Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172029 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Di beberapa wilayah, program rehabilitasi hutan dan tanah mengalami kegagalan akibat rendahnya partisipasi masyarakat dalam menanam dan memelihara pepohonan. Kasus semacam ini banyak dijumpai pada tanah-tanah publik. Di Sumatera Barat, yang sebagian besar terdiri dari hutan, lahan milik pribadi sangat jarang ditemui. Karena itu, dipandang penting untuk menganalisis efektivitas program rehabilitasi hutan dari pola hak penguasaan tanah dan pohon, sebagai dasar sistem insentif bagi penanaman pohon di Sumatera Barat, khususnya di lahan ulayat yang berada di bawah pengelolaan komunitas adat. Kajian ini menyimpulkan bahwa manajemen lahan ulayat masih belum jelas karena terjadi dominasi kepentingan komunal di atas kepentingan perorangan. Sistem insentif perlu ditata-ulang, sehingga terjadi keseimbangan yang proporsional untuk menyelesaikan tumpang tindih antara kepentingan komunal dengan kepentingan perorangan"
340 MIMBAR 27:2(2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Di beberapa wilayah program rehabilitasi hutan dan tanah mengalami kegagalan akibat rendahnya partisipasi masyarakat dalam menanam dan memelihara pepohonan. Di Sumatera Barat dimana sebagian wilayahnya adalah hutan lahan milik pribadi sangat jarang ditemui. Oleh sebab itu penting adanya analisis efektifitas program rehabilitasi hutan dari polah hak penguasaan tanah dan pohonsebagai dasar sistem insentif bagi penanaman pohon di Sumatera Barat khususnya di lahan ulayat yang berada di bawah pengelolaan komunitas adat. Kajian ini menemukan bahwa manajemen lahan ulayat masih belum jelas karena terjadi dominasi kepentingan perorangan. Sistem insentif perlu di tata ulang, sehingga terjadi keseimbangan yang proporsional untuk menyelesaikan tumpang tindih antara kepentingan komunal dengan perorangan."
MIMBAR 28:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anas Saepul Anwar
"Trend penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yang terus berkembang di masyarakat membawa resiko dan dampak buruk terhadap kehidupan masyarakat, untuk menyelamatkan bangsa Indonesia dari ketergantungan terhadap narkotika dan psikotropika, berbagai macam cara telah dilakukan oleh pemerintah, antara lain dengan pembuatan undang-undang anti narkotika dan undang-undang anti psikotropika serta pembentukan beberapa Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika di seluruh Indonesia, hal tersebut sesuai dengan pasal 37 ayat 1 UU No.5 tahun1997 tentang psikotropika, bahwa pengguna psikotropika yang menderita sindrom ketergantungan berkewajiban ikut serta dalam pengobatan atau perawatan, pasal 45 UU No. 22 tahun 1997 tentang narkotika, bahwa pecandu narkotika wajib menjalani pengobatan dan/atau perawatan, dan panduan umum pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan narkotika, bahwa narapidana kasus penyalahgunaan narkotika dan psikotropika khususnya pemakai/pengguna wajib diberikan rehabilitasi, artinya perbaikan kembali kondisi fisik, psikis, dan social kemasyarakatan.
Penelitian untuk melakukan pembinaan dan rehabilitasi terhadap para penyalah guna narkotika dan psikotropika ini menggunakan teori penbinaan ketergantungan terhadap obat-obatan dari Shadi W. Roman dengan konsep metode Therapeutic Community (TC) yang dikembangkan oleh George De Leon. Metode yang digunakan untuk melakukan perubahan adalah memakai konsep sebuah keluarga melalui pertemuan-pertemuan kelompok. Metode peneltian secara deskriptif kualitatif dan studi kasus, tujuannya untuk meneliti dan menggambarkan obyek penelitian secara mendalam terhadap kasus yang diteliti. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, dan pengamatan terhadap subyek yang teriibat didalamnya, serta studi dokumen yang relevan dengan penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembinaan narapidana penyalahgunaan narkotika dan psikotropika melalui Metode Therapeutic Community (TC) pada dasarnya dapat dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Cirebon, namun karena adanya periedaan tahapan pembinaan, keterbatasan sumber daya manusia, minimnya sarana dan prasarana dan tidak adanya anggaran keuangan, mengakibatkan tidak semua pertemuan kelompok dan tahapan pelayanan metode TC dapat dilaksanakan sehingga pelaksanaan pembinaan narapidana melalui metode TC berjalan kurang efektif.

The increasing trend of narcotics and pshycotropics abuse in the society has brought some risks as well as bad effect to the society's life, Thus in order to save Indonesian from addiction to the narcotics and psychotropics, a lots of measures have been conducted by the government, such as the creation of the anti narcotics and anti pshycotropics law as well as some Narcotics Correctional Institutions (Which-so-called Lapas) all over Indonesia, which based on the article 37 (1) Law number 5 year 1997 concerning psychotropics; mentioning that the psychotropics users suffering the addiction syndrome ought to participate in the therapy or treatment program, and the article 45 Law number 22 year 1997 concerning narcotics, mentioning that the narcotics addicted should participate in a therapy and/or building process, and the general guide of the rehabilitation in the Narcotics Correctional Institution, that the prisoners of the narcotis and psycotropics abusing case, in particular the users should be given a rehabilitation, which means the process of recovering their physical, psychological as well as social condition.
The research is scrutinizing about the building and rehabilitation, towards the narcotics and psycotropics abusers by adopting the the theory of drugs addicted building/rehabilitation from shadi W. Roman, the one using the concept Therapeutic Community (TC) Method, depeloved by George de Leon. The method meant to make the change expected will be using the concept of family through some group meetings. The research-Method used here is descriptive-qualitative and case study, with purpose to scrutinize and describe the research object profoundly within the case being scrutinized. The technic used in data collecting is profound interview, and observation towards the subject involved within, as well as document study which is relevant to the research.
The research result shows that the building and rehabilitation of narcotics and psycotropics abuse prisoners through the Therapeutic Community (TC)
Method basicly can be implemented in Cirebon Narcotics Correction Institution, but due to the difference of the building/treatment steps, the limited human resources, the minimum facilities and the absence of regular budget, not all regular group meeting and the TC method steps services can be conducted well, which familiy brought cunsequence in the form of the ineffectivity of the TC method Community (TC) Method based treatment.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22160
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilis Kusmawati
"ABSTRAK
Masalah perumahan merupakan salah satu fenomena kemiskinan yang paling menonjol di wilayah perkotaan. Untuk mengatasi masalah ini, Departemen Sosial menetapkan kebijakan sosial melalui Program Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh (RSDK). Program RSDK ditujukan bagi keluarga berumah tidak layak huni di daerah kumuh. Permasalahan yang diungkap dalam tesis ini adalah (1) bagaimanakah kondisi perumahan dan lingkungan pemukiman KBS termasuk di dalamnya sarana dan prasarana sosial yang ada, (2) bagaimanakah pemahaman KBS tentang pola hidup sehat, (3) bagaimanakah kemampuan KBS dalam memanfaatkan sarana sosial tersebut. Untuk mengetahui hal ini, maka dilakukan penelitian evaluatif terhadap pelaksanaan program RSDK. Program RSDK dapat dikategorikan sebagai salah satu jenis program dalam pengembangan masyarakat. Selanjutnya program RSDK diterapkan melalui proses yang berkesinambungan dari satu tahap ke tahap berikutnya, dengan mempergunakan teknik-teknik pekerjaan sosial, karena diterapkan pada 5 RW yang merupakan satu kesatuan geografis.
Mengacu pada pemikiran Lippit (1958) tentang proses pengembangan masyarakat, maka pelaksanaan program RSDK dapat digambarkan sebagai berikut (a) tahap kontak antara warga masyarakat dengan lembaga/agen perubahan. Dalam program RSDK kontak yang terjadi adalah petugas pengembangan masyarakat mendatangi komunitas pada daerah yang menjadi sasarannya (b) tahap membentuk relasi perubahan, yaitu kegiatan Bimbingan Pengembangan Swadaya Sosial Masyarakat, yang berupa penyuluhan pengembangan motivasi perubahan (c) kegiatan kearah perubahan, yaitu proses pelaksanaan perbaikan perumahan dan lingkungan pemikiman (d) generalisasi dan stabilitasi perubahan. Generalisasi baru terlihat pada area dimana 24 KBS tinggal. Stabilisasi perubahan, yaitu perubahan tingkah laku/sikap hidup sehat, baru pada tahap awal (e) terminasi yang terjadi adalah terminasi program, sedangkan bimbingan perubahan nilai dan sikap diteruskan. Pelaksanaan program RSDK telah berhasil membantu perbaikan rumah sebanyak 23 orang dari 24 yang menjadi sasaran program. Peran petugas pengembangan masyarakat (PSK) adalah sebagai enabler yaitu petugas yang menerapkan alur pemikiran pelayanan sosial. Dalam mengadakan pendekatan dan bimbingan sosial PSK dibantu oleh kader sebagai PSM (Pekerja Sosial Masyarakat).
Hasil penelitian menggambarkan bahwa terdapat beberapa kekurangan dalam pelaksanaan program RSDK, yaitu : (1) persiapan sosial (social preparation) kurang menyentuh kelompok sasaran. (2) kurang efektifnya kelompok kerja dalam proses perbaikan rumah. Untuk mengatasinya disarankan (a) penyampaian materi pada kegiatan penyuluhan, baik mengenai kebijakan sosial sebagai salah satu bentuk teknologi sosial maupun materi lainnya yang berkaitan dengan permasalahan daerah kumuh, perlu disampaikan kedalam bahasa yang lebih sederhana, tidak menggunakan istilah-istilah yang masih asing dan sulit dipahami oleh Keluarga Bina Sosial (b) untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas pengembangan masyarakat(PSK) dalam pelaksanaan kegiatan, perlu memperoleh informasi yang mutakhir tentang kebijakan sosial dan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan keterampilan yang dapat menunjang pelaksanaan tugas di lapangan."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indrajaya
"Dewasa ini disatu sisi permasalahan kenakalan anak kian serius dan kompleks, disisi lain institusi keluarga yang seharusnya menjadi lingkungan utama yang bertanggungjawab dalam membina, mendidik dan rnengembangkan perilaku anak mengalami pelemahan daya family cohesiveness yang menyebabkan tidak setiap keluarga dapat mengatasi kenakalan anaknya. Disinilah peran pelayanan rehabilitasi sosial anak nakal melalui sistem panti semakin penting dalam bertindak selaku pengasuh pengganti sementara dalam membina anak. Dalam kaitan itu manajemen pelayanan merupakan hal yang mendasari berhasil tidaknya proses pembinaan yang dilakukan maka penelitian dengan permasalahan pokok bagairnana realitas penempan kebijakan manajemen pelayanan sistem panti melaksanakan proses manajerialnya dalam mencapai tujuan pelayanan menjadi sangat penting.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran obyektif tentang realitas penerapan kebijakan manajemen pelayanan sistem panti serta masalah-masalah yang dihadapinya dan bagaimana upaya untuk mengatasinya. Penerapan kebijakan manajemen sistem panti ini ditelaah dengan pendekatan perspektif sistim. Secara akademis hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan dorongan bagi perkembangan pengetahun llmu Kesejahteraan Sosial dan praktek profesi pekerjaan sosial di Indonesia khususnya dalam studi manajemen organisasi pelayanan sosialnya. Kegunaan praktisnya sebagai masukan peningkatan kualitas manajemen pelayanan sosial khususnya yang diselenggarakan melalui sistem panti.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis melalui pendekatan kualitatif; penentuan informasinya secara purposive. Data penelitian dikumpulkan melalui studi kepustakaan,wawancara mendalam dan observasi. Sasaran penelitian adalah PSMP Handayani Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PSMP Handayani sebagai lembaga pelayanan sosial pemerintah yang bertindak bertugas memperbaiki dan memperkuat keberfungsian perorangan dan keluarga yang berkaitan dengan peran perannya dalam membina anak nakal belum dapat menghasilkan target fungsional bagi penerima pelayanannya,dikarenakan antara lain penerapan kebijakan menajemen pelayanan panti belum mampu berbuat banyak secara kreatif mengintegrasikan dan memanfaatkan sumber-sumber internal dan eksternal yang ada dalam lingkungannya menjadi suatu kesatuan yang utuh bagi keberhasilan pelayanannya. Hal ini terlihat dari 1) pelaksanaan manajemen panti pada aspek struktur organisasinya dimana manajemen panti belum dapat mewujudkan mekanisme kerja yang membentuk suatu pola kerja yang saling mengisi dan menunjang sebagi suatu aktivitas pelayanan yang mempunyai kesamaan arab, 2) pelaksanaan manajemen panti pada aspek lingkungan dimana manajemen panti belum dapat secara kreatif mengkaitkan/melibatkan aktivitas manajemennya dengan unsur-unsur lingkungan dalam upaya mendapatkan segala jenis sumber yang diperlukannya., 3) pelaksanaan manajemen panti pada aspek sumberdaya rnanusianya dimana manajemen panti belum mampu mendapatkan, mengatur dan mengoptimalkan peran sumberdaya manusianya bagi kegiatan pencapaian tujuan pelayanan secara Iebih berhasil. Kondisi manajemen ini dipengaruhi oleh masih sangat terbatasnya kuantitas, kualitas dan komposisi pegawai yang berkemampuan manajerial secara memadai dan adanya keterbatasan alokasi anggaran dari pemerintah.
Unluk pembenahan kondisi tersebut, agar panti dapat berperan lebih nyata dalam menghasilkan sasaran fungsional bagi penerima pelayanannya, disarankan hal-hal sebagai berikut : 1) dalam pelaksanaan manajemen pada aspek struktur organisasi perlu dilakukan analisis jabatan sebagai dasar penentuan pembagian tugas dan prosedur kerja; perlu diciptakan mekanisme kerja dan koordinasi yang baik diantara sesama komponen pemberi pelayanan; perlu dibenahi dan diterapkannya instrumen administrasi pelayanan serta dilaksanakannya sistem pencatatan dan pelaporan secara periodik dan teratur. 2) Dalam pelaksanaan manajemen pada aspek lingkungan perlu dilakukan sosialisasi program dengan penggunaan konsep ? Social Marketing? dan perlu dibentuk jaringan kerja pelayanan dengan lembaga terkait.3) Dalam pelaksanaan manajemen pada aspek sumberdaya manusia perlu dilakukan pembenahan pengelolan SDM melalui pelaksanaan analisa kebutuhan dan perencanaan SDM; dilaksanakannya secara terprogram dan intensif pelaksanaan orientasi dan supervisi.
Seiring dengan upaya tersebut diusahakan pula peningkatan kualitas SDM panti, khususnya para manajer, pekerja sosial dah pengasuh serta diupayakan pula tersedianya tenaga profesi lain sesuai dengan kebutuhan panti seperti tenaga profesi kependidikan., psikolog, psikiater, instruktur keterampilan dan lain lainnya dengan pemberian insentif/gaji yang layak sehingga pelayanan yang diberikan merupakan pelayanan yang terintegratif dan profesional. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T3114
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fenesia Mayangsari
"Skripsi ini membahas tentang pelaksanaan IPWL mengenai program wajib lapor berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 di Lembaga Komunitas “X” Kota Depok. Disahkannya program wajib lapor dan menggandeng lembaga-lembaga terpilih sebagai pelaksana IPWL, merupakan sebuah wujud upaya pemerintah dalam mengatasi tingginya kasus penyalahgunaan narkotika di Indonesia serta bertujuan memberikan wadah bagi pecandu narkotika memperoleh haknya untuk sembuh melalui rehabilitasi (dalam penelitian ini rehabilitasi sosial). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pelaksanaan IPWL yang diselenggarakan di Lembaga Komunitas “X” Depok. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan pelaksanaan program wajib lapor di IPWL Lembaga Komunitas “X” Depok, melaksanakan tugas sebagai IPWL dengan SOP yang telah dibuat dan dikembangkannya sesuai pedoman Kementerian. Terdapat beberapa perbedaan dalam pelaksanaannya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 yaitu tidak terdapat tenaga psikolog dan tenaga pekerja sosial secara langsung saat pelaksanaan, melainkan hanya pada saat rapat koordinasi dan workshop. IPWL Lembaga Komunitas “X” melaksanakan rehabilitasi sosial dengan metode “12 langkah” yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan juga dikemas kedalam kegiatan sharing feeling. Lembaga Komunitas “X memiliki sumberdaya yang memadai serta struktur organisasi yang jelas. Di sisi lain, terdapat hambatan dalam pencairan dana/gaji oleh pemerintah bagi para tenaga pelaksana tetap IPWL Lembaga Komunitas “X” Depok yang perlu menjadi perhatian khusus dan evaluasi bagi pemerintah. Kemudian jam buka operasional Lembaga Komunitas “X” sebagai IPWL terlalu siang yaitu pukul 10.00 WIB, menyebabkan klien rawat jalan yang berstatus pekerja khususnya bekerja dengan sistem shift, mengalami kendala untuk melakukan konseling rutin mingguan. Wajib menjadi poin penting bagi IPWL Lembaga Komunitas “X” Depok untuk memperbaiki kebijakannya dan lebih memperhatikan hak klien rawat jalan.

This research is review about the implementation of IPWL on the ‘Compulsory Reporting Program’ based on Government Regulation Number 25 of 2011 in the “X” Community Institution in Depok. The existence of a “Compulsory Reporting Program” by the government in collaboration with attempt by the government to reduce the high number of cases of drug abuse in Indonesia, and aims to provide a forum forn narcotics addicts to get their right to recover through rehabilitation, in this research, is social rehabilitation. The purpose of this research is to analyze the implementation of ‘compulsory reporting’ held at “X” Community Institution as IPWL. This research is a qualitative research with a descriptive design. The result of this research, it was found that the implementation of the “Compulsory Report Program” in Community Institutions “X” runs IPWL using a Standard Operating Procedure that has been developed according to the guidelines given by the government. There are several differences in it’s application with government regulation number 25 of 2011. The difference is that there are no psychologists and social workers during the inplementation, but only gathering during coordination meetings and workshops. The Community Institution “X” carries out sosial rehabilitation using the “12 steps” method which is applied in daily and also packaged into “Sharing Feeling” activities, there are has adequate resource and a clear organizational structure. However, there were still barriers to disbursement of funds (salary/incentive) by the government for the implementers of ‘Compulsory Reporting Program’, it must be a concern and evaluation for the government. Another barriers is, the Community Institution “X” has operating hours at 10.00 am. This causes difficulties for outpatient clients who are workers and have a shift system in their work to come for counseling with coucelor at IPWL of “X” Community Institution. Must be an important point for IPWL to improve their policies about the operating hours, and pay more attention to the rights of outpatient clients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Di Kabupaten Ponorogo, tepatnya di Kecamatan Ngebel masyarakatnya dikenal sebagai petani lahan kering yang gemar menanam , berbagai jenis tanaman apa saja ditanam, termasuk tanaman cengkeh. Tanaman ini telah lama menjadi komoditi dalam meningkatkan ekonomi keluarga...."
PATRA 10(1-2) 2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
St. Mahmud Syaukat
"Penelitian ini bertujuan untuk meneliti dan menemukan jawaban apakah Hak Guna Usaha yang diberikan di atas tanah ulayat memenuhi konsep keadilan dan sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah “normative-empiris” yaitu dengan menganalisa aturan perundang-undangan yang ada, kemudian mengujinya dengan praktek empiris yang peneliti temukan di lapangan. Tekhnik pendekatan yang peneliti lakukanya itu kualitatif dengan melakukan wawancara yang mendalam dengan responden yang ada di lapangan. Dari hasil penelitian baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, dapat dideskripsikan sebagaimana di bawah ini:
Salah satu tujaun Undang-Undang No.5 Tahun 1960, tentang Undang-Undang Pokok Agraria atau yang sering disingkat UUPA adalah “meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagian dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, UUPA telah menyusun pokok-pokok aturan yang menyangkut bumi, air, dan ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang dikelompokkan kedalam 8 (delapan) asas yang peneliti sebut sebagai 8 (delapan) asas UUPA yakni : 1) Asas Kebangsaan, 2) Asas Kekuasaan Negara, 3) Asas Pengakuan atas Hak Ulayat, 4) Asas Fungsisosial, 5) Asas kewarganegaraan, 6) Asas Kesetaraan dan Perlindungan, 7) Asas Landreform, 8) Asas Rencana Umum.
Berdasarkan asas Kekuasaan Negara, ditetapkan hak-hak atas tanah yaitu sebagaimana yang ditetapkan dalam pasal 16. Salah satu hak atas tanah tersebut adalah Hak guna Usaha (HGU). HGU ini adalah salah satu dari hak yang tidak berdasarkan sistematik hukum adat disamping Hak guna Bangunan (HGB), namun menurut penjelasannya, hak ini diadakan untuk memenuhi keperluan masyarakat modern saat ini Sesuai dengan pasal 28 ayat (1) UUPA, HGU merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.Sungguh pun begitu, UUPA member peluang untuk memberikan Tanah Ulayat sebagai obyekdari HGU tersebut.
Sementara, UUPA juga memberikan pengakuan kepada Tanah Ulayat sebagai hak dari masyarakat hukum adat, dengan persyaratan sepanjang masih ada dan sesuai dengan kepentingan nasional. Persyaratan tersebut membuat posisi Tanah Ulayat menjadi dilematis, dimana pada satu sisi diakui keberadaannya, dan di sisi lain, harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu terhadap pengakuannya. Oleh karena itu, dalam prakteknya, justru “Tanah Ulayat” sangat banyak menjadi obyek HGU dan tidak jarang menimbulkan konflik. Cara-cara penyerahan Tanah Ulayat menjadi obyek HGU ada tiga macam yaitu: 1) Diserahkan secara sukarela, 2) Pengebirian UUPA oleh undang-undang lain, dan 3) Alasan kepentingan umum.
Ketiga bentuk penyerahan tersebut sama-sama berpotensi menimbulkan konflik baik konflik vertical maupun konflik horizontal. Penyerahan Tanah Ulayat sebagai obyek HGU, telah menyebabkan terjadinya penguasaan tidak terkendali terhadap tanah masyarakat adat tersebut, meskipun pada kenyataannya, Indonesia menjadi negara yang memilki perkebunan kelapa sawit terluas di dunia, yang mencapai 9 juta hektar.Namun di balik itu, suatu hal yang ironis, keadilan dan kemakmuran sebagaimana yang menjadi tujuan UUPA tidak terwujud, bahkan sebaliknya ketidakadilan dan kemiskinan telah menjadi langganan yang abadi bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan terkosentrasinya penguasaan tanah kepada segelintir orang yang mempunyai modal, sementara program “landreform” yang merupakan salah satu asas dari UUPA dan yang diharapkan akan membawa keadilan dan kemakmuran tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Hasil penelitian lapangan yang peneliti lakukan menujukan bahwa, penguasaan tanah ulayat oleh pemegang HGU, hanya menguntungkan pemegang HGU tersebut, sementara penghasilan yang diperoleh petani yang berstatus petani plasma tidak lebih dari penghasilan buruh tani. Meskipun diakui, penghasilan tersebut bersifat tetap dan menjamin kelangsungan hidup petani tersebut. Namun, secara hakikat, jauh dari apa yang disebut "Sejahtera".

The aim of this research is to examine and find answer whether a given leasehold on communal lands meet the concept of the justice and the greatest prosperity for the people. The technique used is a qualitative approach by conducting a depth interview with some respondents in place of research. The method used in this research is a normative- empirical by analyzing the rules and the regulation that exist, then test it with empirical practice that researcher has found in the research. The result of this research can be described as follow :
One of the purposes of the Act No.5 of 1960( herein after refer to as UUPA) is lying the groundwork for the preparation of National Agrarian Law would be an instrument to bring prosperity, the happiness, and justice for the people and nation mainly peasant society in the framework a fair and prosperous society.
To achieve the goals, UUPA has made the points rule concerning the earth, water and air space are grouped into eight principles that researchers refer to as the eight principles of UUPA namely: 1) The principle of Nationality, 2) The principle of State authority, 3) The principle of recognition of customary right, 4) The principle of social functions, 5) The principle of citizenship, 6) The principle of equality and protection, 7) The principle of land reform, 8) The principle of general plan.
Base on the principle of State authority, set the right on land namely as set in the article 16 of UUPA. One of the rights is “ leasehold” (herein after refer to as HGU). It is one of right on land which is not based on customary law. Another is building rights. But in the general explanation of UUPA, this right is made to meet the requirement of today’s modern society.
In accordance with article 28 paragraph 1 of UUPA, HGU is the right to manage the land owned directly by the state. Even though so, UUPA provide an opportunity to give Customary Land as the object of HGU. While UUPA also give recognition to Customary Land as the right of the indigenous community with conditions as long as still there and in accordance with national interest. The requirement has made the right to cultivate in a dilemma as on the one hand UUPA acknowledge its existence but in the other hand it must fulfill a certain requirement to be recognized. In practice, even the most communal lands become the object of HGU and often cause conflict with indigenous people. There are three kinds of hand over the customary land to HGU applicant. 1) Voluntary surrender, 2) Castration of UUPA by other Law, 3) The reason public interest.
The third form submission have the same potential for conflict both vertical and horizontal conflict. Submission of communal lands as an object of HGU has resulted in uncontrolled possession of the lands of the indigenous people. Even in fact, Indonesia become the largest palm oil production countries in the world achieving 9 billion hectare. However, an ironic thing, justice and prosperity as the main goal of UUPA is not realized. On the contrary, injustice and poverty have become immortal subscription to the people and the nation of Indonesia. It because the concentration of land ownership to a handful of people who have capital. While landrefom program as one of the principles in the UUPA and expected to bring justice and prosperity not working properly.
The result of research indicate that the lease hold on communal land will only benefit that concession holder of HGU. Meanwhile the income of small holder farmaer as nothing more than a hodge income. Although admittedly, the income is fixed and ensure the survival of the farmers. But in nature, away from the so-called prosperous.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39031
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Pratiwi
"ABSTRAK
Pohon kepel (Stelechocarpus burahol) di FMIPA UI sebagian besar (8 dari 9 pohon) ditumbuhi oleh benalu Dendrophthoe pentandra (Loranthaceae). Keberadaan benalu tersebut diduga dapat menyebabkan kerusakan pohon S. burahol. Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan mengetahui tingkat kerusakan S. burahol akibat ditumbuhi benalu. Benalu yang tumbuh pada S. burahol dapat menyebabkan kerusakan morfologi dan anatomi. Kerusakan morfologi dapat diketahui dengan menghitung selisih keliling cabang pohon S. burahol bagian proksimal dan distal. Kerusakan anatomi dapat dilihat berdasarkan potongan membujur haustorium benalu yang menempel pada cabang S. burahol. Hasil penelitian menunjukkan nilai kerusakan pohon S. burahol tertinggi sebesar 94,3% (sangat rusak), sedangkan berdasarkan pengamatan potongan membujur haustorium benalu terlihat bagian jaringan cabang S. burahol yang mengalami kerusakan akibat penetrasi haustorium benalu (collapsed zone). Benalu D. pentandra yang tumbuh pada S. burahol dalam jangka panjang akan menyebabkan kematian yang berakibat kepada penurunan populasi pohon S. burahol di FMIPA UI.

ABSTRACT
Majority of Kepel tree (Stelechocarpus burahol) in FMIPA UI (8 of 9 trees) overgrown by mistletoe Dendrophthoe pentandra (Loranthaceae). The mistletoe suspected to cause damage to S. burahol trees. Therefore, the research to determine the level of damage as a result of overgrown mistletoe on S. burahol is done. The mistletoe that grows on S. burahol can cause morphology and anatomy damage. Morphology damage can be determined by calculating the difference in circumference of tree branches S. burahol on proximal and distal parts. Anatomy damage can be viewed by piece of longitudinal section haustorium of mistletoe that attaches to the S. burahol branch. The results showed that the highest value of damage to S. burahol trees is 94.3% (very damaged), whereas based on longitudinal section part of the S. burahol branch tissue damaged by penetration haustorium of mistletoe (collapsed zone) could be seen. Mistletoe of D. pentandra that grows on S. burahol in the long time will lead to death and caused the population of S. burahol trees in FMIPA UI declined.
"
2016
S63384
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>