Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 227418 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ledy Visna Asfiani
"Kontinuitas peserta untuk mengikuti Prolanis merupakan salah satu indikator komitmen pelayanan di FKTP, sehingga mengetahui tingkat kepatuhan dan faktor yang mempengaruhinya menjadi hal yang penting. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kepatuhan mengikuti Prolanis dan determinannya pada peserta dengan DM tipe 2 di lima FKTP BPJS Bekasi.
Penelitian ini menggunakan disain cross sectional, pengumpulan data melalui pengisian kuesioner pada 228 peserta Prolanis dengan DM tipe 2 di lima FKTP BPJS Bekasi dan diambil dengan acak sederhana secara proporsional sesuai dengan jumlah peserta di tiap FKTP.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat kepatuhan peserta Prolanis dengan DM tipe 2 di lima FKTP tersebut adalah 3.59. Lama menderita sakit, persepsi manfaat, persepsi penghalang dan pelaksanaan pedoman program berhubungan dengan tingkat kepatuhan peserta. Persepsi penghalang merupakan merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan peserta. Faktor pada individu dan provider tersebut dapat dijadikan sebagai bahan telaah bagi FKTP dalam memfasilitasi kebutuhan peserta sehingga dapat meningkatkan tingkat kepatuhan untuk mengikuti Prolanis.

The continuity of the participant in Prolanis is one of the primary health care services indicator and to find out the level of complience and the factors influencing it, is very important. The aim of the study is to find out the complience level of Prolanis participant and its determinants in type 2 DM patients in five BPJS primary health care in Bekasi.
This is a cross sectional study, using questionnare to 228 participants with type 2 DM with simple random sampling method proportionally. Complience level of the participants is 3.59.
Duration of illness, perceived benefit, perceived barrier and the implementation of the program guidelines are correlated with the complience level with the dominant factor is perceived barrier. Factors in individual and provider can be used as evaluation tools for the primary health care in fascilitating the need of the participants so that it will increase the level of complience.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T45965
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Kurniawati
"Tesis ini membahas hubungan antara Program Pengendalian Penyakit Kronis (PROLANIS) sebagai upaya untuk mencapai kualitas hidup tertinggi bagi peserta BPJS KESEHATAN yang didiagnosis menderita DM tipe 2 dan hipertensi. PROLANIS dikaitkan dengan pemanfaatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan juga rujukan DM Tipe 2 dan Hipertensi. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif, menggunakan data sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin (p = 0,012), jenis partisipasi (p = 0,000), diagnosis medis (p = 0,000), partisipasi dalam PROLANIS (p = 0,000), layanan Homevisit (p = 0,041), jenis perawatan kesehatan primer fasilitas (0,000), ketersediaan SDM (0,000), ketersediaan infrastruktur (p = 0,005), ketersediaan peralatan medis dan obat-obatan (p = 0,000), ruang lingkup layanan (p = 0,000), dan ruang lingkup kegiatan prolanis (p = 0,038) terkait dengan RJTP. Faktor yang paling dominan mempengaruhi RJTP adalah ketersediaan SDM (OR = 16.369).
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa jenis kelamin (p = 0,001), jenis partisipasi (p = 0,000), diagnosis medis (p = 0,000), partisipasi dalam PROLANIS (p = 0,000), durasi bergabung dengan PROLANIS (p = 0,000) , keaktifan kegiatan klub (p = 0,003), keaktifan kegiatan pendidikan (p = 0,015), jenis fasilitas perawatan kesehatan primer (p = 0,000), ketersediaan SDM (p = 0,000), ketersediaan infrastruktur (p = 0,005) , ketersediaan peralatan medis dan obat-obatan (p = 0,000), ruang lingkup layanan (p = 0,000), dan ruang lingkup kegiatan prolanis (p = 0,000) yang terkait dengan rujukan. Faktor yang paling dominan mempengaruhi rujukan adalah ketersediaan perangkat medis dan obat-obatan (OR = 14.901). Penulis merekomendasikan untuk merancang promosi kesehatan tentang PROLANIS, meningkatkan kualitas fasilitas perawatan kesehatan primer, dan mengoptimalkan kegiatan PROLANIS."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Yuniarti
"Ketidakpatuhan terapi Diabetes Melitus (DM) dapat menimbulkan komplikasi kronis mikrovaskular dan makrovaskular. Penelitian ini bertujuan membandingkan antara kepatuhan pasien DM tipe 2 yang diberi booklet yang disusun bersama pasien dan booklet lama. Rancangan penelitian ini adalah quasi experimental design dengan two group pretest-posttest design secara prospektif. Penilaian kepatuhan berdasarkan skor Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) dan kadar hemoglobin terglikasi (HbA1c). Penelitian dilaksanakan di puskesmas Beji dan Pancoran Mas bulan Maret hingga Juni 2013. Total sampel terdiri dari 62 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan mengikuti pretest, hanya 49 pasien DM tipe 2 yang mengikuti hingga akhir penelitian (posttest). Sampel secara random dibagi menjadi kelompok yang menerima booklet yang disusun bersama pasien DM tipe 2 (25 orang) dan kelompok booklet lama (24 orang). Penilaian skor MMAS-8 dan kadar HbA1c diukur sebelum dan 8 minggu setelah pemberian intervensi. Analisis menggunakan uji paired t test untuk perubahan kadar HbA1c serta uji Wilcoxon untuk skor MMAS-8. Pada kelompok yang menerima booklet yang disusun bersama pasien DM tipe 2 menunjukkan perbedaan bermakna kadar HbA1c (p=0,066<0,1) dan skor MMAS-8 (p=0,002<0,05) sebelum dan setelah 8 minggu intervensi. Penelitian ini menunjukkan bahwa media edukasi booklet yang disusun bersama pasien DM tipe 2 dengan bahasa yang mudah dimengerti dapat meningkatkan kepatuhan pasien DM tipe 2 terhadap terapi.

The uncompliance to diabetes mellitus (DM) therapy can lead to chronic microvascular and macrovascular complications. This study aimed to compare the compliance of type 2 DM patients who were given the booklet that rearranged together with the patients and the original booklet. This study design was a quasi experimental design with two group pretest-posttest design prospectively. Compliance assessment score based on Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) and the levels of glycated hemoglobin (HbA1c). Research is carried out in Beji and Pancoran Mas Health Center during March to June 2013. The sample consisted of 62 patients who met the inclusion criteria and follow the pretest, only 49 patients with type 2 diabetes who followed up to the end of the study (posttest). Samples were randomly divided into group receiving the rearranged booklet with type 2 DM patients (25 patients) and original booklet group (24 patients). MMAS-8 assessment scores and HbA1c levels were measured before the intervention and 8 weeks after the intervention. The result is analized by using a paired t-test for change in HbA1c levels and the Wilcoxon test for MMAS-8 score. Group receiving the rearranged booklet with type 2 DM patients showed significant differences in HbA1c levels (p=0.066<0.1) and MMAS-8 scores (p=0.002<0.05) before and after 8 weeks of intervention. So this study may indicate that rearranged booklet with type 2 DM patients as an education media with understandable language may improve the compliance of type 2 diabetes patient to their medication therapy."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T38414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafinda Azis
"Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang terus meningkat jumlah penderitanya dari tahun ke tahun, baik di Indonesia maupun di seluruh negara di dunia. Meningkatnya jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia berdampak pada peningkatan dampak dan kerugian ekonomi akibat besarnya biaya pengobatan yang diperlukan untuk pengobatan jangka panjang. Pengobatan diabetes melitus membutuhkan proses dan waktu yang lama. Jika diabetes memasuki kondisi komplikasi, waktu dan biaya yang dikeluarkan akan menjadi dua kali lipat dari sebelumnya. Angka kejadian komplikasi pada diabetes mellitus dapat dikurangi dengan penerapan manajemen diabetes mellitus yang dapat dicapai dengan menerapkan perilaku manajemen diri diabetes mellitus.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku manajemen diri penderita diabetes melitus tipe 2 pada peserta Prolanis di Puskesmas Pratama Jakarta Utara dan faktor-faktor yang berhubungan dengannya. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain cross sectional. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada responden penelitian. Hasil penelitian menunjukkan 54,4% responden memiliki perilaku manajemen diri yang baik. Variabel yang berhubungan dengan penatalaksanaan sendiri diabetes melitus dalam penelitian ini meliputi durasi penderitaan (nilai P = 0,035) dan dukungan keluarga (nilai P = 0,009).
Diabetes mellitus is a chronic disease that continues to increase the number of sufferers from year to year, both in Indonesia and in all countries in the world. The increasing number of diabetes mellitus sufferers in Indonesia has an impact on increasing economic impacts and losses due to the large medical costs required for long-term treatment. Diabetes mellitus treatment requires a long process and time. If diabetes enters a condition of complications, the time and costs incurred will be doubled from before. The incidence of complications in diabetes mellitus can be reduced by the application of diabetes mellitus management which can be achieved by applying diabetes mellitus self-management behavior.
This study aims to determine the self-management behavior of people with diabetes mellitus type 2 in Prolanis participants at Puskesmas Pratama, North Jakarta and the factors related to it. This type of research is quantitative with cross sectional design. The research was conducted by distributing questionnaires to research respondents. The results showed 54.4% of respondents had good self-management behavior. The variables associated with diabetes mellitus self-management in this study included duration of suffering (P value = 0.035) and family support (P value = 0.009)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pertiwi Puji Lestari
"Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit yang menyebabkan morbiditas tinggi, mortalitas, komplikasi penyakit, dan peningkatan biaya kesehatan. Prolanis bertindak sebagai perawatan kesehatan upaya penderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan efektif dan biaya pelayanan kesehatan yang efisien. Namun, kepatuhan pasien DM tipe 2 yang rendah adalah a faktor yang membuat program Prolanis kurang optimal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan deskripsi kepatuhan prolanis pada pasien DM tipe 2 di Bojonggede Perawatan Kesehatan Utama. Ini adalah penelitian kualitatif dengan desain studi kasus. Data Teknik pengumpulan adalah wawancara mendalam, observasi, dan tinjauan dokumen. Itu hasil 7 pasien dengan DM tipe 2 menunjukkan bahwa faktor predisposisi untuk kepatuhan adalah kurangnya pengetahuan tentang DM tipe 2 masih pada tingkat terendah tahu. Bala bantuan Faktor tersebut dari tenaga kesehatan, seperti kegiatan kunjungan rumah masih belum optimal. Sementara
dukungan keluarga telah diberikan, tetapi sebagian kecil dari penderita DM tipe 2 masih kurang dukungan keluarga. Faktor yang memungkinkan kepatuhan prolanis untuk aksesibilitas telah terjangkau, namun fasilitas untuk senam, pendidikan, buku pemantauan kesehatan, dan masih kurang. Faktor persepsi kepatuhan adalah kecemasan tentang DM tipe 2, takut konsekuensi yang akan terjadi, dan adanya manfaat berpartisipasi dalam program prolanis, dan juga hambatan kepatuhan seperti hujan, waktu program implementasi, aktivitas kerja, fasilitas dan infrastruktur.

Type 2 diabetes mellitus is a disease that causes high morbidity, mortality, disease complications, and increased health costs. Prolanis acts as a health care effort for sufferers of chronic diseases to achieve optimal quality of life in an effective and cost efficient health service. However, low compliance with type 2 DM patients is a factor that makes the Prolanis program less than optimal. The purpose of this study is to determine the description of prolanal adherence in type 2 DM patients in Bojonggede Primary Health Care. This is a qualitative research with a case study design. Data collection techniques are in-depth interviews, observations, and document reviews. The results of 7 patients with type 2 DM showed that the predisposing factor for adherence was the lack of knowledge about type 2 DM still at the lowest know level. Reinforcements These factors from health workers, such as home visits are still not optimal. While family support has been provided, but a small proportion of sufferers of type 2 diabetes still lack family support. Factors that allow prolanis compliance for accessibility have been reached, but facilities for gymnastics, education, health monitoring books, and still lacking. Perceived factors of compliance are anxiety about type 2 diabetes, fear of the consequences that will occur, and the benefits of participating in prolanis programs, and also obstacles to compliance such as rain, program implementation time, work activities, facilities and infrastructure.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilum Anam
"Latar Belakang: Sindroma dispepsia sering dialami oleh penderita DM. Asam lambung salah satu faktor agresif terjadinya sindroma dispepsia dan tukak lambung. Penelitian ini bertujuan untuk mencari perbedaan pH lambung pada pasien dispepsia DM dengan yang bukan DM dan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara pH lambung dengan proteinuria dan HbA1c.
Metode: Pasien terdiri dari 30 kelompok DM dan 30 kelompok bukan DM. Masing-masing kelompok dihitung pH lambung basal. pH lambung basal diukur dgn memasukkan elektroda kateter kedalam lambung selama 30 menit kemudian di rekam dgn alat PH Metri merek Digitrapper pH-Z. Beratnya komplikasi DM diukur dengan mikroalbuminuria, sedangkan kendali gula darah diukur dgn HbA1c. Dilakukan uji chi square utk mencari perbedaan pH lambung kelompok DM dgn yg bukan DM, dengan terlebih dahulu menentukan titik potong dgn analisa ROC (Receiver Operating Caracteristic). Dilakukan uji korelasi antara pH lambung basal dengan mikroalbuminuria dan HbA1c pada kelompok pasien DM.
Hasil: pH lambung basal pada dispepsia DM vs non DM (2.30±0.83 vs 2.19±0.52). Dgn uji chi square terdapat perbedaan bermakna antara kelompok DM dengan yang bukan DM. Pada uji korelasi antara pH lambung dengan mikroalbuminuria dijumpai r = 0.47 dan p < 0.05, sedangkan HbA1c dijumpai r=0,59 dan p > 0.05.
Simpulan: Ada perbedaan bermakna pH lambung basal antara pasien dispepsia DM dengan pasien dispepsia bukan DM. Ada korelasi antara pH lambung basal dengan mikroalbuminuria, sedangkan dengan HbA1c tidak ada korelasi. pH lambung basal pada pasien DM adalah 2.03±0.83 sedangkan pada yang bukan DM adalah 2.19±0.52.

Aims: Dyspepsia syndrome often experienced in diabetic patients. Gastric acid was one aggressive factors in dyspepsia syndrome. This aim of this study was to determine differences gastric pH between dyspepsia diabetic and dispepsia without diabetic patients. Also to determine whether there were a correlation between basal gastric pH and microalbuminuria and also HbA1c.
Methods: There were 30 patients diabetic and 30 patients without diabetic. Basal gastric pH was measured with an electrode catheter that inserted into the stomach for 30 minutes. Gastric pH will be recorded with PH Metri Digitrapper pH-Z. Diabetic complications measured by microalbuminuria, while the measured blood sugar control with HbA1c. Chi-square test to determine differences gastric pH between diabetic and without diabetic patients. Correlation test was performed between basal gastric pH and microalbuminuria and also HbA1c.
Results: We found basal gastric pH diabetic and non diabetic patients were (2.30±0.83 vs 2.19±0.52). There was significant differences between diabetic and non diabetic patients. From 30 diabeic patients we found a corelation between basal gastric pH and microalbuminuria (p < 0.05 and r = 0.47) and a no corelation with HbA1c (p > 0.05 and r=0,59).
Conclusions: There was significant differences basal gastric pH between diabetic and non diabetic patients. There was correlation between basal gastric pH and microalbuminuria, and no correlation with HbA1c. Basal gastric pH diabetic patients was 2,30 ± 0.83 and non diabetic patients was 2,19 ± 0,52.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
T58556
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachel Satyawati Yusuf
"[ABSTRAK
Rasa tidak berdaya merupakan salah satu masalah psikososial yang dapat muncul setelah seseorang menderita penyakit kronis. DM merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat dan mengakibatkan seseorang merasa lemah dan merasa tidak berdaya.Perasaan ini merupakan kondisi dimana seseorang kehilangan kontrol terhadap situasi dan merasa tidak bermakna serta merasa tidak bisa mencapai apa yang diinginkan dalam hidupnya. Tindakan yang bisa digunakan untuk menangani pasien DM tipe 2 dengan perasaan tidak berdaya ini adalah teknik berpikir positif dan harapan (afirmasi) positif. Dua teknik tersebut terbukti berhasil dan dapat digunakan oleh para perawat untuk membantu pasien dengan masalah yang sama di ruang rawat umum.

ABSTRACT
Powerlessness is one of psychosocial problems arising after someone suffers from chronical deseases. DM is one of chronical deseases that can make someone feels weak and feels powerless. This feeling is one condition in which someone loses control of situation, feels insignificant and unable to achieve his or her dreams. The treatment that can be used to help DM 2 patients with powerlessness problems is positive thinking and positive expectation (affirmation). Both technics are proven to have been successful and can be used by nurses to help patients with similar problems in the general treatment wards., Powerlessness is one of psychosocial problems arising after someone suffers from chronical deseases DM is one of chronical deseases that can make someone feels weak and feels powerless This feeling is one condition in which someone loses control of situation feels insignificant and unable to achieve his or her dreams The treatment that can be used to help DM 2 patients with powerlessness problems is positive thinking and positive expectation affirmation Both technics are proven to have been successful and can be used by nurses to help patients with similar problems in the general treatment wards ]"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Illavi
"Latar belakang: Program Pengendalian Penyakit Kronis (Prolanis) merupakan garda terdepan penanganan DMT2 di Indonesia sejak 2014. Kontrol metabolik DMT2 yang dikenal dengan ABC: (A) A1c, (B) blood pressure, dan (C) low-density lipoprotein-cholesterol merupakan parameter metabolik utama pencegahan primer PKV pada DMT2.
Tujuan: Mengetahui dan mempelajari peran Prolanis pada pengendalian parameter metabolik dan kesusuaian implementasi kegiatan Prolanis secara bersamaan pada populasi DMT2 di Puskesmas.
Metode: Studi mixed-method ini menggunakan desain penelitian potong lintang di 10 Puskesmas Kecamatan DKI Jakarta menggunakan cluster random sampling. Pengambilan sampel analisis kualitatif dilakukan secara purposive sampling pada penanggung jawab Prolanis lewat wawancara terpimpin serta telaah dokumen pada pemegang program Prolanis. Analisis kuantitatif menggunakan sampel peserta Prolanis di Puskesmas lewat data rekam medis Puskesmas untuk menilai kendali parameter metabolik ABC.
Hasil: Dari 376 peserta Prolanis, 47,9% memiliki nilai HbA1c <7%. Proporsi pengendalian tekanan darah dan kolesterol LDL mencapai 69,7% dan 32,2% secara berturut-turut. Hanya 12,5% subjek yang memiliki kontrol ABC yang baik. Hanya usia >60 tahun yang secara independen berhubungan bermakna dengan pencapaian kontrol HbA1c pada analisis multivariat dengan OR 1,68 (1,11 – 2,56), nilai p 0,015. Analisis kualitatif menunjukkan belum adanya standard operating procedure (SOP) Prolanis yang seragam, keterbatasan obat-obat di Puskesmas, tidak terlaksananya kegiatan kunjungan rumah atau pengingat SMS, dan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Prolanis sejak 2014.
Kesimpulan: Pengendalian HbA1c <7% peserta Prolanis DMT2 mencapai 47,9% di Puskesmas DKI Jakarta. Ketercapaian pengendalian TD, kolesterol LDL, dan IMT secara berturut-turut adalah 69,7%, 32,4%, dan 26,9%. Usia >60 tahun berhubungan dengan kontrol HbA1c yang lebih baik. Tidak didapatkan hubungan antara jenis kelamin, komorbiditas, durasi keikutsertaan dalam Prolanis dan kepatuhan terhadap Prolanis dengan kontrol HbA1c yang baik. Terkait kesesuaian aktivitas Prolanis, seluruh Puskesmas di DKI Jakarta tidak menjalankan kegiatan pengingat SMS dan kunjungan rumah kepada peserta Prolanis. Kualitas Prolanis DMT2 berdasarkan aspek input, proses, output dan luaran masih dirasa kurang baik penerapannya di Puskesmas DKI Jakarta.

Background: A National Chronic Disease Management Program, Prolanis, has been launched to manage T2DM cases Indonesia primary health care facilities since 2014. Managing ABC (HbA1c <7%, blood pressure <140/90 mmHg, and low-density lipoprotein-cholesterol <100 mg/dL) acts as the primary prevention of cardiovascular disaease. Unfortunately, no study has ever evaluated the ABC control and the quality of Prolanis implementation concomitantly.
Aim: To identify the Prolanis’ role in controlling metabolic ABC parameters altogether with the quality of its implementation of Prolanis activities.
Methods: This was a mixed-method study using a triangulation design conducted in 10 primary healthcare facilities in Jakarta, the capital city of Indonesia. A quantitative approach using cross- sectional method was used to analyze the ABC and its affecting factors using T2DM patients’ data in each Puskesmas. Qualitative analysis was conducted using an in-depth interview with the program coordinator to evaluate the implementation of the program activities.
Results: A total of 376 T2DM patients were included in this study. Only 47.9% of subjects reached good glycemic control while only 12.5% met the ABC control criteria. Older age (>60 year) was significantly associated independently with HbA1c <7%, OR 1.68 (95% CI 1.13 – 2.56), p-value 0.015). No significant association was observed in other factors related to HbA1c control. Qualitative analysis showed no similar standard operating procedure on Prolanis implementation, lacking adequate T2DM medications including insulin, inappropriate Prolanis activities, and myriad obstacles that might be associated with poor glycemic control and other metabolic parameters.
Conclusion: Good glycemic control was achieved in 47.9% of Prolanis members. The proportions of subjects who achieved BP, LDL cholesterol, and BMI targets were 69.7%, 32.4%, and 26.9% respectively. Older age (>60 years) was independently associated with desired HbA1c target <7%. No association between sex, comorbidity, duration of Prolanis involvement, and compliance in Prolanis activities with good glycemic control was found in this study. All Puskesmas did not implement SMS reminders and home visits to Prolanis members. The quality of Prolanis at the Puskesmas in DKI Jakarta was not properly implemented based on the input, process, output, and outcome analysis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Apri Budianto
"Senam diabetes merupakan jenis latihan aerobik yang bermanfaat mengontrol kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini bertujuan mengetahui perubahan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang melakukan senam diabetes. Pada penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan pengamatan pada serangkaian waktu (Time Series Design) dengan tehnik pengambilan sampel concecutive sampling. Besarnya sampel pada penelitian ini 87 orang, setiap responden mengikuti senam selama 60 menit, 3 kali seminggu, selama 1 minggu.
Hasil penelitian didapatkan ada perubahan yang signifikan terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang melakukan senam diabetes (p value <0.05). Penelitian ini merekomendasikan bahwa senam diabetes dapat menurunkan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 serta perlu dikembangkan penelitan lebih lanjut.

Diabetes exercise is an aerobic exercise that help Diabetes Mellitus (DM) type 2 patient in maintaining normal blood sugar level. The purpose of this study is to examine the changes in DM type 2 patient’s blood sugar level when they are having diabetes exercise. This is descriptive quantitative study using time series observation design. Sample of 87 patients were recruited using consecutive sampling. Each participant had 60 minutes exercise and 3 times in a week.
The result shows significant changes in decreasing blood sugar level of DM type 2 patient after diabetes exercise (p value <0.05). This study recommends that diabetes exercise can decrease blood sugar level of DM type 2 significantly, and can be continue to further studies.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T38699
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriyani
"LATAR BELAKANG: Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar. Data dari studi global menunjukkan bahwa jumlah penderita Diabetes Melitus pada tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang di dunia (IDF, 2011). Salah satu provinsi yang memiliki prevalensi Diabetes yang tinggi adalah Provinsi Banten. Prevalensi DM Provinsi Banten di daerah perkotaan sebesar 5,3% (mendekati angka nasional 5,7%) (Balitbangkes, 2008).
TUJUAN: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Citangkil dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak, Kota Cilegon.
DISAIN: Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional, yang merupakan analisis data sekunder dari data Program Pengendalian Diabetes Melitus Tipe 2 dan Faktor Risikonya di Kota Cilegon. Data dikumpulkan tahun 2011 dan analisis dilakukan tahun 2012.
HASIL: Prevalensi DM Tipe 2 adalah sebesar 4,4%. Variabel yang terbukti memiliki hubungan dengan kejadian DM Tipe 2 adalah aktivitas fisik (p: 0,032). Orang yang aktivitas sehari-harinya ringan memiliki risiko 2,68 kali untuk menderita DM tipe 2 dibandingkan dengan orang yang aktivitas fisik sehariharinya sedang dan berat (OR: 2,68; 95% CI: 1,11-6,46).

BACKGROUND: Diabetes Mellitus is one of big health problems. Global study showed that diabetician in 2011 had reached 336 millions people (IDF, 2011). One of provinces that had high prevalence of Diabetes Mellitus is Banten Province. The prevalence of Diabetes Mellitus in Banten Province in urban areas is 5,3% (approaching the national prevalence 5,7%) (Balitbangkes, 2008).
OBJECTIVE: The objective of this research was to investigate the risk factors that have correlation with Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) in Citangkil Primary Health Care and Pulo Merak Primary Health Care, Cilegon City.
DESIGN: This research was a quantitative research with cross sectional design. It used the secondary data of T2DM and Its Risk Factors Controlling Program in Cilegon City. Data was collected in 2011 and the analyzing was done in 2012.
RESULT: The Prevalence of T2DM was 4,4%. The variabel that have correlation with T2DM is physical activity (p value: 0,032). People who have low intensity in physical activity has 2,68 times probabilty to get T2DM than people who has middle and high intensity in phisycal activity (OR: 2,68; 95% CI: 1,11-6,46).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>