Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122876 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fadholirrahman Naufal Raditya
"Latar belakang: Cedera gastrointestinal akut seringkali terjadi secara sekunder terhadap penyakit kritis, namun penilaiannya tidak rutin dilaksanakan. Penilaian gagal organ pada pasien anak yang banyak digunakan di Indonesia adalah skor PELOD-2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara derajat cedera gastrointestinal akut dengan gagal organ yang dinilai berdasarkan skor PELOD-2 pada pasien anak sakit kritis.
Metode: Studi potong lintang dengan data sekunder dari rekam medik pasien anak dengan cedera gastrointestinal akut di PICU RSCM dari bulan September 2019-September 2020. Derajat cedera gastrointestinal akut dinilai menggunakan kriteria AGI grading system, sedangkan gagal organ dinilai menggunakan skor PELOD-2. Uji statistic Chi Square, Kruskal Wallis dan Mann-Whitney dilakukan menggunakan aplikasi SPSS IBM versi 20.
Hasil: Didapatkan 25 sampel dengan median skor PELOD-2 pada derajat satu sebesar 1 (0-5), dua sebesar 1 (0-9), tiga sebesar 9 (n=1), dan empat sebesar 9 (7-11). Hasil Uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya hubungan yang signifikan secara statistik (P= 0,004) dan terdapat peningkatan skor PELOD-2 pada derajat yang lebih tinggi. Selain itu hasil uji Chi Square menunjukkan terdapat hubungan antara derajat cedera gastrointestinal akut dengan mortalitas pasien (P= 0,014).
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara derajat cedera gastrointestinal akut dengan skor PELOD-2 dan luaran mortalitas pada pasien anak sakit kritis.

Background: Acute gastrointestinal injury can be secondary to critical illness, however it is not often assessed. The instrument used to assess organ dysfunction in children is Pediatric Logistic Organ Dysfunction-2 (PELOD-2) Score. This study aims to explain association between AGI grade and organ dysfunction using PELOD-2 in critically ill pediatric patients.
Methods: This is a cross-sectional study with data collected from medical records of pediatric patients with AGI in PICU of Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, starting from September 2019 to 2020. Patients were classified based on AGI grade. The severity of organ dysfunction was measured using PELOD-2. Data were analysed with Chi Square, Kruskal-Wallis and Mann-Whitney test using SPSS IBM version 20.
Results: From 25 included pediatric patients, median of PELOD-2 score in AGI grade 1, 2, 3 were 1, 1, 9 respectively. There is only one sample of AGI grade 3, therefore the median of PELOD-2 score cannot be calculated.. Kurskal-Wallis test showed significant association (P: 0.004) with higher PELOD-2 score in more severe AGI grade. Chi Square test also showed significant association (P= 0,014) with higher mortality rate in more sever AGI grade.
Conclusion: There is significant association between AGI grade with PELOD-2 score and mortality rate in critically ill pediatric patients
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafli Fadlurahman
"Latar belakang: Cedera gastrointestinal akut kerap terjadi pada pasien dengan sakit kritis. Fungsi saluran menjadi salah satu pertimbangan dalam pemberian nutrisi pasien. Komplikasi pada saluran cerna dapat menghambat pemberian nutrisi enteral yang lebih direkomendasikan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan derajat cedera gastrointestinal akut dengan capaian nutrisi enteral pada pasien anak sakit kritis.
Metode: Penelitian ini memiliki desain studi potong lintang menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien anak sakit kritis yang dirawat di PICU RSCM dari September 2019 sampai Agustus 2020. Cedera gastrointestinal akut dikelompokkan berdasarkan klasifikasi WGAP ESICM. Asupan nutrisi diambil dari data rekam medis pasien. Data dianalisis menggunakan Uji Saphiro-Wilk dilanjutkan Uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui hubungan derajat cedera gastrointestinal akut dengan capian nutrisi enteral pasien. Data diolah menggunakan aplikasi IBM SPSS for windows versi 20.
Hasil: Sampel penelitian berjumlah 26 pasien. Median presentase capaian nutrisi enteral hari ketiga (% laju metabolik basal) setiap derajat yaitu derajat satu 40,08 (0-144,39); dua 0,00 (0-219); tiga 19,10 (0,00-38,20); dan empat 0,00 (0,00-130,30) dengan hasil uji Kruskal-Wallis (p=0,904). Tidak terdapat hubungan bermakna antara lama capaian 25% nutrisi enteral dengan derajat cedera gastrointestinal akut (Kruskal-Wallis, p=0,556). Pada penelitian, faktor lain seperti status gizi (p=0,952), penggunaan ventilator mekanik (p=0,408), dan riwayat pascaoperasi (p=0,423) tidak mempengaruhi presentase nutrisi enteral hari ketiga.
Kesimpulan: Pada pasien anak kritis, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara derajat cedera gastrointestinal akut dengan capaian nutrisi enteral.

Background: Acute gastrointestinal injury (AGI) is usually found in critically ill patients. Gastrointestinal function can determine the route od nutritional therapy. Gastrointestinal abnormalities may delay enteral nutrition therapy in patients. Therefore, this study aims to determine the association between the association between acute gastrointestinal injury and enteral nutrition outcome in critically ill children.
Methods: This study had a cross-sectional study design using the medical records of critically ill children in PICU RSCM from September 2019 until August 2020. AGI patients was classified based on WGAP ESIM grading system. Nutritional outcomes were assessed using data from medical record. Data were analyzed the Kruskal-Wallis test to determine the association between acute gastrointestinal injury and enteral nutrition outcomes. The Data were analysed using SPSS for windows version 20.
Results: The study sample was 26 patients. The medians of day three enteral nutrition percentage were grade one 40,08 (0-144,39); grade two 0,00 (0-219); grade three 19,10 (0,00-38,20); dan grade four 0,00 (0,00-130,30) with Kruskall-walis test result (p=0,904). There was no significant association between AGI and the duration of 25% basal metabolic rate (Kruskal-Wallis, p=0,556). In this study, Other factors such as nutritional status (p=0,952), ventilator usage (p=0,408), and post-operative history (p=0,423) did not associate with day three enteral nutrition percentage.
Conclusion: In critically ill children, there was no significant association between the acute gastrointestinal injury and the outcome of enteral nutrition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Yuniar
"Anak yang dirawat di ICU cenderung mengalami malnutrisi sejak masuk atau selama perawatan yang dapat memperberat penyakit dasar, memperpanjang lama rawat serta meningkatkan mortalitas. Baik underfeeding atapun overfeeding dapat terjadi di ICU Anak selama perawatan. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang, menggunakan data rekam medis. Selama 3 bulan penelitian. didapatkan 45 subjek penelitian. Dari 45 data pasien didapatkan 127 peresepan untuk menilai keseuaian peresepan dengan pemberian nutrisi pada pasien. Pemberian nutrisi pada pasien yang dirawat di ICU Anak merupakan hal yang sangat penting. Perlu perhitungan kebutuhan nutrisi yang cermat, pemberian nutrisi tepat yang sesuai kebutuhan pasien agar tidak terjadi malnutrisi yang lebih berat lagi.

Children admitted to the Pediatric Intensive Care Unit (PICU) are at risk for poor and potentially worsening nutritional status, a factor that further increases comorbidities and complications, prolongs the hospital stay, increases cost and increases mortality. Both underfeeding and overfeeding are prevalent in PICU and may result in large energy imbalance. This was cross sectional study design, with 3 month consecutive sampling in PICU which met 45 patients as the subject and 127 prescription of nutrition. Nutrition support therapies in PICU is very important .Adequate nutrition therapy is essential to improve nutrition outcomes in critically ill children."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lara Aristya
"Latar Belakang: Sepsis merupakan salah satu penyebab utama kematian di unit perawatan intensif. Dalam kasus infeksi, pemberian cairan intravena dan agen vasoaktif sangat direkomendasikan sebagai salah satu tatalaksana pasien sepsis. Namun, banyak studi yang belum dapat menunjukkan temuan positif sesuai dengan studi orisinil EGDT.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara mortalitas pasien sepsis dengan waktu pemberian vasoaktif selama proses resusitasi cairan di Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Metode: Studi ini menggunakan metode cohort retrospective dengan 188 subjek yang didapatkan melalui pemenuhan kriteria penelitian dari rekam medis pasien. Subjek dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pasien sepsis yang mendapatkan terapi vasoaktif dalam enam jam pertama dan setelah enam jam.
Hasil: Terdapat karateristik sosiodemografi dari subjek, antara lain jenis kelamin, usia, total cairan rerata, status transfusi, jenis cairan, jenis vasoaktif, penyakit penyerta, dan lama rawat di unit perawatan intensif. Dari hasil uji Chi-square didapatkan waktu pemberian vasoaktif terhadap mortalitas, bernilai P=0.282 dengan RR 1.060 95 CI 0.974-1.153.
Diskusi: Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan mortalitas dengan perbedaan waktu pemberian terapi vasoaktif tersebut.

Background: Sepsis is the leading cause of death in intensive care unit. In case of infection, intravenous resuscitation and vasoactive agent are very recommended as one of the treatment for septic patient. However, many studies not yet able to show the positive findings in accordance with the EGDT original study.
Objectives: This study aims to find out the association between septic patient rsquo s mortality and the time of vasoactive administration during fluid resuscitation in Intensive Care Unit of Cipto Mangunkusumo Hospital.
Method: This is a cohort retrospective study with 188 subject which meet the criteria from medical record. The subjects are divided into two groups septic patients that are given vasoactive therapy within six hours and after six hours during fluid resuscitation.
Results: This study shows sociodemographic characteristics of the subjects, such as gender, age, total fluid average, transfusion status, type of fluid, type of vasoactive, comorbidities, and length of stay in ICU. Based on Chi Square test, relationship between mortality and timing of vasoactive administration, sequentially P 0.282 with RR 1.060 95 CI 0.974 1.153.
Discussion: No association between septic patient rsquo s mortality and time difference in administrating the vasoactive therapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanie
"Penggunaan antibiotik yang tidak rasional menyebabkan resistensi antibiotik di seluruh dunia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah resistensi antibiotik. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi hubungan antara penggunaan antibiotik sesuai rekomendasi Pedoman Penggunaan Antibiotik (PPAB) dengan luaran klinis, luaran laboratorium, lama rawat dan luaran sekunder yang membaik pada anak dengan infeksi yang di rawat di ruang intensif anak. Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif pada anak usia 1-18 tahun yang mendapat terapi antibiotik. Hasil penelitian, dari 85 anak, terdapat 126 penggunaan antibiotik, rerata usia 4,9 tahun, sebaran profil bakteri Gram negatif lebih banyak dibanding Gram positif, sebaran penggunaan antibiotik empiris sesuai rekomendasi PPAB (69,8%) menurut alur Gyssens merupakan kategori 0 (penggunaan antibiotik tepat). Berdasarkan analisis bivariat, variabel luaran klinis, luaran laboratorium, lama rawat dan luaran sekunder tidak  memiliki hubungan bermakna dengan penggunaan antibiotik sesuai PPAB (p>0,05). Sebagai saran, sosialisasi rutin oleh tim PPRA, evaluasi panduan PPAB terus diperbarui tiap 3-6 bulan sesuai data uji kepekaan antibiotik terbaru. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk evaluasi penggunaan antibiotik, secara prospektif dengan subyek yang lebih banyak, durasi lebih lama, kriteria inklusi yang lebih spesifik tanpa komorbid untuk memperkuat rekomendasi penggunaan antibiotik yang sesuai PPAB.

The irrational use of antibiotics causes antibiotic resistance worldwide. Various attempts have been made to prevent antibiotic resistance. This study aims to evaluate the relationship between the use of antibiotics according to PPAB recommendations and improved clinical outcomes, laboratory outcomes, length of stay and secondary outcomes in children with infections treated in the pediatric intensive care unit. This study used a retrospective cohort design in children aged 1-18 years who received antibiotic therapy. The results of the study, of 85 children, there are 126 antibiotic use, the mean age was 4,9 years, the distribution of Gram-negative bacteria profiles was more than Gram-positive, the distribution of empirical antibiotic use according to PPAB recommendations 69.8% according to the Gyssens flow is category 0 (appropriate use of antibiotics). Based on bivariate analysis, the clinical outcome variables, length of stay, laboratory outcomes and secondary outcomes had a p value > 0.05 which were statistically not significantly different to have a relationship with the use of antibiotics according to PPAB. As a suggestion, regular socialization by the PPRA team and evaluation of the PPAB guidelines are continuously updated every 6 months according to the latest antibiotic sensitivity test data. Further research is needed to evaluate the use of antibiotics, prospectively with more subjects, longer duration, more specific inclusion criteria without comorbidities to strengthen recommendations for the use of antibiotics according to PPAB."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Pramudita
"Latar Belakang: Resusitasi cairan merupakan terapi yang sering diberikan pada ruang rawat intensif untuk mengembalikan perfusi jaringan. Namun, seringkali terapi resusitasi cairan menyebabkan kelebihan cairan yang memiliki efek buruk terhadap pasien termasuk kematian.
Tujuan: Penelitian retrospektif ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara mortalitas dengan durasi kelebihan cairan di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo.
Metode: Sebanyak 194 pasien yang mengalami kelebihan cairan dan berada di ruang rawat intensif selama 7 hari atau lebih, diperoleh melalui teknik consecutive sampling, dievaluasi. Durasi kelebihan cairan dan kematian 28 hari dicatat. Sampel yang diperoleh dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pasien yang mengalami kelebihan cairan kurang dari sama dengan 4 hari dan pasien yang mengalami kelebihan cairan lebih dari 4 hari. Sampel kemudian dianalisis menggunakan uji bivariat Chi square untuk diketahui hubungannya dengan kematian.
Hasil: Terdapat hubungan antara kematian dengan durasi kelebihan cairan dengan nilai P.

Background: Fluid resuscitation is a common therapy given at the Intensive Care Unit ICU to maintain tissue perfusions. However, this therapy usually results in fluid overload that has adverse outcome including death.
Objective: This retrospective study aimed to assess the association between mortality and fluid overload duration in Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital's.
Methods: A total of 194 ICU patients with fluid overload and stayed for 7 days or more that obtained by consecutive sampling, were evaluated. Fluid overload duration and 28 days mortality were recorded. Samples were divided into two groups, patients with fluid overload less than or equal to 4 days and patients with fluid overload more than 4 days. A bivariate analysis Chi square were perform to assess the association of mortality and fluid overload duration.
Results: Mortality and fluid overload duration were significantly associated P.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Irwansyah
"Pasien-pasien di unit-unit perawatan intensif {ICU) lebih banyak mengalami cedera akibat adverse events hila dibandingkan dengan pasien-pasien yang bukan dirawat di ICU. Banyaknya prosedur yang dilakukan pada pasien-pasien dalam kondisi yang kritis serta banyaknya jumlah dan jenis obat yang digunakan dalam pelayanannya juga meningkntkan resiko yang lebih tinggi hilngga dibandingkan dengan pasien lainnya. Tingginya data mortalitas dan insiden di beberapa ICU rumah saklt umum pusat bantuan regional Departemen Kesehatan menunjukkan belum ada suatu analisis yang mendalam terhadap faklor-faktor penyebab yang berkaitan dengan adverse events di unit perawatan intensif (ICU) pada rumah sakit tersebut. Hasil penelitian didapatkan bahwa adverse events di unit perawatan intensif (ICU) pada !8 (delapan belas) rumah sakit umum di Indonesia yaitu sebesar 42,7 %. Faktor faktor tidak baik, prosedur tidak lengkap, kurangnya kelengkapan dan pemeliharaan alat, berkontribusi dalarn terjarlinya adverse events di ICU pada 18 nrumah sakit. Pemahaman staf dan perawat ICU terhadap patient safety di unit perawatan intensif (ICU) sangat kurang. Penyebab dari beban kerja perawat tidak sesuai yaitu sumber daya manusia yang terbatas, uraian tugas yang tidak jelas, rasio antara petugas dengan pasien tidak sesuai, mengetjakan pekexjaan yang bukan wewenangnya dan kurangnya pelatthan. Behan kelja perawat yang tinggi berdampak stress kerja perawat. Penyebab komunikasi yang karang baik yaitu masib adanya gap antara perawat senior dan perawat yunior dalam berkomunikasi, kepala unit tidak mengikuti morning briefingkomunikasi yang kurang antara tim klinis. Miskomu­nikasi juga menyebabkan terjadinya medication error di lCU. Peralatan kesehatan tidak lengkap dan tidak sesuai standar lCU, scrta tidak adanya prosedur tertulis tentang pemakaian alat. Pimpinan unit dan supervisi klinis belum menjalankan tugrumya dengan baik.
Dari hasil penelitian ini disarankan kepada pihak rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman perawat tentang patient safety, meningkatkan peranan kepala unit, kepala ruangan, komite keperawatan dan supervisi klinis, menetapkan standar prosedur asuhan keperawatan, prosedur pemakaian dan pemeliharaan alat serta prosedur komunikasi bagi perawat di ICU, menambab surnber daya manusia kesehatan {SDMK), meningkatkan pelatihan bagi perawat, menfasilitasi sistem infOnnasi kesehatan melalui Information Technology.

Patients in intensive care units (lCUs) may be more likely than non-ICU patients to be injured by adverse events. The procedures performed on critically ill patients and the quantity and type of drugs used in their care may also increase their risk relative to non-ICU patients. The height data incident and mortality in some ICU aids centers publics hospitals regional Department of Public Healths show there is no an circumstantial analyses to factors cause of related to adverse events intensive care units ( ICU) at the hospital. It was found from the research that adverse events in intensive care unit (!CU) at 18 (eighteen) public hospitals in Indonesia that is 42,7 %. Factors like: inappropriate nurse work load poor communications, incomplete procedure Jack of equipment and conservancy of appliance, contribution in the happening of adverse events in ICU at 18 hospitals. Understanding of nurse and staff!CU to patient safety in intensive care unit ( ICU) hardly less. The cause of inappropriate nurse work load that is limited resource, breakdown of ill defined duty, ratio between officers with inappropriate patients, do work which not the authority and lack of training, High nurse work load affect stress working nurse. The cause of unfavourable communications that is still existence of gap between senior and junior nurses in communicating, lead unit don't follow morning briefing, communications which less between teams. Miscommunication also cause medication errors in ICU. Incomplete equipments and also procedure inexistence. Leader of unit and clinical supervise not yet implement the duty.
From this research result suggested to the side of hospital for increasing knowledge and understanding of nurse concerning patient safety increase role of unit director, room director, treatment committee and clinical supervise, specify treatment upbringing procedure standard, usage procedure and conservancy of appliance and also communications procedure for nurse in ICU add health human resource, increase training for nurse, health information system facility through Information Technology {IT) in the form of white line as decision support system."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T21060
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Veronika Prescillia Hartanuh
"Latar Belakang: Delirium adalah perubahan status mental berupa gangguan atensi, kesadaran, dan kognisi yang akut dan fluktuatif. Referensi standar mendiagnosis delirium pada anak dan dewasa menggunakan kriteria DSM-5 atau ICD-10. Populasi anak memiliki tahap perkembangan dan gambaran gejala delirium yang berbeda dibandingkan dewasa sehingga diagnosis delirium anak mengalami keterbatasan dan membutuhkan kemampuan klinis dan kompetensi. Telah dikembangkan instrumen pCAM-ICU untuk membantu diagnosis delirium anak usia minimal lima tahun yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Saat ini pelayanan kesehatan anak di Indonesia belum memiliki instrumen membantu diagnosis delirium dalam Bahasa Indonesia. Oleh karena tingginya kebutuhan pelayanan, maka dilakukan validitas isi dan reliabilitas konsistensi internal instrumen pCAM-ICU versi Bahasa Indonesia Metode: Dilakukan proses forward translation dan back translation hingga didapatkan instrumen pCAM-ICU versi Bahasa Indonesia. Uji validitas isi pCAM-ICU versi Bahasa Indonesia melibatkan 10 orang ahli di Ilmu Kesehatan Jiwa dan Ilmu Kesehatan Anak yang pernah menangani kasus delirium pada anak dan remaja. Uji reliabilitas konsistensi internal dilakukan pada 30 pasien anak yang berusia 5 – 17 tahun di layanan RSCM. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan membandingkan pemeriksaan pCAM-ICU dengan kriteria DSM-5. Hasil: Instrumen pCAM-ICU versi bahasa Indonesia memiliki nilai I-CVI dan S-CVI sebesar 1,00 pada uji validitas isi dan Cronbach’s alpha keseluruhan 0,959 pada uji reliabilitas konsistensi internal. Instrumen pCAM-ICU versi Bahasa Indonesia memiliki nilai sensitivitas 85% (95% CI, 68-100%) dan spesifisitas 96% (95% CI, 86-100%) Simpulan: Instrumen pCAM-ICU versi Bahasa Indonesia dinilai valid dan reliabel dalam membantu penegakkan diagnosis delirium pada anak minimal usia lima tahun.

Background: Delirium is defined as an acute and fluctuating altered mental status in the form disruption of attention, consciousness, and cognition. DSM-5 and ICD-10 criteria are used as a standardized reference to diagnose delirium. Pediatric population has a different developmental stage and clinical manifestation compared to adult population, hence diagnosing delirium in pediatric population is limited and requires further clinical skill and competence. pCAM-ICU has been developed to help diagnosing delirium for children at least 5 years old with high sensitivity and specificity. Pediatric healthcare service in Indonesia does not have an instrument to help diagnosing delirium in Bahasa Indonesia. Due to the need of such instruments, content validation and internal consistency reliability test for Indonesian version of pCAM-ICU is carried out.
Methods: Forward translation and back translation is carried out to obtain the Indonesian version of pCAM-ICU. Content validity of Indonesian pCAM-ICU involves 10 experts in Psychiatry and Pediatric who have managed delirium cases in children and adolescent. Internal consistency reliability test is done to 30 pediatric populations from the age of 5-17 years old in RSCM. This research is a cross sectional research which compares pCAM-ICU with DSM-5 criteria.
Results: Indonesian version of pCAM-ICU has I-CVI and S-CVI score of 1,00 at content validity test and overall Cronbach’s alpha of 0,959 for internal consistency reliability test. Indonesian version of pCAM-ICU has 85% (95% CI, 68-100%) sensitivity and 96% (95% CI, 86-100%) specificity.
Conclusion: Indonesian version of pCAM-ICU is considered valid and reliable to held diagnosing delirium in children of at least 5 years old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Lestari
"Perawatan kritis yang rumit meningkatkan kecemasan pada keluarga pasien. Spiritualitas memiliki potensi untuk mengurangi tingkat kecemasan pada keluarga pasien kritis.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat spiritualitas dengan tingkat kecemasan keluarga pasien yang dirawat di ICU IGD RSCM. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Sampel penelitian ini adalah keluarga inti dari pasien yang terpasang ventilator sebanyak 72 orang. Teknik pengambilan sampel dengan teknik non probability sampling. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas keluarga pasien memiliki spiritualitas rendah sebesar 66,7%, kecemasan sedang sebanyak 59,7%, dengan hasil uji spearman rank nilai korelasi tingkat spiritualitas dengan tingkat kecemasan keluarga pasien r = -710 serta nilai signifikan p = 0,0001* < 0,05. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat spiritualitas dengan tingkat kecemasan keluarga pasien yang dirawat di ruang ICU IGD RSCM.

Complicated critical care can increases anxiety in family of patient's. Spirituality has the potential to reduce levels of anxiety in the families of critical patients. This study aims to determine the relationship level of spirituality with anxiety level in patient's family member at Intensive care unit of emergency unit RSCM hospital. The design of this research was cross sectional. The sample of this study was nuclear family of patients on ventilator with a sample number of 72 people. Sampling technique with non probability sampling. The results showed that the majority of patient's family had low spirituality of 66,7%, moderate anxiety of 59,7%, with a test result of the spearman rank of correlation value between spirituality level and the patient's family anxiety level was r = -710 as well as significant value P = 0.0001 * <0.05. The conclusion of this study shows indicates that there is a significant relationship between level of spirituality with level anxiety of family member treated in ICU room of Emergency unit RSUP Cipto Mangunkusumo."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimatuzzuhroh
"Latar belakang : Skor PELOD-2 digunakan untuk mengetahui prognosis disfungsi organ pada anak sakit kritis. Hasil skor PELOD-2 terkadang tidak berbanding lurus dengan luaran perawatan sehingga tidak selalu dapat digunakan sebagai prediktor luaran pasien yang dirawat di PICU. Tujuan : Mengetahui profil dan luaran pasien sakit kritis yang dirawat di PICU RSCM berdasar skor PELOD-2. Metode : Penelitian retrospektif dengan mengambil data rekam medis pasien rawat di PICU RSCM, periode Januari-Desember 2018 secara total sampling. Penilaian skor PELOD-2 pada 24 jam pertama perawatan, komorbid dan luaran subjek dicatat dalam rekam medis. Hasil : Diperoleh 477 subjek yang memenuhi kriteria. Pasien sakit kritis yang dirawat di PICU RSCM sebagian besar berjenis kelamin laki (56,4%) dan berusia <1 tahun (27,9%), dengan bedah sebagai diagnosis terbanyak (65%). Sebagian besar pasien memiliki penyakit kronik (70,4%). Nilai median skor PELOD-2 2 untuk pasien hidup dan median skor 8 untuk pasien meninggal. Angka mortalitas adalah 10,7%. Sebagian besar subjek memiliki lama rawat <7 hari (75,5%). Subjek dengan lama rawat >14 hari memiliki median skor PELOD-2 tiga kali lipat dari subjek dengan lama rawat <7 hari. Subjek meninggal memiliki median skor PELOD-2 empat kali lipat lebih tinggi dari subjek hidup. Adanya luaran mortalitas dan lama rawat subjek yang tidak sesuai dengan skor PELOD-2 kemungkinan dipengaruhi oleh status nutrisi dan status imun. Titik potong mortalitas skor PELOD-2 pada penelitian ini adalah >5, dan titik potong mortalitas skor PELOD-2 pasien sepsis >7. Simpulan : Skor PELOD-2 dapat digunakan untuk memprediksi prognosis disfungsi organ yang mengancam kehidupan pada anak tanpa imunosupresi, semakin tinggi skor PELOD-2 akan diikuti peningkatan lama rawat dan mortalitas.

Background: PELOD-2 score is stated can be used to discover prognosis of organ dysfunction in critically ill child. Sometimes PELOD-2 score does not always directly proportional to critically ill child s outcome, therefore sometimes can not be used as outcome and mortality predictor. Objective: To describe critically ill patient s profile and outcome of based on PELOD-2 score. Methods: This descriptive study was retrospective, conducted from January to December 2018 in PICU RSCM by total sampling. Evaluation of PELOD-2 score were performed in the first 24 hours. Subjects comorbid and outcome were stated in medical record. Results: There were 477 subjects that fulfilled the criteria. Most of the subjects were boys (56,4%) and under 1 year of age (27,9%) with surgical were the most common diagnosis (65%). Most of the subject have chronic illness as comorbid (70,4%). Median of PELOD-2 score were 2 for subjects that lived and 8 for subjects that died. Mortality rate is 10,7%. Most of the subjects were stayed in PICU for < 7 days (75,5%). Subjects with length of stay >14 days had median PELOD-2 score 3 times higher than the subjects with length of stay <7 days. Died subjects had median PELOD-2 score 4 times higher than the subjects that lived. The subjects mortality and length of stay that not in accordance with the PELOD-2 score may be influenced by subjects nutritional and immunity status. Mortality cut off point for PELOD-2 score in this study is >5. Mortality cut off point for PELOD-2 for subjects with sepsis is >7 Conclusion: PELOD-2 score is feasible to be used to predict life threatening organ dysfunction in critically ill children without immunosuppression, the higher the PELOD-2 score is equal to higher mortality and longer length of stay."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57773
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>