Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118874 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mayang Gita Mardian
"Anak-anak dengan autism spectrum disorder (ASD) mengalami hambatan dalam komunikasi dan interaksi sosial. Salah satu defisit yang tampak adalah kurangnya joint attention, padahal kemampuan tersebut penting bagi anak untuk membangun komunikasi serta interaksi timbal balik dengan orang lain. Developmental, Individual Differences, Relationship-Based (DIR)/Floortime merupakan salah satu intervensi bagi anak-anak dengan masalah perkembangan seperti ASD dalam mengembangkan JA dalam interaksi sosial, sebagai hasil dari keterlibatan dan hubungan yang terjalin antara pengasuh dan anak.
Maka dari itu, penelitian ini bermaksud untuk mengevaluasi penerapan prinsip-prinsip DIR/Floortime untuk meningkatkan JA dalam interaksi sosial anak laki-laki berusia 7 tahun 4 bulan dengan ASD (level 1), dengan melibatkan nenek sebagai pengasuh utama. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa penerapan prinsip-prinsip DIR / Floortime mampu meningkatkan JA dalam interaksi sosial anak dengan ASD yang terukur dari peningkatan frekuensi dan kualitas JA, jumlah siklus komunikasi, serta peningkatan skor pada alat ukur FEAS.

Children with autism spectrum disorder (ASD) encounter difficulties in social communicating and interacting. One of deficits that is seen is the deficient of joint attention (JA), whereas JA is important for children for developing communication and reciprocal interaction with other people. Developmental, Individual Differences, and Relationship-Based (DIR)/Floortime is one of the interventions which can help children with developmental problem such as ASD in developing JA, as a result of engagement and relationship of child and responsive caregiver.
Thus, this study is interested in evaluating the application of DIR/Floortime principles to improve JA in social interaction of a seven-year-old Indonesian boy with ASD (level 1), by involving his grandmother as his primary caregiver. This results showed that the application of DIR / Floortime principles is able in improving JA in social interaction of a child with ASD, as reflected in the enhancement on frequency and quality of JA, number of circle of communication, and the scoring enhancement of FEAS instrument.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T45349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Larasati
"ABSTRAK
Kemampuan memusatkan atensi merupakan landasan dari kemampuan
belajar yang dibutuhkan setiap anak. Studi dalam aspek perkembangan anak
menunjukkan pentingnya interaksi dan hubungan yang positif dengan pengasuh utama
sebagai media untuk perkembangan dan peningkatan kemampuan dasar bagi anak,
termasuk di dalamnya adalah kemampuan memusatkan atensi. Pendekatan
Developmental, Individual Differences, Relationship-Based (DIR/Floortime)
merupakan salah satu program intervensi yang difokuskan untuk meningkatkan
kualitas interaksi antara pengasuh utama dan anak. Penelitian ini bertujuan untuk
meninjau efektivitas penerapan prinsip DIR/Floortime untuk meningkatkan
kemampuan memusatkan atensi pada anak berusia 4 tahun yang memiliki diagnosa
Early Onset Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa penerapan prinsip DIR/Floortime efektif meningkatkan
kemampuan memusatkan atensi pada anak dengan Early Onset ADHD serta diiringi
dengan peningkatan tahapan perkembangan fungsional emosional anak dan ibu yang
terukur dari peningkatan durasi memusatkan atensi, penurunan frekuensi
distraktibilitas, serta peningkatan skor pada Functional Emotional Assessment Scale
(FEAS).

ABSTRACT
The ability to sustain attention is the foundation of learning ability for every
child. The research on child development shows the importance of positive interaction
and relationship with the primary caregiver as a medium for the child’s development
and mastery of basic developmental skills which includes the ability to sustain
attention. Developmental, Individual Differences, Relationship-Based approach
(DIR/Floortime) is one of the available interventions focused on increasing the
quality of caregiver-child interaction. This study is aimed at investigating the
effectiveness of DIR/Floortime to increase the ability to sustain attention on a 4 yearold
child with Early Onset Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD). The
result of this study indicated that the application of DIR/Floortime principles is
effective in increasing the ability to sustain attention on a 4 year-old child with Early
Onset ADHD, along with the increase of the functional emotional development of
both mother and child as shown with the increase of attention span, the decrease of
frequency of distractibility, and score increase in the Functional Emotional
Assessment Scale (FEAS)."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T36029
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ezra Dessabela Isnannisa
"Kesulitan menjalin komunikasi adalah salah satu fitur utama pada Autism Spectrum Disorder (ASD). Anak dengan ASD cenderung memiliki gangguan pemrosesan sensori yang berdampak pada defisit kemampuan komunikasi. Hal tersebut membuat anak membutuhkan bantuan pengasuh untuk meregulasi diri sebelum dapat menjalin komunikasi dengan orang lain. Salah satu intervensi yang membantu meningkatkan kemampuan komunikasi adalah Developmental, Individual Differences, Relationship (DIR)/Floortime. Intervensi ini mempertimbangkan keunikan profil sensori dan perkembangan functional emotional partisipan sebagai landasan pembuatan program, serta melibatkan pengasuh secara aktif. Secara lebih lanjut, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas DIR Floortime untuk meningkatkan komunikasi antar anak dengan autisme dan ibu dengan profil sensori yang berbeda.  Penelitian ini menggunakan single case design dan multiple baseline across situation untuk mengevaluasi penerapan DIR/Floortime pada situasi free play dan semi-structured play. Lembar Observasi Circle of Communication (CoC) digunakan untuk menghitung jumlah komunikasi dua arah yang terjalin antara anak dan ibu. Skor kapasitas perkembangan functional emotional anak dan ibu juga diukur menggunakan Functional Emotional Assesment Scale (FEAS) untuk mengetahui kapasitas perkembangan yang melandasi kemampuan komunikasi. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa DIR/Floortime efektif untuk meningkatkan jumlah dan kualitas komunikasi antara anak dan ibu. 

The deficit in communication is one of the main features of Autism Spectrum Disorder (ASD). Children with ASD tend to have sensory challenges that aggravates their deficit in their ability to communicate. They need caregivers to help them self-regulate to engage in communication with others.  One of the interventions that often used to increase communication skill in children with ASD is called Developmental, Individual Differences, Relationship (DIR)/Floortime. DIR/Floortime intervention focuses on childrens individual differences, functional emotional development and relationship. Thus, this study aims to evaluate the effectiveness of DIR/Floortime to increase communication between a child with ASD and a mother with different sensory profile. Single case design with multiple baselines across situation was used to evaluate the effectiveness of DIR/Floortime in two settings: free play and semi-structured play. In order to evaluate the effectiveness of the intervention to increase communication, Circle of Communication (CoC) Observation Form was used to measure the frequencies of communication between a child and a mother. The Functional Emotional Assesment Scale (FEAS) was used to assess and measure the child`s and the mother`s functional emotional development capacity. The results indicated that DIR/Floortime is effective to increase the frequency and quality of communication."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T54264
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriany Juhari
"Joint attention (JA) merupakan salah satu defisit pada anak dengan autism spectrum disorder (ASD), padahal, para peneliti telah menemukan bahwa keterampilan JA memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak. JA berhubungan dengan perkembangan bahasa dan interaksi sosial anak, baik anak normal maupun anak ASD. Oleh karena itu, para ahli menyarankan agar joint attention menjadi salah satu target utama dalam penerapan intervensi untuk anak autism. Pada penelitian ini, JA dilatihkan pada anak ASD melalui teknik intervensi gabungan discrete trial training (DTT) dan pivotal response training (PRT) yang merupakan bagian dari pendekatan behavioristik. Pada intervensi ini, dua jenis JA, yaitu response to joint attention (RJA) dan melakukan initiation to joint attention dilatihkan pada anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan teknik intervensi gabungan DTT dan PRT dapat meningkatkan keterampilan JA, baik RJA maupun IJA, pada anak ASD.

Deficit in joint attention is one of characteristic children with autism spectrum disorder (ASD). Since joint attention have important role for language dan social development, researchers suggested joint attention skill as pivotal target in any intervention for autism. In this study, child with ASD were taught to response joint attention bids and initiate joint attention independently. Both of type joint attention were taught to the child with ASD using discret trial training (DTT) and pivotal response training (PRT) technique. Result show that implementation of both DTT and PRT can improve joint attention skill in child with ASD."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T45171
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmine Nur Edwina
"ABSTRAK
Dengan menggunakan desain penelitian mixed-method, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara interaksi ibu-anak dan kemampuan joint attention (JA) pada anak dengan autism spectrum disorder (ASD), khususnya anak dengan ASD usia sekolah yang memiliki kemampuan verbal minim. Metode observasi terstruktur adalah metode pengambilan data utama yang digunakan dalam penelitian. Alat ukur Marschak Interaction Method Rating System (MIMRS) digunakan untuk mengukur kualitas interaksi ibu-anak, sedangkan alat ukur Early Social Communication Scale digunakan untuk mengukur kemampuan JA. Tujuh pasang partisipan ibu dan anak dengan ASD usia sekolah yang memiliki kemampuan verbal minim ikut serta dalam penelitian. Berdasarkan hasil analisis data secara kuantitatif dan kualitatif, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hasil yang tidak sejalan terkait hubungan antara interaksi ibu-anak dan kemampuan JA pada anak dengan ASD usia sekolah yang memiliki kemampuan verbal minim. Berdasarkan hasil analisis kuantitatif dengan menggunakan uji non-parametrik Korelasi Spearman, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi ibu-anak dan kedua kemampuan JA, yaitu kemampuan responding joint attention (RJA), rs = -.060, dan kemampuan initiating joint attention (IJA), rs = .082 (seluruh p > 0.5) pada anak dengan ASD usia sekolah yang memiliki kemampuan verbal minim. Sementara itu, hasil analisis data secara kualitatif menunjukkan bahwa perilaku dan afek dari dimensi engagement terlihat dapat memunculkan kemampuan RJA dan IJA pada anak ASD usia sekolah yang memiliki kemampuan verbal minim.

ABSTRACT
Using a mixed method research design, this study aims to explore the correlation between mother-child interaction and joint attention skill in children with autism spectrum disorder (ASD), specifically minimally verbal school-aged children with ASD. This study used structured observation method in collecting the data. The Marschak Interaction Method Rating System (MIMRS) is used to measure quality of mother-child interaction, as The Early Social Communication Scale is used to quantify joint attention skill. Seven couples of mothers and children with ASD participated in this study. The result shows there is a differences between the quantitative and qualitative analysis of correlation of mother-child interaction and joint attention skill in minimally verbal school-aged children with ASD. Based on quantitative analysis, using a non-parametric Spearman Correlation, result shows that there is no significant correlation between mother-child interaction and both of types of JA, which is responding joint attention (RJA) and initiating joint attention (IJA), rs = .082 (seluruh p > 0.5), in minimally verbal school-aged children with ASD. Meanwhile, result from content analysis shows that mother's affect and behaviors in engagement dimension are able to elicit RJA dan IJA in minimally verbal school-aged children with ASD."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T52614
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlinda Ekapraja
"Initiation of joint attention merupakan kemampuan dasar yang diperlukan individu dalam berinteraksi secara sosial. Kemampuan ini melibatkan aspek bahasa, komunikasi, dan interaksi sosial, yang merupakan area defisit utama pada individu dengan Autism Spectrum Disorder (ASD). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan modifikasi perilaku melalui penerapan prompting dan reinforcement oleh ayah dapat meningkatkan kemampuan initiation of joint attention pada anak dengan ASD. Sebagai subjek dalam penelitian ini adalah DFM, seorang anak laki-laki berusia 10 tahun dan duduk di kelas IV sebuah sekolah dasar negeri inklusi di Jakarta Timur. DFM didiagnosa PDD-NOS saat berusia 2,5 tahun. Program intervensi dilaksanakan dalam 23 sesi dengan terlebih dahulu melatih ayah subjek untuk menerapkan prosedur prompting dan reinforcement. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program intervensi yang dijalankan tidak efektif dalam meningkatkan kemampuan initiation of joint attention pada subjek. Prosedur prompting dan reinforcement belum berhasil diterapkan dengan tepat dan konsisten oleh ayah. Kesiapan ayah dalam menerima pelatihan, kemampuan anak dalam memproses tatapan mata, dan kondisi keluarga subjek merupakan sebagian faktor yang mempengaruhi hasil penelitian. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk meningkatkan intensitas pelatihan kepada ayah sebagai persiapan intervensi, dan evaluasi terus-menerus sepanjang intervensi.

Initiation of joint attention has been considered essential in the establishment of human social interaction. Three aspects are involved in this skill, namely communication, language, and social interaction. These are areas found to be deficit in autistic individuals. This research aimed to determine the effectiveness of father-implemented behavior modification in improving initiation of joint attention on a child with autism. The procedures involved were prompt and reinforcement. The subject of this research was a 10-year old boy who was diagnosed with PDD-NOS at the age of 2.5 years. He is now a 4th-grade-student in an inclusive public school. The intervention program was conducted in 23 sessions, with father`s training preceding the initial intervention. The research resulted in the ineffectiveness of the program. Father-implemented behavior modification`s procedures were found to be non-optimal. Father`s readiness in taking instructions, child`s ability in perceiving eye gaze, and family condition were amongst factors considered to be contributing to the results of the research. Intensifying father`s training preceding intervention and continuous evaluation during intervention were suggested for future research."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T42822
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Carolina Hendarko
"Salah satu ciri anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah kesulitan untuk berkomunikasi fungsional dalam menyampaikan permintaan sehingga menimbulkan perilaku tantrum dan agresif yang mengganggu kehidupan sosial anak dan lingkungannya. Oleh karena itu perlu intervensi dengan metode yang tepat, salah satunya adalah menggunakan prinsip behaviorisme pada Picture Exchange Communication System (PECS). Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa PECS yang dimodifikasi bentuk kartunya sesuai dengan kebutuhan anak dapat meningkatkan keterampilan komunikasi fungsional untuk meminta pada anak dengan ASD berusia empat tahun yang belum bisa berbicara dan setiap hari dititipkan di penitipan anak karena keterbatasan waktu orangtuanya.
Intervensi dilakukan dalam 15 sesi bersama dengan peneliti dengan melibatkan orangtua dan pengasuh di tempat penitipan anak. Instrumen penelitian ini adalah form keterampilan ibu dan anak dalam menerapkan PECS pada fase 1-3B dan form observasi keterampilan dalam menyampaikan permintaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PECS dapat meningkatkan keterampilan komunikasi fungsional dalam menyampaikan permintaan. Dampak dari peningkatan keterampilan komunikasi pada anak adalah menurunnya perilaku tantrum dan agresif. Selain itu kosa kata pada anak meningkat. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memperhatikan kebutuhan dan kemampuan anak.

One of the characteristics of children with Autism Spectrum Disorder (ASD) is deficit in functional communication to requesting that give rise to tantrum and aggressive behavior and impacts in social life. Therefore it is necessary to intervention with the right methods. One of effective intervention is behaviorism principles using Picture Exchange Communication System (PECS). This study aims to prove that card-modified PECS according to the needs of the child can improve functional communication skills to requesting in a four years old non-verbally child with ASD who live in daycare because of limited time to interact with her parent.
Intervention was conducted in 15 sessions involving researcher, parent, and caregivers in daycare. The instruments of this research are the form of mother and child skills in applying phase 1-3B PECS and the observation form of requesting skills. This study show that PECS can improve functional communication skills to requesting. The impact of increasing communication skills in partisipan is a decrease in tantrum and aggressive behavior. Besides that vocabulary in child has increased. For further research it is recommended to pay attention to the needs and abilities of children.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T52533
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imtiaz Amrinusantara Surapaty
"

Kelainan kemampuan bicara dan interaksi sosial merupakan gejala yang sering timbul pada anak-anak Autism Spectrum Disorder.  Akupunktur sebagai terapi tambahan diketahui dapat membantu memperbaiki kemampuan bicara dan interaksi sosial pada anak Autism Spectrum Disorder.  Salah satu modalitas akupunktur dengan efek samping minimal dan aman untuk anak-anak adalah laserpunktur.  Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh laserpunktur terhadap kemampuan bicara dan interaksi sosial pada pasien Autism Spectrum Disorder.  Desain penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar ganda dengan kontrol.  Melibatkan 46 pasien Autism Spectrum Disorder yang dibagi menjadi dua kelompok.  Tidak terdapat subyek penelitian yang dinyatakan gugur (drop out).  Kelompok perlakuan sebanyak 23 pasien mendapatkan terapi sensori integrasi dan laserpunktur, kelompok kontrol sebanyak 23 pasien mendapatkan terapi sensori integrasi dan laserpunktur plasebo, kemudian pada kedua kelompok dilakukan penilaian kemampuan bicara dan interaksi sosial menggunakan kuisioner WeeFIM dan penilaian laporan orang tua menggunakan sensori profile sebelum dan sesudah mendapatkan perlakuan.  Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbaikan nilai kemampuan bicara, interaksi sosial yang lebih baik sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok laserpunktur dibandingkan laserpunktur plasebo.  Skala pemahaman (p<0,001), OR: 18,8, 95%IK: 4,09-87,17.  Ekspresi (p<0,001), OR:  50,2, 95%IK: 5,61-450,2 dan interaksi sosial (p=0,005), OR:7,2, 95%IK: 1,68-31,42 dan nilai laporan orang tua (p=0,765).  Dapat disimpulkan bahwa laserpunktur terbukti efektif terhadap perbaikan nilai kemampuan bicara dan interaksi sosial yang lebih baik dibandingkan laserpunktur plasebo pada anak Autism Spectrum Disorder


Disorder of speech ability and social interaction are the most common symptom in children autism spectrum disorder.  Acupuncture as an adjunctive therapy is knowm to help repair speech ability and social interaction in children autism spectrum disorder.  One of the acupuncture modalities with minimal side effects and safe for children is laser acupuncture or laserpuncture.  This study aims is to determine the laserpuncture effects to speech ability and social interaction in autism spectrum disorder.  The study design is a randomized double-blinded clinical trial, involving 46 patients divided into two groups.  There is no respondent who did not qualify (drop out).  The treatment group (23 patients) received sensory integration and laserpuncture therapy, and the control group (23 patients) received sensory integration and  laserpuncture placebo.  Both of groups evaluated for speech ability and social interaction using WeeFIM questionare and parental report using sensory profile before and after treatment.  The result showed an Improvement of speech ability and social interaction on laserpuncture group better than placebo group before and after treatmet.  Perception score (p<0,001), OR: 18,8, 95%CI: 4,09-87,17. Ekspresion score (p<0,001), OR:  50,2, 95%CI: 5,61-450,2, social interaction score (p=0,005), OR:7,2, 95%CI: 1,68-31,42, and parental report score (p=0,765).  In can be concluded that laserpuncture therapy more better effectively improve speech ability and social interaction score in autism spectrum disorder compared to laserpuncture placebo.

 

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Ainina Novara
"Anak dengan autism spectrum disorder (ASD) memiliki kemampuan komunikasi yang belum berkembang optimal karena adanya gangguan pada masa perkembangan. Mereka memiliki cara meminta yang kurang tepat, misalnya menampilkan perilaku yang kurang sesuai sebagai bentuk permintaan. Diperlukan cara lebih efektif untuk mengganti perilaku meminta yang kurang tepat pada anak dengan ASD. Picture Exchange Communication System (PECS) merupakan sistem komunikasi berbasis gambar yang dirancang untuk membantu meningkatkan kemampuan komunikasi fungsional anak dengan ASD. PECS memungkinan anak untuk berkomunikasi dengan cara menukarkan kartu untuk mendapatkan keinginan dan kebutuhannya yang dilatih menggunakan reinforcement, prompt, dan error-correction. Pada penelitian ini, terdapat dua subjek anak dengan ASD, yakni laki-laki berusia 8 dan perempuan berusia 9 tahun dengan kemampuan komunikasi verbal yang terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan program intervensi PECS fase dua dalam meningkatkan kemampuan komunikasi. Desain penelitian yang digunakan adalah single subject research design dengan metode pengukuran pre dan post intervensi. Program intervensi PECS fase dua merupakan kelanjutan dari intervensi PECS fase satu yang sebelumnya dilakukan. Hasil dari intervensi ini menunjukkan terdapat peningkatan kemampuan anak dalam melakukan PECS fase dua sebelum dan sesudah intervensi. Hasil ini dipengaruhi oleh faktor karakteristik anak, motivasi terkait reinforcement, serta dukungan orang tua.

Children with autism spectrum disorder (ASD) have communication difficulties due to developmental disorders. They have inappropriate ways to communicate, such as displaying aggressive behavior as a form of request. Therefore, a more effective way to replace inappropriate behaviors in children with ASD is required. Picture Exchange Communication System (PECS) is a communication system designed to help improve the functional communication skills of children with ASD. PECS allows children to communicate by exchanging cards to get their wants and needs which are trained using reinforcement, prompt, and error-correction. In this study, there were two children with ASD (8 years-old boy and 9 years-old girl) with limited communication skills. The purpose of this study was to determine the effectiveness of PECS phase two in improving children communication skills. This study used single subject research design with pre and post intervention measurement method. The PECS phase two program is a follow-up intervention to the previously implemented PECS phase one program. The results of this intervention showed that there was an increase in children's ability to perform PECS phase two before and after the intervention. This result was influenced by child characteristics, motivation, and parental support."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joice Novita Limpo
"Penggunaan media elektronik yang berlebihan merupakan perilaku yang sering tampak pada anak dengan autism spectrum disorder (ASD). Perilaku ini penting untuk diintervensi karena penggunaan media elektronik yang berlebihan berkorelasi dengan berbagai efek negatif, seperti masalah kesehatan, tampilnya karakteristik adiksi, serta penurunan keterlibatan anak dalam aktivitas akademik dan sosial. Meskipun banyak penelitian telah dilakukan untuk menginvestigasi efektivitas penerapan prinsip modifikasi perilaku terhadap penggunaan media elektronik pada anak dengan perkembangan normal, namun masih sedikit peneiltian yang berfokus pada anak dengan ASD. Pada penelitian ini, beberapa teknik modifikasi perilaku, yaitu positive reinforcement, extinction, serta penggunaan prompt dan token economy, digunakan untuk menurunkan durasi penggunaan komputer tablet pada anak dengan ASD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan prinsip modifikasi perilaku berhasil menurunkan durasi penggunaan media elektronik pada anak dengan ASD.

The excessive use of electronic media is prevalent among children with autism spectrum disorder. There are several negative effects due to excessive electronic media use, such as health problems, addiction, and lack of or limited participation in academic and social activities. If left untreated, this can become a serious problem. Several studies have indicated that behavior modification intervention is effective in reducing the use of electronic media in typically developing children. However, there is not much research done on the use of behavior modification to reduce the use of electronic media among children with autism. Thus, this research is interested in evaluating the effectiveness of behavior modification intervention in reducing electronic media use in children with ASD. The result shows that behavior modification principles are effective in reducing electronic media use in a child with ASD."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T46419
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>