Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148446 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tangkulung, Joshua Gustaf
"Pandemi Covid-19 memaksa sebagian karyawan di Indonesia untuk bekerja dari rumah.
Perubahan ini menciptakan beberapa tantangan baru yang perlu dihadapi para karyawan
untuk mempertahankan kesejahteraan serta performanya. Modal psikologis dapat menjadi
faktor pelindung untuk membantu para karyawan menghadapi tantangan-tantangan baru
tersebut. Penelitian bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara kreasi pekerjaan dengan
modal psikologis. Penelitian ini mengambil 291 sampel karyawan yang bekerja dari rumah
dari berbagai industri dengan rentang umur 19-61 tahun. Penelitian ini menggunakan
Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12) untuk mengukur modal psikologis dan
Job Crafting (JCS) untuk mengukur kreasi pekerjaan. Hasil analisis korelasi Spearman rankorder
menemukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kreasi pekerjaan
ekspansif dan non-ekspansif dengan modal psikologis. Hubungan positif yang signifikan
antara kreasi pekerjaan non-ekspansif dengan modal psikologis menjadi pembahasan yang
menarik sebab bertentangan dengan hipotesis penelitian. Temuan ini memberikan implikasi
penting dengan memberikan informasi terkait strategi yang tepat untuk diaplikasikan
organisasi guna meningkatkan modal psikologis karyawannya yang bekerja dari rumah

Covid-19 pandemic forced some of the Indonesian workers to work from home. This change
created new challenges that those workers need to face in order to maintain their well-being
and performance. Psychological capital (PsyCap) could become a protective factor to help
those workers to face the new challenges. This research focused on identifying the correlation
between job crafting and PsyCap. This research gathered 291 samples of work from home
(WFH) workers from many industries with age ranging from 19-61. This research used
Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12) to measure PsyCap and Job Crafting Scale
(JCS) to measure job crafting. The result from Spearman rank-order analysis showed a
significant positive correlation between expansive and non-expansive job crafting with
PsyCap. The significant positive correlation between non-expansive job crafting and PsyCap
became an interesting discussion because it rejected one of this research hypotheses. This
finding gave organizations crucial information about the right strategy to increase WFH
workers' PsyCap.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hakim Arthur
"Tingkat keterlibatan kerja karyawan perusahaan Transportasi & Logistik Maritim masih cenderung rendah. Keterlibatan kerja dapat dipengaruhi oleh kondisi modal psikologis dan perilaku kreasi kerja karyawan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran mediasi dari kreasi kerja terhadap hubungan antara modal psikologis dan keterlibatan kerja. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan tipe korelasional. Data diperoleh menggunakan metode convenience sampling pada 146 karyawan perusahaan Transportasi & Logistik Maritim pada rentang usia 20-56 tahun (M=33.9, SD=9.39) dengan masa kerja minimal 1 tahun. Alat ukur yang digunakan adalah UWES-9-Indonesian, PCP-12-Indonesian, dan JCS-Indonesian. Analisis korelasi Pearson menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara modal psikologis dengan keterlibatan kerja, r(146)= .541, p<0.05), kreasi kerja dengan keterlibatan kerja, r(146)= .519, p<0.05), dan antara modal psikologis dengan kreasi kerja, r(146)= .506, p<0.05). Analisis mediasi menunjukkan adanya pengaruh mediasi parsial dari kreasi kerja terhadap hubungan modal psikologis dengan keterlibatan kerja.

The level of work engagement of Maritime Transportation & Logistics company employees still tends to be low. Work engagement can be influenced by the condition of psychological capital and employee work creation behavior. This research aims to examine the mediating role of job creation on the relationship between psychological capital and work engagement. This research uses quantitative methods with a correlational type. Data was obtained using the convenience sampling method on 146 employees of Maritime Transportation & Logistics companies in the age range 20-56 years (M=33.9, SD=9.39) with a minimum work period of 1 year. The measuring instruments used are UWES-9-Indonesian, PCP-12-Indonesian, and JCS-Indonesian. Pearson correlation analysis showed a significant positive relationship between psychological capital and work engagement, r(146)= .541, p<0.05), job creation and work engagement, r(146)= .519, p<0.05), and between capital psychology with job creation, r(146)= 0.506, p<0.05). Mediation analysis shows that there is a partial mediating effect of job creation on the relationship between psychological capital and work engagement."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Like Hartati
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kreasi kerja (job crafting) dengan kesejahteraan karyawan (employee well-being) melalui peran mediasi modal psikologis (psychological capital). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross-sectional study. Partisipan penelitian ini adalah 332 karyawan swasta dan publik berusia 24-50 tahun yang bekerja di Indonesia. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner daring dan dianalisis menggunakan analisis mediasi sederhana dengan program Macro Process Hayess model 4. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa modal psikologis memiliki peran mediasi dalam hubungan antara kreasi kerja dengan kesejahteraan karyawan (b = 0.37, 95% CI [0.30 – 0.45]). Implikasi dari penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh organisasi dalam mengembangkan berbagai program dan pelatihan, terutama dalam peningkatan keterampilan kreasi kerja dan modal psikologis karyawan.

This study aims to determine the relationship between job creation (job crafting) and employee well-being through the mediating role of psychological capital (psychological capital). This research is a quantitative study with a cross-sectional study design. The participants of this study were 332 private and public employees aged 24-50 years who worked in Indonesia. The sampling technique used is accidental sampling. Data was collected using an online questionnaire and analyzed using simple mediation analysis with the Macro Process Hayess model 4. The results of this study indicate that psychological capital has a mediating role in the relationship between job creation and employee welfare (b = 0.37, 95% CI [0.30 – 0.45]). The implications of this research can be utilized by organizations in developing various programs and training, especially in improving work creation skills and employee psychological capital."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rayhan Fasya
"Pandemi Covid-19 menyebabkan diterapkannya kebijakan bekerja dari rumah yang berdampak pada kesejahteraan psikologis karyawan. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran peran keterlibatan karyawan sebagai mediator hubungan antara gaya kepemimpinan yang memberdayakan dan kesejahteraan psikologis karyawan yang bekerja dari rumah pada masa pandemi Covid-19. Variabel diukur menggunakan skala Ryff’s Psychological Well Being, Empowering Leadership Scale, dan skala ISA. Analisis regresi dilakukan menggunakan PROCESS dengan model mediasi sederhana oleh Hayes. Data diperoleh dari 305 karyawan yang memiliki pengalaman bekerja dari rumah selama masa pandemi Covid-19 di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan keterlibatan karyawan memiliki peran sebagai mediator terhadap hubungan kepemimpinan yang memberdayakan dan kesejahteraan psikologis. Hal tersebut menjelaskan bahwa karyawan yang memiliki atasan dengan gaya kepemimpinan yang memberdayakan akan lebih terlibat dalam pekerjaan dan perusahaannya serta secara bersamaan memiliki kesejahteraan psikologis yang baik. Pemimpin suatu perusahaan atau organisasi dapat memotivasi bawahan atau rekan kerja untuk berkembang dan bekerja secara berdampingan selama bekerja di rumah untuk meningkatkan keterlibatan mereka dalam pekerjaannya, dan juga meningkatkan kesejahteraan psikologis mereka.

The Covid-19 pandemic has led to the implementation of the Work from Home (WFH) policy which has an impact on the psychological well-being of employees. This study was conducted to examine the role of employee engagement as a mediator of the relationship between empowering leadership and the psychological well-being of Work from Home employees during the Covid-19 pandemic. Research variables were measured using the Ryff's Psychological Well Being scale, Empowering Leadership Scale, and the ISA scale. Regression analysis was performed using PROCESS with a simple mediation model by Hayes. Data were obtained from 305 employees who work from home in Indonesia. The results showed that employee engagement has a role as a mediator on the relationship between empowering leadership and psychological well-being. This explains that employees who have leaders with an empowering leadership style will be more engaged in their work and their company and simultaneously have good psychological well-being. Organization leaders can motivate subordinates or co-workers to develop themselves and cooperate while working at home to increase their engagement in their work and improve their psychological well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adlina Hardhati Prameswari
"Salah satu kecenderungan generasi Z yang mulai memasuki dunia kerja adalah job-hopping, yaitu berpindah perusahaan dalam waktu singkat, yang dapat dijelaskan oleh rendahnya komitmen organisasi. Beberapa penelitian sebelumnya menemukan adanya hubungan positif antara komitmen organisasi dengan modal psikologis dan kreasi kerja. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara ketiga variabel tersebut serta mengeksplorasi peran kreasi kerja sebagai mediator dalam hubungan antara modal psikologis dan komitmen organisasi pada karyawan generasi Z di Indonesia. Studi kuantitatif ini melibatkan 159 karyawan generasi Z di Indonesia dengan pengalaman minimal satu tahun. Penelitian ini menggunakan metode korelasional dengan alat ukur Organizational Commitment Questionnaire (OCQ), Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12), dan Job Crafting Scale (JCS). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya korelasi positif antara ketiga variabel dan kreasi kerja memediasi sebagian hubungan antara modal psikologis dan komitmen organisasi. Penelitian ini dapat menjadi dasar organisasi untuk meningkatkan komitmen organisasi karyawan dengan mengadakan pelatihan serta intervensi.

One of the tendencies of Generation Z entering the workforce is job-hopping, or switching companies in a short period of time, that can be explained by low organisational commitment. Previous studies have found positive relationship between organisational commitment, psychological capital, and job crafting. This study aims to examine the relationship between these three variables and explore the role of job crafting as a mediator in the relationship between psychological capital and organisational commitment among Generation Z employees in Indonesia. This quantitative study involved 159 generation Z employees in Indonesia. This study used correlational method with the Organizational Commitment Questionnaire (OCQ), Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12), and Job Crafting Scale (JCS). Results showed a positive correlation between the three variables and job crafting partially mediated the relationship between psychological capital and organisational commitment. The research is expected to be a reference for employees to improve organisational commitment by conducting training and interventions."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asunta Natya Anglila
"Pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia, mendorong pemerintah untuk menerapkan peraturan untuk Bekerja Dari Rumah (BDR) bagi karyawan. Banyak perubahan yang terjadi, salah satunya adalah kesejahteraan psikologis karyawan. Oleh karena itu, kesejahteraan psikologis karyawan yang menjalankan BDR menjadi penting untuk diteliti, karena BDR membuat karyawan tidak bisa terlepas dari keberadaan keluarga di rumah. Dalam penelitian ini akan diteliti mengenai Konflik Keluarga-Pekerjaan dan melihat hubungannya dengan kesejahteraan psikologis pada karyawan yang menjalankan BDR. Peran strategi regulasi emosi juga diteliti sebagai moderator dengan harapan dapat memperlemah hubungan konflik keluarga-pekerjaan dan kesejahteraan psikologis karyawan. Responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 212 karyawan yang bekerja dari rumah yang berhasil didapatkan melalui kuesioner yang disebar secara daring. Peneliti mengambil data menggunakan metode snowball sampling dan accidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Konflik Keluarga-Pekerjaan memiliki hubungan negatif dengan Kesejahteraan Psikologis. Selain itu, ditemukan juga bahwa bahwa dua strategi regulasi emosi yaitu Cognitive Reappraisal (strategi merubah emosi negatif menjadi positif) dan Expressive Suppression (strategi untuk meredam emosi yang dirasakan), tidak memiliki peran yang signifikan sebagai moderator hubungan antara Konflik Keluarga-Pekerjaan dan Kesejahteraan Psikologis. Tidak adanya peran moderasi dari kedua dimensi regulasi emosi diasumsikan karena sebagian besar partisipan penelitian ini merupakan karyawan yang sudah bekerja lebih dari enam bulan dari rumah, hal ini menyebabkan konflik yang dialami sudah bukan menjadi masalah besar sehingga tidak dibutuhkan kemampuan untuk meregulasi emosi. Tidak adanya efek moderasi ini juga bisa dikarenakan pekerjaan partisipan penelitian yang tidak begitu menguras emosi seperti pada penelitian sebelumnya yang meneliti pemadam kebakaran dan menunjukkan adanya efek moderasi regulasi emosi.

The Covid-19 Pandemic occurred in Indonesia, urging the government to implement new regulations for employees, to Working From Home (WFH). Many changes happened both negative and positive, one of them is the Psychological Well-Being of employees who work from home during the Covid-19 Pandemic. This issue becomes important to study, because working from home makes employees inseparable from the presence of their family at home. In this study, we will examine the Work-Family Conflict and aim to see the relationship with Psychological Well-Being of employees who have been working from home. The role of emotion regulation strategy was also added as a moderator and expected to weaken the relationship between Work-Family Conflict and Psychological Well-Being of employees that have been working from home. This study managed to collect 212 respondents of employees that have been working from home during the Covid-19 Pandemic that was successfully obtained through a questionnaire that was distributed online. This research took data using snowball sampling and accidental sampling. The results of this study indicate that Work-Family Conflict has a negative relationship Psychological Well-Being. In addition, it was also found that two strategies of Emotion Regulation, namely Cognitive Reappraisal (strategy to change negative emotions into positive) and Expressive Suppression (strategy to perceive perceived emotions), did not have a significant role as a moderator of the relationship between Work-Family Conflict and Psychological Well-Being. There is no moderating role of two dimensions that control emotions because most of the respondents are employees who have worked more than six months from home, this causes the conflict they experience is not a big problem, so they don’t need to regulate their emotion anymore. The absence of this moderating effect could also be due to the study participants' work being less emotionally draining as in previous studies examining firefighters and showing a moderating effect on emotion regulation."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aristawidya Alyani
"Pandemi Covid-19 menimbulkan adanya kebijakan untuk menerapkan Bekerja dari Rumah (BDR). Karyawan tidak memiliki pilihan selain mengikuti kebijakan tersebut, karena itu perubahan kondisi dan metode kerja menimbulkan tekanan yang berdampak pada kesejahteraan psikologis para karyawan. Berdasarkan hal itu, kesejahteraan psikologis karyawan perlu diteliti, khususnya pada karyawan BDR di Indonesia pada masa pandemi Covid-19. Penelitian ini juga dilakukan untuk melihat hubungan antara thriving at work dan keterlibatan kerja dengan kesejahteraan psikologis para karyawan BDR di masa pandemi Covid-19, serta peran mediasi keterlibatan kerja. Responden penelitian berjumlah 205 karyawan BDR di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa thriving at work dan keterlibatan kerja mampu menjadi prediktor dari kesejahteraan psikologis karyawan BDR di Indonesia pada masa pandemi Covid-19. Thriving at work juga dapat menjadi prediktor dari keterlibatan kerja karyawan BDR di Indonesia pada masa pandemi Covid-19. Namun demikian keterlibatan kerja tidak memiliki peran sebagai mediator terhadap hubungan thriving at work dengan kesejahteraan psikologis. Selain itu, partisipan dengan frekuensi BDR sebanyak 1 sampai 2 hari per minggu memiliki skor kesejahteraan psikologis dan thriving at work yang lebih tinggi dibandingkan partisipan dengan frekuensi BDR sebanyak 3 sampai setiap hari per minggu. Hal tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa frekuensi BDR menjadi penentu kesejahteraan psikologis para karyawan.

Covid-19 pandemic led to implementation of Work from Home (WFH). Employees do not have other choices than to follow the policy, therefore changes in working conditions and methods create pressure that has an impact on the psychological well-being of employees. Therefore, the psychological well-being of employees needs to be re-examined, especially for WFH employees in Indonesia during the Covid-19 pandemic. This research was conducted to see the relationship between thriving at work and work engagement with psychological well-being of Indonesia's employees who work from home and whether work engagement has a mediating role on the relationship between thriving at work and psychological well-being. The participants of this research consist of 205 Indonesian WFH Employees. The results show that thriving at work and work engagement can be the predictors of psychological well-being of employees who work from home in Indonesia during Covid-19 pandemic. In this study, thriving at work can also be a predictor of work engagement of employees who work from home in Indonesia during Covid-19 pandemic. However, work engagement does not have a mediating role on the relationship between thriving at work and psychological well-being. Participants with WFH intensity of 1 to 2 days per week had higher psychological well-being and thriving at work than those of 3 to every day per week. This is in line with previous research which says that the WFH intensity is one of the determinants of the psychological well-being of employees."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heti Nur Isnaini
"Teleworker dalam menyelesaikan pekerjaannya mengalami beberapa tantangan dengan karakteristik dan kondisi kerja yang kompleks. Terlebih di masa pandemi diprediksi dapat mempengaruhi kenaikan maupun penurunan kinerja karyawan secara signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan job autonomy dan workplace social isolation terhadap job performance melalui work engagement. Analisis data dilakukan dengan Structural Equation Modelling (SEM). Data yang layak digunakan sejumlah 503 responden. Penelitian ini berfokus pada pengaruh faktor-faktor kondisi kerja yakni job autonomy dan workplace social isolation terhadap job performance melalui work engagement. Hasil analisis model penelitian ini memperlihatkan adanya peran mediasi sebagian pada variabel job autonomy dan juga pada variabel workplace social isolation. Dimana keleluasaan sistem kerja dapat meningkatkan keterkaitan karyawan saat bekerja maupun hasil dari proses selama bekerja. Sedangkan minimnya interaksi karyawan bisa mempengaruhi turunnya keterkaitan karyawan saat bekerja maupun hasil dari proses selama bekerja. Penelitian ini menyoroti pentingnya pengelolaan dari organisasi mengenai kondisi karyawan khususnya karyawan yang bekerja dari rumah.

Teleworkers to complete their work experience have several challenges with complex job characteristics and working conditions. Especially in a pandemic situation, that is predicted to be affecting increase or decrease employee performance significantly. This research aims to explore the relationship of job autonomy and workplace social isolation to job performance through work engagement. Data analyzed using structural equation modeling (SEM), research generated several results from 503 respondents collected. This study focused on the relationship between working condition factors, namely job autonomy and workplace social isolation on job performance through work engagement. The results of the analysis showed work engagement has a partial mediation in job autonomy and also in workplace social isolation. Furthermore, job autonomy increased work engagement and job autonomy, whereas workplace social isolation can reduce work engagement and job performance. This research highlights the importance of managing the organization regarding employee conditions especially teleworkers."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Safira
"Pandemi Covid-19 berdampak pada tingginya permintaan pelayanan kesehatan dan menempatkan pegawai rumah sakit pada kondisi yang penuh tekanan. Kondisi tersebut diduga memiliki dampak jangka panjang hingga masa transisi pandemi Covid-19. Akibatnya, tuntutan kerja pegawai rumah sakit menjadi meningkat, khususnya tuntutan kerja emosional sehingga rentan untuk menurunkan kesejahteraan psikologisnya. Agar kesejahteraan psikologis pegawai tetap terjaga, diperlukan sumber daya pribadi berupa modal psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara tuntutan kerja emosional dan kesejahteraan psikologis, serta hubungan modal psikologis dan kesejahteraan psikologis. Penelitian ini dilakukan pada 184 partisipan yang merupakan pegawai rumah sakit berusia 18 hingga 55 tahun dengan masa kerja selama minimal satu tahun dan melibatkan interaksi langsung dengan pasien atau pelanggan dalam pekerjaannya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional dengan desain cross sectional study. Alat ukur yang digunakan adalah Psychological Well-Being Scale (PWBS), bagian dari Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ-II), dan Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12). Hasil uji Pearson’s Correlation menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara tuntutan kerja emosional dan kesejahteraan psikologis (r = -0,27, p < 0,05). Sebaliknya, ditemukan hubungan positif yang signifikan antara modal psikologis dan kesejahteraan psikologis (r = 0,73, p < 0,05). Dengan demikian, pegawai dengan tingkat modal psikologis tinggi dapat tetap sejahtera walau mengalami tuntutan kerja emosional dalam pekerjaannya.

The Covid-19 pandemic has resulted in a high demand for health services and has put hospital workers under stressful conditions. This situation is expected to have a prolonged effect in the current transition of the Covid-19 pandemic. As a result, the job demands of hospital workers have increased, especially emotional job demands which are prone to reducing their psychological well-being. Therefore, hospital workers need to have psychological capital as a personal resource to maintain their psychological well-being. This research aims to examine the relationship between emotional job demands and psychological well-being, and also the relationship between psychological capital and psychological well-being. This research was conducted on 184 hospital workers aged 18 to 55 years old who had at least one year of working experience and involved direct interaction with patients or customers within their work. This study used a quantitative method with a correlational cross-sectional study design. The Psychological Well-Being Scale (PWBS), part of the Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ-II), and the Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12) were used as measurement instruments. Pearson's Correlation test showed a significant negative relationship between emotional job demands and psychological well-being (r = -0,27, p<0,05). In contrast, a significant positive relationship was found between psychological capital and psychological well-being (r = 0,73, p<0,05). Thus, hospital workers with high levels of psychological capital can remain prosperous even in emotionally demanding work environments."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Safira
"Pandemi Covid-19 berdampak pada tingginya permintaan pelayanan kesehatan dan menempatkan pegawai rumah sakit pada kondisi yang penuh tekanan. Kondisi tersebut diduga memiliki dampak jangka panjang hingga masa transisi pandemi Covid-19. Akibatnya, tuntutan kerja pegawai rumah sakit menjadi meningkat, khususnya tuntutan kerja emosional sehingga rentan untuk menurunkan kesejahteraan psikologisnya. Agar kesejahteraan psikologis pegawai tetap terjaga, diperlukan sumber daya pribadi berupa modal psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara tuntutan kerja emosional dan kesejahteraan psikologis, serta hubungan modal psikologis dan kesejahteraan psikologis. Penelitian ini dilakukan pada 184 partisipan yang merupakan pegawai rumah sakit berusia 18 hingga 55 tahun dengan masa kerja selama minimal satu tahun dan melibatkan interaksi langsung dengan pasien atau pelanggan dalam pekerjaannya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional dengan desain cross sectional study. Alat ukur yang digunakan adalah Psychological Well-Being Scale (PWBS), bagian dari Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ-II), dan Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12). Hasil uji Pearson’s Correlation menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara tuntutan kerja emosional dan kesejahteraan psikologis (r = -0,27, p < 0,05). Sebaliknya, ditemukan hubungan positif yang signifikan antara modal psikologis dan kesejahteraan psikologis (r = 0,73, p < 0,05). Dengan demikian, pegawai dengan tingkat modal psikologis tinggi dapat tetap sejahtera walau mengalami tuntutan kerja emosional dalam pekerjaannya.

The Covid-19 pandemic has resulted in a high demand for health services and has put hospital workers under stressful conditions. This situation is expected to have a prolonged effect in the current transition of the Covid-19 pandemic. As a result, the job demands of hospital workers have increased, especially emotional job demands which are prone to reducing their psychological well-being. Therefore, hospital workers need to have psychological capital as a personal resource to maintain their psychological well-being. This research aims to examine the relationship between emotional job demands and psychological well-being, and also the relationship between psychological capital and psychological well-being. This research was conducted on 184 hospital workers aged 18 to 55 years old who had at least one year of working experience and involved direct interaction with patients or customers within their work. This study used a quantitative method with a correlational cross-sectional study design. The Psychological Well-Being Scale (PWBS), part of the Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ-II), and the Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12) were used as measurement instruments. Pearson's Correlation test showed a significant negative relationship between emotional job demands and psychological well-being (r = -0,27, p<0,05). In contrast, a significant positive relationship was found between psychological capital and psychological well-being (r = 0,73, p<0,05). Thus, hospital workers with high levels of psychological capital can remain prosperous even in emotionally demanding work environments."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>