Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32021 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tambunan, Usman Sumo Friend
"ABSTRAK
Salah satu jenis obat yang digunakan untuk pengobatan ketidak normalan "neuromuscular system" adalah kelompok antireumatik, analgesik, dan antiinflamasi nonsteroid (AINS). ,jenis AINS yang banyak digunakan adalah turunan asam 2-aril atau alkilpropionat yang kemungkinan masih ada dipasarkan dalam bentuk campuran rasemat. Aktivitas biologis, toksisitas, disposisi obat serta metabolisme dapat berbeda jika stereokimia senyawaan obat tersebut berbeda.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengoptimasikan proses produksi lipase dengan melakukan pengembangan galur dengan teknik mutasi. Proses mutasi dilakukan secara kimia menggunakan n-metil-N-nitro-N-nitrosoguanidin (NTG) dengan dosis 1100 s/d 1200 µglmL dengan waktu kontak 5,6 dan 7 jam. Seleksi mutan dilakukan secara acak, selanjutnya dengan cara selektif menggunakan media Spirit Blue Agar (SEA). Isolat atau mutan potensial diuji aktivitas biotransformasinya dengan menggunakan substrat (R-S)-metilibuprofen pada media standar. Selain itu stabilitas mutanlisolat A. niger UICC 159 As-4 ; As-6 ; As-14 dan R. stolonifer UICC 137 Rs-6. Selanjutnya dipilih galur terbaik untuk produksi lipase, karakterisasi lipase serta kemampuannya memisahkan/meresolusi (R,S)-metil ibuprofen.
Empat isolat yang diisolasi menunjukkan aktivitas lipolitik lebih baik dari tetuanya, yaitu Aspergillus niger UICC 159 As-5, As-6 dan As-14 dan Rhizopus stolonifer UICC 137 Rs-6. Isolat Aspergillus niger UICC 159 As-5 menunjukkan aktivitas biotransformasi 75,50% (rendemen) dan % e.e 89.60%. Hasil ini relatif lebih baik jika dibandingkan dengan tetua maupun isolat lain yang diisolasi. Keempat isolate/mutan A. niger UICC 159 AS-4 ; As-6 ; As-14 dan R. stolon fer UICC 137 Rs-6 relatif stabil pada suhu penyimpanan 2-3°C dan 30°C hingga generasi ke-5. Lipase A. niger UICC 159 As-6 memiliki aktivitas lipolitik relatif lebih besar dari lipase mutan/isolat lain. Aktivitas lipolitik dan aktivitas spesifik lipase A. niger UICC 159-6 adalah 15,25 ± 0,35 unit dan 20,35 ± 0,25 unit/mg protein dan fraksi 30-60% memiliki aktivitas spesifik 47,70 ± 0,30 p./mg protein. Karakteristik lipase: Km = 12,5 mg/mL; Vmaks = 15,15 Vmol/mmol; pH optimum = 7 dan suhu optimum 37°C (RS)-metil ibuprofen menghasilkan isruh (S) dengan ee = 96,24%. "
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian tentang kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD) yang menyebabkan pasien usia lanjut dirawat di ruang perawatan penyakit dalam Instalasi Rawat Inap B Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, periode Mei-Juli 2005 untuk mengetahui proporsi kejadian, manifestasi klinik yang sering terjadi dan obat yang sering menyebabkannya. Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain
studi potong lintang (cross-sectional) dan untuk penilaian kausalitas ROTD digunakan algoritma Naranjo. Total pasien yang ikut serta dalam penelitian ini berjumlah 102 orang. Diperoleh proporsi kejadian ROTD yang menyebabkan pasien usia lanjut dirawat di ruang perawatan penyakit dalam Instalasi Rawat Inap B Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo sebesar 14,7% (interval kepercayaan 95%: 11,2-18,2%). Satu dari 15 ROTD yang terjadi dikategorikan pasti (definite) dan 14
kejadian dikategorikan besar kemungkinan (probable). Manifestasi klinik terbesar adalah perdarahan saluran cerna dan penurunan kesadaran karena hipoglikemi. Obat yang sering menyebabkan pasien dirawat karena ROTD tersebut adalah obat anti-inflamasi non-steroid (NSAID) dan obat hipoglikemi oral.

Abstract
Objectives. To determine the prevalence of adverse drug reaction related hospital admissions in geriatric patients, to describe the most frequent clinical manifestations and the drugs responsible to adverse drug reaction related hospital admissions.
Design. Observational cross-sectional study.
Methods. Naranjo algorithm used to assess the adverse drug reaction causality.Subjects and setting. Geriatric patients admitted to geriatric inpatient installation of Cipto Mangunkusumo general hospital over one month period and assessed for cause of admissions.
Results. 14,7% of 102 admissions were identified to be adverse drug reaction related hospital admissions. One adverse drug reaction was categorized as definite and 14 were probable causality. Gastrointestinal bleeding and hypoglicemia were the most common clinical manifestation found. The drugs most frequent responsible for these adverse drug reactions were nonsteroidal antiinflamatory drugs and oral antidiabetic drugs. Conclusion. Adverse drug reactions are an important cause of hospital admission in geriatric patients."
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2008
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nora Wulandari
"Pengobatan pada pasien lansia sangat kompleks karena biasanya bersifat multipatologi sehingga menyebabkan peningkatan jumlah obat yang digunakan (polifarmasi) untuk kondisi klinis yang berbeda-beda. Terdapatnya hipertensi, diabetes dan/atau dislipidemia menyebabkan pengobatan yang berpotensi menimbulkan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD), karena umumnya pengobatan pada pasien dengan hipertensi, diabetes dan/atau dislipidemia bersifat jangka panjang dengan menggunakan beberapa jenis obat. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh umur lansia terhadap kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki pada pasien dengan hipertensi, diabetes dan/atau dislipidemia di Puskesmas Pancoran Mas, Puskesmas Tanah Baru, dan Puskesmas Beji kota Depok. Penelitian menggunakan rancangan kohort prospektif. Sampel penelitian terdiri dari 62 pasien lansia sebagai kelompok kohort dan 62 pasien non lansia sebagai kelompok kontrol. Pengambilan sampel dilakukan selama Januari-Juni 2014. Sampel dimonitoring keadaannya setiap minggu selama satu bulan. Manifestasi klinik ROTD merupakan hasil evaluasi terhadap keluhan-keluhan yang dialami pasien yang dievaluasi menggunakan skala Naranjo. Manifestasi klinik ROTD yang didapat pada kedua kelompok dianalisis menggunakan uji kaikuadrat dan uji regresi logistik. Pasien dengan hipertensi, diabetes dan/atau dislipidemia yang mengalami kejadian ROTD 30,6% dengan frekuensi kejadian 39 kali, presentase terbesar adalah batuk kering karena kaptopril (56,3%), dan tingkat keparahan manifestasi klinik ROTD yang terjadi pada mayoritas (53,8%) pasien tersebut adalah level 2 (mild/sedang). Risiko umur lansia 3,577 kali lebih besar untuk terjadinya ROTD.

Treatment in elderly patients is very complex, because it is usually multiphatology thus causing an increase in number of drugs used (polypharmacy) for every clinical conditions. The presence of hypertension, diabetes and/or dyslipidemia will increase the risk of cause Adverse Drug Reaction (ADR) because of polypharmacy and long term of treatment. This study aimed to assess the effect of elderly age on the incidence of ADR in patients with hypertension, diabetes and/or dyslipidemia at Puskesmas Pancoran Mas, Beji, and Tanah Baru Depok. The design of the study is cohort study. The Sampling was conducted at January- June 2014. 62 elderly patients was collected as a risk factor group and 62 non- elderly patients as a control group. Sample was monitored every weeks in a month. Clinical Manifestation of ADR event was an evaluation result of the recording complaints experienced by the sampel using Naranjo scale. Clinical manifestation of ADR events obtained in the both group were analyzed using Chi- Square and Logistic Regression test. Patient with hypertension, diabetes and/or dyslipidemia experienced ADR event 30,6% with a frequency of accurrence was 39 times. Dry cough because of captopril (56,3%) was the most common clinical manifestation found, while severity level clinical manifestation ADR which occured in most of patient (53,8%) was at level 2 (mild). The risk of elderly age was 3,577 times greater for ADR event.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
T42976
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avini Risda Khaerani
"Pasien pediatri merupakan kelompok yang rentan akan terjadinya Efek Samping Obat (ESO), dikarenakan perbedaan farmakokinetika, farmakodinamika, dan kematangan sistem tubuh yang berbeda dengan pasien dewasa. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis ESO antimikroba yang terjadi pada pasien pediatri COVID-19 dengan menggunakan metode trigger tool dimodifikasi dan algoritma Naranjo dan mengetahui antimikroba penyebab ESO. Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) dideteksi dengan trigger tool yang dimodifikasi dan analisis kausalitas dianalisis dengan algoritma Naranjo. Studi cross-sectional ini dilakukan pada pasien pediatri yang dirujuk pada unit rawat inap RSUD Pasar Minggu dari Agustus 2020 hingga Juli 2021. Dari 120 pasien, didapatkan 119 pasien mengalami 389 kasus ESO dengan tingkat probabilitas sebesar 67,7% kasus possible dan 6,1% probable. ESO yang paling banyak ditemukan adalah ulser (84,2%), hipersensitivitas (39,2%), dan mual (27,5%). Obat yang diduga sebagai penyebabnya adalah seftriakson dan azitromisin. Kemampuan trigger tool dan naranjo untuk mendeteksi ESO ditunjukkan dengan Positive Predictive Value (PPV) berada pada rentang 0 hingga 1. Metode trigger tool yang dimodifikasi dan algoritma Naranjo dapat digunakan untuk mendeteksi ESO yang terjadi pada pasien pediatri. Seftriakson dan azitromisin adalah antimikroba dengan penyebab ESO tertinggi pada pasien pediatri COVID-19 dari hasil penelitian ini.

The pediatric population is vulnerable to ADRs due to the different pharmacokinetics, pharmacodynamics, and maturity of pediatric body systems compared to adults. The purposes of this study were to analyze antimicrobial ADRs in pediatric COVID-19 patients using a modified trigger tool and Naranjo algorithm and to determine the antimicrobials most associated with ADRs. Adverse Effects (AEs) were detected using a modified trigger tool, and causality assessment was analyzed using the Naranjo algorithm. This cross-sectional study was performed on pediatric patients with COVID-19 admitted to Pasar Minggu District Hospital from August 2020 until July 2021. A total of 120 patients, 119 patients were observed with 389 ADRs. According to the Naranjo scale, probable cases were 6,1%, and possible cases were 67,7%. The most common ADRs in pediatric patients are ulcer (84,2%), hypersensitivity (39,2%), and nausea (27,5%). The effectiveness of the modified trigger tool and Naranjo algorithms at detecting ADRs were calculated with Positive Predictive Value (PPV), ranging from 0 to 1. Modified trigger tool and Naranjo algorithm are applicable for ADRs detection in pediatric patients. Based on this study results, Ceftriaxone and azithromycin are the most common antibiotics associated with ADRs in pediatric COVID-19 patients."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Farid Bachtiar
"Latar belakang: Prevalensi adverse drug reaction (ADR) pada pasien tuberkulosis (TB) sensitif obat yang mendapat pengobatan antituberkulosis fase intensif cukup tinggi. ADR dapat mempengaruhi pengobatan pasien TB dan jika tidak ditangani dengan tepat, dapat menyebabkan komplikasi serius yang mengancam jiwa. Komplikasi gastrointestinal (GI) dan peningkatan fungsi liver merupakan ADR yang paling umum dijumpai pada pasien TB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi dan faktor risiko komplikasi GI serta peningkatan fungsi liver berupa peningkatan enzm GGT, AST, ALT pada pasien TB sensitif obat yang menerima pengobatan antituberkulosis fase intensif.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional terhadap 110 subjek yang menjalani pengobatan TB fase intensif. Subjek akan dilakukan evaluasi gejala mual, muntah, penilaian status gizi serta pemeriksaan laboratorium serial yaitu darah perifer lengkap, elektrolit, gula darah, albumin, fungsi hati dan ginjal sebelum memulai pengobatan, serta hari ke-7 dan ke-14 pengobatan.
Hasil: Komplikasi GI terjadi pada 40,9% pasien TB dengan pengobatan TB fase intensif, dengan gejala terbanyak merupakan mual dan muntah. Peningkatan enzim gamma glutamyl transferase (GGT) terjadi pada 60% populasi sedangkan peningkatan alanine aminotransferase (ALT) dan aspartate aminotransferase (AST) terjadi pada 17,3% populasi. Di antara pasien TB yang menjalani pengobatan fase intensif, 57,3% mengalami underweight. Namun, penelitian ini menemukan adanya hubungan antara kejadian komplikasi gastro intestinal (GI) dengan overweight (p=0.021; OR= 11.428). Selain itu, peningkatan fungsi liver juga ditemukan berhubungan dengan usia yang lebih tua (p= 0,041).
Kesimpulan: Proporsi peningkatan fungsi liver dan komplikasi GI pada pasien yang menerima pengobatan antituberkulosis fase intensif cukup tinggi, dengan mual dan muntah menjadi gejala yang paling umum. Overweight berhubungan dengan terjadinya komplikasi GI, sedangkan usia lebih tua berhubungan dengan peningkatan fungsi liver. Diperlukan studi prospektif dengan durasi yang lebih lama untuk menilai efek GI dan peningkatan fungsi liver mulai dari munculnya gejala hingga perbaikan fungsi liver..

Background: The prevalence of adverse drug reaction (ADR) in tuberculosis (TB) patient receiving intensive phase antituberculosis treatment is high. ADR can affect the treatment of TB patients and if not treated appropriately, can cause serious, life-threatening complications. Gastrointestinal (GI) and increasing of liver function are two of the most common ADR in TB patients. This research aims to provide the proportion and risk factors of GI and increasing of liver function marked by increase level of GGT, AST, ALT in drug sensitive TB patients receiving intensive phase antituberculosis treatment.
Method: This study is a cross sectional study of 110 subjects who underwent intensive phase TB treatment. Subjects will be evaluated regarding the nausea, vomiting, nutritional status assessment and undergo serial laboratory test evaluation i.e. complete peripheral blood, electrolytes, blood sugar, albumin, liver and renal function before treatment, and also 7th and 14th day of treatment.
Results: GI complications occurred in 40.9% TB patients in intensive phase TB treatment, the most common symptoms were nausea and vomiting. Increasing of GGT enzyme occur in 60% of the population, while increase in ALT and AST occured in 17,3% of the population. Among the TB patients in intensive phase TB treatment, 57,3% were underweight. However, this study found an association between GI complication occurrence with overweight (p=0.021; OR= 11.428). In addition, increasing of liver enzymes was also found to be associated with older age (p= 0.041).
Conclusion: The proportion of improved liver function and GI complications in patients receiving intensive phase antituberculosis treatment is high, with nausea and vomiting being the most common symptoms. Being overweight is associated with GI complication occurrence, where as older age is associated with increased liver function. The prospective studies with a longer duration is needed to assess GI effect and improvement in liver function from the first appearence of symptoms until the improvement of the liver function.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Windiastuti
"Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu kegiatan pelayanan farmasi klinik untuk memastikan terapi obat yang digunakan aman, efektif dan rasional yang mencakup pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki dan rekomendasi perubahan terapi. Masalah yang sering timbul dalam pengobatan terkait dengan pemberian obat yang kontraindikasi dengan kondisi pasien, cara pemberian obat yang tidak tepat, adanya interaksi antara 1 obat dengan obat lainnya atau pemberian dosis yang kurang tepat. Analisis DRP (Drug Related Problem) menggunakan metode PCNE (Pharmaceutical Care Network Europe) dan kemudian merekomendasikan penyelesaian DRP kepada DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan). Pemantauan terapi obat (PTO) dilakukan pada pasien Tn.D.L., umur 78 tahun, berat badan 66 kg dan tinggi badan 165 cm. Pasien didiagonis CVD infark, sepsis ec pneumonia, HHD, Riwayat MRSA, DM tipe 2 dan hipoalbumin. Hasil SOAPI didapatkan pasien menerima obat klopidogrel dan lansoprazole yang digunakan secara bersamaan. Dari penelusuran melalui Micromedex, terdapat interaksi major obat antara klopidogrel dan lansoprazol yang jika digunakan bersamaan akan mengurangi aktivitas antiplatelet dari klopidogrel yang akan berpengaruh dalam pengobatan infark pasien. Serta ditemukannya penggunaan antibiotik meropenem dengan dosis 3x2 g melebihi dosis yang dianjurkan yaitu 1g/8jam. Rekomendasi penyelesaian yang disarankan yaitu penggunaan antiplatelet klopidogrel dan lansoprazol diberi jeda satu sama lain dan meropenem tetap diberikan pada pasien dengan dosis tinggi dengan pertimbangan MIC ≥ 16.

Drug Therapy Monitoring is a clinical pharmacy service activity to ensure that drug therapy is used safely, effectively and rationally including assessing drug selection, dosage, method of drug administration, therapeutic response, unwanted drug reactions and recommendations for therapy changes. Problems that often arise in treatment are related to the administration of drugs that are contraindicated with the patient's condition, inappropriate drug administration, interactions and inaccurate dosage. DRP (Drug Related Problem) analysis uses the PCNE (Pharmaceutical Care Network Europe) method and then recommends DRP to the Doctor. Drug therapy monitoring was carried out on the patient Tn.D.L., aged 78 years, body weight of 66 kg and a height of 165 cm. The patient was diagnosed with CVD infarction, sepsis ec pneumonia, HHD, history of MRSA, type 2 DM and hypoalbumin. SOAPI results showed that the patient received clopidogrel and lansoprazole that were used simultaneously. From Micromedex, there is a major drug interaction between clopidogrel and lansoprazole which would reduce the antiplatelet activity of clopidogrel which will affect the treatment of patient infarction. As well as the discovery of the use of the antibiotic meropenem at a dose of 3x2 g exceeding the recommended dose of 1g/8 hours. The recommendation solution is that the use of antiplatelet clopidogrel and lansoprazole is given a break from each other and meropenem is still given to patients with high doses with consideration of MIC ≥ 16.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alifa Nuramalia Putri
"Penyakit tuberkulosis dianggap sebagai masalah darurat kesehatan publik dunia selama 25 tahun kebelakang. Efek samping terhadap obat anti tuberkulosis umum terjadi karena penggunaannya dalam jangka waktu panjang. ESO dapat menyebabkan morbiditas dan kematian jika tidak dikenali sejak dini. ESO dapat mempengaruhi kepatuhan dan hasil pengobatan tuberkulosis. Penelitian ini menganalisis efek samping obat tuberkulosis pada pasien rawat jalan di RS UI pada 2022 hingga 2023 dengan desain cross sectional dan pengambilan data secara retrospektif. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode consecutive sampling. Data ESO didapatkan berdasarkan skrining aktif terhadap kejadian tidak diinginkan (KTD) yang dialami pasien berdasarkan rekam medis. Terdapat 112 pasien yang dianalisis dan 92 pasien dari total tersebut mengalami ESO. Analisis kausalitas ESO dilakukan menggunakan algoritma Naranjo. Hasil penelitian didapatkan bahwa 75% pasien merupakan pasien dewasa. 54,5% pasien mengalami ESO setelah satu hingga empat minggu pengobatan. Pasien TB sensitif obat merupakan yang paling banyak, yaitu 68,8% pasien. Hasil analisis naranjo menunjukkan bahwa kasus ESO yang mungkin dialami oleh pasien paling banyak terjadi baik pada pasien dengan atau tanpa komorbid. Pada pasien dengan komorbid terdapat 55,8% kasus, sementara pada pasien tanpa komorbid terdapat 58,1% kasus. Efek samping yang paling sering terjadi adalah mual, muntah, anemia, gatal, dan dyspnea. Pada hasil analisis preventability, kasus paling banyak adalah kasus yang sangat dapat dicegah (93,2%), sementara pada analisis severability adalah kasus ESO dengan keparahan sedang (56,9%). Variabel yang mempengaruhi efek samping obat adalah komorbid, durasi penggunaan obat, dan jenis tuberkulosis dengan signifikansi masing-masing 0,007; 0,000; dan 0,006. Tingginya kejadian efek samping obat membuat pelaporan efek samping oleh tenaga kesehatan serta kelengkapan rekam medis menjadi komponen yang sangat penting untuk dilakukan.

Tuberculosis has been considered a world public health emergency for the past 25 years. Adverse reactions of anti-tuberculosis drugs are common due to long-term use. AR can cause morbidity and death if not recognized early and influence outcomes of tuberculosis treatment. This study analyzes AR of tuberculosis drugs in outpatients at UI Hospital from 2022-2023 with a cross-sectional design and retrospective data collection with a consecutive sampling method. AR data is  obtained based on screening for adverse events experienced by patients based on MR. There were 112 patients analyzed and 92 of them experienced AR. AR causality analysis was carried out using the Naranjo algorithm resulting 75% of patients were adult patients. 54.5% of patients experienced AR after 1-4 weeks of treatment. Drug sensitive TB patients are the most numerous, namely 68.8% of patients. The results of the Naranjo analysis show that most cases of AR may be experienced by patients with and without comorbidities. In patients with comorbidities there were 55.8% of cases, while in patients without comorbidities there were 58.1% of cases. The most frequent AR are nausea, vomiting, anemia, itching, and dyspnea. Preventability analysis showed most cases were highly preventable (93.2%), while in the severability analysis showed most  AR cases had a moderate severity (56.9%). Variables that influence AR are comorbidities, duration of drug use, and type of tuberculosis with a significance of 0.007 each; 0,000; and 0.006. The high incidence of AR from drugs makes reporting by health workers and completing medical records very important components."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nafayta Sekar Amalina
"Tocilizumab merupakan antibodi monoklonal yang bekerja dengan menginhibisi ikatan antara interleukin-6 (IL-6) dengan reseptornya. Pemberiannya pada pasien COVID-19 bertujuan untuk menekan dampak IL-6 terhadap inflamasi yang terjadi pada pasien COVID-19 derajat berat atau kritis yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU). Pasien ICU umumnya memiliki kondisi yang berisiko tinggi terhadap terjadinya perburukan dan disertai penyakit penyerta sehingga membutuhkan terapi yang kompleks antara tocilizumab dengan obat-obatan lain. Penelitian ini bertujuan utuk menganalisis masalah terkait obat (MTO) tocilizumab pada pasien COVID-19 di ICU Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) tahun 2020-2021. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross-sectional. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diambil secara retrospektif dari resep dan rekam medis pasien. Klasifikasi MTO yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada klasifikasi yang dibuat oleh Hepler dan Strand. Analisis dilakukan pada 50 pasien yang merupakan total sampel penelitian. Hasil dari analisis menunjukkan adanya MTO tocilizumab pada pasien COVID-19 di ICU RSUI sebanyak 52 kejadian dengan persentase potensi interaksi 86,27% dan reaksi obat tidak diinginkan 13,72%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terapi pengobatan pada pasien COVID-19 di ICU RSUI dengan tocilizumab pada tahun 2020-2021 menyebabkan masalah terkait obat dengan MTO yang terjadi berupa potensi interaksi obat dan reaksi obat tidak diinginkan.

Tocilizumab is a monoclonal antibody that inhibits interleukin-6 (IL-6) from its receptor. The administration to COVID-19 patients aims to suppress the impact of IL-6 to inflammation that occurs in severe COVID-19 patients in the Intensive Care Unit (ICU). ICU patients generally have conditions that are at higher risk of worsening and are followed by comorbidities that require complex therapy between tocilizumab and other drugs. This study aims to analyze the Drug-related Problems (DRP) of tocilizumab in COVID-19 patients in the ICU of Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) in 2020-2021. This study is a descriptive study with a cross-sectional study design. The data used in this study are secondary data taken retrospectively from prescriptions, and medical records. The DRP classification used in this study refers to the classification made by Hepler and Strand. Analysis was carried out on 50 patients which constituted the total sample of the study. The results of the analysis showed the presence of DRP of Tocilizumab in COVID-19 patients in the ICU RSUI as many as 52 events with the percentage of interactions is 86,27% and adverse drug reactions is 13,72%. Therefore, it can be concluded that tocilizumab as the treatment therapy for COVID-19 patients in the ICU RSUI in 2020-2021 experience DRP in drug interaction potentials and adverse drug reactions."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trianti Kartikasari Kusuma
"Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan salah satu standar pelayanan farmasi klinik yang diatur dalam Permenkes 72 tahun 2016. Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Pada Maret 2020, WHO menetapkan Covid-19 sebagai pandemi. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kebayoran Lama sebagai rumah sakit milik pemerintah provinsi DKI Jakarta ditunjuk menjadi Rumah Sakit (RS) rujukan full Covid-19. Obat yang digunakan sebagai terapi Covid-19 merupakan obat potensial yang belum diuji klinis untuk menyembuhkan Covid-19 maka RSUD Kebayoran Lama sebagai rumah sakit rujukan full Covid-19 perlu melakukan kegiatan PTO pada pasien. Penelitian ini bertujuan melakukan analisa hasil PTO dan mengidentifikasi masalah terkait obat pada pasien Covid-19.
Metode yang dilakukan adalah metode kualitatif dengan melihat data yang didapat dari form Pemantauan Terapi Obat (PTO). Berdasarkan data yang diperoleh, dibuat analisis PTO untuk tiap pasien.
Dari 26 pasien Covid-19, terdapat 5 pasien yang dilakukan analisis SOAP berdasarkan form PTO masing-masing pasien. Ditemukan 1 kasus pemilihan obat yang kurang tepat, 3 kasus mengalami pemberian dosis diatas batas normal, 4 kasus yang mengalami interaksi obat dan 2 kasus yang mengalami pemberian obat tanpa indikasi.

Drug Therapy Monitoring (PTO) is obe of the clinical pharmacy service regulated in Permenkes 72 of 2016. Covid-19 is an infectious disease caused by infection of Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). In March 2020, WHO declared Covid-19 a pandemic. The Kebayoran Lama Regional General Hospital (RSUD) as a hospital belonging to the DKI Jakarta government was appointed to be a full Covid-19 hospital. The drug used for Covid-19 therapy is a potential drug that has not been clinically tested to cure Covid-19, so RSUD Kebayoran Lama as a full Covid-19 referral hospital needs to carry out PTO activities on patients. This study aims to analyze PTO results and identify drug-related problems in Covid-19 patients.
The method used is a qualitative method by looking at the data obtained from the PTO form. Based on the data, a PTO analysis was made for each patient.
Of the 26 Covid-19 patients, there were 5 patients who underwent SOAP analysis based on the PTO form of each patient. There was 1 case of inappropriate drug selection, 3 cases experiencing dosages above the normal limit, 4 cases experiencing drug interactions and 2 cases experiencing drug administration without indications.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Karenna
"Nanoemulsi donepezil yang dihantarkan dari hidung ke otak dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan akumulasi donepezil di otak dan menghindari efek samping di saluran cerna. Namun, penelitian sebelumnya masih menggunakan konsentrasi surfaktan yang dapat menimbulkan sitotoksisitas. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan nanoemulsi donepezil dengan droplet berukuran di bawah 200 nm, nilai potensial zeta lebih besar dari 30 mV, indeks polidispersitas kurang dari 0,3, pH mendekati pH fisiologis nasal, serta fluks permeasi in vitro yang lebih tinggi dari kontrol. Nanoemulsi m/a yang mengandung donepezil, asam oleat, Tween 80, PEG 400, BHT, dan air demineralisata dibentuk dengan metode homogenisasi kecepatan tinggi dan ultrasonikasi. Parameter organoleptis, ukuran, indeks polidispersitas, potensial zeta, pH, permeasi in vitro melalui mukosa nasal kambing, dan stabilitas tiga formula nanoemulsi yang mengandung 3%, 4%, dan 5% surfaktan dinilai dan dibandingkan. Ketiga nanoemulsi memiliki ukuran droplet di bawah 110 nm, potensial zeta mencapai -29,77 mV, indeks polidispersitas kurang dari 0,3, pH masih ditoleransi mukosa nasal, dan stabil dalam penyimpanan pada suhu 30 ± 2 °C maupun 5 ± 2 °C selama sebulan. Melalui studi ini disimpulkan bahwa nanoemulsi F2 memiliki karakteristik fisik yang baik dan fluks permeasi terbaik (9,51 ± 2,64¼g/cm2.jam) sehingga berpotensi digunakan untuk meningkatkan akumulasi donepezil di otak.

Donepezil nanoemulsion delivered via the nose to brain route can be an alternative to increase donepezil accumulation in the brain and avoid gastrointestinal side effects. However, previous study still used high surfactant concentrations which can cause cytotoxicity. This study aims to produce donepezil nanoemulsions with droplet sizes below 200 nm, zeta potential values greater than 30 mV, polydispersity index less than 0.3, pH nearing nasal physiological pH, and higher in vitro permeation compared to control. An o/w nanoemulsion comprising of donepezil base, oleic acid, Tween 80, PEG 400, BHT, and demineralized water was formed by high-speed homogenization and ultrasonication. Organoleptic, size, polydispersity index, zeta potential, pH, in vitro permeation through goat nasal mucosa, and the stability of three formulas containing 3%, 4%, and 5% surfactant were compared. All three nanoemulsions had droplet sizes below 110 nm, zeta potential up to -29.77 mV, polydispersity index less than 0.3, pH tolerated by nasal mucosa, and stable in storage at 30 ± 2 °C and 5 ± 2 °C for a month. This study concludes that the F2 nanoemulsion had good physical characteristics and the best permeation flux (9,51 ± 2,64¼g/cm2.hour), thus having potential to increase donepezil accumulation in the brain."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>