Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186004 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rivina Relita Puspita Hasan
"ABSTRAK
Salah satu isu hangat di Indonesia saat ini terutama dalam sektor public adalah program reformas birokrasi. Pemerintah Pusat melalui Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 menegaskan keseriusan mereka dengan membuat Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Terdapat delapan area perubahan birokrasi yang dikehendaki yaitu organisasi, tatalaksana, peraturan perundang-undangan, sumber daya manusia, akuntabilitas, pelayanan pubik, mental aparatur dan pengawasan. Lembaga Administrasi Negara (LAN) merupakan salah satu aktor utama dalam program Reformasi Birokrasi nasional. Sebagai instansi yang bertanggung jawab di bidang pengembangan kompetensi ASN, LAN memiliki peran yang vital dalam mewujudkan visi Reformasi Birokrasi yaitu mewujudkan pemerintahan kelas dunia pada 2025, terutama pada area perubahan sumber daya manusia aparatur. Pemerintahan kelas dunia yang dicita-citakan tersebut membutuhkan adanya ASN yang kompeten sebagai salah satu prasyarat utama. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaa reformasi di LAN tahun 2018 berdasarkan delapan area perubahan yang sudah dijelaskan sebelumnya dengan metode kualitatif melalui wawancara, observasi dan studi pustaka. Penelitian ini menggunakan kombinasi dari teori Reinventing Government milik David Osborne dan teori Crowdsourcing dari Helen K Liu. Hasil dari penelitian ini adalah area organisasi, akuntabilitas dan sumber daya manusia merupakan area yang paling berpengaruh dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di LAN"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Lina Arifianti
"Penyederhanaan birokrasi pada instansi pemerintah dilakukan dengan pemangkasan struktur organisasi menjadi dua level, penyetaraan jabatan dan penyesuaian sistem kerja. Tindak Lanjut penyederhanaan birokrasi dilakukan di Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta dilakukan dengan memperhatikan karakteristik DKI Jakarta dan memperhatikan arahan pimpinan untuk memastikan jalannya pelayanan publik tetap berjalan dengan optimal. Sampai dengan Tahun 2023 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih menindaklanjuti kebijakan penyederhanaan birokrasi dengan terus memproses penyusunan kebijakan turunan penyesuaian sistem kerja untuk penyederhanaan birokrasi. Penelitian ini menggunakan paradigma post positivis dan penelitian dilakukan dengan metode kualitatif untuk mendalami implementasi kebijakan penyederhanaan birokrasi, faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan penyederhanaan birokrasi dan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan kebijakan penyederhanaan birokrasi di Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta yang dikemukakan menggunakan teori Merilee S. Grindle (1980). Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi kebijakan penyederhanaan birokrasi di lingkungan sekretariat daerah belum sepenuhnya sesuai dengan model kebijakan yang diamanatkan pemerintah pusat dengan adanya pembentukan unit kerja non struktural yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Nomor 57 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan penyederhanaan birokrasi di Sekretariat Daerah belum dapat memberikan dampak yang positif terhadap percepatan pengambilan keputusan. Sementara dalam implementasinya banyak hambatan-hambatan seperti kesenjangan TPP antara Jabatan Fungsional dan Jabatan Struktural, masih menjalankan pola organisasi yang kaku dan tidak fleksibel, terbatasnya Jabatan fungsional yang sesuai tugas dan fungsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan penyederhanaan birokrasi seperti adanya pengaruh kepentingan pimpinan untuk memastikan pelayanan publik tidak terhambat dan karakteristik organisasi Setda DKI Jakarta yang berbeda dengan Perangkat Daerah lain. Perubahan yang terjadi dengan adanya penyederhanaan birokrasi masih bersifat administratif dan legalistik dan belum berdampak pada percepatan pengambilan keputusan dan percepatan pelayanan publik.

Simplification of bureaucracy in government agencies was carried out by cutting the organizational structure into two levels, equalizing positions and adjusting work systems. The follow-up to the bureaucratic simplification carried out at the DKI Jakarta Provincial Secretariat was carried out by paying attention to the characteristics of DKI Jakarta and paying attention to the leadership's directions to ensure that public services continued to run optimally. Until 2023, the DKI Jakarta Provincial Government is still following up on the bureaucratic simplification policy by continuing to process the preparation of derivative policies to adjust the work system to simplify the bureaucracy. This research uses a post-positivist paradigm and the research was carried out using qualitative methods to explore the implementation of bureaucratic simplification policies, the factors that influence the implementation of bureaucratic simplification policies and obstacles in implementing bureaucratic simplification policies at the DKI Jakarta Provincial Secretariat which were put forward using Merilee S's theory. Grindle (1980). The research results show that the implementation of the bureaucratic simplification policy within the regional secretariat is not fully in accordance with the policy model mandated by the central government with the establishment of non-structural work units as stipulated in Governor Regulation Number 57 of 2022 concerning Organization and Work Procedures of Regional Apparatus. The research results show that the bureaucratic simplification policy at the Regional Secretariat has not been able to have a positive impact on accelerating decision making. Meanwhile, in its implementation there are many obstacles such as the TPP gap between Functional Positions and Structural Positions, still implementing a rigid and inflexible organizational pattern, limited functional positions that suit their duties and functions. Factors that influence bureaucratic simplification policies include the influence of leadership interests in ensuring that public services are not hampered and the organizational characteristics of the DKI Jakarta Regional Secretariat which are different from other regional apparatus. The changes that occur with the simplification of the bureaucracy are still administrative and legalistic in nature and have not had an impact on accelerating decision making and accelerating public services."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Irwanti
"ABSTRAK
Implementasi Reformasi Birokrasi merupakan sesuatu yang sangat penting dilaksanakan dalam mewujudkan tatanan tata kelola pemerintahan yang baik, dibutuhkan konsep dan strategi reformasi birokrasi yang dapat dipahami oleh para pemangku kepentingan di Instansi Pemerintah. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan post positivis, dimana pengumpulan data primer kualitatif menggunakan teknik wawancara mendalam. Penelitian ini mengidentifikasi dan menganalisis lingkungan internal dan eksternal yang ada di delapan area perubahan untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman terhadap jalannya percepatan reformasi birokrasi di BATAN menggunakan analisis SWOT.
Dari hasil analisis SWOT diketahui skala prioritas strategi dalam mencapai tujuan dan sasaran reformasi birokrasi di BATAN dan konsep perencanaan strategis yang di hasilkan berupa rumusan program reformasi birokrasi periode yang akan datang.

ABSTRAK
Bureaucratic Reform Implementation is carried out something very important in order to realize the good governance, concepts and strategies needed bureaucratic reforms that can be understood by the stakeholders in Government Agencies. This study is a qualitative study of post positivist approach, in which the primary data collection using qualitative in-depth interview techniques. This study identifies and analyzes the internal and external environments that exist in eight areas of change to determine the strengths, weaknesses, opportunities and threats to the acceleration of bureaucratic reforms in the course of BATAN using SWOT analysis. From the results of the SWOT analysis is known priority strategy in achieving the goals and objectives in BATAN bureaucratic reform and strategic planning concept which is derived in the form of bureaucratic reform program formulation of future periods."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T41538
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2017
302.35 REF
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Riswanto
"Agenda Reformasi Birokrasi yang dicanangkan pemerintah Republik Indonesia menempatkan manajemen pengetahuan sebagai salah satu pilar dalam pencapaian visi reformasi birokrasi. Knowledge management system sebagai alat bantu teknologi informasi, dapat dimanfaatkan untuk mengelola pengetahuan dalam mendukung proses inovasi pelayanan publik. Penelitian ini bertujuan mengusulkan kerangka kerja pengembangan knowledge management systems yang mendukung inovasi pelayanan publik dengan studi kasus pada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Lembaga Administrasi Negara sebagai instansi pembina inovasi publik. Kerangka kerja usulan merupakan hasil modifikasi Fernandez’s methodology yang dipilih dari hasil evaluasi 5 (lima) metode pengembangan knowledge management systems menggunakan teknik Analythical Hierarchy Process (AHP). Metode tersebut selanjutnya digabungkan dengan komponen kerangka kerja dalam tahapan siklus pengembangan sistem mulai dari perencanaan, analisis, desain, dan implementasi sebagai kerangka kerja usulan. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian campuran (mixed-method) dengan tahapan penelitian meliputi evaluasi kandidat metode pengembangan KMS menggunakan teknik AHP, menentukan target pengetahuan yang dibutuhkan dalam inovasi pelayanan publik, dan menggabungkannya kedalam satu siklus pengembangan sistem yang kompeherensif. Penilaian pakar (expert judgement) dilakukan untuk memvalidasi kerangka kerja yang diusulkan. Hasil dari penelitian ini adalah sebuah kerangka kerja pengembangan knowledge management systems yang mendukung inovasi pelayanan publik.

The Bureaucratic Reform Agenda launched by the Republic of Indonesia's government places knowledge management as one of the pillars in achieving the vision of bureaucratic reform. Knowledge management systems as a tool for information technology can be used to manage knowledge in supporting public services' innovation process. This study proposes a framework for developing knowledge management systems that support public service innovation with case studies at the Ministry of Administrative Reform and Bureaucratic Reform and the State Administration Institute as a public innovation fostering agency. The proposed framework is a modified Fernandez's methodology selected from the evaluation of the 5 (five) methods of developing knowledge management systems using the Analytical Hierarchy Process (AHP) technique. These methods are then embedded into the systems development cycle stages as a proposed framework for developing knowledge management systems. This study uses a mixedmethod research methodology with research stages, including evaluating KMS development method candidates using AHP techniques, determining target knowledge needed in public service innovation, and combining them into a complete system development cycle. An expert judgment is carried out to validate the proposed framework. This research is a framework for developing knowledge management systems, which includes the stages of planning, analysis, design, and implementation."
Depok: Fakultas Ilmu Kompter Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamaruddin
"Dampak dari kebijakan reformasi administrasi bergantung pada efektifitas pengembangan atau transformasi yang dilakukan pada masing masing kementerian/lembaga negara sebagai satuan organisasi publik. Sementara itu, melakukan pengembangan atau transformasi organisasi pada sektor publik merupakan suatu proses yang lebih menantang dan beresiko, sehingga belum banyak kementerian/lembaga negara yang mampu melakukannya. Konsewensinya, untuk mampu mewujudkan pengembangan atau transformasi, organisasi publik membutuhkan proses reformasi yang dipimpin oleh kepemimpin yang transformational stewardship serta mengikuti delapan faktor determinan keberhasilan imlementasi perubahan organisasi publik dari Rainey. Kedua syarat ini, mengantar minat untuk mengetahui lebih mendalam fenomena proses reformasi yang menghasilkan perubahan-perubahan mendasar dengan studi kasus pada Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia LAN RI periode 2012-2014. Penelitian ini diarahkan untuk menggambarkan proses reformasi pada suatu organisasi publik, dengan menemukan faktor determinan dalam implementasi pengembangan atau transformasi organisasi. Penelitian menggunakan paradigma post-positivist dengan mengkombinasikan structured interview dan in-dept investigation sebagai teknik pengumpulan data. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat delapan faktor determinan implementasi reformasi, yaitu: kebutuhan perubahan dan mandat kebijakan pemerintah, menyediakan rencana, memanfaatkan komunikasi non-formal, mendapatkan dukungan kuat dari aktor eksternal yang terkait, memperlakukan perubahan sebagai proses yang dinamis dan terbuka, membangun koalisi lintas fungsi, memanfaatkan momentum, memulai perubahan pada sub sistem yang berdampak luas Kata Kunci: Reformasi Administrasi Organisasi Publik, Proses Reformasi, Kepemimpinan, Resistensi, Perubahan.

The impact of administrative reform depends on the effectiveness of the organization development or transformation in every ministry or national department. That is a risky business and inherently unsettling. To meet the challenge of reform, public leaders must be transformational stewardship and make use of Rainey rsquo s proposition determinants successful implementation of organizational change in public sector. This is has delivered deeper interesting to find out phenomenon the process of reform that produces basic changing in case study at National Institute of Public Administration of Indonesia NIPA in period 2012 2014. This research was post positivist paradigm by combining structured interview and in dept investigation as data collection techniques. The result shows that there are eight determinants of successful the need for change and the Government 39 s mandate through some policies, namely by providing plans, utilizing non formal communication lines, gaining strong support from related external actors, treating changes as a dynamic and open process, building cross function coalition, utilizing momentum, and starting the change in the sub systems having broader impact."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D2291
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Wahyuni
"Ada 4 (empat) program penguatan akuntabilitas kinerja di Setjen MPR yaitu 1. Memperkuat akuntabilitas kinerja instansi; 2. Membantu pegawai untuk melaksanakan tugas, rencana dan tujuan dalam rangka mendukung pencapaian tujuan dan sasaran instansi; 3. Melakukan penilaian unit kerja dengan menggunakan instrumen yang berbasis kinerja; dan 4. Melakukan upaya untuk meningkatkan kualitas LAKIP dan menyampaikannya secara tepat waktu.
Hasilnya menunjukkan, bahwa masih perlu peningkatan dalam kualitas program melalui keterlibatan pimpinan dan semua unit kerja dalam penyusunan Road Map Reformasi Birokrasi Setjen MPR Tahun 2015-2019 dan sistem pengelolaan kinerja organisasi berbasis teknologi informasi yang terpadu dan dapat diakses secara berkala oleh semua unit kerja. Selain menganalisis program penguatan akuntabilitas kinerja, tesis ini menggunakan 11 (sebelas) dimensi dari konsep Will Artley (2001) untuk melihat lingkungan akuntabilitas di Setjen MPR.
Hasilnya, dari sebelas dimensi, Setjen MPR telah memasukkan 7 (tujuh) dimensi dalam program penguatan akuntabilitas kinerja yaitu Kepemimpinan, Kepercayaan, Transparansi, Kejelasan, Kepemilikan, Konsistensi dan Tindak Lanjut. Masih ada 4 (empat) dimensi yaitu Hubungan Timbal Balik, Persamaan, Keseimbangan dan Konsekuensi yang belum ada.
Ke depannya, harus dilakukan penyusunan kebijakan dan program penguatan akuntabilitas kinerja yang memasukkan 11 (sebelas) dimensi dari Will Artley (2001) tersebut, sehingga terbentuk lingkungan akuntabilitas yang lebih baik di Setjen MPR.

There are four programs for strengthening performance accountability in The Secretariat General of MPR: 1. Strengthening the organization?s performance accountability; 2. Helping employees plan and work in reaching the organization?s goals; 3. Performance appraisal; and 4. Raising the performance report quality and delivering on time.
The results show that the programs need more involvement of the leader and all departments for making the Road Map of Bureaucratic Reform in The Secretariat General of MPR Year 2015-2019 and in the management of performance accountability based on the integrated and accessible information technology system. Besides an analysis of the programs for strengthening performance accountability, this thesis also uses eleven dimensions from Will Artley (2001) to see the accountability environment in The Secretariat General of MPR.
The result is seven out of eleven dimensions already included in the programs for strengthening performance accountability, which are leadership, trust, transparency, clarity, ownership, consistency and follow-up. There are still four dimensions that are not in the programs, which are, reciprocation, equity, balance and consequences.
In the future, the policy and programs for strengthening performance accountability must include the eleven dimensions from Will Artley (2001) to make a better accountability environment in The Secretariat General of MPR.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T45700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manik, Samuel Pardamean
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan digital governance pada Program Inisiatif Strategis Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan di Kementerian Keuangan. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah post positivist dengan teknik pengumpulan data kualitatif melalui wawancara dan analisis dokumen. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa digital governance pada Program IS RBTK Kemenkeu masih belum optimal, dikarenakan belum terlihat digital strategy yang dinyatakan secara gamblang dalam dokumen resmi yang diketahui oleh seluruh Unit TIK di lingkup Kemenkeu, belum terlihat penerapan digital policy pada produk dan layanan digital Kemenkeu walau sudah ada pengaturan digital policy, dan belum adanya digital standards baik dalam dokumen kebijakan maupun penerapannya pada produk dan layanan digital Kemenkeu, di mana semua itu dipengaruhi oleh struktur organisasi Kemenkeu yang belum mengakomodir Unit Digital yang memiliki otoritas baik dalam memimpin penyusunan digital strategy, digital policy, dan digital standards serta bertanggungjawab atas pengawasan dan penerapan dari digital policy dan digital standards. Penelitian ini merekomendasikan digital strategy dinyatakan secara gamblang dan didesiminasikan melalui saluran media sosial atau aplikasi pesan instan, menemukan solusi atas hambatan agilitas, penerapan digital policy yang sudah ada, pecantuman digital policy pada produk dan layanan digital, menunjuk otoritas digital policy, otomatisasi pemeriksaan digital policy, peran serta komunitas TI internal, pengukuran dampak digitalisasi, perubahan struktur organisasi, pemetaan pengguna layanan, menggunakan teknologi terbaru, menggunakan big data analysis, dan pembagian tugas, kewenangan, penggunaan sumberdaya, jejaring, serta data dan informasi.

his research aims to analyze the application of digital governance in the Strategic Initiative Program for Bureaucratic Reform and Institutional Transformation at the Ministry of Finance. The research approach is post-positivist with qualitative data collection techniques through interviews and document analysis. The results of this research show that digital governance in the Ministry of Finance's IS RBTK Program is still not optimal, because no digital strategy is clearly stated in an official document that is known to all ICT Units within the Ministry of Finance. There is no visible implementation of digital policy on the Ministry of Finance's digital products and services. even though there are already digital policy arrangements, and there are no digital standards either in policy documents or in their application to the Ministry of Finance's digital products and services, all of which are influenced by the organizational structure of the Ministry of Finance which does not yet accommodate a Digital Unit that has good authority in leading the preparation of digital strategy, digital policy, and digital standards and is responsible for monitoring and implementing digital policy and digital standards. This research recommends that digital strategies be stated clearly and disseminated through social media channels or instant messaging applications, finding solutions to agility barriers, implementing existing digital policies, including digital policies in digital products and services, appointing digital policy authorities, automating digital policy checks, the role of the internal IT community, measuring the impact of digitalization, changing organizational structures, mapping service users, using the latest technology, using big data analysis, and dividing tasks, authority, use of resources, networks and data and information."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Mutialim
"Tesis ini menganalisis komunikasi internal di Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam konteks manajemen perubahan berdasarkan teori Strategic Communication Model dari Roger D?Aprix. Penelitian dilatarbelakangi fakta bahwa komunikasi internal belum menjadi perhatian serius di banyak kementerian/lembaga pemerintah. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dan berbasis studi kasus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi internal di Kemendag belum berperan secara ideal dalam mendukung pelaksanaan manajemen perubahan karena belum direncanakan secara strategis dengan pendekatan yang komprehensif.
Salah satu saran yang dikemukakan peneliti adalah pentingnya kajian-kajian akademis yang dapat membantu kementerian/lembaga melaksanakan komunikasi internal, bukan hanya terbatas pada sosialisasi program, tetapi terkait pengembangan ilmu kehumasan pemerintahan untuk memfasilitasi dan/atau mengelola perubahan, pemanfaatan IMC (integrated marketing communication) di K/L atau social marketing untuk mendapatkan dukungan staf dalam mencapai tujuan organisasi.

This thesis analyzes internal communication practices in managing change based on the theory of Strategi Communication Model from Roger D?Aprix. The study is based on the fact that many ministries/government organizations have not yet put serious attention to internal communication. This is a descriptive qualitative research based on a case study.
The research results show that ?internal communication has not provided ideal support to change management in the Ministry, as it is not planned strategically using a comprehensive approach.
One of recommendations provided by the researcher is the importance of having academic studies to help government bodies to implement better internal communication which is not limited only to socialization, but to improve public relations skills for facilitating and/or managing changes in the organization, the use of IMC (integrated marketing communication) approach or social marketing to get staff support in achieving organization?s objectives.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T32953
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nellyana
"Tesis ini membahas mengenai strategi implementasi reformasi birokrasi di Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia (Setwapres RI). Tujuan penelitian adalah untuk menganalisa strategi reformasi birokrasi yang dipilih dan dilaksanakan oleh Setwapres RI serta faktor-faktor yang mendukung dan menghambat implementasinya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan post positivis. Berdasarkan hasil analisis atas formulasi strategi reformasi birokrasi dengan menggunakan Matriks of Optimum Reform Strategy (Hahn Been Lee) diperoleh kesimpulan bahwa strategi reformasi birokrasi yang dilakukan oleh Setwapres RI adalah strategi inkremental.
Hasil penelitian merekomendasikan Sekretariat Wakil Presiden untuk membentuk sebuah unit kerja yang memiliki tugas dan fungsi khusus melaksanakan programprogram reformasi birokrasi di lingkungan internal Setwapres RI; menjalankan program change management secara periodik untuk mentransformasikan nilainilai reformasi birokrasi bagi pembentukan pola pikir dan budaya kerja; membangun Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) secara utuh sebagai early warning system atas pelaksanaan tugas dan fungsi seluruh unit kerja; dan meningkatkan komitmen serta efektivitas peran Pemimpin disemua level manajemen untuk mendorong keberhasilan reformasi birokrasi.

This thesis discusses the strategy of bureaucratic reform implementation in the Secretariat of The Vice President of the Republic Indonesia (VP Office). The research goal was to analyze the strategy of bureaucratic reform that was chosen and executed by the VP Office, along with the factors that support and prohibit its implementation. The research is qualitative in nature that uses a post positive approach. Using the Matriks of Optimum Reform Strategy (Hahn Been Lee) as tool of analysis towards the formulation of the bureaucratic reform strategy, this research concludes that the bureaucratic reform strategy conducted by the VP Office is an incremental type of strategy.
Based from the results, this research recommends the following steps for the VP Office: that the VP Office establishes a working unit that specializes only in executing bureaucratic reform programs in the VP Office's internal environment; also implement a change management program periodically in order to transform bureaucratic reform values into a certain mind set and work culture; establish a comprehensive Governmental Internal Control System (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) to function as an early warning system towards the execution of all of the working units tasks and functions; increase the commitment and effectiveness of the leader's role in order to push for the successfulness of bureaucratic reform.
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T41654
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>