Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101610 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azwar Aziz
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika,Badan Penelitian dan Pengembangan SDM, Kementerian Komunikasi dan Informatika , 2016
302 BPT 14:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Priyanto
"Salah satu tolak ukur kinerja suatu perusahaan adalah pendapatan. Pendapatan adalah penerimaan dari penjualan produk. Oleh karena itu pendapatan sangat bergantung pada perencanaan dan penentuan kebijakan strategis ke depan.
Untuk memperkirakan jumlah pendapatan Bisnis Jaringan Produk Phone SLJJ di PT. X dibuatlah suatu model pendapatan. Model ini dibuat dengan pendekatan sistem dinamis dan dikerjakan dengan menggunakan perangkat lunak Powersim. Hasil peramalan yang ingin dicapai oleh model ini adalah mencakup pendapatan dari tiap divre dan segmentasi pelanggan.
Nilai peramalan diperoleh dari hasil simulasi model pendapatan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pendapatan Bisnis Jaringan Produk Phone SLJJ di PT. X akan mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Adapun variabel yang dinilai mempengaruhi pendapatan ini adalah Q (hambatan), ASR (Answer to Seizure Harm), jumlah sirkit, jumlah pelanggan, dan okupansi sirkit.

One of performance indicator of a company is revenue. Revenue is receiving from product sales. Because of that, revenue is very depending on planning and determining of strategic policies to the future.
In order to estimating revenue from network business SLJJ phone ptoduct in PT. X a revenue model is build. This model is build by dynamics system approach and using Powersim software as a tool. Forecast outputs that want to achieve from the model is revenue forecast that include revenue from every divre and customer segmentation.
Forecast value is determining by simulation output of revenue model. Simulation result show that revenue from network business phone product SLJJ in PT. X would increase from years to come. Variables that considered influencing revenue are Q (obstacle), ASR (Answer to Seizure Ratio), the sum of circuit, customer number, and circuit occupation.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S50129
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amer Sharif
"Di antara aplikasi jaringan komputer yang paling banyak dipakai adalah surat elektronik (e-mail). Dalam tesis ini dibahas sistem e-mail sebagai salah satu layanan jaringan komputer pada sebuah perusahaan multinasional. Sebagai penerapan lanjutan sistem e-mail, tesis ini mengusulkan penerapan suatu sistem manajemen alur kerja (workflow) berbasis e-mail. Manfaat suatu sistem manajemen alur kerja tampak jelas ketika diterapkan untuk proses yaang melibatkan banyak pihak dari lokasi atau departemen berbeda, misalnya adanya otomasi tahap-tahap proses tersebut, kemampuan melacak kemajuan proses dengan mudah, dan mendeteksi jika terjadi penumpukan pada salah satu tahap dalam proses tersebut.

Among the most widely used application within the context of computer networks is electronic mail (e-mail), In this thesis, the e-mail system as part of a service from an enterprise network in a multinational company is discussed. As a further implementation of the e-mail system, this thesis suggests an implementation of an e-mail based workflow management system. The advantages of a workflow management system is apparent when implemented for processes which involve many parties from different locations or departments, such as automating the steps of the process, the ability to track the progress easily, and detect any bottleneck that may took place in any of the stages within the process."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
August Bualazaro Hulu
"Penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia telah berlangsung sejak tahun 1882, yaitu saat didirikannya sebuah badan usaha swasta penyedia layanan pos dan telegrap pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Tetapi sampai saat ini, setelah lebih dari satu abad, sangat sulit mendapatkan hasil penelitian yang menunjukkan korelasi antara pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia dengan pertumbuhan ekonominya.
Studi ini dirasa penting mengingat (1) Investasi pada sektor telekomunikasi adalah merupakan investasi yang cukup mahal mengingat umumnya barang modal yang digunakan di Indonesia masih diimpor dari Negara produsennya di luar negeri; (2) Penyelenggaraan telekomunikasi menggunakan beberapa sumber daya terbatas milik negara yang harus digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat antara lain alokasi frekuensi, kode akses, orbit satelit dan penomoran pelanggan; (3) Teledensitas efektif telepon di Indonesia masih sangat rendah yaitu 5,52 yang secara sederhana dapat diartikan bahwa diantara 100 penduduk Indonesia hanya 5,52 orang yang memiliki sambungan telepon tetap atau bergerak. Posisi ini sangat rendah dibanding Philippines (19,36), Singapore (79,56), Thailand (26,04) atau Malaysia (41,30); (4) Selain teledensitas, penyebaran sambungan telepon di Indonesia juga memiliki ketimpangan yang sangat tajam yaitu 11-25% di wilayah metropolis dan hanya sebesar 0,2% di wilayah pedesaan. Sebanyak 43.022 desa di Indonesia, yaitu setara dengan 64,4% dari 66178 desa, sama sekali belum memiliki akses telepon. Sementara di sisi lain, sejak diberlakukannya Undang-undang tentang telekomunikasi nomor 36 tahun 1999 penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia telah memasuki era kompetisi, yang menyebabkan seluruh penyelenggara telekomunikasi lebih berorientasi pada keuntungan yang umumnya diperoleh dari masyarakat di wilayah perkotaan. Fenomena ini juga berlaku bagi Badan Usaha Milik Negara PT Telkom, terlebih lagi sejak tahun 1995 sebagian saham PT Telkom telah diperdagangkan di bursa efek dalarn dan Iuar negeri. Dengan memperhatikan kondisi-kondisi di atas maka diperlukan suatu penelitian yang dapat dijadikan salah satu acuan dalam menetapkan kebijakan disektor penyelenggaraan telekomunikasi, agar pembangunan sektor telekomunikasi dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Dibeberapa Negara penelitian tentang korelasi antara pembangunan infrastruktur telekomunikasi dengan pertumbuhan ekonomi telah lama dilakukan antara lain, Cronin, Colleran, Herbert and Lewitsky (1993) yang melakukan penelitian pasar telekomunikasi di USA menggunakan metode ekonomi Input-Output (1-0) mencakup periode tahun 1963-1991. Hasil penelitian menunjukkan bahwa investasi telekomunikasi mempunyai hubungan causal dengan total factor productivity nasional, dimana kontribusi sektor telekomunikasi pada pertumbuhan produktifitas sektoral maupun secara agregat dikuantifikasi sebesar 21,5% dari total produktifitas. Clarke and Laufenberg (1983) menunjukkan bahwa pertumbuhan densitas telepon juga memberikan berbagai manfaat sosial sebagai tambahan terhadap keuntungan ekonomi di wilayah pedesaan Sub-Sahara Afrika. Manfaat sosial antara lain menyangkut penyediaan layanan sosial dan kesehatan, pendidikan, proyek-proyek pembangunan, dan penanganan bencana sosial dan bencana alam. International Telecommunications Union (ITU) melaiui World Telecommunications Development Report - Access Indicators for the Information Society 2003, menyebutkan bahwa pada periode 1995 - 1999 kontribusi 1CT (Information and Communications Technologies) terhadap output ekonomi antara lain Negara Canada (12%), Australia (14%), Germany (20%) dan Japan sebesar 35%.
Pada studi ini, pendekatan atau model yang digunakan adalah Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) karena selain sebagai perangkat analisis ekonomi yang memadai SNSE juga merupakan suatu sistem pendataan. Berdasarkan model dan proses pembuatannya sistem ini memiliki kelebihan antara lain : {1) SNSE sebagai suatu sistem data yang menyeluruh, konsisten dan Iengkap sehingga dapat menangkap keterkaitan antar pelaku ekonomi dalam kurun waktu tertentu; (2) mampu mengkaji pengaruh suatu kebijakan pada suatu sektor ekonomi yang berkaitan dengan kesempatan kerja dan distribusi pendapatan; dan (3) SNSE sebagai suatu alat analisis yang sederhana, karena penerapannya relatif mudah.
Dengan menggunakan pendekatan SNSE dan dengan memperhatikan permasalahan-permasalahan di atas maka tesis ini disusun bertujuan untuk :
a. Menganalisis distribusi pendapatan institusi termasuk rumah tangga, distribusi pendapatan faktorial, dan keterkaitan sektor-sektor produksi lain dalam pembangunan satuan sambungan telepon tetap dan bergerak di Indonesia;
b. Memperkirakan pengaruh struktural pertumbuhan sambungan telepon di Indonesia terhadap kegiatan ekonomi.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan karena adanya shock atau injeksi pengeluaran pemerintah dan atau penyelenggara telekomunikasi dalam membangun satuan sambungan telepon baru baik itu sambungan telepon tetap maupun telepon bergerak, dan sektor ekonomi mana yang paling besar akan merasakan dampak pembangunan jaringan telekomunikasi tersebut. Bagaimana distribusi pendapatan dari sambungan telepon pada kelompok (rumah tangga, perusahaan dan pemerintah) dalam blok institusi ?. Bagaimana kinerja perekonomian nasional yang ditunjukkan oleh nilai tambah faktorial yang ditimbulkan oleh perribangunan sambungan telepon di Indonesia.
Studi ini telah dapat menyusun suatu klasifikasi SNSE Indonesia 2000 berukuran 64x64 yang menguraikan sektor sistem komunikasi tetap dan bergerak untuk dijadikan sebagai data dan model dalam melakukan analisis perkembangan sektor telekomunikasi di Indonesia.
Nilai peningkatan ekonomi yang ditimbulkan oleh pertumbuhan sektor komunikasi tetap dan bergerak, yaitu peningkatan 1 unit output atau 1 sambungan telepon tetap atau bergerak dengan pendapatan sebesar Rp. 1.942.501 per-tahun pada tahun 2000 akan berdampak pada peningkatan pendapatan sektor produksi sebesar 2,9579 unit atau Rp. 5,75 juta, serta bertambahnya pendapatan faktor produksi (factorial income) sebesar 1,5797 unit atau Rp. 3,07 dan pendapatan institusi sebesar 1,8628 unit atau Rp. 3,62 juta. Jika diasumsikan pada kondisi harga tetap, jumlah total sambungan telepon tetap dan bergerak pada tahun 2005 adalah 50 juta sambungan aktif, maka peningkatan pendapatan total adalah Rp. 621 triliun.
Jika ditinjau dari aspek distribusi pendapatan, peningkatan pendapatan pada rumah tangga di desa, buruh tani dan pengusaha pertanian hanya memperoleh 26,9% dari total pengaruh yang terjadi pada blok institusi. Selebihnya dinikmati oleh perusahaan, pemerintah dan rumah tangga di kota. Hal ini dirasakan relevan, mengingat kebutuhan modal yang besar dan tenaga kerja yang terdidik oleh sektor komunikasi tetap dan bergerak umumnya disediakan oleh rumah tangga di kota, perusahaan dan pemerintah. Disamping itu, densitas telepon tetap dan bergerak sampai saat ini masih terkonsentrasi di daerah perkotaan (11-25%) sementara di rural area sebesar 0,2%.
Sektor produksi yang memiliki keterkaitan erat dengan sektor komunikasi tetap dan bergerak adalah sektor pertambangan dan penggalian lainnya. Hal ini dapat dimaklumi mengingat pembangunan infrastruktur telekomunikasi khususnya yang terkait dengan sarana transmisi umumnya masih dilakukan dengan melakukan penggelaran jaringan kabel tembaga maupun fibre optic di bawah tanah.
Melalui analisa jalur struktural yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa jalur pengaruh pertumbuhan sektor komunikasi tetap dan bergerak secara dominan terkait dengan faktor modal, baik modal lain-lain di kota, modal swasta, modal pemerintah dan modal asing. Hal ini menunjukkan keterkaitan yang erat antara kegiatan di sektor komunikasi tetap dan bergerak dengan sektor-sektor yang berbasiskan finansial. Sebagaimana diketahui sesuai dengan barang modal yang digunakan, perangkat yang diinvestasikan dalam penyelenggaraan telekomunikasi berharga mahal sehingga membutuhkan modal yang besar, relatif terhadap kebutuhan faktor produksi lain berupa tenaga kerja."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20411
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naila Fithria
"Penggunaan internet di Indonesia diperkirakan akan didominasi oleh layanan Over The Top Internet OTT Video, atau juga disebut dengan Internet Video. Diperkirakan traffic Internet di Indonesia akan mencapai 2.1 Exabytes per bulan di tahun 2020, dengan 72 traffic internet atau 1.5 Exabytes per bulan, untuk Internet Video. Permasalahan yang muncul yaitu penggunaan layanan ini memakan bandwidth yang tinggi di jaringan telekomunikasi serta belum diregulasi, sehingga menimbulkan kompetisi tidak sehat dengan operator telekomunikasi.
Pada penelitian ini dilakukan analisis kebijakan kerjasama penyedia layanan OTT Video dengan operator telekomunikasi di Indonesia dengan menggunakan Regulatory Impact Analysis RIA . Proses analisis meliputi validasi dengan Forum Group Discussion, penentuan usulan kebijakan, dan penilaian usulan terbaik dengan Soft-Cost Benefit Analysis dan Multi Criteria Analysis MCA. Proses penilaian MCA berdasarkan survey ke berbagai stakeholder terkait.
Dari hasil analisis tersebut, didapatkan usulan 'tidak dikeluarkannya kebijakan' tidak dapat diterima, sedangkan untuk usulan lain 'penyedia Layanan OTT Video tidak harus bekerjasama dengan operator telekomunikasi namun harus memiliki izin tertentu yang khusus diterbitkan bagi penyedia layanan OTT Video untuk dapat beroperasi', usulan'penyedia layanan OTT Video harus bekerjasama dengan operator telekomunikasi', dan usulan tidak wajib ada kerjasama namun operator telekomunikasi diberikan izin untuk memberikan charging atau penyesuaian kecepatan atas layanan OTT Video' tetap dapat diterima dan diperbolehkan untuk diimplementasikan.

Internet usage in Indonesia is expected to be dominated by Over The Top Internet OTT Video, also known as Internet video. It is estimated that Internet traffic in Indonesia will reach 2.1 Exabytes per month in 2020, with 72 of Internet traffic or 1.5 Exabytes per month, will be used for Internet Video. The problems that arise are these services consume high bandwidth of telecommunication networks, and also not yet regulated, resulting in unfair competition with telecom operators.
This study analyzes policy of cooperation beetwen OTT video service provider and telecommunication operator in Indonesia by using Regulatory Impact Analysis RIA . The analysis process includes criteria validation through Forum Group Discussion, policy alternatives determination, and best policy alternative assessment with Soft Cost Benefit Analysis and Multi Criteria Analysis MCA . MCA assessment process based on survey to various stakeholders.
Based on the results of the policy analysis, alternative 'no policy to be released' must not be applied. Another policy alternatives such as 'OTT Video Service providers do not have to cooperate with telecom operators, but must obtain special permit issued for OTT video service providers to operate' , alternative 'OTT Service provicer should cooperate with telecom operator' , and alternative 'cooperation is not mandatory, but telecom operators are granted permission to charge or adjust user speed to OTT Video service' can be accepted and allowed to be implemented.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T47391
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yati Rohayati
"Fenomena perpindahan pelanggan jasa merupakan faktor kunci yang mempengaruhi keberhasilan perusahaan jasa, karena berdampak langsung pada kinerja perusahaan, seperti peningkatan biaya operasi, penurunan pangsa pasar dan profitabilitas. Untuk mengatasi perpindahan pelanggan jasa, perusahaan perlu memahami faktor pengaruhnya. Umumnya studi perpindahan pelanggan jasa dikaitkan dengan masalah ketidakpuasan pelanggan (Bolton, l993). Tetapi penelitian lain menemukan bahwa tingkat kepuasan yang tinggi tidak menjamin pelanggan tidak berpindah (Reichheld, 1996). Penelitian ini mencoba mengungkapkan mengapa hal itu terjadi dan bagaimana mengatasinya, melalui pengujian empiris. Berbagai penelitian sebelumnya menyimpulkan kecenderungan yang berbeda; yaitu: (I) Faktor kepuasan saja tidak cukup untuk menjelaskan perpindahan pelanggan jasa, tetapi dibutuhkan faktor lain, seperti perhatian perusahaan pada hubungannya dengan pelanggan, atau investasi relational (Bansal & Taylor, 1999), dan kualitas alternatif jasa yang bersaing dipasar (Capraro et al.. 2003); (2) Selanjutnya, pengaruh kepuasan terhadap perpindahan pelanggan jasa bersifat dilematis alau non-linier, sehingga membutuhkan variabel moderator, seperti switching barrier (Jones, l998) dan karakteristik pelanggan (Homburg & Giering, ZOOI); (3) Sedangkan terhadap pengaruh tak langsung kepuasan pada perpindahan pelangggan jasa, penelitian ini menguji juga faktor intervensi dari variabel lain, yaitu komitmen relasional (Roberts, 1989). Pada intinya, penelitian ini mencoba mengatasi kekurangjelasan masalah perpindahan pelanggan jasa, dengan mengembangkan teori intensi berpindah pelanggan jasa yang dipengaruhi oleh lnvestasi relational, kepuasan, dan kualitas alternatif. Untuk menguji kelayakan model, dikumpulkan data kuantitatif dan kualitatif. terhadap pelanggan telpon seluler berbasis Global System for Mobile Communication (GSM), dengan menggunakan populasi mahasiswa Universitas Indonesia. Untuk menguji model dan data empiris, digunakan metoda analisis Structural Equation Modeling (SEM), dengan bantuan perangkat lunak LISREL 8.72. Hasil pengujian menyimpulkan bahwa ketiga pendekatan tentang kecenderungan terjadinya perpindahan pelanggan jasa, dapat dlterapkan secara bersama-sama. Penelitian ini memperlihatkan bahwa: (a) kepuasan, investasi relasional, dan kualitas alternatif terbukti berpengaruh terhadap intensi berpindah, (b) komitmen relasional memediasi hubungan kepuasan dengan intensi berpindah. (C) hubungan kepuasan dengan komitmen relasional bersifal non-linier, dimoderasi oleh switching barrier (investasi relasional dan kualitas alternatif) dan karakteristik pelanggan (variety seeking dan keterlibatan pelanggan). Penelitian ini membuktikan bahwa intensi berpindah pelanggan jasa dapat dicegah melalui pembentukan komitmen relasional pelanggan. Disamping itu, komitmen relasional tidak dipengaruhi langsung oleh kepuasan, melainkan oleh interaksi antara kepuasan dengan variabel moderator: switching barrier- dan karakteristik pelanggan. Implikasi manajerial adalah untuk mengatasi perpindahan pelanggan jasa. penyedia jasa perlu memperkuat komiitmen relasional pelanggan. Komitmen relasional yang kuat dibangun dengan meningkatkan investasi relasional, melalui pembentukan ikatan sosial dengan pelanggan, yaitu dengan membangung klub pelanggan. pembentukan klub pelanggan merupakan penerapan pemasaran relasional untuk menutupi kesenjangan hubungan penyedia jasa dengan pelanggan yang bersifat low contact dan low customization.

Customer-switching phenomenon is a factor which determines the success of a service corporation, inasmuch as it has direct impact on the productivity of the company such as operational costs, market decline, and profitability. To properly administer to this phenomenon, it is important that the corporation perceive the impacts. Traditionally, the study on customer switching phenomenon is identified with dissatisfaction on the part of the customers (Bolton, l998). However, other studies show that high satisfaction measure does not guarantee that customer-switching will not take place (Reichheld, 1996). This study attempts to reveal why this phenomenon occurs and, through empirical assessment, how to resolve the matter. Numerous studies in the past have provided different conclusions: (1) Satisfaction factor alone is insufiicient to explain customer-switching phenomenon. Other reasons are required, such as the corporation?s concem for customer relation, or relational investment (Bansal & Taylor, 1999), and the quality of alternative services in the market (Capraro et al., 2003); (2) Furthennore, the relation between customer satisfaction to customer-switching is dilemmatie or non-linier- Thus, as a consequence, a moderating variable is required, namely .switching barrier (Jones, 1998) and customer characteristics (Homburg & Giering, 2001); (3) On the indirect impact domain of customer-switching phenomenon, this study also attempts to examine the intervention factor from another variable, namely the relational commitment (Roberts, 1989). As the gist of the matter, this study intends to deal with the ambivalence regarding customer-switching phenomenon by elaborating thc intentional theory, influenced by relational investment, satisfaction factor. and the quality of alternative services. In assessing the feasibility of the model. quantitative and qualitative data are accrued from cellular telephone customers using Global ?System for Mobile Communication (GSM), the population being students of Universitas Indonesia. Model and empirical data are analyzed by employing Structural Equation Modeling (SEM) method. with the assistance of LISREL 8.72 software. The examination concludes that the three approaches pertaining the tendency of custotner-switching can be applied simultaneously. The investigation reveals that: (a) satisfaction, relational investment, and the quality of altemative services prove to he directly atifecting the customers? intention to switch. (b) relational commitment mediates customer satisfaction with the intention to switch. (c) customer satisfaction and relational commitment is characterized by non-linear interaction. moderated by switching barrier (relational investment and the quality of alternatives) and customer characteristics (variety seeking and customer involvement). This study proves that the intention to switch can be prevented by elaborating on the relational commitment to thc customers. Moreover. relational commitment is not directly influenced by customer satisfaction, but by the interaction between satisfaction and moderating variables: switching barrier and customer characteristics. The implication on the managerial domain to prevent customers from switching is by improving the corporation?s relational commitment. Strong relational commitment is established by promoting relational investment. which can be done by building strong social ties with customers. specifically by establishing a customer club. Customer club is an application of relationship marketing strategy to bridge the gap between service provider and customer, which is originally characterized by low contact and low customization."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
D658
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuhung Suleman
"Teknologi CDMA (Code Division Multiple Access) yang diimplementasikan dengan brand ?TELKOMFIexi" oleh PT Telekomunikasi Indonesia berupa layanan mobilitas terbatas (limited mobility) yang merupakan layanan telepon bergerak dalam satu area terbatas dan layanan telepon tetap.
Dalam proses perencanaan penggelaran "TELKOMFIexi? di wilayah Jakarta, penentuan segmentasi pasar dilakukan dengan metode apriori yang berpatokan pada data pelanggan telekomunikasi selular dan calon pelanggan PSTN (Public Switched Telephone Network) sehingga segmennya sangat luas dan tidak fokus target marketnya, untuk itu pertu dilakukan re-segmentasi, targeting dan positioning ulang.
Tesis ini akan menganalisa segmentasi, targeting dan positioning produk ?TELKOMFlexi? di wilayah Jakarta Selatan dengan menggunakan analisis statistik deskriptif distribusi frekuensi dan pengambilan data dilakukan melalui kuesioner dengan jumlah sampel 100 responden.
Hasil analisis berupa; Segmen "TELKOMFIexi" adalah konsumen yang berorientasi pada pulsa murah, jangkauan layanan luas, dan migrasi perpindahan pengguna telepon bergerak, sementara target market dari produk "TELKOMFlexi" adalah konsumen berusia 31 tahun keatas, dengan status karyawan, dan professional, dengan kebiasaan menggunakan ?TELKOMFIexi?untuk kebutuhan pribadi yang digunakan untuk percakapan,SMS (short massage service), dan internet, serta membutuhkan kenyamanan dalam berkomunikasi. Positioning "TELKOMFIexi" adalah layanan telekomunikasi dengan pulsa murah, dan positioning berdasarkan manfaat yaitu membantu konsumen untuk merasakan manfaat yang diperoleh dari produk ?TELKOMFlexi? sehingga image kemudahan menggunakan produk ini dapat tertanam di benak konsumen.

The CDMA (Code Division Multiple Access) technology as implemented with the Brand ?TELKOMFIexi" by PT Telekomunikasi Indonesia form a limited mobility services that is a mobility telephone service in a limited area and fixed telephone service.
In the process of planning the introduction of ?TELKOMFlexi" in the Jakarta area, the determination of the market segment is done through the apriori method based on the data of customers of cellular telecommunication and candidate customers of the PSTN (Public Switched Telephone Network) so that the segment is very wide and the target is not focused, therefore a re-segmentation, targeting, and positioning should be repeated.
This thesis will analyze the segmentation, targeting, and positioning of ?TELKOMFlexi" product in the South Jakarta area by applying the frequency distribution descriptive statistical analysis and collection of the data is done through questionnaires with a sample of 100 respondents.
The result of analysis is that the "TELKOMFIexi" segment are consumers oriented toward cheap pulses, wide service coverage, and migration of mobile telephone users, while the target market of the "TELKOMFIexi" product are customers age 31 years and older, with the status of employees with the habit to use ?TELKOMFIexi? for personal purposes for chatting, SMS (Short Massage Service), internet and needing convenience in communication. The positioning of "TELKOMFlexi? is telecommunication services with cheap pulses and the positioning is based on the benefits to help customers experience the benefits obtained from ?TELKOMFlexi? product so that the image of easy usage of this product can be planted in the mind of the consumers.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
T11693
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida I Dewa G. Utama
"Penggelaran layanan GPRS oleh operator komunikasi bergerak di Indonesia menimbulkan berbagai tantangan baru. Salah satu hal yang menarik untuk dibahas adalah permasalahan tarif layanan ini. Data operator menunjukkan terjadinya penurunan trafik GPRS setelah dikenakan pentarifan, dibandingkan dengan kondisi sebelum dikenakan tarif pada satu tahun pertama penggelarannya.
Skema pentarifan yang optimum untuk meningkatkan kembali minat pasar serta profitabilitas layanan GPRS di Indonesia, diperoleh melalui metode pendekatan value-based pricing, dikombinasikan dengan pendekatan proactive pricing yang mempertimbangkan respon pasar terhadap perubahan ataupun penetapan suatu harga layanan. Serta melalui suatu perbandingan terhadap beberapa skema pentarifan oleh operator GPRS di negara lain.
Skema pentarifan yang dihasilkan disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan pengguna. Dimana pentarifan tersebut berdasarkan volume data serta jenis layanan yang diakses, dengan kombinasi paket-paket pentarifan yang dapat dipilih sesuai kebutuhan pengguna.

The deployment of GPRS service in Indonesia presents mobile operators with many new challenges. One of the challenges that are interesting to be analyses is the pricing for this service. The operator's data shows that the traffic of this service is decreasing significantly after the tariff scheme introduced.
The optimum tariff scheme, which can stimulate demand and profitability for the Indonesian market, is identified by using the Value Based Pricing approach combined with the Proactive Pricing approach, which takes the market response in to consideration. And also does a comparative study to the tariff scheme of other operators in some different country.
The tariff scheme obtained is the tariff scheme based on the Data Volume and Services, which have some packet-tariff combination where user can choose, as they needs.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
T14608
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Sunardi
"Dalam rangka mengimplementasikan perjanjian AFAS dan Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN, Pemerintah Indonesia menghadapi beberapa kendala internal, antara lain, peraturan penyelenggaraan jasa telekomunikasi atau peraturan terkait lainnya tidak mengizinkan partisipasi modal asing hingga 70%, keterbatasan SDM yang mempunyai kompetensi diplomasi dan negosiasi, dan struktur kelembagaan yang kurang terpadu. Memperhatikan permasalahan ini, penelitian ini merumuskan strategi untuk menghadapi liberalisasi jasa telekomunikasi di ASEAN dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mendukung strategi tersebut.
Berdasarkan hasil pengumpulan data dengan menggunakan Focus Group Discussion (FGD) dan analisis menggunakan SWOT menunjukkan bahwa peta posisi organisasi berada di Kuadran IV dengan koordinat (-1.69, -0.87). Faktor kelemahan dan ancaman adalah lebih dominan dibanding dengan faktor kekuatan dan peluang. Penerapan strategi Weaknesses-Threats (WT) dilakukan untuk pembenahan internal organisasi dengan mempertahankan kondisi sekarang agar tidak lebih buruk akibat desakan yang kuat dari ancaman luar.
Memperhatikan peta posisi organisasi dan formulasi strategi, penelitian ini telah menetapkan tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program dan kegiatan organisasi dalam rangka menghadapai permasalahan liberalisasi jasa telekomunikasi di ASEAN. Strategi yang ditetapkan adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika perlu mengkaji ulang kebijakan domestik mengenai pelaksanaan liberalisasi jasa telekomunikasi di ASEAN guna mengeliminasi kelemahankelemahan internal dan dampak buruk pelaksanaan liberalisasi.

In order to implement to AFAS agreement and ASEAN Economic Community Blueprint, the Government of Indonesia has several internal constraints, among others, the regulation of telecommunication service operation or other related regulations is not allowing the foreign equity participation up to 70%, the limitation of human resources having competency in international diplomacy and negotiation, and the un-integrated of organization conducting liberalization issues. Taking into account these problems, this research formulate the strategy to facilitate trade in telecommunication services in ASEAN and the necessary plan of action to support the strategy undertaken.
Based on data collecting with Focus Group Discussion and data analysis with SWOT, show that the map of organization position is in the Quadrant IV by the coordinate (-1.69, -0.87). The weaknesses and threats are more dominant than strengths and opportunities. The use of Weaknesses-Threats (WT) strategy is intended to make a internal betterment by retaining the current condition in order to avoid the worse condition caused by strong external threats.
Taking into consideration the map of organization position and strategy formulation, this research has determined an organization objective, target, policy, and program. The determined strategy is the Ministry of Communication and Information Technology needs to review the domestic policy on the telecommunication service liberalization in ASEAN in order to eliminate the internal weaknesses and the negative impact of liberalization.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
T30142
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indar Atmanto
Jakarta: Independent Society, 2013
384 IND k (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>