Ditemukan 205775 dokumen yang sesuai dengan query
Alifia Ainayya Salsabila
"Adanya pandemi Covid-19 mengganggu kualitas relasi teman sebaya dengan berkurangnya kesempatan untuk berinteraksi secara langsung. Salah satu faktor yang membantu remaja mengembangkan hubungan pertemanan yang sehat adalah empati. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara empati dengan relasi teman sebaya pada remaja di masa pandemi Covid-19. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja berusia 15-18 tahun yang berdomisili di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental. Partisipan dalam penelitian ini yaitu 651 siswa dari berbagai Sekolah Menengah Atas di kota besar, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar. Alat ukur yang digunakan adalah The Basic Empathy Scale in Adults (BES-A) untuk mengukur empati dan Adolescence-Reported Scale untuk mengukur relasi teman sebaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara empati dengan relasi teman sebaya pada remaja di masa pandemi Covid-19 (r = .376, p<0,01). Disamping itu, ditemukan pula bahwa remaja perempuan memiliki tingkat empati yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan remaja laki-laki.
The Covid-19 pandemic has disrupted the quality of peer relationship by reducing the opportunity to interact directly. One of the factors that help teens develop healthy friendships is empathy. This study aims to see the relationship between empathy and peer relationship in adolescence during pandemic Covid-19. The population in this study are adolescence aged 15-18 years who live in Indonesia. This research is a non-experimental research. Participants in this study were 651 students from various high schools in big cities, namely Jakarta, Bandung, Surabaya, and Makassar. The measuring instruments used are The Basic Empathy Scale in Adults (BES-A) to measure empathy and the Adolescence-Reported Scale to measure peer relationship. The results of this study indicate that there is a significant positive correlation between empathy and peer relationship in adolescenc during pandemic Covid-19 (r = .376, p<0.01). In addition, it was also found that female adolescennce had a significantly higher level of empathy than male."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Hidego Handaru Wicaksono
"Penelitian ini menggunakan metode korelasional untuk menggambarkan hubungan antara relasi orang tua-remaja dengan empati dan komponen-komponen empati, yakni empati afektif dan kognitif, pada remaja di masa Pandemi Covid-19. Relasi orang tua-remaja diukur menggunakan Parent-Adolescent Relationship Scale (Lippman et al., 2014). Empati dan komponennya diukur menggunakan Basic Empathy Scale (Joliffe & Farrington, 2006) yang sudah diterjemahkan. Partisipan merupakan 651 siswa-siswi SMA berusia 15-18 tahun. Perekrutan partisipan dilakukan secara daring melalui pihak-pihak sekolah secara resmi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi signifikan antara relasi orang tua-remaja dengan empati pada remaja (r = 0.074, p < 0.05, one tailed). Hasil tersebut menunjukkan bahwa peningkatan pada kualitas relasi orang tua-remaja diikuti dengan kenaikan pada empati, begitu pula sebaliknya. Penelitian juga menunjukkan bahwa empati kognitif pada remaja berkorelasi signifikan dengan relasi orang tua-remaja (r = 0.039, p < 0.05, one tailed). Hasil tersebut menunjukkan bahwa peningkatan pada kualitas relasi orang tua-remaja cenderung diikuti oleh peningkatan pada empati kognitif, begitu pula sebaliknya. Dari analisis Independent samples T-Test ditemukan hasil bahwa empati pada remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan pada remaja laki-laki. Sementara remaja laki-laki mempersepsikan relasi orang tua-remaja lebih baik dibandingkan remaja perempuan.
This research used correlational methods in order to describe the correlation between parent-adolescent relationship and empathy with its components on adolescents in times of Covid-19 Pandemic. Parent-adolescent relationship are measured with Parent-Adolescent Relationship Scale (Lippman et al., 2014). Empathy and its components are measured using a translated Basic Empathy Scale (Joliffe & farrington, 2006). The participants are 651 senior high school students aged 15-18. The participants were recruited online legitimately through connections in schools. Results of the research showed that parent-adolescent relationship is significantly correlated to empathy on adolescents (r = 0.074, p < 0.05, one tailed). This result means that an increase in the quality of parent-adolescent relationship are followed with an increase in empathy, and also the other way round. Results also showed that cognitive empathy on adolescents is significantly related to parent-adolescent relationship remaja (r = 0.039, p < 0.05, one tailed). This result showed that an increase in the quality of parent-adolescent relationship are followed with an increase in cognitive empathy, and also the other way round. Independent samples T-Test analysis showed that female adolescent’s empathy are higher than male adolescent’s empathy. Meanwhile, male adolescents perceived their relationship with their parents better than female adolescents."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sarah Zhafira
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara empati dan distres psikologis pada remaja di masa pandemi Covid-19. Peneliti menggunakan definisi empati dari Cohen & Strayer (1996) yang membagi empati menjadi dua komponen, yaitu empati afektif dan empati kognitif serta definisi distres psikologis dari Mirowsky & Ross (2002). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan desain korelasional. Sampel pada penelitian ini berjumlah 651 remaja berusia 15-18 tahun dengan 390 perempuan dan 291 laki-laki. Alat ukur yang digunakan adalah Basic Empathy Scale (Jollife & Farrington, 2006) dan Kessler Psychological Distress Scale - 10 Items (Kessler, 2002) yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Hasil pengujian korelasi menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara empati afektif dan distres psikologis (r(651) = 0.174 , p <0.05, r² = 0.03, one tail), namun hubungan antara kedua variabel lemah. Tidak ditemukan adanya hubungan antara empati kognitif dan distres psikologis. Selain itu, perempuan memiliki skor distres psikologis, empati afektif, dan empati kognitif yang lebih tinggi secara signifikan dibanding laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distres psikologis hanya berhubungan dengan kemampuan individu untuk turut merasakan emosi orang lain secara kongruen, yang merupakan komponen afektif dari empati.
This study aims to test the relationship between empathy and psychological distress among adolescents in times of Covid-19 pandemic. Researcher used the definition of empathy from Cohen & Strayer (1996) who classified empathy to two components, affective empathy and cognitive empathy, while the reference of psychological distress is from Mirowsky & Ross (2002). This study was conducted with quantitative method and correlational design. A total of 651 adolescents (390 girls and 291 boys) ranging from 15 – 18 years old participated in this study. The instruments used in this study are Basic Empathy Scale (Jollife & Farrington, 2006) and Kessler Psychological Distress Scale - 10 items (Tran et al., 2019) that are adapted to Bahasa. The results showed that there is a positive significant correlation between affective empathy and psychological distress, however the effect size is small (r(651) = 0.174, p <0.05, r² = 0.03, one tail). There is no significant correlation between cognitive empathy and psychological distress. Furthermore, girls reported higher psychological distress, affective empathy, and cognitive empathy than boys. From this study, it is known that psychological distress only correlated with the affective components of empathy."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Cindy Anisa Maharani
"Hubungan dengan teman sebaya merupakan aspek penting dalam perkembangan remaja. Sejak adanya pandemi COVID-19, keterbatasan interaksi sosial secara langsung menyebabkan menjalin pertemanan bagi remaja terasa melelahkan. Salah satu faktor kunci dalam hubungan teman sebaya adalah relasi anak dengan orang tuanya. Relasi orang tua-anak yang positif dinilai dapat membantu remaja dalam menghadapi situasi pandemi dan meningkatkan kualitas hubungan teman sebaya. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat peranan relasi orang tua-anak dalam memprediksi kualitas hubungan teman sebaya pada remaja madya di masa pandemi COVID-19. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan tipe studi cross-sectional. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 651 partisipan dan merupakan remaja madya berusia 15-18 tahun (M = 16,33, SD = 0,74), berjenis kelamin perempuan (n = 390) dan laki-laki yang berdomisili di Indonesia. Pengambilan data dilakukan dengan pendekatan kuantitatif melalui penyebaran kuesioner Parent-Adolescent Relationship Scale dan Peer Friendship Scale. Hasil analisis statistik regresi linear sederhana menunjukkan bahwa relasi orang tua-anak secara positif signifikan mampu memprediksi kualitas hubungan teman sebaya (p < 0,01) dengan nilai = 0,41. Disarankan perlunya membangun iklim keluarga yang positif melalui penguatan relasi orang tua-anak untuk meningkatkan kualitas hubungan teman sebaya pada remaja, khususnya pada masa pandemi COVID-19.
Peer relationship is an important aspect of adolescents’ development. Since the COVID-19 pandemic outbreak, the limited social interactions have made friendships for adolescents feel tiring. One of the key factors in peer relationships quality is child’s relationship with their parents. Positive parent-child relationship is considered to be able to help adolescents in dealing with pandemic situations and improve the quality of peer relationship. Therefore, this study aims to investigate the role of parent-child relationship in predicting peer relationship quality among middle adolescents during the COVID-19 pandemic. This research is a correlational study with cross-sectional design and was conducted on 651 participants who are middle adolescents aged 15-18 years (M = 16,33, SD = 0,74), females (n = 390) and males who live in Indonesia. Data was collected using a quantitative approach by distributing questionnaires Parent-Adolescent Relationship Scale and Peer Friendship Scale. The result of the simple linear regression shows that parent-child relationship positively significant predicted peer relationship quality (p < 0,01) with = 0,41. It is suggested the need to build a positive family climate through strengthening parent-child relationships to improve the quality of peer relationships in adolescent, especially during the COVID-19 pandemic."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Maria Ulfah
"Work from home dan online learning akibat pandemi COVID-19 menyebabkan perubahan perilaku pengasuhan orang tua kepada anak. Pola asuh yang tepat melalui penerapan perilaku yang baik dapat menstimulasi perkembangan emosional anak. Namun, perkembangan emosional anak berisiko bermasalah apabila penggunaan pola asuh tidak tepat. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara pola asuh orang tua dan perkembangan emosional anak prasekolah pada masa pandemi COVID-19. Penelitian berdesain cross sectional ini melibatkan 186 orang tua dari anak prasekolah di PAUD/TK/RA di Jakarta yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan yaitu Parenting Style and Dimension Questionnaire (PSDQ) dan Ages and Stages Questionnaire: Social-Emotional (ASQ:SE)–2. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dan perkembangan emosional anak prasekolah (p = 0,002; OR = 3,903). Anak prasekolah yang diasuh oleh orang tua dengan pola asuh otoritatif 3 kali memiliki perkembangan emosional yang tinggi dibanding diasuh orang tua dengan pola asuh permisif. Peneliti merekomendasikan adanya penyampaian hasil pola asuh oleh perawat komunitas atau pengembangan media edukasi oleh mahasiswa keperawatan atau pihak sekolah dalam promosi kesehatan. Selain itu, orang tua diharapkan lebih memperhatikan, mengawasi, dan mengantisipasi perilaku anak yang tidak sesuai dari perkembangan emosionalnya.
Work from home and online learning due to the COVID-19 pandemic has caused changes in parenting behavior for children. Appropriate parenting through good behavior can stimulate children's emotional development. However, the emotional development of children is at risk of problems if the use of parenting is not appropriate. This study aims to identify the relationship between parenting styles and the emotional development of preschool children during the COVID-19 pandemic. This cross-sectional design study involved 186 parents of preschool children in several PAUD/TK/RA in Jakarta who were selected using the purposive sampling technique. The instruments used are the Parenting Style and Dimension Questionnaire (PSDQ) and the Ages and Stages Questionnaire: Social-Emotional (ASQ:SE)–2. The results showed has a relationship between parenting styles and children's emotional development (p = 0.002; OR = 3,903). Preschool children who are cared for by parents with authoritative parenting have three times higher emotional development than those raised by parents with permissive parenting. Researchers recommend the delivery of the results of parenting by community nurses or the development of educational media by nursing students or schools in health promotion. In addition, parents can expectedly pay more attention, supervise, and anticipate children's inappropriate behavior from their emotional development."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Syifa Audrey Azzahra Febian
"This research aims to further discuss how the pandemic has changed intimate life (relationship). In this research, the researcher uses Social Penetration Theory, the concept of self-disclosure and digital media – dating apps. Using literature review, the researcher chose to have several journal articles that will be the foundation of this research. The result of this research shows that during the COVID-19 pandemic lockdowns, the ever growing technology and the Internet has become vital to all of us. The advancement of technology has blessed us with inventions such as dating apps, video conferencing apps, and streaming services that are used as tools to keep the intimacy alive during the pandemic. For future studies, it would be academically beneficial to consider reviewing the impact from media studies, interpersonal communication, and the role of social media.
Penelitian ini bertujuan untuk membahas bagaimana pandemi mengubah kehidupan intim (hubungan percintaan). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori serta konsep berupa Teori Penetrasi Sosial, konsep self-disclosure dan media digital – aplikasi kencan online. Dengan menggunakan literature review, peneliti memilih beberapa artikel jurnal yang akan menjadi landasan penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama masa lockdown pandemi COVID-19, teknologi dan internet yang terus berkembang menjadi vital bagi kita semua. Kemajuan teknologi telah memfasilitasi kehidupan kita dengan penemuan-penemuan seperti aplikasi kencan, aplikasi konferensi video, dan layanan streaming yang digunakan sebagai alat untuk menjaga keintiman tetap terjaga selama masa pandemi. Rekomendasi dalam penelitian ini adalah untuk studi masa depan, akan lebih bermanfaat secara akademis untuk mempertimbangkan dan meninjau dampak dari studi media, komunikasi interpersonal, serta peran sosial media."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Celly Devita Febrianti
"Kasus terkonfirmasi positif COVID-19 di Lampung terus bertambah. Rumah Sakit Umum (RSU) Handayani merupakan salah satu rumah sakit swasta rujukan COVID-19 di Lampung. Terdapat penurunan kunjungan pasien rawat jalan di RSU Handayani selama Pandemi Covid-19.Penelitian ini membahas tentang stigma pasien pada tenaga kesehatan serta faktor lainnya terhadap perilaku kunjungan rawat jalan pada masa pandemi di RSU Handayani Lampung Utara. Metode penelitian ini adalah sequential explanatory yang merupakan kombinasi kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada pasien rawat jalan, sedangkan penelitian kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara stigma pasien pada petugas kesehatan, pengetahuan dan sikap terhadap perilaku kunjungan pasien rawat jalan. Penyebab stigma diantaranya karena pasien beranggapan mobilisasi petugas kesehatan yang tinggi di rumah sakit sehingga berisiko menularkan Covid-19. Pasien kelompok rentan sebagian besar memiliki stigma. Penelitian juga mendapatkan beberapa responden tidak patuh berkunjung untuk berobat pada masa pandemi Covid-19. Perlu dilakukan berbagai upaya oleh pihak-pihak terkait untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat khususnya pada masa Pandemi Covid-19.
Positive confirmed cases of COVID-19 in Lampung continue to increase. The Handayani General Hospital (RSU) is one of the private COVID-19 referral hospitals in Lampung. There was a decrease in outpatient visits at Handayani Hospital during the Covid-19 Pandemic. This study discusses the stigma of patients on health workers and other factors on the behavior of outpatient visits during the pandemic at Handayani Hospital, North Lampung. This research method is sequential explanatory which is a combination of quantitative and qualitative. Quantitative research was conducted by distributing questionnaires to outpatients, while qualitative research was conducted by in-depth interviews. The results showed that there was a significant relationship between patient stigma on health workers, knowledge and attitudes towards outpatient visiting behavior. The cause of the stigma, among others, is because patients think that the high mobilization of health workers in the hospital is at risk of spreading Covid-19. Most of the vulnerable patients have a stigma. The study also found that several respondents did not comply with visiting for treatment during the Covid-19 pandemic. It is necessary to make various efforts by related parties to improve health services for the community, especially during the Covid-19 Pandemic."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Lingga Putri Nisrina
"Kecemasan dalam menghadapi pandemi COVID-19 dapat terjadi pada siapapun. Kecemasan dapat membuat seseorang bertingkah laku di luar akal sehat mereka. Pada kasus pandemi COVID-19 salah satu kecemasan yang terjadi adalah kecemasan akan tertular oleh virus COVID-19. Untuk mengurangi penularan COVID-19 dilakukan tindakan protokol kesehatan 5M, yaitu memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan membatasi mobilitas. Protokol kesehatan tersebut harus dipatuhi untuk menghindari penyebaran virus yang semakin meluas, tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis tingkat kecemasan terhadap pandemi COVID-19 dan tingkat kepatuhan pada protokol kesehatan COVID-19 dan korelasi diantara keduanya. Diduga ada perbedaan pada tingkat kecemasan, tingkat kepatuhan dan korelasi antara keduanya pada mahasiswa antar rumpun ilmu di Universitas Indonesia. Karena itu perbedaan rata-rata skor dari tingkat kecemasan, tingkat kepatuhan dan korelasi keduanya akan dianalisis untuk rumpun ilmu yang ada di Universitas Indonesia. Hal ini akan membantu pihak terkait untuk membuat kebijakan yang lebih efisien dan tepat sasaran untuk mengurangi tingkat kecemasan dan menaikkan tingkat kepatuhan secara umum maupun di setiap rumpun ilmu. Metode utama yang digunakan adalah uji Kruskal-Wallis dan korelasi Spearman. Penelitian dilakukan pada 306 mahasiswa Universitas Indonesia. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dengan 15 pertanyaan mengenai kecemasan dan 25 pertanyaan mengenai kepatuhan dengan skor 1-5. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan rata-rata skor tingkat kecemasan antar rumpun ilmu dan tidak terdapat perbedaan rata-rata skor tingkat kepatuhan antar rumpun ilmu di Universitas Indonesia. Untuk Rumpun Ilmu Kesehatan terdapat korelasi negatif antara tingkat kecemasan dan tingkat kepatuhan. Untuk Rumpun Ilmu Sains dan Teknologi maupun untuk Rumpun Ilmu Sosial dan Humaniora didapatkan bahwa tidak terdapat korelasi antara tingkat kecemasan dan tingkat kepatuhan.
Anyone can experience anxiety as a result of the COVID-19 pandemic. Anxiety can cause a person to act in ways that are contrary to their common sense. One of the concerns that arises in the case of the COVID-19 pandemic is the fear of becoming infected with the virus. To reduce COVID-19 transmission, the 5M health protocol is followed, which includes wearing masks, washing hands, maintaining a safe distance, avoiding crowds, and limiting mobility. These health protocols must be followed to prevent the spread of the virus, which appears to be spreading but is not. The goal of the study was to look at the COVID-19 pandemic's anxiety levels and the COVID-19 health protocol's compliance levels, as well as the relationship between the two. It is suspected that students in the Universitas Indonesia knowledge group have different levels of anxiety, compliance, and correlations between the two. As a result, for the existing science group at Universitas Indonesia, the difference in average scores from anxiety levels, compliance levels, and correlations will be examined. This will assist the relevant parties in developing more effective and targeted policies to reduce anxiety and increase compliance across the board, as well as in each knowledge group. The Kruskal-Wallis test and the Spearman correlation are the most commonly used methods. The research involved 306 students from Universitas Indonesia. Questionnaires with 15 anxiety questions and 25 complince questions were used to collect data, with scores ranging from 1 to 5. According to the findings of this study, at the Universitas Indonesia, there is a difference in average anxiety level score between the knowledge group and no difference in average compliance level score between the knowledge group. Anxiety levels and compliance levels are negatively correlated in the Health knowledge group. There is no correlation between anxiety levels and compleance levels in Science and Technology, as well as the Social Sciences and Hummanities."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dwi Septiana
"Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa rasa takut terhadap COVID-19 memiliki hubungan dengan perilaku sehat, perbedaan jumlah infeksi, kepercayaan terhadap adanya COVID-19, dan faktor-faktor penentu perilaku sehat di setiap negara membuat penelitian ini perlu dilakukan di Indonesia. Perilaku sehat merupakan salah satu respon adaptif dalam menghadapi rasa takut terhadap COVID-19. Munculnya rasa takut seharusnya dapat membuat individu menerapkan perilaku sehat selama masa pandemi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara rasa takut terhadap COVID-19 dengan perilaku sehat di Indonesia. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-eksperimental dan cross-sectional. Patisipan penelitian berjumlah 213 yang berusia antara 18-59 tahun ( 79,3% perempuan; Musia = 23,5, SD = 8,17), serta merupakan warga negara Indonesia. Rasa takut terhadap COVID-19 di ukur menggunakan MAC-RF (Multidimensional Assessment of COVID-19–Related Fears), dan perilaku sehat di ukur dengan PHBS Positive Health Behavior Scale). Berdasarkan hasil analisis statistic ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara rasa takut terhadap COVID-19 dengan perilaku sehat (r(213) = 0,10, p = 0,11). Dimana semakin tinggi rasa takut terhadap COVID-19 tidak dapat menjamin bahwa individu akan menerapkan perilaku sehat selama pandemi. Faktor jenis kelamin, penyakit, vaksinasi, dan pendidikan tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam rasa takut terhadap COVID-19 dan perilaku sehat.
Previous research has found that fear of COVID-19 has a relationship with healthy behavior, differences in the number of infections, trust in the presence of Covid-19, and the determinants of healthy behavior in each country make this research need to be done in Indonesia. Healthy behavior is one of the adaptive responses in dealing with the fear of COVID-19. The emergence of fear should be able to make individuals adopt healthy behaviors during a pandemic. This study aims to see whether there is a relationship between fear of COVID-19 with healthy behavior. The design used in this study was non-experimental and cross-sectional. The study participants were 213 aged between 18-59 years (79.3% female; Mage = 23.5, SD = 8.17) and were Indonesian citizens. COVID-19 fear was measured using MAC-RF (Multidimensional Assessment of COVID-19–Related Fears), and healthy behavior was measured using the PHBS (Positive Health Behavior Scale). Based on the results of statistical analysis, it was found that there was no relationship between fear of COVID-19 with healthy behavior (r(213) = 0.10, p = 0.11). Where the higher the fear of COVID-19, it cannot guarantee that individuals will adopt healthy behaviors during the pandemic. Gender, disease, vaccination, and education did not have a significant difference in fear of COVID-19 and healthy behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rania Savira Attamimi
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran terkait peran self-compassion terhadap regulasi emosi pada dewasa muda dalam situasi pandemi Covid-19. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang melibatkan 138 partisipan dengan kriteria berusia 18-40 tahun dan berdomisili di Indonesia. Pengukuran regulasi emosi menggunakan alat ukur Emotion Regulation Questionnaire (ERQ) (Gross dan John, 2003) dan pengukuran self-compassion menggunakan alat ukur Self-Compassion Scale (Neff, 2003b). Hasil penelitian ini menunjukkan self-compassion secara umum ditemukan dapat memprediksi regulasi emosi secara signifikan (F(1,136) = 5.776, p < 0.05, R² = 0.041). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi self-compassion yang dimiliki individu, akan semakin tinggi pula kemungkinan individu tersebut memiliki kemampuan regulasi emosi yang baik.
This study was conducted to describe the role of self-compassion on emotion regulation in young adults in the Covid-19 pandemic situation. This study is a quantitative study involving 138 participants with criteria aged 18-40 years and domiciled in Indonesia. The measurement of emotion regulation uses the Emotion Regulation Questionnaire (ERQ) (Gross and John, 2003) and self-compassion measurement using the Self-Compassion Scale (Neff, 2003b). The results of this study indicate that self-compassion is generally found to be able to significantly predict emotion regulation (F(1.136) = 5.776, p < 0.05, R² = 0.041). From these results, it can be concluded that the higher the individual's self-compassion, the higher the possibility that the individual has good emotional regulation abilities."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library