Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 206659 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wafa
"ABSTRAK
Diabetes melitus adalah salah satu penyakit tidak menular yang menyebabkan 4% kematian di Indonesia. Efektivitas obat antidiabetes tipe 2 biasanya dilihat dari nilai HbA1c yang mencerminkan rata-rata glukosa darah pasien, glukosa darah 2 jam postprandial dan glukosa darah puasa. Terapi diabetes melitus tipe 2 memiliki berbagai pola terapi kombinasi. Terapi yang berbeda akan memberikan efektivitas yang berbeda pula. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas terapi kombinasi metformin-sulfonilurea dan metformin-akarbose terhadap parameter glikemik pasien diabetes melitus tipe 2 yaitu nilai HbA1c, glukosa darah 2 jam postprandial dan glukosa darah puasa. Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif dengan pengumpulan data primer dan sekunder menggunakan teknik total population sampling. Data primer yang digunakan adalah hasil pengisian kuesioner dan data sekunder didapatkan dari rekam medis dan sistem informasi rumah sakit. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara responden yang menggunakan metformin-sulfonilurea dibandingkan dengan responden yang menggunakan metformin-akarbose terhadap perubahan nilai HbA1c (p value=0.060). Hasil analisis juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara metformin-sulfonilurea dan metformin-akarbose dengan nilai glukosa darah 2 jam postprandial akhir (p value=0.655) dan nilai glukosa darah puasa akhir (p value=0.460). Variabel olahraga mempengaruhi efektivitas metformin-sulfonilurea dan metformin-akarbose terhadap perubahan nilai HbA1c, variabel jenis kelamin terhadap perubahan nilai glukosa darah 2 jam postprandial dan variabel diet terhadap perubahan nilai glukosa darah puasa. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Tidak terdapat perbedaan bermakna pada perbandingan efektivitas antara terapi kombinasi metformin-sulfonilurea dan metformin-akarbose.

ABSTRACT
Diabetes mellitus is an uninfectious disease that causes 4% of deaths in Indonesia. The effectiveness of type 2 antidiabetic drugs is usually seen from the HbA1c value that reflects the patient's average blood glucose, 2-hour postprandial blood glucose and fasting blood glucose. Type 2 diabetes mellitus therapy has various combination therapy patterns. Different therapies will provide different effectiveness. This study aims to compare the effectiveness of metformin-sulfonylurea and metformin-acarbose combination therapy on glycemic parameters of type 2 diabetes mellitus patients, namely HbA1c value, postprandial 2 hours blood glucose and fasting blood glucose. This research is a retrospective cohort study with primary and secondary data collection using purposive sampling technique. Primary data used are the results of filling out the questionnaire and secondary data obtained from medical records and hospital information systems. The analysis showed that there was no significant difference between respondents who used metformin-sulfonylurea compared with respondents who used metformin-acarbose to changes in the HbA1c value (p value=0.060). The analysis also showed that there was no significant relationship between metformin-sulfonylurea and metformin-acarbose with 2 hours postprandial blood glucose value (p value=0.655) and fasting blood glucose value (p value=0.460). Sports variable affects the effectiveness of metformin-sulfonylureas and metformin-acarbose on changes in HbA1c values, gender variable on changes in postprandial 2 hours blood glucose values and dietary variable on changes in fasting blood glucose values. The conclusion of this study is that the effectiveness comparison of metformin-sulfonylurea and metformin-acarbose combination therapy is not significant."
2019
T55013
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clarasintha Nindyatami
"Diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit dengan beban biaya tinggi dan dapat memberi efek negatif terhadap kualitas hidup penderitanya. Diabetes merupakan salah satu penyakit yang banyak dijumpai pada pasien RSPAD Gatot Soebroto. RSPAD Gatot Soebroto merupakan pemberi pelayanan kesehatan tingkat tiga yang menjadi rujukan tertinggi bagi Tentara Nasional Indonesia TNI Angkatan Darat dan masyarakat. Terapi diabetes mellitus tipe 2 memiliki beragam pola terapi kombinasi. Terapi yang beragam akan memberikan efektivitas dan biaya yang berbeda pula. Penelitian ini dilakukan terhadap dua jenis terapi kombinasi, yaitu metformin-akarbose dan metformin-sulfonilurea. Penelitian ini memberikan gambaran terapi kombinasi yang memiliki efektivitas-biaya lebih baik dalam segi tingkat pencapaian target HbA1C.

Diabetes mellitus type 2 is a high cost disease and has a negative effect on patients rsquo quality of life. Diabetes mellitus type 2 is one of the main diseases found in RSPAD Gatot Soebrotos outpatients. RSPAD Gatot Soebroto is a tertiary health care provider which is the highest medical care referral for the Indonesian Army and society. Diabetes mellitus type 2 therapy has various combination therapy patterns. Different therapy will give different effectiveness and cost result. This study was done for two combination therapies, metformin acarbose and metformin sulfonylurea. This study gives an insight on which combination therapy is more cost effective based on the target HbA1C.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafidah Saraswati
"ABSTRAK
Metformin-sulfonilurea dan metformin-akarbose adalah kombinasi terapi yang memiliki mekanisme kerja yang menguntungkan juga diperuntukan dalam pemilihan pengobatan diabetes melitus tipe 2. Review ini bertujuan untuk merangkum perkembangan studi terkini mengenai efektivitas kedua kombinasi obat tersebut. Pencarian literatur artikel penelitian dilakukan secara sistematis dengan melakukan pencarian data melalui Summons Search LIB UI dan didapatkan artikel dari beberapa database yaitu ScienceDirect, ProQuest, Springerlink, dan PubMed. Artikel penelitian yang digunakan dalam review adalah literatur primer yang diterbitkan selama 10 tahun terakhir. Terdapat 6 artikel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Masing-masing penelitian membahas efek pengobatan dan efektivitas terapi kombinasi dari nilai HbA1c, kejadian hipoglikemia, mean amplitude of glycemic excursions, tingkat stress oksidatif, dan manfaat terapi kombinasi pada risiko kejadian kardiovaskular. Terjadi penurunan nilai HbA1c pada setiap terapi kombinasi dan tidak ada perbedaan nilai yang signifikan pada keduanya, tetapi dari kombinasi metformin-sulfonilurea lebih besar dalam menurunkan nilai HbA1c. Namun, pada terapi kombinasi metformin-akarbose dilaporkan dapat menurunkan nilai dari mean amplitude of glycemic excursions (MAGE), berat badan, dan serum trigliserida, serta terjadi peningkatan serum adiponektin tanpa efek signifikan pada stres oksidatif. Kombinasi metformin-akarbose juga lebih cenderung memiliki manfaat yang lebih baik terutama pada pasien diabetes yang memiliki komplikasi pada kardiovaskular dan tidak meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia.

ABSTRACT
Metformin-sulfonylurea and metformin-acarbose are combination therapy that has a beneficial mechanism action for treating type 2 DM. This review aims to summarize the recent studies regarding the effectiveness of the two drug combinations. The literature search was carried out through Summons Search LIB UI. The research articles used in the review are the primary literature published over the past 10 years. There were 6 research articles that met the inclusion criteria. Each study discussed the effectiveness of combination therapy from HbA1c values, incidence of hypoglycemia, mean amplitude of glycemic excursions, levels of oxidative stress, and benefits of combination therapy on the risk of cardiovascular events. There was a decrease in the value of HbA1c in each combination therapy and there was no significant difference in the value, but the combination of metformin-sulfonylurea was greater in reducing the HbA1c value. However, metformin-acarbose combination therapy was reported to reduce the mean amplitude of glycemic excursions, body weight, and serum triglycerides, as well as increased the serum adiponectin without a significant effect on oxidative stress. The metformin-acarbose combination is more likely to have a better benefit in diabetic patients who have cardiovascular complications and also not increasing the risk of developing hypoglycemia."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abu Rachman
"Obat antidiabetes yang paling banyak diresepkan di Puskesmas Indonesia adalah metformin atau kombinasi metformin dan sulfonilurea. Studi tentang metformin telah menunjukkan berbagai dampak penurunan kognitif pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, sedangkan sulfonilurea telah terbukti mengurangi dampak ini. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dampak metformin dan metformin-sulfonilurea pada fungsi kognitif dan menentukan faktor apa yang mempengaruhinya. Studi potong lintang ini dilakukan di Puskesmas Pasar Minggu dengan melibatkan 142 pasien diabetes melitus tipe 2 yang mengonsumsi metformin atau metformin-sulfonilurea selama >6 bulan dan usia >36 tahun. Fungsi kognitif dinilai menggunakan kuesioner Montreal Cognitive Assessment versi bahasa Indonesia. Efek dari metformin dan metformin-sulfonylurea pada penurunan kognitif tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, bahkan setelah mengontrol kovariat (aOR = 1,096; 95% CI =  13.008px;">0,523–2,297; nilai-p = 0,808). Analisis multivariat menunjukkan usia (OR = 4,131; 95% CI = 1,271–13,428; nilai-p = 0,018) dan pendidikan (OR = 2,746; 95% CI = 1.196–6.305; nilai-p = 0,017) mempengaruhi fungsi kognitif. Pendidikan yang lebih rendah dan usia yang lebih tua cenderung menyebabkan penurunan kognitif, tenaga kesehatan didorong untuk bekerja sama dengan ahli kesehatan masyarakat untuk mengatasi faktor risiko fungsi kognitif ini.

The most prescribed antidiabetic drugs in Indonesian primary health care are metformin or a combination of metformin and sulfonylurea. Studies on metformin have shown various impacts on cognitive decline in patients with type 2 diabetes mellitus, whereas sulfonylurea has been shown to reduce this impact. This study aimed to compare the impacts of metformin and metformin-sulfonylurea on cognitive function and determine what factors affected it. This crosssectional study was conducted at Pasar Minggu Primary Health Care involving 142 type 2 diabetes mellitus patients taking metformin or metformin-sulfonylurea for >6 months and aged >36 years. Cognitive function was assessed using the validated Montreal Cognitive Assessment Indonesian version. The effects of metformin and metformin-sulfonylurea on cognitive decline showed no significant difference, even after controlling for covariates (aOR = 1.096; 95% CI = 0.523–2.297; p-value = 0.808). Multivariate analysis showed age (OR = 4.131; 95% CI = 1.271–13.428; p-value = 0.018) and education (OR = 2.746; 95% CI = 1.196–6.305; p-value = 0.017) affected cognitive function. Since a lower education and older age are likely to cause cognitive decline, health professionals are encouraged to work with public health experts to address these risk factors for cognitive function."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Holie Fransiska
"Prevalensi terjadinya Tuberkulosis (TB) paru meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi pasien (Diabetes Melitus) DM. TB dapat menyebabkan intolerasi glukosa dan memperburuk kontrol glikemik pada penderita DM. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa dan melakukan evaluasi terhadap masalah terkait obat serta memberikan reomendasi penyelesaian masalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan DM, TB, dan dispepsia. Pemantauan Terapi Obat (PTO) dilakukan dengan mengumpulkan data pasien dari rekam medis kemudian menganalisis berdasarkan metode Hepler and Strand serta merekomendasikan penyelesaian masalah yang ditemukan. Berdasarkan hasil analisis, ditemukan bahwa terdapat indikasi yang tidak diterapi yaitu DM dan anemia mikrositik tanpa terapi pengobatan farmakologi. Berdasarkan hasil analisis pemantauan terapi obat pada pasien, dapat disimpulkan bahwa pengobatan yang diterima hampir seluruhnya tepat indikasi. Selain itu, tidak terdapat interaksi obat dari obat-obat yang diresepkan. Namun, ditemukan indikasi yang tidak diterapi yaitu mual serta diabetes yang hanya diberikan terapi non farmakologi dengan diet, akan tetapi gula darah pasien sudah terkontrol, serta indikasi anemia mikrositik tanpa terapi.

The prevalence of pulmonary tuberculosis (TB) increases along with the increasing prevalence of DM (Diabetes Mellitus) patients. TB can cause glucose intolerance and worsen glycemic control in DM patients. The purpose of this study was to analyse and evaluate drug-related problems and provide recommendations for problem solving to improve the patients quality of life with DM, TB, and dyspepsia. Drug Therapy Monitoring (PTO) is carried out by collecting patient data from medical records, analysing it based on the Hepler and Strand methods, and recommending solutions to the problems found. Based on the results of the analysis, it was found that there were indications without therapy DM and microcytic anaemia without pharmacological treatment. Based on the results of the monitoring analysis of drug therapy in patients, it can be concluded that the treatment received was almost entirely indicated. In addition, there were no drug interactions with the prescribed drugs. However, indications were found that were not treated, namely nausea and diabetes, which were only given non-pharmacological therapy with diet, but the patient's blood sugar was controlled, as well as indications of microcytic anaemia without therapy"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriyani
"ABSTRAK
Diabetes mellitus (DM) tipe 2 diketahui sebagai salah satu masalah kesehatan yang memberikan beban ekonomi yang cukup besar pada sistem pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bervariasinya penggunaan terapi obat akan mengakibatkan adanya perbedaan dalam efektivitas dan biaya terapi, sehingga perlu dilakukan analisis efektivitas-biaya. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis efektivitas-biaya terapi kombinasi metformin-insulin dan metformin-sulfonilurea pada pasien rawat jalan dengan DM tipe 2. Penelitian ini menggunakan desain studi kohort, pengambilan data dilakukan secara retrospektif di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo menggunakan rekam medik pasien rawat jalan dengan DM tipe 2 dari tahun 2016-2019 dan data billing rumah sakit. Efektivitas terapi (∆HbA1c) dan biaya medis langsung antara kedua kelompok dibandingkan. ∆HbA1c antara kelompok metformin-insulin dan kelompok metformin-sulfonilurea tidak memiliki perbedaan yang bermakna secara statistik (rerata perbedaan 0,123%; p=0,608). Sedangkan median biaya medis langsung kelompok metformin-insulin lebih tinggi dibandingkan kelompok metformin-sulfonilurea (p < 0,001). Hasil analisis efektivitas-biaya menunjukkan bahwa terapi kombinasi metformin-sulfonilurea lebih cost-effective dibandingkan kombinasi metformin-insulin.

ABSTRACT
Type 2 diabetes mellitus (DM) has been recognized as one of the health problems that imposes economic costs to health care systems around the world. Variation of drug therapy will result in differences in effectiveness and cost of therapy, thus cost-effectiveness analysis has been regarded paramount. The purpose of this study is to analyze the cost-effectiveness of metformin-insulin and metformin-sulfonylurea combination therapy in outpatients with type 2 DM. This cohort study was conducted retrospectively at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo using medical records of outpatients with type 2 DM from 2016-2019 and hospital billing. The effectiveness of therapy (∆HbA1c) and direct medical costs between the two groups were compared. ∆HbA1c between the metformin-insulin group and the metformin-sulfonylurea group did not have statistically significant differences (mean difference 0,123%; p=0,608). While the median of direct medical costs of the metformin-insulin group was higher than metformin-sulfonylurea group (p < 0.001). The results of the cost-effectiveness analysis showed that the combination therapy of metformin-sulfonylurea was more cost-effective compared to the combination of metformin-insulin.
"
2019
T55097
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Lioner
"Diabetes Melitus adalah penyakit menahun yang membutuhkan penggunaan obat dalam jangka panjang untuk mengontrol glukosa darah dalam tubuh. DM dapat menyebabkan komplikasi sehingga obat seringkali digunakan bersamaan untuk menangani kondisi tersebut. Untuk itu, terapi yang digunakan harus dipantau agar memberikan manfaat klinis yang optimal. Pemantauan Terapi Obat (PTO) adalah suatu kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Kegiatan dalam PTO meliputi pengkajian pilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengobatan yang diterima pasien dengan diagnosis diabetes melitus di salah satu rumah sakit umum daerah untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi masalah terkait obat yang kemungkinan terjadi, serta menentukan langkah yang perlu diambil selanjutnya. Pemantauan terapi obat dilakukan secara prospektif dengan data yang diperoleh dari rekam medis dan kegiatan visite. Masalah terkait obat dikaji menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective, Assesment, dan Plan). Kesimpulan dari penelitian ini yaitu pasien sudah menerima terapi sesuai dengan kondisi klinis pasien. DRP yang terjadi adalah perlunya penyesuaian dosis obat pada pasien gangguan ginjal.

Diabetes Mellitus is a chronic disease requiring long-term treatment to control blood glucose in the body. DM can cause several complications, often involving multiple medications being used simultaneously. Drug Therapy Monitoring is needed to ensure safe, effective, and rational drug therapy for patients, including assessing drug selection, dosage regimens, drug administration, therapeutic responses, adverse drug reactions (ADR), and recommendations or alternative therapies, if needed. This research aimed to review the treatment received by a patient diagnosed with diabetes mellitus at a public regional hospital by identifying and evaluating drug-related problems that might occur and suggesting the next step be taken. Monitoring drug therapy is carried out prospectively with data obtained from patient's medical records and visits. Drug-related problems were assessed using the SOAP (Subjective, Objective, Assessment, and Plan) method. This study concludes that the patient has received appropriate treatment corresponding to the patient's clinical condition. The observed drug-related problem was the need for drug dosage adjustments in patients with chronic kidney disorders."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Wiwin Kusuma Dewi
"Prevalensi penderita diabetes melitus dari tahun-ketahun semakin meningkat. Salah satu komplikasi yang sering dikaitkan dengan diabetes melitus adalah luka kaki diabetik. Infeksi luka yang tidak tertangani akan berkembang menjadi sepsis dan meningkatkan risiko kematian. Peran perawat sebagai pemberi asuhan, edukator, maupun konselor dalam mencegah terjadinya sepsis sangat penting. Salah satu intervensi keperawatan dalam upaya mencegah sepsis adalah dengan perawatan luka. Perawatan luka yang tepat akan membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Selain perawatan luka berbagai faktor dapat meningkatkan risiko terjadinya sepsis perlu dikendalikan. Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menganalisis pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan luka kaki diabetik untuk mencegah terjadinya sepsis. Dengan hasil adanya perbaikan pada kondisi luka dan tidak terjadi kondisi sepsis. Studi kasus ini menunjukkan pemberian asuhan keperawatan secara komprehensif memiliki peranan dalam mencegah terjadinya sepsis.

The prevalence of people with diabetes mellitus from year to year is increasing. One of the complications often associated with diabetes mellitus is diabetic foot ulcer. Untreated wound infection will develop into sepsis and increase the risk of death. The role of nurses as caregivers, educators, and counselors in preventing sepsis is very important. One of the nursing interventions in an effort to prevent sepsis is wound care. Proper wound care will help speed wound healing and prevent further complications. In addition to wound care, various factors can increase the risk of sepsis need to be controlled. The purpose of writing this scientific paper is to analyze the provision of nursing care in patients with diabetic foot ulcer to prevent sepsis. With the result of an improvement in the condition of the wound and no sepsis condition occurs. This case study shows that providing comprehensive nursing care has a role in preventing sepsis."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2024
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Masanih
"Leucaena leucocephala atau lebih dlkenal dengan nama lamtorogung
adalah salah satu tumbuhan yang tergolong perdu atau pohon kecil, tumbuh
secara liar atau ditanam oleh penduduk terutama penduduk di pulau Jawa.
Di dalam dunia obat-obatan secara tradisional, biji lamtorogung dlketahul
berkhasiat untuk obat kencing manis, obat cacing, obat busung air, peluruh
air seni, pelembut kulit dan kontraseptik. Penelitian yang dilakukan bertujuan
untuk mengisolasi senyawa glikosida dan menentukan struktur molekul
senyawa tersebut. Penentuan struktur molekul dilakukan dengan analisis
Infra Red dan LC-MS. Metode yang digunakan iaiah melakukan maserasi
dengan metanol kemudian mengekstraksi dengan petroleum eter dan
butanol, setelah itu dilakukan proses pengendapan dengan menggunakan
dietlleter. Dari data FTIR disimpulkan bahwa senyawa tersebut mengandung
gugus fungsi ; -OH, -CH, -C-0 dan -C=0 yang terkonyugasi dengan -C=C.
Pada data spektrum massa sampel yang diperoleh terlihat bahwa terjadi tiga
buah peak yang memberikan makna signifikan, yaitu: 389, 535, dan
681 m/z. Peak 681 m/z memberikan Informasi bahwa total massa senyawa
adalah 681, peak 389 merupakan peak yang diperoleh dari fragmen aglikon,
sedangkan peak 535 berasal dari proses fragmen dua buah gula.
Peak 389 m/z yang diperoleh mirip dengan peak gitoxigenin pada digitalln,
sehingga diperklrakan bahwa aglikon dari senyawa yang telah diisolasi adalah gitoxigenin. Dua buah gula yang terdapat pada senyawa dari sampel
yang telah diisolasi diperkirakan merupakan dua buah gula yang sama
karena memlliki massa fragmen yang senllai, yaitu 146. Jika dlcocokkan
dengan gula dari digitalin, maka terlihat sellsih sebesar: 160 - 146 = 14.
Selisih angka in! diperkirakan bahwa gugus -OCH3 gula tengah pada
j
digitalin diganti menjadi gugus -OH sehingga gula yang diperkirakan ada
pada senyawa dari sampel yang telah diisolasi adalah dua buah gula
D-digitoksosa"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>