Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130799 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Thomy Rachman Hanif
"Prestasi akademis merupakan salah satu komponen dari kesuksesan mahasiswa di perguruan tinggi. Penelitian ini melihat hubungan antara unconditional self-acceptance dan prestasi akademis yang dimediator oleh grit berdasarkan teori dari self-regulation. Salah satu faktor yang berperan dalam meningkatkan fungsi mahasiswa untuk mencapai prestasi akademis adalah unconditional self-acceptance. Mahasiswa yang memiliki unconditional self-acceptance yang tinggi akan berkontribusi terhadap perkembangan grit yang dimilikinya sehingga ia dapat gigih dan tetap semangat ketika ia berhadapan dengan tantangan dan kegagalan yang mungkin terjadi dalam mencapai tujuan mendapatkan prestasi akademis yang tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan pada 306 mahasiswa yang sedang menempuh perkuliahan minimal semester 7 yang tersebar di seluruh Indonesia menunjukkan hasil bahwa grit memediasi secara penuh (fully mediated) pengaruh unconditional self-acceptance terhadap prestasi akademis (Indirect Effect = 0,0304, BootSE = 0,0151, 95% CI [0,0024 – 0,0615]).

Academic achievement is one of many component of the students success in college institutions. One of the factors that play a role in improving the function of students to achieve the academic achievement is unconditional self-acceptance. Students which have high unconditional acceptance will increase their grit so they can be persevere and keep their passion up when they face challenges and failures that may occur in achieving the goals of high academic achievement. This study looks at the relationship between unconditional self-acceptance and academic achievement that mediated by grit based on the theory of self-regulation. The results of this study that conducted from 306 students who were taking course at least semester 7 scattered throughout Indonesia showed the results that grit fully mediated the effect of unconditional self-acceptance on academic achievement. (Indirect Effect = 0.0726, BootSE = 0,0304, BootSE = 0,0151, 95% CI [0,0024 – 0,0615])."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Jeremy Ardiansyah
"Di Indonesia, prevalensi penyakit kronis terus meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit kronis dapat menimbulkan dampak negatif baik fisik, psikologis, maupun sosial. Persepsi dukungan sosial dapat membantu penyembuhan individu dengan penyakit kronis. Salah satu faktor yg dapat mempengaruhi persepsi dukungan sosial adalah penerimaan diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara penerimaan diri dengan dukungan sosial pada mahasiswa yang memiliki penyakit kronis. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional pada 115 mahasiswa status aktif program studi Sarjana Universitas Indonesia yang memiliki penyakit kronis. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Unconditional Self-Acceptance Questionnaire (USAQ) sebagai alat ukur penerimaan diri dan Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) untuk mengukur persepsi dukungan sosial. Temuan pada penelitian ini menggambarkan 73,9% mahasiswa memiliki tingkat penerimaan diri pada kategori sedang dan 69,6% mahasiswa memiliki tingkat persepsi dukungan sosial dengan kategori sedang. Hasil analisis membuktikan adanya hubungan yang positif antara penerimaan diri dengan persepsi dukungan sosial pada mahasiswa yang memiliki penyakit kronis.

In Indonesia, the prevalence of chronic diseases continues to increase from year to year. Chronic disease can have a negative impact on physically, psychologically, and socially. Perceived social support can help heal individuals with chronic diseases. One of the factors that can affect perceived social support is self-acceptance. This study aims to determine the correlation between self-acceptance and social support in college students who have chronic illnesses. The research method used was quantitative research with a cross-sectional study on 115 undergraduate students at the University of Indonesia who had chronic diseases. The instruments of this research that were used in this study is the Unconditional Self-Acceptance Questionnaire (USAQ) as an instrument of self-acceptance and the Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) as an instrument of perceived social support. The findings in this study illustrate that 73.9% of students have a moderate level of self-acceptance and 69.6% of students have a moderate level of perceived social support. The results of the analysis prove that there is a correlation positively between self-acceptance and perceived social support in college students who have chronic illnesses."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brahmanditha Ardian Mahatma
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecerdasan emosi dan self-efficacy dengan prestasi akademik. Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi dan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain (Goleman, 1999). Self-efficacy merupakan keyakinan yang dimiliki seseorang mengenai kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan tindakan dalam mencapai suatu tujuan tertentu (Bandura, 1997). Menurut KBBI, prestasi akademik adalah hasil pencapaian seseorang yang diperoleh dari kegiatan belajar mengajar di sekolah atau perguruan tinggi yang biasanya ditunjukan dengan nilai angka atau simbol. Kecerdasan emosi diukur menggunakan Emotional Intelligence Inventory (EII) dan self-efficacy diukur menggunakan College Academic Self-Efficacy Scale (CASES). Penelitian ini dilakukan pada 178 mahasiswa Universitas Indonesia angkatan 2012, 2013, 2014, dan 2015. Data penelitian diolah menggunakan teknik statistik Pearson Correlation & Multiple Correlation.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosi dan prestasi akademik, self-efficacy dengan prestasi akademik, maupun kecerdasan emosi dan self-efficacy secara bersama-sama mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan prestasi akademik. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan kepada seluruh sivitas akademik terutama psikologi pendidikan, untuk mempertimbangkan aspek kecerdasan emosi dan self-efficacy demi pencapaian prestasi akademik mahasiswa yang lebih baik.

This study aimed to examine the relationship between emotional intelligence and self-efficacy with academic achievement. Emotional intelligence is the ability to recognize our own feelings and the feelings of others, motivating and managing emotions well in ourselves and in relationships with others (Goleman, 1999). Self-efficacy is the belief that one has the ability to organize and carry out actions in achieving a particular goal (Bandura, 1997). According KBBI, academic achievement is the achievement of an individual derived from teaching and learning activities in schools or colleges that usually indicated by the value of numbers or symbols. Emotional intelligence was measured using the Emotional Intelligence Inventory (EII) and self-efficacy was measured using the College Academic Self-Efficacy Scale (CASES). This study was conducted on 178 students of the University of Indonesia class of 2012, 2013, 2014, and 2015. Data were analyzed using statistical techniques Pearson Correlation and Multiple Correlation.
The results showed that there is a positive and significant relationship between emotional intelligence and academic achievement, self-efficacy with academic achievement, as well as emotional intelligence and self-efficacy together have a positive and significant relationship with achievement. The results of this study can be input to all academic faculty primarily educational psychology, to consider aspects of emotional intelligence and self-efficacy for the sake of academic achievement of students better.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63256
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audita Zahra
"Transisi dari sekolah menengah atas ke perguruan tinggi dan metode pembelajaran yang kerap berubah akibat pandemi berpotensi memengaruhi prestasi mahasiswa tahun pertama.  Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran penyesuaian diri sebagai mediator pada hubungan antara persepsi dukungan sosial dan prestasi akademis. Partisipan penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Indonesia tahun pertama. Teknik analisis korelasi dan mediasi digunakan dalam penelitian ini dan hasil analisis menunjukkan bahwa penyesuaian diri dapat memediasi secara penuh (full or complete mediation) hubungan persepsi dukungan sosial dan prestasi akademis. Pihak universitas diharapkan dapat memfasilitasi dukungan yang membantu peningkatan penyesuaian diri dan prestasi akademis.

The transition from high school to college and the frequent changes in learning methods due to pandemic have the potential to affect academic achievement of first-year students. This study aims to examine the role of self-adjustment as a mediator in the relationship between perceived social support and academic achievement. The participants of this study were first-year University of Indonesia students. Pearson correlation and mediation analysis techniques were used in this study and the results showed that self-adjustment completely mediates the relationship between perceived social support and academic achievement. University is expected to facilitate support that helps improve students’ adjustment and academic achievement."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diva Anim
"Perkembangan teknologi dan internet yang pesat sering dimanfaatkan untuk melakukan kecurangan akademik. Mahasiswa dengan tingkat efikasi diri yang tinggi maupun rendah dapat melakukan kecurangan akademik karena adanya peran moral disengagement. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara efikasi diri akademik dan kecurangan akademik dengan internet serta peran moral disengagement sebagai mediator pada mahasiswa di Indonesia. Alat ukur yang digunakan adalah Internet-Triggered Academic Dishonesty Scale (ITADS), The Academic Self-Efficacy Scale (TASES), dan Moral Disengagement Scale. Sebanyak 139 data partisipan dianalisis menggunakan Pearson Correlation dan PROCESS Model 4 versi 4.2 oleh Hayes. Hasil penelitian menemukan hubungan negatif yang signifikan namun lemah antara efikasi diri akademik dan kecurangan akademik dengan internet (r (139) = -0.287, p <.001, two tailed), namun tidak menemukan peran moral disengagement sebagai mediator (indirect effect = -.069, SE = .066, Boot 95% CI [-.226, .041]). Artinya, semakin tinggi efikasi diri akademik mahasiswa, maka semakin rendah kecenderungannya dalam melakukan kecurangan akademik menggunakan internet. Dengan demikian, penting bagi institusi akademik untuk melakukan upaya agar bisa mengurangi kecenderungan mahasiswa dalam melakukan kecurangan akademik dengan internet, seperti sosialisasi dan regulasi penggunaan internet, menambah aktivitas yang dapat meningkatkan efikasi diri akademik mahasiswa, dan lainnya.

The rapid advancement of technology and internet is often exploited for academic dishonesty. Academic dishonesty was done by students regardless of their academic self-efficacy level so moral disengagement might play a significant role. This study aims to investigate the relationship between academic self-efficacy and academic dishonesty using technology, and the role of moral disengagement as a mediator among university students in Indonesia. The instruments used in this study are Internet-Triggered Academic Dishonesty Scale (ITADS), The Academic Self-Efficacy Scale (TASES), and Moral Disengagement Scale. Total number of participants were 139 and analyzed using Pearson Correlation and Hayes’s PROCESS Model 4 version 4.2. Results found a weak but significant negative correlation between academic self-efficacy and academic dishonesty using internet (r (139) = -0.287, p <.001, two tailed), but did not find the role of moral disengagement as a mediator (indirect effect = -.069, SE = .066, Boot 95% CI [-.226, .041 This means that the higher student's academic self-efficacy is, the lower their tendency to engage in academic dishonesty using internet. Therefore, it is crucial for academic institutions to reduce the tendency of students committing academic dishonesty, such as through the dissemination and regulation of technology usage, increasing activities that can enhance students' academic self-efficacy, and other similar initiatives."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arifah Oktaviyanti
"Asma merupakan salah satu penyakit kronis, dimana penderita hanya bisa melakukan perawatan dan mengurangi gejala tanpa benar-benar menyembuhkan penyakitnya. Kehadiran penyakit ini juga disertai dengan berbagai masalah, seperti fisik, psikologis, sosial, hingga finansial. Permasalahan tersebut dapat berkurang berkat adanya penerimaan diri akan penyakit yang dideritanya dan dukungan sosial dari lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penerimaan diri dan persepsi dukungan sosial pada dewasa muda dengan asma. Partisipan penelitian adalah dewasa muda usia 18-25 tahun dengan asma yang berjumlah 52 orang (M = 21,69, SD = 1,639). Persepsi dukungan sosial diukur dengan Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS), sedangkan penerimaan diri diukur dengan Unconditional Self-Acceptance Questionnaire (USAQ). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penerimaan diri dan persepsi dukungan sosial pada dewasa muda dengan asma (r = 0.379, p < 0.05).

Asthma is a chronic disease where sufferers can only do treatment and reduce symptoms without actually curing the disease. The presence of this disease is accompanied by various problems, such as physical, psychological, social, and financial. These problems are presumably reduced due to patient self-acceptance and social support from the environment. This study aims to determine the correlation between self-acceptance and perceived social support in emerging adults with asthma. The study was conducted on 52 participants aged 18-25 years living with asthma (M = 21.69, SD = 1.639). Perceived social support was measured by the Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS), while self-acceptance was measured by the Unconditional Self-Acceptance Questionnaire (USAQ). The results showed a significant correlation between self-acceptance and perceived social support in emerging adults with asthma (r = 0.379, p < 0.05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hezron Kowardi
"Tantangan hidup yang dialami oleh mayoritas individu di setiap jenjang usia tidak pernah lepas dari penampilan fisik mereka, baik di dunia nyata maupun di media sosial setiap harinya, dengan tantangan untuk menerima diri sendiri menjadi salah satunya. Upaya yang paling menonjol yang dilakukan individu untuk menjaga penampilan fisik dan kondisi mental mereka adalah dengan berolahraga. Berolahraga juga didukung secara masif di berbagai bagian di setiap negara, dengan area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) sebagai area yang memiliki banyak sekali akses pendukung latihan fisik di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara perilaku latihan fisik dan penerimaan diri pada perempuan emerging adults yang berdomisili di Jabodetabek. Menggunakan metode kuantitatif korelasional dengan desain penelitian cross-sectional, penelitian ini mengukur perilaku latihan fisik melalui frekuensi latihan mingguan dan penerimaan diri menggunakan Unconditional Self-Acceptance Questionnaire (USAQ). Di antara 139 partisipan yang berusia 18-24 tahun, hasil penelitian menunjukkan tidak adanya korelasi positif yang signifikan antara perilaku latihan fisik dan penerimaan diri (rs = 0.128, p = 0.067).

The life challenges experienced by the majority of individuals at every age level never escape their physical appearance, both in the real world and on social media every day, with one of them being the challenge to accept themselves. One of the most prominent efforts that individuals do to maintain their physical appearance and mental state is by exercising. Exercise is also massively supported in various parts of each country, with the Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi (Jabodetabek) areas having extensive access to physical training facilities in Indonesia. This study investigates the relationship between exercise behavior and self-acceptance among women in emerging adulthood residing in Jabodetabek. Using a quantitative correlational method with a cross-sectional design, the study measured exercise behavior through weekly exercise frequency and self-acceptance using the Unconditional Self-Acceptance Questionnaire (USAQ). Among 139 participants aged 18-24, the results showed no significant positive correlation between exercise behavior and self-acceptance (rs = 0.128, p = 0.067)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syaninta Alvi Andira
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara berpikir kritis dan orientasi religius. Berpikir kritis adalah penilaian yang bertujuan dan bersifat meregulasi diri untuk menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan kesimpulan beserta penjelasan dari pertimbangan yang jelas, konseptual, metodologis, kriteriologis, atau kontekstual berdasarkan penilaian tersebut (Facione, 1990).
Orientasi religius merupakan cara seseorang mempraktikkan atau hidup dengan keyakinan dan nilai agamanya (Allport & Ross, 1967). Pengukuran berpikir kritis menggunakan Tes Analog (Suleeman & Christia, 2016) dan pengukuran orientasi religius menggunakan alat ukur Religious Orientation Scale (ROS) versi revisi (Genia, 1993). Partisipan pada penelitian ini adalah 121 mahasiswa S1 Universitas Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara berpikir kritis dan orientasi religius, baik pada dimensi orientasi religius intrinsik maupun orientasi religius ekstrinsik. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menyelidiki gejala ini dengan memperluas penggunaan sampel penelitian, mengonstruksikan alat ukur orientasi religius dalam konteks Indonesia yang lebih baik, melakukan wawancara, dan memperhitungkan pengelompokkan agama pada partisipan penelitian.

This research was conducted to find the relationship between critical thinking and religious orientation. Critical thinking is purposeful, self-regulatory judgment which results in interpretation, analysis, evaluation, and inference, as well as explanation of the evidential, conceptual, methodological, criteriological, or contextual considerations upon which that judgment is based (Facione, 1990).
Religious orientation is the way in which a person practices or lives out his/her religious beliefs and values (Allport & Ross, 1967). Critical thinking was measured using Tes Analog (Suleeman & Christia, 2016) and religious orientation was measured using the revised version of Religious Orientation Scale (ROS) (Genia, 1993). The participants in this research were 121 undergraduate students of University of Indonesia.
The result shows that there is no significant correlation between critical thinking and religious orientation, whether it is intrinsic or extrinsic religious orientation. Further research is needed to investigate this phenomenon by expanding participants of the research, constructing religious orientation instrument in Indonesian's context, conducting interviews, and considering religious grouping on the participants.
"
Depok: Fakultas Psikologi Unversitas Indonesia, 2016
S63088
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neniek Kurnianingsih
"Kepatuhan minum obat disertai keadekuatan penerimaan diri status HIV menjadi tantangan pasien TB HIV. Kepatuhan minum obat memiliki hubungan positif dengan tingkat penerimaan diri (self-acceptance)Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) merupakan intervensi non farmakologis sebagai salah satu terapi komplementer berpotensi meningkatkan kepatuhan minum obat dan self-acceptance HIV. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi pengaruh terapi SEFT terhadap kepatuhan minum obat dan self acceptance HIV. Desain penelitian quasi eksperiment, metode pre test-post test dengan purposive sampling sebesar 34 responden, dibagi 2 kelompok, tiap kelompok berjumlah 17. Kelompok 1 mendapatkan terapi SEFT, dan kelompok 2 perawatan standar edukasi.  Hasil uji paired t test, terdapat peningkatan kepatuhan minum obat dan self acceptance HIV sesudah diberikan terapi SEFT pada kelompok 1 (p value=0,0001). Pada uji independent t test terdapat peningkatan signifikan kepatuhan minum obat dan self acceptance HIV sesudah diberikan terapi SEFT pada kelompok 1 dibandingkan kelompok 2 (p value=0,0001). Variabel confounding paling berpengaruh adalah pendapatan. Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan seluruh variabel confounding, yaitu pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan efek samping menjelaskan self acceptance HIV setelah terapi SEFT sebesar 54%, kepatuhan minum obat sebesar 50,5%. Terapi SEFT berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan minum obat dan self acceptance HIV, dapat direkomendasikan sebagai salah satu tata laksana TB HIV.

Medication adherence along with self-acceptance of HIV status is a challenge for HIV TB patients. Adherence to taking medication has a positive relationship with the level of self-acceptance. SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) therapy is a non-pharmacological intervention as one of the complementary therapies that has the potential to improve adherence to taking medication and HIV self-acceptance. The purpose of the study was to identify the effect of SEFT therapy on medication adherence and HIV self-acceptance. Quasi-experiment research design, pre-test-post test method with purposive sampling of 34 respondents, divided into 2 groups, each group numbered 17. Group 1 received SEFT therapy, and group 2 standard educational treatment.  The results of the paired t test, there was an increase in drug compliance and HIV self-acceptance after being given SEFT therapy in group 1 (p value = 0.0001). In the independent t test, there was a significant increase in medication adherence and HIV self-acceptance after SEFT therapy in group 1 compared to group 2 (p value=0.0001). The most influential confounding variable was income. The results of multiple linear regression analysis showed that all confounding variables, namely education, occupation, income and side effects explained HIV self acceptance after SEFT therapy by 54%, drug compliance by 50.5%. SEFT therapy has an effect on increasing adherence to taking medication and HIV self acceptance, can be recommended as one of the management of HIV TB."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masreni R.
"Tingkat stres pada mahasiswa dapat mempengaruhi kualitas tidur dan dapat mempengaruhi munculnya gangguan tidur. Penelitian ini membahas mengenai hubungan tingkat stres dengan gangguan tidur pada mahasiswa tingkat akhir FIK UI. Penelitian menggunakan desain deskriptif korelatif. Sampel berjumlah 70 mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan angkatan 2011. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling. Responden mengisi kuesioner berupa data demografi, 20 pernyataan kuesioner tingkat stres, dan 7 pertanyaan mengenai tidur SMH Questionnarie.
Melalui hasil analisis chi square menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat stres dengan gangguan tidur (p value 0,018; α 0,05). Hasil menunjukkan mahasiswa dengan tingkat stres sedang dan mengalami gangguan tidur (67,6%); mahasiswa dengan tingkat stres ringan dan mengalami gangguan tidur (36,4%). Rekomendasi yang dapat dilakukan oleh perawat pada mahasiswa adalah melakukan manajemen stres dan meningkatkan kualitas tidur.

This study used descriptive correlative design which anime to identify the relationship between stress levels and sleep disturbance in college students. This research was using sample amounted 70 students come from Faculty of Nursing University of Indonesia. Researcher also used simple random sampling. Respondents were given questionnaires which was consists of 3 statements about demographic data, 20 statements about the level of stress, and 7 statements of sleep disturbance SMH questionnaires.
The result showed there was bound relationship between stress levels and sleep disturbance (p value 0,018; α 0,05). Result showed students with moderate levels of stress and the incidence of sleep disturbance (67,6%); and students with mild stress levels and the incidence of sleep disturbance (36,4%). The recommendations can be done by nurses is performing management of stress and improve the quality of sleep.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S64732
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>