Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84678 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Laksmi Nurhiyani
"ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang optimal seorang anak, akan tetapi pengaruh gangguan susunan saraf pusat seperti palsi serebral merupakan faktor terpenting yang mungkin masih dapat dicegah lebih lanjut dengan penanganan dini (hendarto, 1982). Penanganan dini (pencegahan, deteksi dini dan rehabilitasi dini) gangguan susunan saraf pusat sangat penting untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Hal ini sesuai dengan salah satu program pemerintah pada Repelita V yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia sebagai tulang punggung pembangunan.
Palsi serebral adalah gangguan pada suatu saat dalam masa perkembangan anak yang mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif, disebut juga 'Significant Developmental Motor Disability' (SDMD) (Abrams dan Panagakos, 1980). Kelainan ini dapat terjadi intrauterin
(pranatal), perinatal atau pascanatal. Walaupun sulit untuk meneliti secara retrospektif etiologi palsi serebral terutama yang berhubungan dengan faktor pranatal dan perinatal (Stanley, 1884), tetapi etiologi kelainan ini harus dicari, karena penting untuk pencegahan (Breland, 1985).
William John Little (1862) salah seorang pendiri disiplin ilmu bedah tulang di Inggris, pertama kali menghubungkan palsi serebral dengan kelainan pra dan perinatal, sehingga dahulu kelainan ini disebut sebagai 'Little disease'. Berdasarkan gambaran klinis yang ditemukan dibuat penggolongan sebagai berikut: rigiditas hemiplegia, rigiditas paraplegia, rigiditas umum dan kelainan gerak tanpa rigiditas (Ingram, 1984). Saat ini dipergunakan penggolongan menurut WHO International Classification of Diseases (W.H.O., 1977) yakni: diplegia, hemiplegia, kuadriplegia, monoplegia, paraplegia, hipotonia,
kuadriplegia dengan atetoid dan paraplegia dengan hipotonia.
Dengan pelayanan dan kemajuan obstetrik yang baik, kemajuan unit perinatalogi, dan rendahnya angka kelahiran di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat, angka kejadian anak-anak dengan palsi serebral menurun. Pada tahun 1950-an angka kejadian palsi serebral 4-7/1000 kelahiran hidup, pada tahun 1980-an turun menjadi 1,5/1000 kelahiran hidup (Glenting, 1982).
Di negara berkembang, kemajuan teknologi kedokteran tidak hanya menurunkan angka kematian bayi risiko tinggi, tetapi juga meningkatkan jumlah anak-anak yang dahulu biasanya meninggal sehingga akhirnya meningkatkan pasien gangguan perkembangan (Hendarto dkk., 1985).
Bobath & Bobath {1978) menekankan pentingnya pengobatan dini palsi serebral, sehingga pada tahun-tahun terakhir ini makin banyak dipergunakan perkembangan refleks primitif dan beberapa reaksi tubuh sebagai suatu cara diagnostik dini gangguan pergerakan serebral. Dengan rehabilitasi media dini diharapkan tercapainya fungsi optimal pasien palsi serebral, karena disfungsi otak terjadi pada saat tumbuh kembang anak belum selesai dan masih berlanjut (Sachs, 1984). Hal ini dibuktikan pada beberapa penelitian klinis dan sesuai dengan teori Von Hoff (1981), yang mengatakan bahwa perbaikan kerusakan otak lebih baik pada anak daripada orang dewasa. Menurut d'Avignon dkk. {1981), metode diagnostik Voyta dapat mendeteksi palsi serebral secara dini dan ternyata penanggulangan fisioterapi dini dengan metode Voyta memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan metode Bobath. Gangguan perkembangan mental yang menyertai palsi serebral dapat merupakan penghalang untuk mencapai kemajuan pengobatan (Hendarto dkk., 1985). Pada kasus tertentu, sebagai penunjang diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan foto kepala, elektroensefalografi serta angiografi. Tetapi saat ini pada kasus palsi serebral dengan etiologi yang tidak jelas atau tidak diketahui, dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonogragi kepala (Nwaesei dkk., 1988) dan "CT scan' kepala yang merupakan pemeriksaan tidak invasif (Kulakowski dkk., 1979; Kotlarek dkk., 1980; Taudorf dkk., 1984 ).
Phelps (1937) menyarankan untuk pertama kalinya pembentukan suatu unit rehabilitasi di Amerika, serta mempopulerkan penatalaksanaan multidisiplin terhadap pasien palsi serebral, seperti disiplin ilmu bedah tulang, saraf, nata, THT, ahli bina?.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal
"LATAR BELAKANG : Stroke iskemik merupakan manifestasi aterosklerosis yang prosesnya dimulai jauh sebelum terjadinya serangan stroke. Bila seseorang mempunyai faktor risiko seperti hipertensi, diabetes melitus, hiperlipidemia, dan lain-lain, proses patologis yang sedang berjalan akan dipercepat sesuai jumlah faktor risiko .Sindroma metabolik bila ditemukan tiga atau lebih komponen hipertensi, obesitas sentral, hipertrigliserida, HDL kolesterol yang rendah, dan gula darah puasa yang tinggi. Dengan mendapatkan sindroma metabolik pada anak dari penderita stroke iskemik dapat dilakukan pencegahan primer.
TUJUAN : Melihat gambaran sindroma metabolik pada anak dari penderita stroke iskemik dan sebaran komponennya
METODOLOGI : Penelitian deskriptif analitik pada 87 orang anak dari penderita stroke iskemik, berusia antara 20 - 50 tahun. Dilakukan pemeriksaan tekanan darah, lingkar pinggang, kadar trigliserida , HDL kolesterol dan gula darah puasa.
HASIL : 31% anak dari penderita stroke iskemik menderita sindroma metabolic. Laki-laki lebih sering dibanding perempuan. Komponen sindroma metabolik yang sering ditemui adalah HDL kolesterol yang rendah, hipertrigliserida dan obesitas sentral. Bila yang menderita stroke iskemik ayah maka lebih sering sindroma metabolik ditemukan pada anak dengan usia lebih muda. Jika ibu yang menderita stroke iskemik, kemungkinan anak menderita sindroma metabolik lebih sering pada anak laki-Iaki dengan usia lebih tua. Etnis sunda kejadian sindroma metabolik lebih rendah dibanding etnis lainnya.
KESIMPULAN : Anak dari penderita stroke iskemik merupakan populasi utama untuk terjadinya aterosklerosis yang merupakan keadaan vaskuler beresiko menjadi stroke iskemik dimasa mendatang. Sindroma metabolik dengan komponen HDL kolesterol rendah, hipertrigliserida, dan obesitas sentral ditemukan lebih sering pada anak laki-laki dari penderita stroke iskemik, dan lebih jarang pada etnis sunda.

Background ; ischemic stroke is a manifestation of arteriosclerosis which have a long-term and gradual process before manifested. If a person has risk factors such as hypertension, diabetes mellitus and hyperlipidemia, pathologic process would be accelerated according to the number of risk factors he has. Nowadays, the term of metabolic syndrome is introduced in a person who has three or more of these components: hypertension, central obesity, hypertriglyceridemia, tow HDL cholesterol and high level of fasting blood glucose. In finding metabolic syndrome in the ischemic stroke patients' descendant, primary prevention can be done.
Objectives ;The objective of this study is knowing the pattern of metabolic syndrome and it's component in ischemic stroke patients' descendants
Methods ;We performed descriptive and analytic study in 87 subjects of 20-50 years-old by examined blood pressure, waist diameters, triglyceride level, HDL-cholesterol level and fasting blood glucose level.
Results ;We found 31% of subjects who have metabolic syndrome which was more frequent in man. Among metabolic syndrome components, low level of HDL-cholesterol is the most frequent, followed by hypertriglyceridemia, and central obesity. Metabolic syndrome is more frequent in young age if the father had ischemic stroke while in older age if the mother who had ischemic stroke in Sundanese, metabolic syndrome is less frequent.
Conclusions ;The descendants of ischemic stroke patients is main target population of arteriosclerosis which is have high risk to have ischemic stroke in the future. Metabolic syndrome with low level of HDL-cholesterol, hypertriglyceridemia, and central obesity found more frequent in men and less frequent in Sundanese.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18152
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayuningsih Dharma Setiabudy
"Angka kejadian penyakit vaskuler di Indonesia akhir-akhir ini meningkat. Mungkin hal ini berkaitan dengan perubahan pola makanan. Penyakit peredaran darah otak (PPDO) merupakan salah satu penyakit vaskuler yang dapat mengakibatkan kelumpuhan, cacat mental maupun kematian. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha untuk mencegah terjadinya PPDO. Patogenesis PPDO perlu dipahami agar usaha pencegahan dapat herhasil. Penelitian ini bertujuan untuk memhuktikan hahwa pada penderita PPDO, trombosit mengalami aktivasi yaitu terjadi peningkatan kadar β-thromboglobulin (β-TG). Juga ingin diketahui apakah terdapat perbedaan sifat antara trombosit pads orang normal, penderita PPDO perdarahan dan PPDO bukan pendarahan.
Subyek penelitian meliputi 46 orang penderita PPDO berumur antara 21 - 84 tahun, yang terdiri atas 23 orang penderita PPDO bukan perdarahan, seorang penderita TIA dan 22 orang penderita PPDO perdarahan Berta 30 orang sehat berumur antara 40 -71 tahun sebagai kontrol. Untuk menilai adanya aktivasi tromhosit dilakukan pemeriksaan kadar β-TG, sedang untuk menilai sifat trombosit ditentukan rasio antara tromboksan B2 (TxB2) : 6 keto prostaglandin Flα (PGF1β). Pemeriksaan B-TG, TxB2 dan PGF1α dikerjakan dengan cara RIA.
Hasil penelitian menunjukkan hahwa aktivasi trombosit terjadi pada semua penderita PPDO, tetapi hanya 22 % dari penderita PPDO mempunyai trombosit yang relatif hiperaktif. Pada PPDO hukan perdarahan 26 % menunjukkan trombosit yang relatif hiperaktif sedangkan padaPPDO perdarahan hanya 18 %.
Dapat disimpulkan hahwa pada semua penderita PPDO trombosit mengalami aktivasi tetapi trombosit yang relatif hiperaktif hanya dijumpai pada 22 % penderita PPDO. Disarankan agar dilakukan penelitian untuk menilai manfaat pemberian obat antitrombosit pada individu dengan trombosit yang relatif hiperaktif.
Determination Of Thromboxan B2, 6-Keto Prostaglandin Flα And β-Thromboglobulin In Cerebro Vascular Disorders PatientsThe prevalence of vascular disease in Indonesia has been increasing recently. This is probably related to the changes in dietary pattern. The cerebro vascular disorders (CVDs) are among the vascular diseases that may result in paralysis, mental deterioration or death. Therefore, efforts ought to he carried out to prevent CVD. It is important to understand the pathogenesis of CVD in order to successfully prevent it.
The main purpose of this study was to prove that platelet is activated in CVD patients. The other aim was to find out whether there is a difference between platelet activity of CVD patients and control group, and between that of non-hemorrhagic CVD and hemorrhagic CVD.
The subjects of this study were 46 CVD patients (aged 21-84 years) consisting of 23 non-hemorrhagic CVD patients, I TIA patient, 22 hemorrhagic CVD patients, and 30 healthy subjects (aged 40 - 71 years) as control group. The presence of platelet activation was determined by measuring the level of β-TG, and the activity of platelet was evaluated by calculating the TxB2 : PGFlα ratio. Measurements of β-TG, TxB2, and PGF1α were done by RIA method.
The result showed that activation of platelet occurred in all of the CVD patients, but only 22% of CVD patients had relative hyperactive platelet. Twenty-six percents of non-hemorrhagic CVD patients had relative hyperactive platelet but only 18% of hemorrhagic CVD patients had it.
It was concluded that platelet activation occurred in all of the CVD patients but only 22% had relative hyperactive platelet. A study to evaluate the benefit of antiplatelet therapy on individu with-relative hyperactive platelet is suggested.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Adolfina R. Amahorseja
"Selama kurun waktu 3 tahun antara 1988 sampai 1990 nampak jumlah penderita. "stroke" di RS. PGI. Cikini Jakarta cendrung meningkat, 149 penderita (1988), 237 penderita (1989), dan 241 penderita (1990). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor risiko yang dapat menimbulkan "stroke", dalam penelitian ini faktor risiko yang diteliti yaitu hipertensi, hiperglikemi, hiperkolesterolerni, dan merokok.
Penelitian ini merupakan studi kasus-kontrol (case-control study), dengan menggunakan data sekunder yang didapat dari catatan medik RS.PGI. Cikini Jakarta dari penderitapenderita rawat mondok bulan April sampai Desember 1991, dimana diperoleh jumlah kasus 124. orang dan kontrol 124 orang. Teknik analisis statistik yang digunakan adalah analisa terhadap distribusi frekuensi, tabulasi silang, dan multiple logistic regression.
Hasil penelitian merunjukkarn bahwa faktor risiko hipertensi, dan hiperglikemi secara statistik mempunyai hubungan. yang bermakna dengan kejadian "stroke", dimana individu dengan hipertensi mempurnyai risiko 11.021 kali untuk menjadi "stroke" dibandingkan dengan yang tidak menderita hipertensi. Individu dengan hiperglikemi mempunyai risiko 4, 325 kali untuk menjadi "stroke" dibandingkan dengan yang tidak hiperglikemi. Sedangkan faktor hiperkolesterolemi dan merokok menunjukkan hubungan yang tidak bermakna dengan kejadian "stroke". Dari analisa dengan multiple logistic regression yang paling besar pengaruhnya adalah faktor hipertensi.
Berdasarkan informasi yang didapat, maka saran-saran yang dikemukakan adalah pemeriksaan laboratorium klinik tidak hanya kolesterol total, tetapi perlu pula diperiksa HDLC (high density lipoprotein cholesterol) dan LDLC (Low density lipoprotein cholesterol}, agar hasilnya dapat lebih memuaskan."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pertambahan kasus stroke yang tidak diimbangi dengan perbaikan penatalaksanaan di rumah sakit
menyebabkan dalam dekade terakhir stroke merupakan penyebab kematian nomor 1 di R.S. di
Indonesia (Depkes RI, 1997). Oleh sebab itu pentingnya rehabilitasi khusunya pemulihan Range of
Motion pada klien post stroke yang mengalami hemiparese dapat ditingkatkan melalui program
rehabilitasi. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh Iatihan ROM
terhadap peningkatan kemampuan ROM. Penelitian kami dimulai tanggal 18 Desember 2004
sampai dengan 26 Desember 2004 di Ruang IRNA B RS Fatmawati. Tujuan penelitian untuk
memperoleh data tentang pengaruh latihan Range of Motion terhadap peningkatan kemampuan
Range of Motion pada klien post stroke yang mengalami herniparese. Metodologi penelitian yang
kami gunakan adaIah Quasi Eksperimen. Dari hasil penelitian kami didapatkan keputusan uji
statistik dimana nilai P < 0,001 yang lebih kurang dari nilai alpha (0.05) maka diputuskan Ho
ditolak sehingga dengan α 5 % dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada pengaruh
peningkatan kemampuan Range of Motion setelah diberikan latihan Range of Motion. Jadi teori
yang ada telah terbukti dalam penelitian kami. Sehingga peneliti berharap agar penelitian
berikutnya dapt berfokus pada klien post stroke hemoragik atau non hemoragik saja . Dan untuk
mencapai hasil yang lebih baik sebaiknya penelitian dilakukan lebih intensif dalam kurun waktu
yang lebih lama."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2004
TA5353
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nahla Jovial Nisa
"Kepercayaan kesehatan merupakan salah satu yang mempengaruhi untuk mempertahankan atau memulai perilaku pencegahan stroke. Penelitian ini bertujuan membahas perbedaan kepercayaan kesehatan olahraga pada orang berisiko stroke yang berolahraga dan tidak berolahraga. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian perbandingan tidak berpasangan. Jumlah responden 98 orang berisiko stroke di wilayah Beji, Depok. Hasil penelitian menunjukan pada alfa <0,001 menunjukan bahwa ada perbedaan kepercayaan kesehatan antara yang berolahraga dan tidak berolahraga. Perbedaan ini terdapat pada dimensi kerentanan merasakan stroke, manfaat dan hambatan olahraga, serta self efficacy dan subjective norm. Namun, tidak ada perbedaan antar kelompok dalam kepercayaan mengenai keseriusan stroke. Hasil penelitian menyarankan bahwa tenaga kesehatan perlu meningkatkan edukasi dan program dengan berfokus meningkatkan kepercayaan kesehatan terhadap olahraga.

Health belief is one that affects the behavior to maintain or initiate stroke prevention. The aim of this study is to explore the differences in health beliefs among people with high risk of stroke who exercise and non exercise. This research is quantitative research design with unpaired comparisons. 98 people at higt risk of stroke in the territory of Beji, Depok were involved in this study. There is differences in health beliefs between the people at high risk stroke who exercise and non exercise. The differences are in the sense of vulnerability stroke dimensions, benefits and barriers to exercise, self-efficacy, and cues to action. However, there was no difference between groups in beliefs about the seriousness of stroke. The results suggest that health professionals need to increase education and programs focused on increasing health belief exercise.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S46506
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diyanti Septiana Putri
"Stroke merupakan penyebab utama kematian di daerah perkotaan. Salah satu gejala umum pada pasien stroke adalah hemiparesis. Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan otot yang dapat mengakibatkan ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Karya ilmiah ini bertujuan untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke iskemik dengan pengkhususan intervensi kepada latihan ROM. ROM atau Range of Motion merupakan salah satu intervensi yang dapat meningkatkan kekuatan otot dan menghindari komplikasi imobilisasi. Hasil yang didapat menunjukan adanya peningkatan kekuatan otot setelah dilakukan latihan ROM. Untuk itu diperlukan penyusunan program ROM agar ROM dapat dilaksanakan secara rutin dan sedini mungkin.

Stroke is the leading cause of mortality in urban area. One of the most frequent symptoms in stroke patient is hemiparese. This condition could lead to decreasing muscle's strength which could cause disability in doing activity of daily living. This scientific paper is aim to implementing nursing intervention on ischemic stroke patient which is specializing to ROM exercise. ROM or Range of Motion is one of nursing intervention which has ability to increase the strength of muscle and prevent from immobilization complications. The result shows that there's an increasing muscle's strength on the patient. It is suggested that there should be a a composed program so that ROM chould be done routinely and as early as possible.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hesi Oktamiati
"Stroke merupakan kumpulan manifestasi gangguan neurologis yang diakibatkan oleh penyumbatan suplai darah ke bagian otak. Gaya hidup tidak sehat pada masyarakat perkotaan menjadi penyebab Stroke. Kerusakan mobilitas fisik merupakan dampak tertinggi yang dialami oleh penderita pasca stroke. Karya Ilmiah Akhir Ners ini bertujuan untuk menganalisis intervensi kerusakan mobilitas fisik dengan latihan rentang pergerakan sendi (RPS) untuk mencegah terjadinya kontraktur pada pasien di Ruang Rawat Melati Atas, RSUP Persahabatan. Hasil dari latihan rentang gerak sendi (RPS) terbukti efektif dalam mengatasi kerusakan mobilitas fisik. Sosialisasi tentang pemberian edukasi dan mengajarkan RPS secara terprogram diperlukan perawat ruangan agar perbaikan rentang gerak sendi optimal.

Stroke is a collection of manifestations from neurological disorders caused by discontinuanced of blood supply to part of the brain. The unhealthy lifestyles in urban communities become the cause of stroke. The impaired physical mobility is the highest impact experienced by people with post-stroke. This article makes interventions aimed to analyze the impaired physical mobility with Range of Motion exercises (ROM) to prevent contractures in patients at Ruang Rawat Melati Atas, RSUP Persahabatan. The Results of Range of Motion exercises (ROM) shown to be effective in overcoming the impaired physical mobility. Regarding the provision of education and socialization teaching ROM regularly is needed by nurses for repairing the optimal range of motion.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chandri Bunga Wijayanti
"Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang terjadi akibat terganggunya aliran darah otak secara tiba-tiba yang mengakibatkan kematian sel saraf otak sehingga terjadi disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya kecacatan ataupun kematian. Latihan Range of Motion adalah suatu latihan yang dilakukan untuk menilai dan meningkatkan fungsi sistem muskuloskeletal dan juga merupakan salah satu terapi lanjutan pada pasien stroke yang bertujuan untuk meningkatkan aliran darah otak, dan meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan, sehingga dapat memperbaiki fungsi sensorimotorik.
Tujuan penulisan ini adalah untuk melakukan analisis evidence based mengenai Range of motio dalam mengatasi masalah gangguan motorik untuk meningkatkan fungsi sistem muskuloskeletasl pada pasien post stroke.
Hasil dari latihan ROM pada pasien ini terbukti efektif dalam mengembalikan fungsi muskuloskeletal klien dalam kekuatan otot dan meningkatkan aliran darah otak serta meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Rekomendasi penulisan ini ialah agar perawat perlu mengajarkan latihan ROM kepada pasien pasca stroke.

Stroke is an emergency neurological illness caused by sudden obstruction of bloof flow to the brain that can lead to brain cell death motoric and sensoric dysfunction, and lead to morbidity or mortality. Range of Motion is an exercise done to value and improve of stroke patient's musculoskeletal system and is one of the follow-up therapy given to improve brain blood flow, hopefully maximize sensoric-motoric function.
This article is aimed to analyze evidence based about range of motion therapy to figure out all musculoskeletal problem that accompany post stroke patient.
The result of range of motion therapy proof that it is effective for the stroke patient. The result of range of motion therapy proof that it is effective for the stroke patient to have this exercise which is able to increase musculoskeletal system especially muscle strength, brain flood flow and minimize deformity. It is recommended for the nurses to educate post stroke patient to have this Range of Motion exercise.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rusma Tia Wardani
"

Stroke merupakan salah satu penyakit tidak menular yang prevalensinya terus meningkat setiap tahunnya. Prevalensi stroke di DKI Jakarta meningkat dari 9,7‰ pada tahun 2013 menjadi 12,2‰ pada tahun 2018. Berdasarkan penelitian–penelitian terdahulu, faktor yang dapat mempengaruhi kejadian stroke dapat berbeda satu sama lain. Selain itu penelitian terkait faktor risiko stroke pada penduduk usia ≥15 tahun masih sedikit di DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan kejadian stroke pada penduduk usia ≥15 tahun di DKI Jakarta menurut data Riskesdas 2018. Sampel penelitian ini adalah penduduk usia ≥15 tahun sebanyak 7.552 di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian yang didapatkan adalah terdapat hubungan yang signifikan antara usia ≥55 tahun (POR=5,50; 95% CI= 3,84 – 7,88), jenis kelamin laki-laki (POR= 1,56; 95% CI= 1,09 – 2,21), merokok (POR= 1,90; 95% CI= 1,34 – 2,7), kurang aktivitas fisik (POR= 2,07; 95% CI= 1,46 – 2,94), hipertensi (POR= 11,19; 95% CI= 7,70 – 16,24), dan diabetes melitus (POR=4,97; 95% CI= 3,23 – 7,65) terhadap kejadian stroke. Optimalisasi program pengendalian penyakit tidak menular, edukasi dan promosi terkait risiko kejadian stroke, pemanfaatan media sosial untuk memperluas penyebaran informasi, mendorong pola hidup sehat, dan mengikuti program rehabilitasi dan pemulihan pasca-stroke dapat membantu untuk mencegah terjadinya stroke dan efek yang ditimbulkan pasca stroke.


Stroke is considered as one of the non-communicable diseases with a consistently increasing prevalence annually. The prevalence of stroke in DKI Jakarta escalated from 9.7‰ in 2013 to 12.2‰ in 2018. Previous studies have revealed that the factors influencing stroke occurrence may vary. Furthermore, limited research has been conducted regarding the risk factors of stroke among individuals aged ≥15 years in DKI Jakarta. This study aims to describe the factors contributing to stroke incidence among individuals aged ≥15 years in DKI Jakarta based on the Riskesdas 2018 data. The study sample consisted of 7,552 individuals aged ≥15 years in DKI Jakarta. This study used a cross-sectional study design with univariate and bivariate analysis. The study findings revealed significant associations between age ≥55 years (POR=5.50; 95% CI=3.84-7.88), male gender (POR= 1,56; 95% CI= 1,09 – 2,21), smoking (POR=1.90; 95% CI=1.34-2.7), low physical activity (POR=2.07; 95% CI=1.46-2.94), hypertension (POR=11.19; 95% CI=7.70-16.24), and diabetes mellitus (POR=4.97; 95% CI=3.23-7.65) in relation to stroke incidence.. Optimizing non-communicable disease control programs, education and promotion regarding stroke risk, utilizing social media for widespread information dissemination, promoting healthy lifestyles, and participating in post-stroke rehabilitation and recovery programs can help prevent stroke occurrence and mitigate its post-stroke effects.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>