Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 239192 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cindy Tiaranita
"ABSTRAK
Latar Belakang: Gagal jantung merupakan salah satu masalah kesehatan global dengan angka yang meningkat setiap tahunnya. Pengobatan gagal jantung melibatkan berbagai golongan obat, salah satunya adalah digoksin sebagai komponen terapi tertua pada gagal jantung. Penggunaan digoksin masih kontroversial karena selain batas terapeutik sempit, terdapat berbagai faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya intoksikasi.
Tujuan: Menganalisis kejadian intoksikasi, rehospitalisasi, dan kesintasan dalam setahun pada pasien gagal jantung yang mendapat digoksin.
Metode: Studi analitik observasional dengan desain potong lintang dilakukan di Rumah Sakit Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita pada bulan Januari 2017 hingga Desember 2018. Pasien gagal jantung yang mendapatkan terapi digoksin dan diperiksa kadar digoksin serum diikutsertakan dalam penelitian. Intoksikasi didefinisikan sebagai peningkatan kadar digoksin serum ≥ 2 ng/ml disertai dengan perubahan EKG tipikal intoksikasi dan minimal satu gejala non-kardiak. Dilakukan analisis terhadap faktor-faktor risiko pada pasien dan gejala intoksikasi menggunakan uji X2, sedangkan angka kesintasan dan rehospitalisasi dalam setahun dianalisis dengan rumus Kaplan Meyer.
Hasil: Sebanyak 195 subyek penelitian yang terdiri dari 22 (11,3%) subyek dengan kadar digoksin subterapeutik, 43 (22,1%) subyek dengan kadar terapeutik, 70 (35,9%) subyek dengan kadar supraterapeutik dan 60 (30,8%) subyek dengan kadar toksik diikutsertakan dalam studi ini. Didapatkan sebanyak 32 (16,4%) subyek mengalami intoksikasi. Insufisiensi renal merupakan faktor risiko yang sangat memengaruhi kejadian intoksikasi digoksin, dengan risiko sebesar 2,5 kali (p=0,016; RR=2,484). Angka rehospitalisasi pada pasien gagal jantung yang mendapat dan tidak mendapat digoksin adalah sebesar 11,8% dan 29,2% (p=0,085). Angka kesintasan dalam setahun pada pasien gagal jantung yang mendapat digoksin di RS JPDHK tahun 2017-2018 adalah 300 hari (259 hari pada yang mengalami intoksikasi, dan 307 hari pada yang tidak mengalami intoksikasi).
Kesimpulan: Proporsi intoksikasi digoksin pasien gagal jantung pada penelitian ini adalah 16,4%. Insufisiensi renal merupakan faktor risiko yang memengaruhi kejadian intoksikasi digoksin. Terdapat kecendrungan pengurangan rehospitalisasi pada pasien yang mendapat digoksin.

ABSTRACT
Background: Heart failure is one of the most prevalent global health problems with increasing number every year. Treatment of heart failure involves various classes of drugs, one of which is digoxin as the oldest therapy for heart failure. The use of digoxin is still controversial because of a narrow therapeutic limit, there are various factors that can increases the risk of intoxication.
Objective: To analyze digoxin intoxication, rate of rehospitalization as well as one-year survival in patients with heart failure who were prescribed digoxin.
Methods: An observational analytic study with a cross-sectional design was conducted at the Harapan Kita National Cardiovascular Center from January 2017 to December 2018. Heart failure patients who received digoxin therapy and had been examined for serum digoxin levels were included in the study. Intoxication was defined as having increased serum digoxin level exceeding 2 ng/ml along with electrocardiogram changes and a minimum of one non-cardiac symptomsRisk factors of intoxication were analyzed by Chi-square test, and one year survival was analyzed with Kaplan Meyer method.
Results: A total of 195 study subjects consisting of 22 (11,3%) subjects with subtherapeutic digoxin levels, 43 (22,1%) were therapeutic, and 70 (35,9%) supratherapeutic and 60 (30,8%) toxic digoxin level were included in the study. There were 32 (16.4%) subjects having digoxin intoxication in this study. Renal insufficiency was revield as significant influencing factor of digoxin intoxication with 2.5 fold increasing risk. Overall, one-year survival of heart failure patients receiving digoxin was 300 days (259 days in non-intoxication group and 307 days in intoxication group). One-year rehospitalization was 11,8% in patients who received digoxin, and 29,2% in those without digoxin (p=0.085).
Conclusion: The proportion of digoxin intoxication in heart failure patient is 16,4%. Renal insufficiency was reviled as significant influencing factor of intoxication. There was a tendency of reduced hospitalization in those who received digoxin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Asyrofi
"Pasien heart failure sering mengalami masalah intoleransi aktifitas dan keletihan yang membutuhkan intervensi manajemen energi untuk menghasilkan toleransi aktifitas, ketahanan, konservasi energi, dan self-care activity daily living. Penelitian bertujuan menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan manajemen energi pasien heart failure. Desain cross sectional, sampel 132 responden, teknik consecutive sampling.
Hasil menunjukkan hubungan signifikan antara pengetahuan, ansietas, dan dukungan sosial dengan manajemen energi, dan ansietas menjadi faktor dominan. Penelitian ini merekomendasikan untuk meningkatkan pengetahuan, menurunkan ansietas, dan meningkatkan dukungan sosial pasien heart failure, sehingga diharapkan dapat meningkatkan manajemen energi pasien heart failure.

Patients with heart failure often experienced activity intolerance and fatique which need energy management intervention in order to gain activity tolerance, endurance, energy conservation, and self-care; activity daily living. This research aims was analyzing the factors dealing with energy management of the patients with heart failure. This research was using cross-sectional design and consecutive sampling technique with 132 respondents.
The finding of this research showed a significant association between knowlege, anxiety, and social support factors with energy management, among these variables anxiety becomes the dominant factor. This study recommends to improve knowledge, reduce anxiety and improve social support of the heart failure patients, which is expected to improve energy management of the heart failure patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T34868
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meisinta Florentina
"Latar belakang: Penyakit jantung menjadi salah satu penyakit kronik yang menjadi masalah utama. Gagal jantung merupakan satu masalah penting di antara penyakit jantung. Rehospitalisasi orang gagal jantung berdampak terhadap bertambahnya beban biaya perawatan kesehatan, serta menyebabkan peningkatan risiko kematian.
Tujuan: Meneliti pengaruh komorbiditas terhadap rehospitalisasi dini orang dengan gagal jantung dalam 30 hari setelah keluar rawat inap pertama.
Desain: Kohort retrospektif berbasis Heart Failure Registry di klinik khusus gagal jantung Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta periode Oktober 2009-Oktober 2010, dengan total sampel 147 orang.
Hasil: Rehospitalisasi dini atau rehospitalisasi dalam 30 hari pertama setelah keluar rawat inap pertama sebesar 18,7%. Komorbiditas berpengaruh terhadap rehospitalisasi dini. Ada perbedaan efek antara laki-laki dan perempuan dengan gagal jantung. Odds rasio laki-laki tanpa atau dengan satu komorbiditas sebesar 3,1 (95% CI:0,8-11,6) lebih tinggi daripada odds rasio perempuan tanpa atau dengan satu komorbiditas dan juga yang lebih dari satu komorbiditas 2,6 (95%CI:0,4-17,9). Ketika laki-laki disertai lebih dari satu komorbiditas odds rasio meningkat menjadi 4,1 (95% CI:0,97-16,96).
Kesimpulan: Pengaruh komorbiditas terhadap rehospitalisasi dini berbeda antara laki-laki dan perempuan dengan gagal jantung. Peningkatan risiko rehospitalisasi dini lebih tinggi pada laki-laki dan meningkat seiring jumlah komorbiditas.

Background: Heart disease is one of main problems for chronic disease in Indonesia. Unfortunately, heart failure is the one important problem among heart diseases. Rehospitalized of heart failure patient made additional burden health care costs, and also early rehospitalization lead to increasing mortality risk.
Objectives: To study the comorbidities effect on early rehospitalization of heart failure within 30 days after discharge from first hospitalization.
Methods: Using Heart Failure Registry of Harapan kita Hosiptal, the study select all 147 cohort who first time hopitalized within October 2009-Oktober 2010.
Results: Early rehospitalization or rehospitalization in 30 days after discharge is 18,7%. Comorbidity is associated with early rehospitalization. There are different effect of comorbidies between male and female. Odds ratio of male without or with one comorbidity of 3.1 (95% CI :0.8-11.6) is higher than the odds ratio of female without or with one comorbidity and also that more than one comorbidity 2.6 (95 % CI :0,4-17, 9). When a male with more than one comorbidity increased the odds ratio to 4.1 (95% CI :0,97-16, 96).
Conlusion: Comorbidity effect on early rehospitalization is different among gender differences The increasing of early rehospitalization risk among male is higher and concomitant with the number of comorbidities.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T38432
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shanti Farida Rachmi
"Self-care merupakan bagian penting dalam upaya peningkatan kualitas hidup pasien gagal jantung. Self-care adalah pengambilan keputusan secara natural oleh individu dalam berperilaku untuk mempertahankan kestabilan fisiologis tubuhnya dan sebagai respon terhadap tanda dan gejala yang terjadi pada diri individu. Keadekuatan individu dalam melakukan self-care dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor internal maupun eksternal dari individu. Identifikasi faktor tersebut menjadi bagian penting untuk memberikan asuhan keperawatan mengenai self-care yang efektif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh dari karakteristik responden, status fungsional, komorbiditas, lama diagnosis, tingkat pengetahuan, tingkat depresi, serta dukungan sosial terhadap self-care. Desain penelitian menggunakan cross sectional survey pada 120 responden yang diambil dengan tehnik purposive sampling di Poliklinik Jantung. Penelitian menggunakan kuesioner SCHFI (self-care heart failure index) dalam mengukur self-care responden.
Hasil penelitian menunjukan pekerjaan (p=0,055; CI 95%), pendidikan (p=0,232; CI 95%), dan penghasilan (p=0,027; CI 95%) mempengaruhi self-care individu secara signifikan. Responden yang bekerja, berpendidikan tinggi, dan berpenghasilan lebih dari Rp. 2.000.000 memiliki self-care yang lebih adekuat.

Adherence to self-care is important for heart failure patients to improve their quality of life. Self-care defined as individual naturalistic decision making process that's patients use in the choice of behaviors that maintain physiological stability and as a respons to underlying sign and symptoms. Understanding the factors that enable or inhibit self-care is essential in developing effective health care interventions.
The Aim of study was to analyze and identified factors (characteristic, functional class, comorbidity, time was diagnosed, knowledge, depression, and social support) influencing self-care. Cross sectional design used in this study to measure 120 outpatients using Self-Care Heart Failure Index (SCHFI) Indonesian version questioner.
The result of the study indicated employe/e patients (p=0,055; CI 95%), have education higher than junior high school (p=0,232; CI 95%), and have income higher than Rp. 2.000.000 (p=0,027; CI 95%) showed more adequate in self-care behaviour. Self-care strategies for HF should targeted for patient with lower education, unemployed, and have an income lower than Rp. 2.000.000 to improve their quality of life.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T42493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Allida Syeha
"Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Banyak pilihan yang dapat diberikan kepada pasien gagal jantung, salah satu contohnya adalah kombinasi ramipril-bisoprolol dan kandesartan-bisoprolol. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis minimalisasi biaya antara kelompok terapi kombinasi ramipril-bisoprolol dan kandesartan-bisoprolol pada pasien BPJS rawat inap gagal jantung di RSJPD Harapan Kita tahun 2017. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan pengambilan data secara retrospektif terhadap rekam medis, resep dan sistem informasi rumah sakit. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Efektivitas pengobatan diukur berdasarkan penurunan tekanan darah sistol dan diastol yang diasumsikan sama. Biaya didapatkan dari median total biaya pengobatan, meliputi biaya obat gagal jantung, obat non-gagal jantung, rawat inap, pemeriksaan penunjang dan jasa dokter. Sampel pada penelitian ini berjumlah 65 pasien, yaitu 37 pasien terapi kombinasi ramipril-bisoprolol dan 28 pasien terapi kombinasi kandesartan-bisoprolol. Median total biaya pengobatan kelompok terapi kombinasi ramipril-bisoprolol Rp 7.391.584,00 lebih mahal dibandingkan dengan kelompok terapi kombinasi kandesartan-bisoprolol Rp 7.061.533,00, terdapat selisih sebesar Rp 330.051,00. Analisis sensitivitas satu arah/-25 dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari evaluasi ekonomi melalui perubahan terhadap hasil penelitian. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kelompok terapi kombinasi kandesartan-bisoprolol lebih cost-minimal dibandingkan kelompok terapi kombinasi ramipril-bisoprolol dengan efektivitas yang setara.

Heart failure is a progressive health problem with high mortality and morbidity in both developed and developing countries including Indonesia. Many options can be given to patients with heart failure, one example is a combination of ramipril bisoprolol and candesartan bisoprolol. The aim of this study was to analyze cost minimization between the combination therapy group of ramipril bisoprolol and candesartan bisoprolol in BPJS hospitalized patients with heart failure. This research was a cross sectional study with retrospective data retrieval on medical record, prescriptions, and hospital rsquo s information system. Sampling was done by total sampling. The effectiveness of treatment was measured by the decrease in systolic and diastolic blood pressure that was assumed to be the same. Cost was obtained from the median total cost of treatment, including the cost of heart failure drugs, non heart failure drugs, hospitalization, laboratorium and physician services. The sample in this study amounted to 65 patients, 37 patients from combination therapy ramipril bisoprolol and 28 patients from combination therapy candesartan bisoprolol. Based on the results of the study, the median total cost of treatment of Ramipril group Rp 7,391,584.00 was more expensive compared with the candesartan group Rp 7.061.533,00 , there was a difference of Rp 330,051.00. One way sensitivity analysis 25 was performed to determine the strength of the economic evaluation through changes to the research results. Therefore, it can be concluded that the candesartan therapy group is more cost minimal than the ramipril therapy group with equal effectiveness."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Saptono Fahrurodzi
"Gagal jantung memiliki angka bertahan hidup yang rendah. Sekitar 26 juta orang dewasa hidup dengan gagal jantung di dunia. Berdasarkan Riskesdas 2013, prevalensi gagal jantung berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13. Penelitian ini menggunakan data Riskesdas tahun 2013 dengan desain studi cross-sectional. Sampel adalah seluruh penduduk yang berada di Indonesia berusia ge;18 tahun. Diagnosis gagal jantung decompensatio cordis berdasarkan diagnosa dokter. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 655.192 orang. Analisis data menunjukkan prevalensi gagal jantung terdiagnosis sebesar 0,1 . Faktor risiko yang paling besar terhadap kejadian gagal jantung di Indonesia adalah penyakit jantung koroner POR=42,578; 95 CI=35,982-50,383;p.

Heart Failure has a low survival rates. Approximately, 26 millions of adults live with heart failure in the world. According to Riskesdas 2013, the prevalence of heart failure based on doctor's diagnose was 0,13 . This research uses Riskesdas 2013 data with cross sectional study design. The sample were the ge 18 years people. Heart failure decompensatio cordis was based on doctor's diagnose. Total samples that were used in this research was 655.192. Data analysis shows the prevalence of heart failure based on doctor's diagnose was 0,1 . Coronary heart disease has the biggest risk of heart failure POR 42,578 95 CI 35,982 50,383."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S68646
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basuki Rachmat
"Salah satu fokus perhatian dalam tatalaksana gagal jantung adalah manajemen perawatan mandiri (self care) yang dapat memberikan dampak bermakna dalam perbaikan gejala dan tanda gagal jantung, kapasitas fungsional, kualitas hidup, morbiditas dan prognosis. Sejalan dengan hal tersebut penulis tertarik untuk mengembangkan suatu inovasi pemberian edukasi pasien gagal jantung melalui aplikasi mobile yang dapat dibuka melalui smartphone. Dengan metode ini yang penulis sebut aplikasi mobile EduCard, diharapkan pasien dapat lebih sering membaca dan melihat materi edukasi sehingga akan meningkatkan kemampuan untuk melakukan perilaku self care. Pada penelitian ini akan dilihat pengaruh dari edukasi melalui aplikasi mobile EduCarrd terhadap kemampuan melakukan self care pasien gagal jantung. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif quasi experiment, pre and post test with control, dimana peneliti akan memberikan intervensi pada subyek penelitian, kemudian membandingkan efek sebelum dan sesudah intervensi terhadap kemampuan melakukan self care pada pasien gagal jantung. Hasil penelitian ini menunjukkan ada peningkatan nilai kemampuan melakukan self care pada kelompok intervensi setelah diberikan intervensi sebesar 3,5 poin. Namun hasil uji statistik tidak bermakna dengan nilai p > 0,05. Sedangkan bila dibandingkan kelompok kontrol maka kemampuan melakukan self care kelompok intervensi berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan yang bermakna dengan nilai p 0,001 pada α 0,05. Kesimpulan bahwa ada pengaruh dari pemberian edukasi melalui aplikasi mobile EduCard terhadap kemampuan melakukan selfcare pasien gagal jantung.

One of the focuse in the treatment of heart failure is self care management which can provide in improving sign and symptom of heart failure, functional capacity, quality of life, morbidity and prognosis. In line with this, the authors are interested in developing an innovation in providing education for heart failure patient through a mobile application that can be opened through smartphone. With this method that we called it EduCard, it is hoped that patients can read and view educational material more often so that it will increase the ability to perform self care behaviour. In this study the effect of education through mobile application EduCard will be seen on the ability of self care behaviour in heart failure patient. This study uses a quasi experimental quantitative research type pre and post test with control in which the researcher will provide intervention to the research subject and then compare the effects before and after intervention on the ability of self care behaviour in heart failure patients. The results of this study indicate an increasing of the ability to do self care among intervention group post test by 3,5 poin. But the statistical analysis showing not significant with p value > 0,05. When compared to the control group, the ability of self care behaviour in the intervention group by the statistical analysis show a significant difference with p value 0,0001, α 0,05. The conclusion is that there is a significant effect of providing education through mobile application EduCard on the ability of selfcare behaviour of heart failure patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deka Hardiyan
"Praktik klinik residensi keperawatan medikal bedah pada pasien gangguan sistem kardiovaskular bertujuan untuk mengimplementasikan peran perawat spesialis sebagai pemberi asuhan keperawatan, edukator, peneliti, dan inovator. Peran pemberi asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan Teori Model Adaptasi Roy pada pasien ADHF Acute Decompensated Heart Failure dan 30 pasien lainnya dengan berbagai gangguan sistem kardiovaskular. Peran sebagai edukator dilakukan oleh perawat spesialis terhadap pasien dan juga rekan sejawat di tatanan pelayanan rumah sakit. Penerapan EBN Evidence Based Nursing yaitu pemberian Ice Bag di area femoralis untuk nyeri pada pasien yang menjalani PCI Percutaneous Coronary Intervention dilakukan untuk mengaplikasikan peran sebagai peneliti. Proyek inovasi juga dilakukan sebagai perwujudan peran sebagai inovator yaitu melalui pelaksanaan proyek inovasi berupa penyusunan panduan budaya keselamatan pasien menggunakan kuisioner.

The clinical practice of medical surgical nursing residency in patients with cardiovascular system disorders aims to implement the role of specialist nurse as care provider, educator, researcher, and innovator. The role of nursing care providers is have been done using the Roy Adaptation Model Theory approach in ADHF Acute Decompensated Heart Failure patients as well as 30 other patients with various other cardiovascular system disorders. The role of educator is performed by specialist nurses on patients as well as colleagues in hospital service arrangements. The implementation of EBN Evidence Based Nursing is the application of Ice Bag in the femoral region for pain in patients undergoing PCI Percutaneous Coronary Intervention performed to apply the role as a researcher. The innovation project is also carried out as a manifestation of the role of innovator through the implementation of innovation projects in the formulation of patient safety culture guidance using HSOPSC Hospital Survey On Patient Safety Culture questionnaire.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Febtrina
"Manfaat pengaturan posisi lateral kanan pada pasien gagal jantung sudah banyak diteliti, tetapi masih belum jelas efek posisi lateral kanan pada hemodinamik pasien gagal jantung. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi efek posisi istirahat lateral kanan terhadap hemodinamik dan tingkat kenyamanan pasien gagal jantung. Metode yang digunakan yaitu randomized controlled trial (RCT) dengan disain cross - over.
Dua puluh orang sabjek gagal jantung derajat II dan III (15 laki - laki dan 5 perempuan) di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) telah berpartisipasi. Tekanan darah, Mean Arterial Pressure (MAP), denyut jantung, frekuensi pernafasan dan saturasi oksigen diukur sebelum dan setelah pengaturan posisi menggunakan bedsite monitor sedangkan tingkat kenyamanan menggunakan Verbal Rating Scale Questionnaire. Pengukuran dilakukan pada pagi hari (09.00 - 11.00 WIB) dan sore hari (16.00 - 18.00 WIB).
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat efek yang signifikan pada TDS (Pagi: p value 0.000; Sore: p value 0.017), TDD (Pagi: p value 0.004), MAP (Pagi: p value 0.001), denyut jantung (Sore: p value 0.008) sebelum dan setelah dilakukan pengaturan posisi lateral kanan. Terdapat perbedaan yang signifikan tingkat kenyamanan antara kelompok (Sore: p value 0.041). Pengaturan posisi lateral kanan dapat dijadikan sebagai salah satu intervensi keperawatan yang digunakan untuk mempertahankan hemodinamik dan kenyamanan pasien gagal jantung.

Benefits of right lateral position on patients with heart failure has been widely studied, but it is still unclear the effects of right lateral position on hemodynamics of patients with heart failure. This study aimed to identify the effect of right lateral resting position on hemodynamic and level of comfort heart failure patients. The method of this research was a randomized controlled trial (RCT) with a cross - over design.
Twenty subject patients with heart failure stage II and III (15 men and 5 women) at Harapan Kita Cardiac Hospital were participated. Blood pressure, Mean Arterial Pressure (MAP), heart rate, respiratory rate and oxygen saturation (SaO2) were measured pre and post setting the position used bedsite monitor where as the level of comfort used the Verbal Rating Scale Questionnaire. Measurements were taken in the morning (09:00 to 11:00 AM) and evening (04:00 to 06:00 PM).
The results of this study showed there are significant effects on the SBP (Morning: p value 0.000; Evening: p value: 0.017), DBP (Morning: p value 0.004), MAP (Morning: p value 0.001), heart rate (Evening: p value 0.008) pre and post setting the right lateral position. There is a significant difference between group on level of comfort (Evening: p value 0.041). Recommendation is directed to include right lateral position as in the nursing intervention in order to maintain hemodynamic and level of comfort on patients with heart failure.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T42397
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitoresmi Waranggani Aristawati
"Latar Belakang
Gagal jantung merupakan penyebab kematian jantung terbanyak kedua di Indonesia. Berdasarkan data Rumah Sakit Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK), angka kematian HFrEF meningkat dari tahun 2017-2021.
Tujuan
Mengetahui prediktor rawat ulang dan kematian pasien HFrEF di RSJPDHK tahun 2022 dalam follow up satu tahun.
Metode
Penelitian ini bersifat analitik dengan desain fixed cohort untuk melihat kematian dan rawat ulang pasien HFrEF di RSJPDHK.
Hasil
Total populasi pasien HFrEF 2022 sebanyak 1951 orang, dengan sampel penelitian sebesar 452 orang. Proporsi rawat ulang 47% (n=214), kematian 21% (n=97), lost to follow up 25,8% (n=117). Analisis menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi rawat ulang adalah usia 61-70 tahun (p 0,027, OR 0,26), pendidikan rendah (p 0,024, OR 0,38), chronic kidney disease (p 0.025, OR 1,56), dan hiponatremia (p 0,017, OR 2,10). Faktor independen terhadap luaran kematian adalah pendidikan rendah (p 0,009, HR 2,33), NTproBNP tinggi (p <0,001, HR 1,01), dan lama rawat RS ≥ 7 hari (p 0,031, HR 1,61).
Kesimpulan
Prediktor rawat ulang pasien HFrEF adalah usia 61-70 tahun, pendidikan rendah, chronic kidney disease, dan hiponatremia. Prediktor kematian pasien HFrEF adalah pendidikan rendah, NTproBNP tinggi, dan lama rawat RS ≥7 hari.

Introduction
Heart failure is the second-leading cause of death in Indonesia. Data from Harapan Kita Hospital (RSJPDHK), showed the mortality rate of HFrEF had increased from 2017 to 2021.
Aim
To determine the predictors of one-year-readmission and one-year-mortality rate of HFrEF patient at RSJPDHK in 2022.
Method
This analytic study with a fixed cohort design focus on investigating the survival and readmission rate of HFrEF patients at RSJPDHK.
Results
In 2022, there were 1,951 HFrEF patients, sample were 452 individuals. The readmission rate was 47% (n=214), mortality rate was 21% (n=97), and lost to follow-up rate was 25.8% (n=117). Analysis revealed that factors affecting readmissions are age 61-70 years old (p 0,027, OR 0,26), low education (p 0,024, OR 0,38), chronic kidney disease (p 0,025, OR 1,56), and hyponatremia (p 0,017, OR 2,10). Independent factors affecting mortality rate including low education (p 0,010, HR 2.33), high NTproBNP (p <0,001, HR 1,01), and hospital stay ≥ 7 days (p 0,031, HR 1.61). Conclusion
In HFrEF patients, the predictors for readmission are age 61-70 years old, low education, chronic kidney disease, and hyponatremia, while the predictors for mortality are low education, high NT-proBNP, and hospital stays ≥7 days.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>