapatty against Lion Air. In the case, Umbu S. Samapatty used the transport services of Lion Air, but Lion Air in fact negligently lost the checked baggage of Umbu S. Samapatty. There was a fact also that Umbu S. Samapatty unfortunately didn?t reported the contents of the baggage he carried, a lot of valuable goods with a value of approximately 2.9 billion rupiah.
This research specific-purposes are to discuss the protection to consumer in the event of negligence of businesses and also the protection of the business actors in the event of the factors that influenced by customer action in contributing the lost itself. This study also discusses about Article 5 and Article 6, paragraph (1) Permenhub Number 77 of 2011 and whether or not the theory and application of laws and regulations had been used properly in the verdict of the Judge.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S52669
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggian Peter Dolly
"Penulis dalam skripsi ini membahas mengenai perlindungan konsumen terhadap nasabah pengguna Jasa Automated Teller Machine dalam kasus card traping antara Muhajidin Taher dengan Bank Mandiri. Metode yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah penelitian normatif dengan melakukan penelitian studi kepustakaan. Dalam form pembukaan rekening pribadi nasabah, diketahui bahwa bank telah memasukkan klausul eksonerasi yang mengalihkan tanggung jawab bank kepada nasabah. Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen seharusnya pelaku usaha dalam hal ini bank tidak boleh memasukkan klausul eksonerasi dalam perjanjian dengan nasabah. Namun nasabah telah melanggar kewajibannya yaitu untuk menjaga nomor PIN yang dimilikinya.

In this thesis, the author adresses the protection against the customer that used Automatic Teller Machine in card traping cases between Muhajidin Taher with Bank Mandiri. In drafting this thesis, author use normative research metodology with the data gathered by literatur study. In application for opening individual account form, bank use the exoneration clauses to transfer its liability to the customer. Based on Article 18 Paragraph (1) Law No.8 Of 1999 on Consumer Protection bank should not exoneration clauses in any agreement with customer. However the customer has violate his obligation to keep secret his own pin."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44158
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dauri Lukman
"Peranan pers yang utama adalah sebagai sarana penyalur aspirasi dan informasi kepada masyarakat. Adapun fungsi utama pers tersebut dapat membantu kontrol sosial terhadap perlindungan konsumen. Pers dapat membantu penegakkan hukum terhadap pelanggaran hukum oleh pelaku usaha terhadap konsumen. Konsumen dapat menggunakan hak untuk menyatakan pendapat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen melalui Surat pembaca. Fungsi Surat pembaca ini dapat membantu konsumen melakukan kontrol sosial terhadap kegiatan usaha pelaku usaha. Konsumen dapat menyampaikan saran dan kritik terhadap pelaku usaha atas barang atau jasa yang diperdagangkan. Selain itu, hal ini juga membantu masyarakat luas untuk waspada dalam memanfaatkan barang atau jasa yang diproduksi oleh produsen. Pemerintah menjamin kemerdekaan untuk menyatakan pendapat, akan tetapi ada pembatasannya terhadap hak konsumen tersebut. Salah satu pembatasan utama yang terpenting dalam penulisan surat pembaca adalah penulis Surat pembaca harus menghormati asas praduga tak bersalah. Penegakkan hukum terhadap asas praduga tak bersalah tersebut di Indonesia tidak tegas, karena para aparat penegak hukum menerapkan berbeda-beda dalam perkara pencemaran nama baik. Hal ini menciptakan ketidakpastian hukum terhadap konsumen dan hambatan untuk kemerdekaan pers. Adapun kasus Khoe Seng-Seng yang melakukan keluhan melalui Surat pembaca sebagai cerminan hambatan hak konsumen untuk menyatakan pendapat kepada masyarakat untuk mengkritik tindakan dari PT Duta Pertiwi Tbk sebagai pelaku usaha. Penggunaan hak konsumen yang telah dijamin oleh peraturan perundang-undangan ternyata tidak sepenuhnya dijamin secara pasti oleh hukum, sehingga merugikan konsumen untuk mendapatkan keadilan.

The essential role of press is the means for distribution the aspiration and information to society. The role of press can help as control social to consumer protection. Press can give distribution to law enforcement for infringment of the law in consumer protection. Consumer has the right to give aspiration and information as in section 4 d Consumer Protection act no. 8 /1999 through "Surat pembaca". The function of "Surat pembaca" is as means of control social to bussiness activity. Surat pembaca can help to give advising and critism to producer. Besides that, the role of Surat pembaca can help the society to warry in using the goods or the service from producer. The government guarantee the freedom of speech, but there were limitation for the consumer right. One of the important limitation in Surat pembaca is the writer should show mutual respect to presumption of innocence. The law of enforcement to presumption of innocence in Indonesia doesn?t clear, because the government has used the different way to make law enforcement in each defamation case. So, it`s made legal uncertainty for press freedom. One of defamation case is Khoe Seng-Seng v. PT Duta Pertiwi Case. Khoe Seng-Seng used his right to give opinion through Surat pembaca. The reason Khoe Seng-Seng write the opinion in Surat pembaca for made some critism to PT Duta Pertiwi Tbk?s bussines activity. The consumer right doesn?t properly guarantee by government, so it?s very harmfull for the consumer to get justice."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T27929
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nunu Nugraha Khuswara
"Era globalisasi dan perdagangan babas global terutama di bidang perindustrian dan perdagangan barang dan jasa telah menghasilkan berbagai variasi produk baik yang berupa barang danlatau jasa. Berkaitan dengan hal tersebut, maka timbul kebutuhan akan adanya sarana guna mendistribusikan produk tersebut ke pelosok tanah air, yang mana di Indonesia, sarana tersebut dilakukan oleh suatu BUMN yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menyongsong abad XXI, PT. Posindo melakukan pernbenahan guna mewujudkan suatu pelayanan jasa pos yang profesional. Guna memanajemen risiko yang timbul dalam pelaksanaan togas utamanya, maka PT. Posindo mengadakan perjanjian pertanggungan dengan PT. Asuransi Binagriya Upakara atas risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan pengiriman barang dengan layanan paket pos kilat khusus, yang dinamakan Perjanjian Asuransi Paket Pos Kilat Khusus. Pada dasarnya balk pihak tertangung maupun pihak penanggung memiliki kewajiban utama guna meredusir risiko yang mungkin timbul sebagai akibat adanya perjanjian pengangkutan pos antara PT. Posindo dengan konsumennya, dengan tetap memperhatikan kepentingan konsumen. Berkaitan dengan mekanisme pengajuan klaim ganti rugi terdapat beberapa permasalahan yang signifikan termasuk kendala dalam pelaksanaannya, namun semuanya itu diupayakan dapat terselesaikan dengan balk tanpa meminggirkan kepentingan konsumen, karena sebagai suatu liability insurance, asuransi paket pos kilat khusus merupakan suatu bentuk asuransi dengan objek pertanggungan kepentingan pihak ketiga (konsumen). Lahirnya UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen belum menyelesaikan permasalahan terkait dengan perlindungan konsumen di Indonesia, hal ini disebabkan karena masih diperlukannya peraturan perundangan sektoral, guna mengatur perlindungan konsumen di bidang-bidang tertentu, selain itu permasalahan fundamental lainnya adalah belum terdapat aturan baku berkaitan dengan hukum acara dalam bidang perlindungan konsumen yaitu Small Court, Class Action dan NGO's Legal Standing. Kedudukan konsumen mengalami evolusi yang ditandai dengan munculnya berbagai teori tentang kedudukan konsumen, yaitu dimulai dengan munculnya Let the buyer beware principle atau yang juga dikenal sebagai caveat emptor sampai dengan munculnya Standart of Care Theory dan Presumption of Negligence Theory, yang menjadi dasar perkembangan konsepsi pertanggung-jawaban tanpa kontrak atau implied warranty (Nunu Nugraha Khuswara)."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>