Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 222960 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Dzulfikar Fikri
"

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) selaku lembaga perwakilan daerah yang memiliki karakter keterwakilan berdasarkan daerah-daerah pada hakikatnya memiliki karakter keterwakilan yang lebih luas dari DPR, karena dimensi keterwakilannya berdasarkan seluruh rakyat yang terdapat pada daerah-daerah tersebut. DPD sebagai lembaga negara baru setelah amandemen UUD 1945 awalnya diharapkan dapat merealisasikan sistem dua kamar (bicameral), sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPD memiliki fungsifungsi sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pertimbangan. Semua tugas dan wewenang DPD terbatas pada aspek-aspek yang terkait erat dengan daerah. Ini merupakan sebuah potensi bagi DPD untuk dapat berperan lebih dalam berbagai aspek dalam pemerintahan daerah termasuk dalam pembangunan. Pembangunan diawali dengan perencanaan dan dalam ini adalah tahap paling penting karena disinilah partisipasi dari berbagai pemegang kepentingan disuarakan dan disatukan menjadi sebuah rencana pembangunan yang komprehensif untuk dapat mendukung pembangunan sebuah daerah. DPD sebagai lembaga perwakilan yang menjadi perwakilan wilayah seharusnya dapat lebih dilibatkan dalam proses perencanaan pembangunan mengingat kompleksnya proses pembangunan dan berbagai macam kepentingan di dalamnya.


The Regional Representative Council (DPD) as a regional representative institution that has a representative character based on regions has a broader representation character than the DPR, because the dimension of representation is based on all the people in these areas. The DPD as a new state institution after the amendment of the 1945 Constitution was initially expected to realize a two-chamber system (bicameral), as a people's representative institution, the DPD has functions as stipulated in the 1945 Constitution. These functions are legislative functions, budget functions, and consideration functions. All the duties and powers of the DPD are limited to those aspects closely related to the regions. This is a potential for the DPD to be able to play a deeper role in various aspects of regional governance including in development. Development begins with planning and in this is the most important stage because this is where the participation of various stakeholders is voiced and united into a comprehensive development plan to be able to support the development of a region. The DPD as a representative institution that becomes the regional representative should be more involved in the development planning process given the complexity of the development process and the various interests in it.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjut Dhila Rehan
"ABSTRAK
Ketika memasuki masa dewasa muda, manusia ada pada tahap intimacy dan memulai untuk membangun suatu hubungan romantis. Salah satu upaya untuk mempertahankan hubungan romantis tersebut bisa dengan melakukan pengorbanan. Pengorbanan yang dilakukan seseorang dilandasi dengan dua motif, motif approach dan motif avoidance. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara komitmen dan motif berkorban dan juga melihat peran extraversion sebagai moderator. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 985 dewasa muda yang sedang menjalin hubungan berpacaran. Partisipan diminta mengisi kuesioner yang terdiri dari alat ukur komitmen, motif berkorban dan extraversion. Berdasarkan hasil analisis, ditemukan bahwa terdapat hubungan antara komitmen dan motif berkorban baik motif approach (p>0.000), maupun motif avoidance (p>0.001). Hasil lainnya juga ditemukan bahwa extraversion tidak berperan sebagai moderator pada hubungan komitmen dan motif berkorban. Dengan demikian, hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa individu yang memiliki tingkat komitmen yang tinggi akan lebih cenderung untuk melakukan pengorbanan baik dilandasi dengan motif approach maupun motif avoidance tidak bergantung dari tingkat extraversion.

ABSTRACT
In young adulthood, individuals are at the intimacy stage and begin to build a romantic relationship. To maintain a romantic relationship, it can be by making sacrifices. Individual sacrifices are based on two motives, approach motives and avoidance motives. This research was conducted to see the relationship between commitment and motives of sacrifice and also see the role of extraversion as a moderator. The participants in this study amounted to 985 young adults who were dating. Participants were asked to complete a questionnaire consisting of commitment, motives of sacrifice and extraversion measures. Based on the results of the analysis, it was found that there was a relationship between commitment and motives of sacrifice in both approach motives (p> 0.000), and avoidance motives (p> 0.001). Other findings also show that extraversion does not act as a moderator in the relationship of commitment and motives of sacrifice. Thus, the results of this study indicate that individuals who have a high level of commitment will be more likely to make sacrifices based on either the approach motives or avoidance motives and not dependent on individuals extraversion level."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Patricia Shannon Sumargo
"Guru merupakan salah satu profesi penting yang memegang banyak peranan dalam kemajuan suatu bangsa. Guru sebagai tenaga pendidik dan pengajar bertanggung jawab untuk membentuk murid-muridnya menjadi manusia-manusia yang lebih baik melalui pendidikan secara formal, yakni sekolah. Tenaga pendidik yang baik mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap pekerjaannya karena menganggap profesinya sebagai guru adalah bentuk pengabdian terhadap bangsa, sehingga dalam menjalankan profesinya, seorang guru akan melakukan yang terbaik sebagai wujud loyalitas yang dimilikinya. Guru yang berkomitmen terhadap pekerjaannya akan tercermin melalui kinerjanya dan cenderung mencapai kesuksesan dalam mengajar. Loyalitas terbentuk dari dalam diri seseorang atau dari internal dan dipengaruhi oleh faktor eksternal lainnya pula. Faktor individu seperti integritas seorang guru merupakan faktor internal yang memengaruhi tingkat loyalitas, sementara faktor eksternal yang memengaruhi, salah satunya adalah kepuasan terhadap hal-hal yang ada di tempatnya bekerja, yakni sekolah. Lingkungan kerja yang nyaman tentu akan mendorong seorang guru untuk semakin menyukai pekerjaannya. Secara rinci, faktor eksternal yang berpotensi untuk memengaruhi loyalitas guru antara lain adalah kepuasan terhadap gaji yang diterimanya, kepuasan terhadap beban kerja yang dilimpahkan sebagai pengajar, kepuasan terhadap pimpinan di sekolah, kepuasan terhadap rekan kerja, kepuasan terhadap penghargaan yang diterimanya di sekolah, kepuasan terhadap ketertiban, dan kepuasan terhadap fasilitas di sekolah. Tugas akhir ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat loyalitas guru di Komunitas Guru X di Provinsi DKI Jakarta menggunakan metode partial least square dan classification and regression tree (CART) untuk menganalisis profil guru dengan tingkat loyalitas tinggi tersebut. Data yang digunakan diperoleh melalui teknik haphazard sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat loyalitas guru di Komunitas Guru X di Provinsi DKI Jakarta dipengaruhi oleh faktor eksternal berupa kepuasan guru terhadap gaji yang didapatkan dan kepuasan terhadap pimpinan sekolah, serta faktor internal yaitu integritas. Profil guru dengan peluang paling besar untuk memiliki loyalitas tinggi antara lain: berintegritas tinggi atau memiliki usia di atas 40 tahun atau memiliki integritas rendah, tetapi memiliki kepuasan terhadap gaji dan pimpinan di sekolah yang tinggi.

Teaching is one of the most necessary professions that holds significant roles in advancing the nation. Teachers as an educator and preceptor embrace the responsibility to form their disciples for the better through formal education, namely schools. A meritorious teacher has high level of loyalty to the profession since being a teacher is considered as a dedication to the nation, and hence a teacher will perform well as an express of their loyalty. Loyalty of teachers will be reflected on their performance and tend to succeed on educating the students. However, the loyalty is not merely formed from the personality or character, but also influenced by external factors. A personality factor such as teachers’ integrity takes part as an internal factor in affecting the loyalty level and ones of the external factors influencing teachers’ loyalty are their satisfactions towards the school circumstances. A proper work environment encourages a teacher to like the profession more. More detail, external factors such as pay satisfaction, workload satisfaction, supervisor satisfaction, coworker satisfaction, appreciation satisfaction, discipline satisfaction, school facilities satisfaction are potentially give influences to teachers’ loyalty. In this thesis, a research about factors analysis for teachers’ loyalty level in An X Teacher Community in DKI Jakarta Province will be conducted with partial least square (PLS) and classification and regression tree (CART) method will be used for the teachers with high level of loyalty profile analysis purpose. Data will be sampled by using haphazard sampling technique. This research concludes if external factors pay and supervisor satisfaction, as well as internal factor integrity do affect the loyalty level of teachers in An X Teacher Community at DKI Jakarta Province. Profile of teachers with the largest probability to have high level of loyalty, such as: to have high level of integrity or are more than 40 years old or to have low level of integrity, but with the high level of pay and supervisor satisfaction."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandini Rizki Nurbaiti
"Remaja berada pada fase pencarian jati dirinya, sebagaimana tahap perkembangan psikososial remaja yaitu identity versus role confusion. Pencarian identitas diri remaja seringkali dikaitkan dengan tokoh idola yang rentan menimbulkan perilaku parasosial. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara parasocial relationship dengan status identitas diri remaja penggemar K-Pop di DKI Jakarta. Penelitian dengan metode kuantitatif jenis analisis-korelasi dengan pendekatan cross-sectional ini melibatkan 108 remaja penggemar K-Pop di DKI Jakarta yang dipilih dengan teknik simple random sampling. Instrumen Ego Identity Process Questionnaire digunakan untuk mengukur status identitas diri dan Celebrity Attitude Scale untuk mengukur hubungan parasosial. Hasil analisis univariat yaitu sebanyak 35,2% remaja berada pada fase identitas diri achievement dan 50% remaja memiliki hubungan parasosial dengan tokoh idolanya pada tingkat intense personal feeling. Hasil analisis bivariat menggunakan uji Spearman rho menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara hubungan parasosial dengan status identitas diri remaja penggemar K-Pop di DKI Jakarta (p value: 0.005 r: -0.271). Kesimpulan penelitian ini adalah aktivitas pengidolaan membentuk hubungan parasosial dengan tokoh idola yang turut memengaruhi status identitas diri yang dicapai oleh remaja pada tahap perkembangannya. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengaitkan variabel lain yang berkaitan dengan hubungan parasosial terhadap status identitas diri remaja.

Adolescents are in an identity-searching period, as is the stage of adolescent psychosocial development, specifically identity vs role confusion. The search for self-identity in adolescents is frequently related with idol figures who are prone to triggering parasocial conduct. The purpose of this study is to investigate the relationship between parasocial relationships and self-identity construction among K-Pop enthusiasts in DKI Jakarta. This study recruited 108 teenage K-Pop enthusiasts in DKI Jakarta who were chosen using a simple random samplingsimple strategy and a quantitative method of correlation-analysis. The Ego Identity Process Questionnaire was used to assess identity status, and the Celebrity Attitude Scale to measure parasocial relationships. The results of the univariate analysis showed that 35,2% of adolescents were in the achievement self-identity phase and 50% of adolescents had a parasocial relationship with their idol at the level of intense personal feeling. The results of bivariate analysis using the Spearman rho test showed that there was a significant relationship between parasocial relations and the self-identity status of young K-Pop fans in DKI Jakarta (p value: 0.005 r: -0.271). The conclusion of this study is that idolizing activities form parasocial relationships with idol figures which also influence the identity status achieved by adolescents at their developmental stage. Future research is expected to be able to relate other variables related to parasocial relationships to adolescent self-identity status."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aziz Jabbar Shiddiq
"TikTok live shopping merupakan suatu platform belanja secara real-time dimana streamer dapat terhubung dan berinteraksi dengan pembeli secara langsung melalui konten live streaming pada TikTok. Platform live stream commerce ini sedang naik tren, namun masih sedikit penelitian yang membahas faktor-faktor yang memengaruhi perilaku pembelian impulsif di platform ini. Pembelian impulsif merupakan hal yang penting karena dinilai sebagai salah satu kunci kesuksesan transaksi pada e-commerce. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk mencari tahu faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pembelian impulsif menggunakan teori flow dan parasocial relationship.Pada penelitian ini, faktor technology affordance dan faktor stream dimension dipilih sebagai anteseden dari flow untuk mengetahui apakah teknologi pada TikTok live shopping dapat memengaruhi perilaku pengguna. Sementara itu, source credibility model dipilih sebagai anteseden dari teori parasocial relationship untuk mengetahui apakah faktor eksternal dapat memengaruhi perilaku pengguna. Penelitian dilakukan menggunakan metode campuran dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode covariance-based structural equation modelling (CB-SEM) dengan menggunakan survei daring yang diisi oleh 608 responden valid. Pendekatan kualitatif dengan wawancara telah dilakukan kepada sepuluh responden untuk memvalidasi hasil kuantitatif. Hasil analisis membuktikan bahwa teori flow dan parasocial relationship memberikan pengaruh signifikan terhadap perilaku pembelian impulsif; semua faktor pada source credibility model memengaruhi parasocial relationship; dan hanya perceived effortlessness serta interactivity yang memberikan pengaruh pada flow. Penelitian ini berimplikasi teoretis dengan mengisi kekosongan penelitian mengenai pembelian impulsif pada live stream commerce khususnya TikTok live shopping. Penelitian ini memiliki implikasi praktis bagi pelaku industri live stream commerce untuk mengimplementasi fitur yang sesuai dan mengatur strategi bisnis yang tepat.

TikTok live shopping is a real-time shopping platform where streamers can connect and interact with buyers directly through live streaming content on TikTok. There are still not many studies that discuss the factors that influence impulsive buying behavior on TikTok live shopping. “E-commerce live streaming” is regarded as the latest trend of e-commerce, and impulse buying is a key factor in the success of transactions. Therefore, this study tries to determine what factors influence impulsive buying using the flow theory and parasocial relationships. In this study, the technology factor (technology affordance) and the stream dimension factor were chosen as the antecedents of flow to find out whether technology in TikTok live shopping can affect user behavior. Meanwhile, the source credibility model was chosen as an antecedent of the parasocial relationship theory to determine whether external factors can influence user behavior. The research was conducted using mixed methods with quantitative and qualitative approaches. The quantitative approach was carried out using the covariance-based structural equation modeling (CB-SEM) method using an online questionnaire survey and a total of 608 valid questionnaires were collected. The qualitative approach using interviews have been conducted to 10 respondents to validate the quantitative results. Research results show that flow and parasocial relationship theory have a significant influence on impulsive buying behavior; all factors in the source credibility model affect parasocial relationships; and only perceived effortlessness and interactivity have an effect on flow. This research provides theoretical implications by completing the research gap regarding impulse buying on live stream commerce, especially TikTok live shopping. This research provides practical implications for live stream commerce industry stakeholders to implement appropriate features and set the right business strategy."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathania Sofie Alexandra
"Fenomena hubungan parasosial menjadi sesuatu yang kerap diperbincangkan ketika membahas tentang musisi dan penggemar. Istilah yang dikemukakan oleh Donald Horton dan Richard Whorl pada 1956 (Brisco, 2021) itu kerap diasosiasikan dengan musisi pada era media sosial pada penelitian-penelitian di masa kini. Padahal, fenomena hubungan parasosial telah terjadi jauh sebelum istilah tersebut ada. Tulisan ini menjelaskan bagaimana hubungan parasosial antara musisi dan penggemarnya berkembang dalam rentang 100 tahun, dari masa radio (1920-an hingga 1930-an), masa televisi (1940-an hingga 1980-an), dan masa internet (1990-an hingga 2020-an). Walau diklaim bahwa hubungan parasosial yang kuat muncul pada era internet di mana teknologi sangat memadai untuk para penggemar mendapatkan konten yang beragam dan terkesan lebih intim ketimbang konten melalui teknologi kuno, penulis menemukan bahwa hubungan parasosial sejak zaman radio sudah kuat jika melihat konteks dari hiburan di masa itu.

The parasocial relationship phenomenon has become a subject that is often discussed in a conversation about the musician and fan relationship. The term–put forward by Donald Horton and Richard Whorl in 1956 (Brisco, 2021)–is often associated with musicians in the social media era in current research. While in fact, the parasocial relationship phenomenon occurred long before the term existed. This paper tries to explain how the parasocial relationship between musicians and their fans has developed over a period of 100 years, from the radio era (the 1920s to the 1930s), the television era (the 1940s to the 1980s), and the internet era (the 1990-s to the 2020-s era). Even though it is claimed that strong parasocial relationships emerged in the internet era, where the technology is advanced enough to provide fans with a variety of contents that feels more intimate in comparison to old technology, the writer finds that parasocial relationships even from the radio era has already been strong when we look at the context of entertainment during that time."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Biancavai Irama Fidyzahwa
"Penggunaan media sosial meningkat signifikan beberapa tahun terakhir di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, khususnya Jabodetabek. Peningkatan ini didominasi oleh mahasiswa sebagai pengguna terbesar dengan jumlah 89,7%. Sebanyak 56,7% mahasiswa menggunakan media sosial untuk berinteraksi sosial. Salah satu bentuk interaksi ini adalah hubungan dengan idola. Sebanyak 18,7% mahasiswa yang menggunakan fangirling sebagai strategi koping masuk dalam kategori intensitas tinggi dan 63,2% mahasiswa masuk ke dalam kategori sedang. Fenomena ini membawa dampak positif seperti dukungan emosional, tetapi juga dampak negatif seperti kecandua. Dukungan emosional yang diberikan dapat membawa penggemar ke dalam suatu hubungan yaitu hubungan parasosial. Dalam hal ini, hubungan parasosial merupakan hubungan antara penggemar dan tokoh media yang dipersepsikan oleh suatu media sehingga menciptakan ilusi kedekatan dan terjalinnya suatu hubungan antara idola dan penggemar, Terkait hal ini, penelitian ini bertujuan menggambarkan hubungan parasosial pada mahasiswa di Jabodetabek serta perannya dalam pemenuhan kebutuhan akan cinta dan kepemilikan. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dengan mengumpulkan data melalui wawancara mendalam dan studi dokumentasi dengan metode purposive sampling. Informan pada penelitian ini berjumlahkan 11 informan yang terdiri dari 4 informan utama dan 7 informan pendukung berupa teman dan keluarga dari informan utama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan parasosial pada penelitian ini merupakan interaksi antar penggemar dan idola yang di mediasi oleh media sosial seperti Instagram, Twitter, YouTube, TikTok, Bubble, Weverse, dan Website. Gambaran hubungan parasosial yang dijalani para informan memberikan perasaan positif seperti bahagia dan termotivasi. Namun secara pemenuhan kebtuhan akan cinta dan kepemilikan, masih terdapat kekosongan dalam komponen hubungan tertentu di kehidupan informan. Berdasarkan analisis, diketahui bahwa hubungan parasosial yang dimiliki informan dengan idola termasuk ke dalam kategori hubungan parasosial positif. Kemudian dalam hal memenuhi kebutuhan akan cinta dan kepemilikan, hubungan parasosial berperan sebagai pengganti hubungan yang kurang didapatkan informan serta membantu mempererat hubungan sosial informan. Meski begitu, hubungan parasosial yang dijalani para informan tetap tidak bisa menggantikan hubungan yang nyata dan hanya bersifat sementara sebab hubungan ini hanya bersifat satu arah dan tidak ada timbal balik sebagaimana seharusnya hubungan nyata yang ideal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, meskipun hubungan parasosial yang dijalani para informan bersifat positif dan berperan dalam pemenuhan kebutuhan akan cinta dan kepemilikan, hubungan ini tetap tidak akan menggantikan hubungan nyata dan hanya sebatas menjadi komponen pengganti maupun komponen pendukung hubungan sosial para informan sebab kurangnya komponen yang bersifat dua arah.

The use of social media has increased significantly in recent years worldwide, including in Indonesia, particularly in the Jabodetabek area. This increase is dominated by university students as the largest user group, accounting for 89.7%. Approximately 56.7% of students use social media for social interaction. One form of such interaction is the relationship with idols. Among these students, 18.7% who use fangirling as a coping strategy fall into the high-intensity category, while 63.2% are in the medium category. This phenomenon brings both positive impacts, such as emotional support, and negative impacts, such as addiction. The emotional support provided can lead fans into a relationship known as a parasocial relationship. In this context, parasocial relationships refer to the perceived interaction between fans and media figures mediated through certain media, creating the illusion of closeness and a formed relationship between idols and fans. This study aims to describe parasocial relationships among university students in Jabodetabek and their role in fulfilling the need for love and belonging. The approach used in this study is qualitative, collecting data through in-depth interviews and document studies using the purposive sampling method. The study involved 11 informants, consisting of 4 main informants and 7 supporting informants in the form of friends and family of the main informants. The results of the study show that parasocial relationships in this context are interactions between fans and idols mediated by social media platforms such as Instagram, Twitter, YouTube, TikTok, Bubble, Weverse, and websites. The depiction of parasocial relationships experienced by the informants provides positive feelings such as happiness and motivation. However, in terms of fulfilling the need for love and belonging, there remains a void in certain components of relationships in the informants' lives. Based on the analysis, it is known that the parasocial relationships maintained by the informants with their idols fall into the category of positive parasocial relationships. Furthermore, in fulfilling the need for love and belonging, parasocial relationships serve as a substitute for relationships that are less accessible to the informants and help strengthen their social relationships. However, the parasocial relationships experienced by the informants still cannot replace real relationships and are only temporary since these relationships are one-sided and lack the reciprocity found in ideal, real relationships. It can be concluded that, although the parasocial relationships experienced by the informants are positive and play a role in fulfilling the need for love and belonging, they still cannot replace real relationships and only serve as a substitute or a supporting component of the informants' social relationships due to the lack of reciprocity inherent in two-way relationships. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qonitah Arya Sulthanah
"Kemajuan teknologi dan berkembangnya berbagai bentuk media baru yang lebih interaktif telah mengubah cara audiens dalam menjalin hubungan dengan karakter media favoritnya. Media Sosial sebagai salah satu bentuk media baru kini digunakan oleh berbagai publik figur, salah satunya adalah
Social Media Influencer untuk membangun Personal Brand dan
berkomunikasi dengan audiensnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana pengaruh dari Hubungan Parasosial yang terjalin dalam diri pengikut akun media sosial Instagram @ariefmuhammad sebagai seorang Social Media Influencer, terhadap salah satu aspek Personal Branding dari Arief Muhammad yaitu Relationship yang
merupakan hubungan baik yang terjalin antara seseorang dengan orang lain
sebagai hasil dari praktik Personal Branding yang baik. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan sifat eksplanatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hubungan Parasosial yang dirasakan audiens
berpengaruh signifikan secara positif terhadap Relationship antara audiens dengan Social Media Influencer. Variabel Hubungan Parasosial berpengaruh sebesar 51,4% terhadap Relationship, dengan Friendship sebagai dimensi paling berpengaruh menurut responden."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas A. Yewangoe
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002
261 YEW a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>