Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158164 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sam`un Jaja Raharja
"Identitas Perusahaan (Corporate Identity) merupakan faktor yang penting dan menjadi pendukung bagi kemajuan setiap organisasi atau perusahaan. Pada peruaahaan berbentuk koperasi, identitas perusahaan ini lebih penting lagi karena di dalamnya terkandung potensi perilaku oportunistik (opportunistic behavior).
Perkembangan den pengembangan Jenis-jenis koperasi di Indonesia, primer maupun sekunder, tidak terarah dan tidak jelas. Terdapat puluhan Jenis koperasi dengan sebutan (nomenkiatur) yang bermacam-macam. Tetapi, hampir semuanya tidak menunjukkan dengan jelaa Jenisnya, bisnis (utamanya), siapa anggotanya, kompetensinya dan lain-lain. Dengan kata lain, koperasi-koperasi di Indonesia belum memiliki identitas koperasi (cooperative identity).
Atas dasar itulah, perlu dilakukan penelitian pada berbagai tingkatan koperasi, baik tingkat primer maupun sekunder dengan mengidentifikasi berbagai faktor yang menjadi bagian dart proems pembentukan identitas koperasi.
Penelitian ini dilakukan pada tingkat lokal dengan mengambil obyek pada koperasi-koperasi primer di Kotamadya Bandung. Ada tiga permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Pertama, apa latar belakang pembentukan koperasi-koperasi primer di Kotamadya Bandung. Kedua, sejauhmana keeratan hubungan (kohesifitas) koalisi antara anggota-koperasi. Ketiga, bagaimana keterlibatan dan Tanggapan Anggota dalam Proses Pembentukan Identitas Koperasi Koperasi.
Penelitian dilengkapi dengan analisis perbedaaan antara cooperative identity dengan corporate culture perusahaan swasta dan analisis tantangan dan prospek pengembangan identitas koperasi.
Penelitian den pengumpulan data dilaksanakan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam kepada pengelola koperasi sebanyak 12 orang dan penyebaran angket kepada 55 orang anggota koperasi. Data dianalisis balk secara kualitatif dengan hasil berupa kalimat/kata (etatemen) maupun secara kuantitatif dengan hasil berupa angka-angka.
Untuk menentukan kecenderungan apa yang teriadi dart data kuantitatif dinilai dengan menggunakan modus. Temuan penelitian menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, koperasi didirikan tidak atas alas an kepentingan bisnis anggota-anggotanya serta tidak mencerminkan kepentingan bisnis anggota-anggotanya. Bisnis yang diselenggarakan oleh koperasi tidak terkait dengan bisnis-bisnis anggota-anggotanya. Dengan kata lain, bisnis koperasi dengan anggotanya berjalan sendiri-sendiri, tidak saling menunjang atau membesarkan. Bergayut dengan temuan di atas, pada umummnya anggota koperasi adalah bukan pelaku bisnis. Seseorang yang tidak pernah berkecimpung atau bertindak sebagai pelaku bisnis, dalam dirinya tidak akan terjadi pembentukan pengetahuan atas pengalaman praktek sehari-hari (ideocyncratic knowledge). Dengan kata lain, para anggota koperasi tidak memiliki ideocyncratic knowledge.
Kedua, Kohesifitas koalisi antara anggota dengan koperasinya bersifat longgar (rendah). Longgarnya keeratan (kohesifitas) ini tidak menunjang tumbuhnya semengat berkoperasi (cooperative spirit). Hal ini disebabkan oleh entry barier anggota koperasi rendah. Siapa saja dapat menjadi anggota koperasi tanpa melihat latar belakang profesi bisnisnya maupun perilaku ekonomiknya. Demikian juga exit barier anggota koperasi rendah. Setiap anggota dapat dapat masuk atau keluar dengan mudah. Rendahnya exit barier ini karena rendahnya biaya inisiasi dan tidak adanya transaksi epesifik Akibatnya perilaku loyalis anggota koperasi (loyalty behavior) sulit untuk dibangun.
Ketiga, Koperasi tidak memiliki norma-norma social sebagai alat untuk mencegah perilaku oportunistik. Peraturan yang ada sebatas sebatae Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang sudah distandarisasi oieh Kantor Departemen Koperasi dan PPK yang tidak mencerminkan nilai-nilai social. eetempat. Penelitian menemukan sejumlah kasue yang menunjukkan perilaku perilaku yang bersifat oportunsitik. Munculnya perilaku ini mencerminkan belum tumbuhnya rasa saling percaya (trust) sesama anggota koperasi.
Dengan melihat sejumlah faktor pembentuk identitas koperasi (cooperative identity) seperti tidak tumbuhnya ideocyncratic knowledge anggota, cooperative spirit, trust, serta loyalty behavior maka dapat disimpulkan bahwa identitas koperasi pada koperasi primer tersebut belum terbentuk.
Berdasarkan temuan penelitian tersebut dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
Pertama, perlu mengevaluaei kembali Jenis-jenis koperasi serta perlu ditetapkan nomenklatur yang menoerminkan kegiatan bisnis dan kompetensinya.
Kedua, perlu ditetapkan syarat-syarat keanggotaan (entry point) untuk setiap koperasi, khususnya syarat keanggotaan sebagai pelaku bisnis.
Ketiga, adanya aturan kebijakan dari otoritas perkoperasian (pemerintah) berupa public goods untuk menetapkan den menegaskan jenis koperasi yang mencerminkan kegiatan bisnis dan syarat-syarat keanggotaannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Warsono
"LATAR BELAKANG
Menurut sejarahnya, koperasi timbul sebagai akibat dari Revolusi Industri di Eropa sekitar tahun 1770 yang telah menimbulkan kesengsaraan bagi kaum buruh.
Pada tahun 1844 dikota Rochdale, lahirlah yang pertama kalinya koperasi atas inisiatif 28 orang buruh yang mengusahakan kebutuhan sehari-hari. Koperasi ini dipimpin oleh seorang buruh yang bernama Charles Howarth, dan koperasi tersebut diberi nama The Equitable of Rochdale, yang mempunyai arti "Pelopor-pelopor yang dapat dipercaya dari Rochdale".
Koperasi Rochdale mempunyai lima dasar pokok koperasi, yaitu:
a. Koperasi dikendalikan/dikemudikan oleh anggota-anggota sendiri.
b. Keuntungan dibagi antara anggota berdasar besarnya jasa-jasanya didalam memajukan koperasi.
c. Setiap orang dapat diterima menjadi anggota koperasi secara sukarela (VOLUNTARY), tanpa adanya paksaan dan tanpa memandang perbedaan politik, perbedaan kepercayaan/agama, modal dan lain-lain. Kepada setiap anggota koperasi diperkenankan mengundurkan diri dari keanggotaannya karena mereka menghendakinya.
d. Setiap anggota mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
e. Sebagian dari laba disediakan untuk dana pendidikan.
Gerakan koperasi ini kernudian menyeberang kenegara-negara lain, termasuk juga kenegara Belanda, yang kemudian dibawa ke Indonesia.
Di Indonesia dapat dikatakan bahwa koperasi baru mulai tumbuh pada tahun 1896 di Purwokerto oleh seorang Patih yang bernama R. Aria Wiria Atmadja dengan mendirikan Bank Penolong dan Tabungan, yaitu suatu Lembaga yang mirip dengan koperasi. Mula-mula usahanya terbatas hanya untuk lingkungan priyayi/teman-temannya saja, tetapi setelah usahanya tersebut berhasil, mereka memperluas usahanya dikalangan pertanian, sehingga nama dari Banknya dianggap perlu untuk ganti nama yaitu Bank Penolong, Tabungan dan kredit Pertanian.
Kehidupan koperasi terutama pada masa penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang mengalami pasang surut, karena pemerintah penjajah sengaja memecah belah persatuan serta menindas/memeras ekonomi bangsa Indonesia, sehingga citra koperasi menjadi benar-benar rusak.
Menurut Undang-undnng Republik Indonesia No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian, Koperasi Indonesia adalah sebagai organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial dan beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan, yang mempunyai fungsi:
a. Sebagai alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat.
b. Sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional.
c. Sebagai salah satu urat nadi perekonomian Indonesia.
d. Sebagai alat pembina insan masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa Indonesia serta bersatu dalam mengatur tata laksana perekonomian rakyat.
Uraian diatas mencerminkan bahwa pandangan hidup bangsa Indonesia yang sosialistis dengan semangat kolektivisme, dimana hal ini akan memperkuat sifat koperasi sebagai soko-guru perekonomian bangsa."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Utami
"Seiring dengan meningkatnya prevalensi penyakit degeneratif, khususnya Penyakit Kardiovaskuler ( PKV) di Indonesia, berkembang pula pemasaran global bermacam - macam suplemen makanan. Hal yang penting diperhatikan konsumen suplemen makanan adalah memahami cara penggunaannya yang benar. Mereka perlu memperoleh petunjuk dari ahli tentang manfaat suplemen, bagaimana pengaturannya dalam makanan sehari - hari, serta perilaku sehat yang menunjang agar manfaat suplemen lebih efektif. Salah satu suplemen yang beredar di Kotamadya Bandung 1998 adalah suplemen dengan komposisi utama omega -3. Berdasarkan pengamatan, pemasaran multi level marketing (MLM) berhasil menjaring konsumen yang leas. Pada pemasaran ini konsumen memperoleh bimbingan dan konsultasi pemahaman penggunaan suplemen, dengan demikian diasumsikan bahwa konsumen memiliki pengetahuan gizi yang memadai.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi pengaruh pengetahuan gizi terhadap penggunaan suplemen omega - 3, setelah dikontrol oleh faktor -pendapatan, tingkat konsumsi lemak, kebiasaan olahraga dan merokok. Penelitian ini menggunakan rancangan kasus kontrol marching umur dan jenis kelamin, dengan sampel 91 pasang responden. Pengolahan data menggunakan program Epi Info 6 dan Stata 4. Analisis yang dilakukan meliputi analisis univariat, bivariat dan stratifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan pengetahuan gizi baik mempunyai kemungkinan 5,18 kali menggunakan suplemen omega-3 dibandingkan dengan responden dengan pengetahuan gizi kurang. Pengaruh pengetahuan ini menurun menjadi 4,24 kali setelah dikontrol oleh tingkat pendidikan . Demikian pula pengaruh pengetahuan gizi menurun dari 5,18 kali menjadi 4,71 kali setelah dikontrol oleh kebiasaan olahraga . Nampaknya cars pemasararan MLM pads lokasi penelitian, menjadi faktor penentu baiknya pengetahuan gizi responden.
Pemasaran dengan MLM sebaiknya melibatkan tenaga ahli dalam operasional sehari ? hari. Hal ini merupakan salah satu perlindungan kepada konsumen, dan meningkatkan efektifitas suplemen omega - 3, serta menghindari kesan bahwa pemasaran ini hanya bersifat bisnis semata. Penyuluhan yang terns - menerus dan berkesinambungan perlu menjadi program utama pada perusahan distributor suplemen omega - 3. Efektifitas manfaat suplemen omega -3 serta studi kualitatif pads penggunaan suplemen omega-3 dapat menjadi lanjutan penelitian yang telah dilakukan.

Effect of Nutrition Knowledge on Health Food Supplement of Omega-3 in Dislipidemia cases in the Municipality of Bandung Year 1998The Coronary Heart Disease (CHD) as one of the masnifestation of degenerative diseases tends to increase in prevalence year by year. Accordingly, there is also an improved market share of health foods. Considering that the consumers should be able to understand how to use appropriately those health foods, they should obtain accurate and adequate instructions about health foods including their advantages and disadvantages, purposes on daily consumption and healthy behavior toward effective treatment from health and nutrition specialist. One of the health foods, that has already been in the Bandung market in 1998 consisted omega-3. Based on a survey, a multi Ievel marketing ( MLM ) has been able to coup wider consumer. Through this marketing channel consumers obtained effective guidance and counseling to consume and its assumed that they obtained proper nutrition knowledge.
This research has a main purpose to obtain effect of nutrition knowledge to use health food omega-3 controlled by several confounding factors such as occupation, education, salary, level of fat consumption, exercise and smoke behavior. It used a case - control design by mathing in age and sex of 91 pair of respondents. Data were analysed through Epi-Info 6 and Stata 4. It is conducted through univariate, bivariate and stratification analyse.
Finding showed respondents who have better nutrition knowledge have 5.18 times to use omega-3 supplement compare to the low one. This effect decreased to 4.24 times after controlled by education. Furthermore, when association controlled by exercise behavior, the use of omega-3 decrease from 5.18 times to 4.71 times. As a result, sems that multi level marketing could be also a factor influencing respondents to have better nutrition knowledge.
Finally, MLM encourages people to include health and nutrition specialist in daily operational. It has also purposes of directly providing assistance and protecting consumers, increasing effective omega-3 consumption and avoiding an image profit oriented. Sustainable nutrition education, also could be a priority program in the company distributoring omega-3. Studies in efficaly of omega-3 supplement in individual and exploring the rationale on using the supplement might be done in the future.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T9575
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inten Devita
"Kotamadya Bandung termasuk dalam kategon kota besar di Indonesia yang mempunyai fungsi utama sebagai kota pemerintahan, kota pendidikan, kota perdagangan, kota pariwisata dan kebudayaan serta sebagal kota penndustrian. Demikian besar potensi yang dimiliki Kotamadya Bandung sehingga beban etas prasarana den sarana kota relatif tinggi dan banyak menimbulkan masalah sehubungan dengan pertumbuhan kola yang belum seimbang. Masalah yang menonjol entara lain, tingginya arus urbanisasi, kepadatan penduduk yang tinggi, kurangnya kesempatan kerja dan terbatasnya fasilitas dan utilitas perkotaan sehingga dapat menyebabkan tindak kejahatan atau kriminalitas di masyarakat. Dapat dipahami apabila di Kotamadya Bandung banyak terjadi masalah kriminalitas, namun bagaimana pole kriminalitasnya, untuk itulah penelitian mi dilakukan. Berdasarkan uraian di etas, masalah yang timbul datam penelitian mi adalah Bagaimanakah pola kriminalitas di Kotamadya Bandung? Kasus kriminalitas yang diteliti merupakan jenis kejahatan yang paling sering terjadi di Kotamadya Bandung sesuai dengan Laporan Situasi Gangguan Kamtibmas tahun 1993, Polwiltabes Bandung. Kasus kriminalitas yang diteliti adalah curanmor (pencunan kendaraan bermotor) yang terdiri dad pencunan motor dan pencurian mobil; pencunan yang terdiri dan pencurian dengan pemberatan (curat), pencurian dengan kekerasan (cures) dan pencurian nngan (curing); penganiayaan yang terdiri den aniaya beret dan eniaya ringan. Pole kriminalitas di Kotamadya Bandung menunjukkan kecenderungan, jumlah kriminalitas akan semakin meningkat jika menuju ke pusat kota, sebaliknya akan semakin berkurang jika menjauhi pusat kota. Dengan kate lain, bagian timur memiliki jumlah kriminalitas yang lebih rendah dibandingkan dengan bagian barat. Kasus kriminalitas yang paling banyak terjadi adalah curanmor sedangkan yang paling sedikit adalah penganiayaan. Distribusi curanmor, pencurien dan penganiayaan mempunyal kecenderungan bertambah jumlah kasusnyajika ke arah pusat kota. Menurut tempat kejadiannya, kriminalitas paling banyak terjadi di pemukiman dan paling sedikit terjadi di jalan umum. Curanmor, pencurian dan penganiayaan paling banyak teijadi di pemukiman sedangkan curanmor paling sedikit terjadi di jalan umum, untuk penganiayaan paling sedikit terjadi di tempat ramai. Menurut waktu kejadiannya, kriminalitas paling banyak terjadi peda jam 18.01 - 24.00 (malam hail) sedangkan yang paling sedikit terjadi pada jam 06.01 - 12.00 (pagi had). Curanmor dan penganiayaan paling banyak terjadi pada jam 18.01 - 24.00 (malam had) sedangkan pencurian paling banyak teijadi pada jam 24.01 - 06.00 (dini han). Bagian sebelah timur Kotamadya Bandung mempunyai proporsi kepadatan penduduk yang Iebih rendah dibandingkan dengan bagian sebelah barat, mi berarti bagian barat mempunyai penduduk yang Iebih padat dailpada bagian timur. Demikian halnya dengan krimmnalitasnya, bagman timur mempunyai persentase kriminalitas yang Iebih rendah jika dibandingkan dengan bagian barat. Kejadian kriminalitas dengan penggunaan tanah memperhhatkan kecenderungan, semakin tinggi persentase luas penggunaan tanah untuk pemukiman, industri dan perusahaan serta jasa, maka persentase jumlah kriminalitasnya juga semakin tinggi. Pada daerah yang persentase luas pemukimannya tinggi, persentase curanmor, pencurian dan penganiayaannya tinggi. Untuk kecamatan yang persentase luas industri dan perusahaannya tinggi, persentase pencuriannya tinggi; sedangkan pada kecamatan yang mempunyai persentase luas jasanya tinggi, persentase curanmor dan penganiayaannya juga tinggi."
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1995
S33503
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anjar Legowo
"Berkembangnya suatu kota dapat dilihat dari kegiatan ekonominya. Saat ini kita melihat adanya suatu perkambengan besar dalam bisnis retail dl kota Bandung dengan menyebamya Factory Outlet di berbagai sudut kota Bandung, misalnya saja di JI. Ir. H. Juanda, JI. Otten, JI. Setiabudi, JI. Sukajadi, JI. R.E. Martadinata. dll. Fenomena bisnis retail di bidang garmen int mutai bermunculan pada saat keadaan ekonomi di negara ini mengalami masa kemunduran, krisis moneter. Kegiatan komarsial yang bisa mencapai omset pakalan sampai 100.000 potong ini atau ratusan ribu rupiah perharinya, merupakan usaha yang menjanjikan di tengah keadaan ekonomi negara yang buruk, sehingga bukan hat yang mengherankan jika kondisi menjamurnya Factory Outlet juga secara Iatah muncul di kota-kota besar Iainnya di P. Jawa termasuk Jakarta."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S48247
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Mubarok
Semarang: Balai Penelitian Aliran Kerohanian/Keagamaan Departemen Agama RI, 1996
297.65 ABD s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Anindya Wirawan Nugrohadi
"Penulisan skripsi ini bertujuan untuk melihat tingkat kemampuan PDAM dalam mengelolan pelayanaan dan penyediaan air bersih di Indonesia terutama di daerah perkotaan. PDAM sebagai Perusaahaan Daerah yang umumnya berada di daerah tingkat H mempunyai tanggung jawab sebagai public utility dan penyumbang PAD dari keuntungan yang diperolehnya sehingga kondisi tersebut berhubungan dengan pengelolaan pelayanan dan penyediaan air bersih yang secara langsung berkaitan juga dengan peran dan campur tangan pemerintah. Metode penelitian yang dipakai dalam skripsi ini adalah metode studi pustaka dengan data sekunder. Penelitian ini mengambil kasus PDAM Kotamadya Dati II Bandung karena dapat mewakili permasalahan dan latar belakang PDAM di daerah perkotaan, kota besar, serta Indonesia secara umum. Dengan demikian pokok analisa dalam skripsi ini adalah permasalahaan pengelolaan pelayanan air bersih di Kotamadya Bandung tetapi tetap mengacu serta dikaitkan dengan permasalahan PDAM secara umum di Indonesia. Penelitian yang dilakukan memakai data PDAM Indonesia tahun 1993 sampai tahun 1995 yang sebagian bersumber dari Dirjend PUOD, Depdagri guna melihat latar belakang permasalahan umum PDAM dan penyediaan air bersih di Indonesia. Ciri ciri permasalahan PDAM secara umum kemudian dibandingkan dengan permasalahan kasus PDAM Kotamadya Bandung. Ternyata PDAM Kotamadya Bandung juga memiliki permasalahan yang sama dengan permasalahan PDAM secara umum. Permasalahan tersebut secara garis besar adalah tingkat kehilangan air yang masih tinggi, kondisi keuangan yang buruk (kurang sehat), kelangkaan atau krisis air di daerah perkotaan. PDAM Kotamadya Bandung secara khusus memiliki permasalahan kelangkaan cumber air di Cekungan Bandung selain kondisi keuangan yang masih buruk. Karena permasalahan tersebut, PDAM Kotamadya Bandung tidak dapat melaksanakan fungsinya secara optimal sebagai penyedia kebutuhan air bersih dan tidak memperoleh keuntungan yang seharusnya dapat disumbangkan bagi PAD Pemda Kotamadya Bandung. Kondisi pengelolaan pelayanan air bersih PDAM Kodya Bandung dan PDAM secara umum yang belum optimal berkaitan kondisi penyediaan air bersih secara nasional. Penyediaan air bersih di Indonesia berhubungan dengan peran pemerintah khususnya dalam pembangunan prasarana air bersih yang dilatarbelakangi oleh terbatasnya dana. Disamping itu setiap pemerintah daerah tingkat II yang bertanggung jawab langsung terhadap pengelolaan PDAM tidak memiliki potensi sumber daya air dan sumber daya manusia yang sama kualitas dan kuantitasnya. Dengan demikian PDAM yang tidak tergabung pengelolaannya secara nasional seperti yang ada sekarang tidak mendukung kondisi pelayanan dan penyediaan air bersih secara nasional yang optimal. Artinya kondisi tersebut tidak mencapai tingkat efisiensi baik dari manajemen input air baku maupun penjualan air bersih."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
S19126
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widayati
"Peran koperasi dalam pembangunan, sebagai sahib satu dari usaha nasional mempunyai kekuatan untuk mengembangkan sayapnya dan mampu bersaing sehat dengan usaha negara dan swasta. Kekuatan pada koperasi yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain, sebenarnya merupakan alat mempersatukan kepentingan, tujuan dan aktivitas yang sama, serta mempunyai fungsi sebagai pemilik, penuntut keuntungan maupun sebagai customer. Inilah sebuah prinsip yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain (Hetherington, 1991). Keberadaan lembaga koperasi yang dibentuk oleh lembaga pemerintah, swasta, dan sekelompok masyarakat, dengan diterbitkannya undang-undang perkoperasian sebagai upaya pengembangan dan penyuburan koperasi belum maksimal.
Sesungguhnya pasal 16, UU nomor 25/1992, memberikan kelonggaran untuk tumbuhnya lembaga koperasi dimana-mana dan dengan memajukan dirinya secara leluasa. Pasal 16 berbunyi jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya. Dasar untuk menentukan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya, seperti antara lain; Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Kansumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran, dan Koperasi Jasa. Khusus koperasi yang dibentuk oleh golongan fungsional seperti pegawai negeri, anggota ABRI, karyawan dan sebagainya, bukan merupakan jenis koperasi tersendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
N.G.N. Renti Maharaini Kerti
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
TA3625
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Baiduri
"Studi ini merupakan penelitian mengenai identifikasi etnik anak-anak dari keluarga perkawinan antaretnik Minangkabau dan Mandailing di Kotamadya Medan. Penelitian bertujuan mengkaji faktor-faktor yang membentuk identifikasi etnik anak-anak, proses pembentukannya, dan aktor-aktor yang berperan panting dalam pembentukan identifikasi etnik anak-anak yang dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga perkawinan antaretnik.
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosio-antropologis yang sebelumnya telah digunakan oleh Eldering (1998) dengan perspektif ekologi kultural (cultural ecological) dengan menggunakan model ekologi kultural (cultural ecological model) yang didasarkan pada model ekologi (ecological model) Bronfenbrenners untuk melihat aspek-aspek sosial dari lingkungan sehari-hari anak- anak. Selain itu untuk mengetahui dimensi kulturalnya digunakan kerangka Antropologi Psikologi yang dikembangkan oleh Harkness dan Super yaitu mengenai "Relung Perkembangan" (developmental niche) anak.
Penelitian ini merupakan studi kasus dengan menggunakan metode kualitatif dengan fokus unit analisnya anggota-anggota keluarga hasil perkawinan antaretnik Minangkabau dan Mandailing sebanyak lima puluh keluarga di Kotamadya Medan.
Studi ini menunjukkan bahwa identifikasi etnik anak-anak yang berasal dari perkawinan antaretnik (Minangkabau dan Mandailing) dalam wilayah perkotaan yang multietnik (Kotamadya Medan) akan bervariasi tergantung sosialisasi kultural yang mereka peroleh dari lingkungannya. Identitas etnik anak-anak ini masih mengambil salah satu atau kedua identitas etnik orang tua, namun identitas tersebut tidak kembali seperti semula melainkan merupakan "identitas baru". Identitas baru yang dimaksud merupakan suatu konstruksi kultural yang bersifat longgar, situasional, kondisional, tidak terikat dengan territorial dan selalu dalam proses pembentukan. Identitas etnik yang akan diacu diantara identitas yang beragam yang mereka peroleh dari sosialisasi dalam lingkungan yang multietnik adalah identitas yang paling menguntungkan sebagai suatu strategi adaptasi terhadap lingkungannya. Studi ini menemukan bahwa perkawinan antaretnik yang terjadi di Indonesia khususnya perkawinan antaretnik Minangakabau dan Mandailing di Kotamadya Medan tidak sampai menghasilkan identitas kelompok (etnik) baru yang terstruktur dalam stratifikasi sosial."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T979
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>