Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135620 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kharisa Hasna Utami
"Pada masa COVID-19, karyawan garis depan dituntut untuk tetap mempertahankan kinerjanya dalam lingkungan kerja yang menantang. Karyawan garis depan, yaitu setiap orang yang tetap perlu melayani banyak orang dalam keadaan pandemi dihadapkan pada berbagai tantangan yang dapat menurunkan kinerjanya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kreasi pekerjaan dengan kinerja karyawan garis depan COVID-19 yang dimedisasi keterikatan kerja. Penelitian ini juga menguji hubungan variabel kreasi pekerjaan dengan keterikatan kerja dan kinerja. Selain itu, penelitian ini juga menguji hubungan antara keterikatan kerja dengan kinerja karyawan garis depan. Kreasi pekerjaan diukur dengan menggunakan Job Crafting Scale (Tims et al., 2012), keterikatan kerja diukur dengan menggunakan versi pendek UWES (Schaufeli et al., 2002) dan kinerja diukur dengan versi pendek Job Performace (Mastenbroek et al., 2014). Partisipan penelitian ini adalah 216 karyawan garis depan yang bergerak di bidang non medis dengan usia 20-64 tahun di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kreasi pekerjaan berhubungan dengan kinerja karyawan garis depan secara langsung. Penelitian ini juga menunjukkan hubungan kreasi pekerjaan dengan keterikatan kerja karyawan garis depan serta hubungan antara keterikatan kerja garis depan dengan kinerjanya. Terakhir, hasil penelitian ini menunjukkan hubungan tidak langsung antara kreasi pekerjaan yang dilakukan karyawan garis depan dengan kinerjanya, yaitu melalui mediasi dari keterikatan kerja karyawan.

Frontline workers are expected to perform well under difficult work environment during the times of COVID-19 pandemic. Frontline workers, a group of workers who still needs to do their job serving other people needs in public areas, struggles to maintain their job performance during the COVOD-19 pandemic. This study aims to investigate the relationship between job crafting and job performance through the mediating role of work engagement in COVID-19 frontline workers in Indonesia. This study also aims to investigate the relationship between job crafting and work engagement and the direct relationship between job crafting and job performance. Job Crafting is measured using the Job Crafting Scale constructed by Tims et al. (2012), Work Engagement is measured using the short version of UWES (Schaufeli et al., 2002), and Job Performance is measured using the short version of Job Performance Scale originally used by Mastenbroek et al., (2014). Data were collected from 257 Indonesian COVID-19 frontline workers age 20-64. The results show that job crafting directly relates to job performance. This study also shows that job crafting relates to work engagement and frontline workers’ work engagement relates to their job performance. Lastly, the results shows that job crafting indirectly relates to job performance through the mediating effect of work engagement."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Farhan Rasyid
"Dalam kondisi pandemi COVID-19, kebosanan kerja pada karyawan milenial merupakan hal yang sering terjadi. Kebosanan kerja dapat menimbulkan menurunnya kinerja kerja dan juga komitmen karyawan kepada perusahaan menurun. Hal tersebut tentunya akan berdampak kepada kinerja perusahaan dan kinerja karyawan. Tetapi, peneliti berargumentasi bahwa kebosanan kerja pada karyawan milenial dapat berkurang jika karyawan milenial memiliki tingkat kepribadian proaktif dan job crafting yang tinggi. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran peran job crafting sebagai mediator hubungan antara kepribadian proaktif dengan kebosanan kerja pada karyawan milenial di masa pandemi. Untuk memenuhi tujuan ini, peneliti menggunakan 3 alat ukur, yaitu Proactive Personality Scale (PPS) untuk mengukur kepribadian proaktif, Job Crafting Scale (JBS) untuk mengukur job crafting, dan Dutch Boredom Scale (DUBS) untuk mengukur kebosanan kerja. Penelilian ini menggunakan analisis regresi terhadap 177 partisipan. Data dianalisis menggunakan PROCESS macro Hayes pada SPSS. Hasil penelitian menunjukan bahwa job crafting dapat memediasi penuh hubungan antara kepribadian proaktif dan kebosanan kerja pada karyawan milenial di masa pandemi. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi kepribadian proaktif dan job crafting maka semakin rendah kebosanan kerja pada karyawan milenial di masa pandemi.

During pandemic covid-19, boredom at work on millennial employees frequently happens. Work boredom can lead to decreased work performance and also decreased employee commitment to the company. This will certainly have an impact on company performance and employee career paths. We assume that work boredom on millennial employees will decrease if they have a high level of proactive personality and job crafting. This study was conducted to provide an overview of the role of job crafting as a mediator of the relationship between proactive personality and work boredom on millennial employees during the pandemic. To fulfill this objective, the researcher using 3 measuring instruments, namely Proactive Personality Scale (PPS) to measure proactive personality, Job Crafting Scale (JBS) to measure job crafting, and Dutch Boredom Scale (DUBS) to measure boredom. This study using regression analysis of 177 participants. Data were analyzed using Hayes’s PROCESS macro on SPSS. The results show that job crafting can fully mediate the relationship between proactive personality and work boredom in millennial employees during the pandemic. This shows that the higher the proactive personality and job crafting, the lower the work boredom for millennial employees during the pandemic."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eileenthia Nimas Aryane
"Dibandingkan dengan generasi lainnya, karyawan milenial identik dengan tingkat kecenderungan turnover yang lebih tinggi. Meski begitu, adanya perilaku proaktif dalam mengubah aspek pekerjaan melalui job crafting diketahui dapat mempertahankan keberadaan karyawan pada pekerjaan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk melihat hubungan antara job crafting dengan turnover intention yang dimediasi oleh keterikatan kerja pada karyawan milenial di Indonesia. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini, antara lain: Job Crafting Scale, UWES Short Version, dan Turnover Intention Scale. Partisipan dalam penelitian ini adalah karyawan generasi milenial (usia 24-40 tahun) dengan masa kerja minimal 1 tahun, dengan rincian 122 partisipan laki-laki dan 137 partisipan perempuan (N = 259). Melalui analisis regresi mediasi menggunakan Makro PROCESS oleh Hayes, ditemukan hasil bahwa keterikatan kerja memediasi sebagian hubungan antara job crafting dengan turnover intention. Hal ini menggambarkan jika job crafting dapat memberikan dampak secara langsung terhadap turnover intention (c' = .08, p < .05), namun juga dapat berdampak secara tidak langsung melalui adanya peran keterikatan kerja sebagai perantara (ab = -.14, p < .05).

Millennials employees tend to have a higher level of turnover intention compared with other generations. However, employees that proactively craft their job was found to have a lower turnover intention. Therefore, this study aims to examine the relationship between job crafting and turnover intention mediated by work engagement among millennial employees in Indonesia. The instruments used in this study include Job Crafting Scale, UWES Short Version, and Turnover Intention Scale. Participants in this study were millennials employees (aged 24-40 years) with a minimum working period of 1 year, with details of 122 male participants and 137 female participants (N = 259). Through mediation regression analysis using the Macro PROCESS by Hayes, it was found that work engagement partially mediates the relationship between job crafting and turnover intention. This illustrates that job crafting can directly affect the turnover intention (c' = .08, p < .05), but also indirectly affect the turnover intention through work engagement as a mediator (ab = -.14, p < .05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ermy Rizkawati
"Munculnya perubahan kondisi kerja yang dilakukan oleh sebagian besar organisasi di Indonesia akibat pandemi Covid-19, mengakibatkan organisasi perlu melakukan penyesuaian operasional agar organisasi tetap berjalan dengan tetap menjalankan protokol kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur praktik job crafting di tengah kondisi perubahan kondisi kerja selama pandemi Covid-19 yang dirasakan oleh karyawan di sebuah perusahaan di industri Logistik. Penelitian ini juga menguji variabel lain yaitu empowering leadership yang diindikasikan merupakan penyebab munculnya job crafting, serta perceived job performance dan work engagement yang muncul sebagai dampak dari job crafting. Peneliti melakukan tinajuan literatur yang tersedia yaitu dokumen kebijakan perusahaan, melakukan wawancara, serta mendapatkan 316 responden yang kemudian diolah dengan software Lisrel dan model pengukuran Structural Equation Modelling (SEM). Hasil yang didapatkan adalah bahwa perceived impact of change dan empowering leadership berpengaruh signifikan terhadap job crafting, serta job crafting menjadi anteseden meningkatnya perceived job performance dan work engagement karyawan selama pandemi Covid-19. Studi ini mencoba menyediakan pandangan baru atas penelitian sebelumnya terhadap job crafting yang merupakan wujud dari sikap proaktif pekerja untuk melakukan job redesign, dengan latar belakang kondisi pandemi Covid-19.

The changes of working conditions carried out by most of company in Indonesia due to the Covid-19 pandemic, make the organization must create operational adjustment with regard to health protocols. This study aims to measure the practice of job crafting in the midst of changing working conditions during the Covid-19 pandemic that is felt by employees in a company in the Logistics company. This study also examines other variables, such as empowering leadership which is indicated as the cause of job crafting, and also perceived job performance and work engagement as the impact of job crafting. The researcher reviewed the available literature like company policy, conducted interviews, and got 316 respondents which were then processed using Lisrel software and the Structural Equation Modeling (SEM) measurement model. The results explained that the perceived of change and empowering leadership has a significant effect on job crafting, and job crafting is a driving factor for perceived job performance and work engagement during the Covid-19 pandemic. This study provides a new perspective on previous research on job crafting which is a manifestation of the proactive attitude of workers to do job redesign, in the midst of Covid-19 pandemic."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tengku Annisa Febrina
"Transisi dari bekerja dari kantor ke telecommuting atau WFH selama pandemi COVID-19 memiliki dampak yang unik bagi pekerja, antara lain bagaimana pekerja memanfaatkan pengaturan kerja, work-to-home spill over, dan perbedaan tingkat kepuasan yang berdampak pada Kinerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kepuasan kerja memediasi hubungan antara pengaturan kerja yang fleksibel dan pengaruh cognitive work-to-home terhadap Kinerja. Peserta terdiri dari pekerja organisasi yang melakukan pengaturan kerja fleksibel dan telecommuting (N = 250). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja secara signifikan memediasi hubungan antara pengaturan kerja yang fleksibel, limpahan kognitif kerja-ke-rumah dan kinerja dalam pengaturan telecommuting. Hasil penelitian ini memberikan referensi bagi perusahaan dan manajemen SDM mengenai pentingnya mendorong faktor internal dan eksternal bagi individu untuk mencapai kinerja yang efektif dalam pengaturan telecommuting, terutama di masa pandemi ini.

The transition from working from the office to telecommuting or WFH during the COVID-19 pandemic has a unique impact on workers, including how workers utilize work arrangements, the work-to-home spill over, and differences in satisfaction levels that have an impact on performance. This study aims to determine whether job satisfaction mediates the relationship between flexible work arrangements and cognitive work-to-home spillover on performance. Participants consisted of organizational workers performing flexible work arrangements and telecommuting (N = 250). The results showed that job satisfaction significantly mediates the relationship between flexible work arrangements, cognitive work-to-home spillover and performance in telecommuting settings. The results provide a reference for companies and HR management regarding the importance of encouraging internal and external factors for individuals to achieve effective performance in telecommuting settings, especially during this pandemic."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kholisah Safria
"Pandemi COVID-19 berdampak besar pada meningkatnya jumlah PHK pada karyawan dan kebijakan rasionalisasi lainnya, hal tersebut mungkin dapat memengaruhi tingkat ketidakaman kerja (job insecurity), kegigihan (grit), dan keterikatan kerja pada karyawan (work engagement). Karyawan milenial menjadi generasi yang paling terdampak dari adanya situasi tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat peran dari grit dalam memoderasi hubungan antara job insecurity dan work engagement pada karyawan milenial di Indonesia. Grit dinilai dapat menjadi kunci kesuksesan seseorang dan merupakan faktor internal yang memengaruhi job insecurity dan work engagement karyawan. Partisipan direkrut secara daring dan melibatkan 222 karyawan yang memenuhi karakteristik penelitian, yaitu; karyawan milenial berusia 20-38 tahun, memiliki pengalaman bekerja minimal 1 tahun di tempat kerjanya saat ini, dan sedang mengalami kebijakan rasionalisasi. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur ketiga variabel ini adalah Utrecht Work Engagement Scale 9 Item (Schaufeli, dkk, 2006), Job Insecurity Scale (Pienaar, 2013), dan Short Grit Scale (Duckworth & Quinn, 2009). Hasil utama penelitian ini menunjukkan bahwa grit tidak memoderasi hubungan antara job insecurity dan work engagement. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor lain selain grit. Kemudian, mayoritas partisipan ini memiliki nilai job insecurity yang rendah, work engagement yang tinggi, dan grit yang tinggi. Penelitian ini juga menunjukkan job insecurity berkorelasi secara negatif dan signifikan dengan work engagement, dan grit berkorelasi secara positif dan signifikan dengan work engagement. Sementara job insecurity tidak berkorelasi secara signifikan dengan grit.

The COVID-19 pandemic has a major impact on increasing the number of employee layoffs and other rationalization policies, this may affect the level of job insecurity, grit, and work engagement on employees. Millennial employees are the most affected generation that affected by this situation. This research was conducted to find out whether there is a role of grit in moderating the relationship between job insecurity and work engagement among millennial employees in Indonesia. Grit is considered to be the key to a person's success and is an internal factor that affects job insecurity and employee work engagement. Participants were recruited online and involved 222 employees who met the research characteristics, that is; millennial employees at aged 20-38 years, having at least 1 year of work experience at their current job, and undergoing a rationalization policy. The measuring instrument that are used to measure these variables are Utrecht Work Engagement Scale 9 Item (Schaufeli, et al, 2006), Job Insecurity Scale (Pienaar, 2013), and Short Grit Scale (Duckworth & Quinn, 2009). The main results of this research showed that grit did not moderate the relationship between job insecurity and work engagement. This could be due to other factors besides of grit. Furthermore, the majority of these participants had low job insecurity, high work engagement, and high grit of scores. This study also showed that job insecurity was significantly negatively correlated with work engagement, and grit was significantly positively correlated with work engagement. Meanwhile, job insecurity was not significantly correlated with grit."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avhyra Zalfa Cahyani Virgyanne
"Software engineer tengah dibutuhkan karena semakin maraknya transformasi digital. Software engineer menghadapi tuntutan kerja kognitif dan kuantitatif yang tinggi dan hal tersebut dapat menurunkan keterlibatan kerja. Keterlibatan kerja penting bagi software engineer karena diperlukannya produktivitas untuk memenuhi target kerja yang tinggi. Dukungan sosial dapat meningkatkan keterlibatan kerja, tetapi terdapat inkonsistensi mengenai dampak langsung dukungan sosial terhadap keterlibatan kerja. Penelitian ini kemudian mengajukan kerja sebagai mediator. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dukungan sosial dan keterlibatan kerja serta peran mediasi kreasi kerja dalam hubungan antara keduanya. Penelitian ini menggunakan tipe kuantitatif, desain cross-sectional, dan strategi korelasional. Partisipan adalah 113 software engineer yang telah bekerja minimal satu tahun di perusahaan saat ini. Ditemukan hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dan keterlibatan kerja dan kreasi kerja memediasi penuh hubungan antara keduanya. Hasil mengimplikasikan bahwa kreasi kerja berperan penting dalam peningkatan keterlibatan kerja dan kreasi kerja dapat ditingkatkan dengan dukungan sosial.

Software engineers are pivotal in the era of Indonesia’s digital transformation. They face high quantitative and cognitive demands, which may lower work engagement. Work engagement is essential for software engineers to improve productivity and meet their work targets. Work engagement can be increased with social support. This study presents job crafting as a mediator due to the inconsistency regarding the direct effect of social support on work engagement. This study aims to examine the relationship between social support and work engagement and the mediating role of job crafting. This study is quantitative with a correlational strategy and cross-sectional design. Participants were 113 software engineers with at least one year of experience in their current organization. Social support positively and significantly relates to work engagement, and job crafting fully mediates the relationship. The result implies that job crafting is crucial in increasing work engagement and can be enhanced by social support."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noori Lukman Pradipto
"Selama masa pandemi Covid-19, tantangan yang dihadapi oleh guru semakin berat
dengan strategi mengajar yang baru. Hal tersebut membuat guru kesulitan untuk
mempertahankan kesejahteraan psikologis mereka terutama guru perempuan yang mengajar di tingkat SD. Stres yang dirasakan oleh guru perempuan semakin bertambah dengan beban sebaga seorang ibu yang mengurus anak. Komunikasi antara anggota keluarga diasumsikandapat membantu guru untuk melewati masa sulit selama pandemi Covid-19. Penelitian inidilakukan untuk melihat peran pola komunikasi keluarga, baik dimensi conversation ataupun conformity, sebagai mediator dalam hubungan antara perceived social support dengan psychological well-being. Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan teknik pengambilan sampel convenient sampling dari guru perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perceived social support
dengan psychological well-being baik secara langsung (β = 0.57, t(117) = 7.91, p = 0.000), maupun tidak langsung melalui pola komunikasi keluarga dimensi conversation (coefficient = 0.42, SE = 0.07, CI = 0.27 - 0.56). Di sisi lain, pola komunikasi keluarga yang mementingkan konformitas dalam berpendapat tidak berperan sebagai mediator karena tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan psychological well-being (coefficient = -0.11, SE = 0.10, CI = -0.32 - 0.10, p = 0.300). Salah satu limitasi penelitian ini adalah penelitian
ini hanya dapat dilakukan masa pandemi akan tetapi hasil yang didapatkan mengimplikasikan bahwa dukungan sosial dari berbagai pihak sangat dibutuhkan oleh guru dalam menghadapi masa pandemi agar dapat menjadi bahagia, terlepas dari pola komunikasi di rumah. Meskipun demikian, pola komunikasi yang mementingkan kehangatan dalam berpendapat dan keterbukaan dapat menjadi salah satu bentuk dukungan sosial yang menunjang psychological well-being guru di situasi pandemi.

During the Covid-19 pandemic, teachers are facing more challenges such as new teaching strategies. Thus, makes it difficult for teachers to maintain their psychological well-being especially female teachers who teach elementary students. Some of those female teachers have responsibilities as mothers at home. The burden of caring for children in home increasing the stress felt by these teachers. It is assumed that communication between family members can help teachers through difficult times during the Covid-19 pandemic. This
research was conducted to see whether conversation or conformity dimension within family communication pattern can act as mediator in the relationship between perceived social support and psychological well-being. This research is non-experimental study with convenient sampling technique given to female teachers. The result indicates that there is significant relationship between perceived social support and family communication pattern, either directly (β = 0.57, t(117) = 7.91, p = 0.000) or indirectly through the conversation
dimension within family communication family patterns (coefficient = 0.42, SE = 0.07, CI = 0.27 - 0.56). On the other hand, family with high conformity dimension do not act as mediator in relationship between perceived social support and psychological well-being (coefficient = -0.11, SE = 0.10, CI = -0.32 - 0.10, p = 0.300). One of the limitation of this study is this study can only be conducted in pandemic Covid-19 situation but the results obtained shows that social support from various sources is needed by teachers in order to be mentally healthy and happy regardless of communication patterns at home. However, communication patterns that emphasize warmth and openness can be one of the social
support that teachers needed in this pandemic situation.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rayhan Fasya
"Pandemi Covid-19 menyebabkan diterapkannya kebijakan bekerja dari rumah yang berdampak pada kesejahteraan psikologis karyawan. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran peran keterlibatan karyawan sebagai mediator hubungan antara gaya kepemimpinan yang memberdayakan dan kesejahteraan psikologis karyawan yang bekerja dari rumah pada masa pandemi Covid-19. Variabel diukur menggunakan skala Ryff’s Psychological Well Being, Empowering Leadership Scale, dan skala ISA. Analisis regresi dilakukan menggunakan PROCESS dengan model mediasi sederhana oleh Hayes. Data diperoleh dari 305 karyawan yang memiliki pengalaman bekerja dari rumah selama masa pandemi Covid-19 di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan keterlibatan karyawan memiliki peran sebagai mediator terhadap hubungan kepemimpinan yang memberdayakan dan kesejahteraan psikologis. Hal tersebut menjelaskan bahwa karyawan yang memiliki atasan dengan gaya kepemimpinan yang memberdayakan akan lebih terlibat dalam pekerjaan dan perusahaannya serta secara bersamaan memiliki kesejahteraan psikologis yang baik. Pemimpin suatu perusahaan atau organisasi dapat memotivasi bawahan atau rekan kerja untuk berkembang dan bekerja secara berdampingan selama bekerja di rumah untuk meningkatkan keterlibatan mereka dalam pekerjaannya, dan juga meningkatkan kesejahteraan psikologis mereka.

The Covid-19 pandemic has led to the implementation of the Work from Home (WFH) policy which has an impact on the psychological well-being of employees. This study was conducted to examine the role of employee engagement as a mediator of the relationship between empowering leadership and the psychological well-being of Work from Home employees during the Covid-19 pandemic. Research variables were measured using the Ryff's Psychological Well Being scale, Empowering Leadership Scale, and the ISA scale. Regression analysis was performed using PROCESS with a simple mediation model by Hayes. Data were obtained from 305 employees who work from home in Indonesia. The results showed that employee engagement has a role as a mediator on the relationship between empowering leadership and psychological well-being. This explains that employees who have leaders with an empowering leadership style will be more engaged in their work and their company and simultaneously have good psychological well-being. Organization leaders can motivate subordinates or co-workers to develop themselves and cooperate while working at home to increase their engagement in their work and improve their psychological well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Naufal Darydzaky
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat secara spesifik hubungan antara jenis-jenis tuntutan kerja (quantitative job-demand,cognitive demand, &emotional demand) dengan burnout serta melihat jenis tuntutan kerja mana yang paling dirasanakan tenaga kesehatan. Penelitian dilakukan kepada 317 tenaga kesehatan (Perawat 75%, 77.3% Perempuan, rentang usia berkisar dari 20-65 tahun) Menggunakan alat ukur Oldenburg burnout inventoryuntuk mengukur burnout, dan bagian dari Copenhagen Psychosocial Questionnaire-II untuk mengukur tuntutan kerja. Pengambilan data dilakukan secara daring dan menggunakan teknik convenient sampling dan dilakukan selama 7 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara quantitative demand dan burnout (r = .46, p < .01), lalu terdapat hubungan positif yang signifikan antara cognitive demand dan burnout (r = .31, p < .01) dan terdapat hubungan positif yang signifikan antara emotional demand dan burnout (r = .37, p < .01). Tuntutan kerja dengan jenis emotional demand yang tinggi dirasakan oleh 84% tenaga kesehatan, diikuti dengan cognitive demand yang tinggi dirasakan oleh 64% tenaga kesehatan, dan quantitative job demand yang tinggi dirasakan oleh 30% tenaga kesehatan.

This study aim to analyze the specific relationship between various type of job-demand (quantitative job-demand, cognitive demand, & emotional demand) with burnout and seek which type that healthcare workers experienced the most. The study was conducted on 317 healthcare workers (75% nurse, 77.3% female, age range 20-65 years) using the Oldenburg Burnout Inventory to measure burnout, and several part of the Copenhagen Psychosocial Questionnaire-II to measure job-demand. The data were collected using online questionnaire, we also used convenient sampling method, the data collection we’re took seven days. We founded that quantitative job-demand corelates with burnout (r = .46, p <.01), cognitive demand also corelates with burnout (r = .31, p <.01) and emotional demand also corelates with burnout (r = .37, p <.01). The majority of healthcare workers experienced that emotional demand are the worse. We also founded that 84% of healthcare workers felt high emotional demand, 64% of healthcare workers felt a high cognitive demand, and 30% of healthcare workers felt high quantitative job demand."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>