Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164048 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shirin Istikhara Djamhari
"ABSTRAK
Keadaan ekonomi yang semakin kompetitif menuntut lingkungan kerja untuk dapat mengelola lingkungan kerja secara efektif dan memaksimalkan aset-aset perusahaan, seperti sumber daya manusia. Tingginya tingkat turnover menyebabkan kerugian bagi organisasi dan dapat menghambat organisasi untuk dapat bersaing secara kompetitif. Peneliti menemukan tingginya turnover karena adanya ketidaksesuaian ekspektasi antara karyawan dan organisasi atau yang disebut sebagai kontrak psikologis. Pemahaman mengenai kontrak psikologis karyawan diperlukan untuk menghindari timbulnya dampak buruk bagi perusahaan akibat terlanggarnya kontrak psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kontrak psikologis pada Generasi X dan Generasi Y sebagai mayoritas karyawan saat ini, diukur menggunakan Tilburg Psychological Contract Questionnaire (TPCQ). Hasil penelitian menemukan terdapat perbedaan yang signifikan pada dimensi-dimensi employer obligation, seperti career development, social atmosphere, organizational policies, work-life balance, dan reward. Sementara itu, dimensi job content dan dua dimensi employee obligation yakni in-role behavior dan extra-role behavior tidak memiliki perbedaan yang signifikan.

ABSTRACT
The increasingly competitive economy demands organizations to optimize its working environment as well as its resources, including its human capital. Unfortunately for many, high turnover rates continue to stall organizational growth and competitiveness. Research suggest that high turnover rates are related to an expectation mismatch between the organization and its employees, also known as a psychological contract. This research aims to see the difference in psychological contracts among Generation X and Generation Y employees. This research uses the Tilburg Psychological Contract Questionnaire (TPCQ). The findings of this research suggest significant differences in certain dimensions of psychological contract namely employer obligation, in which are career development, social atmosphere, organizational policies, work-life balance, and reward.
"
2015
S59050
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damanik, Tonggo Evie Chricia
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran perbedaan psychological capital pada Generasi X dan Generasi Y. Pengukuran psychological capital dilakukan dengan menggunakan psychological capital questionnaire oleh Luthans, Youssef, dan Avolio. Partisipan pada penelitian ini berjumlah 245 orang karyawan Generasi X dan Generasi Y yang bekerja di perusahaan di daerah Jabodetabek. Hasil pengolahan data menggunakan independent sample t-test, menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan psychological capital yang signifikan antara karyawan Generasi X M = 4.83, SD = .44 dan Generasi Y M = 4.62, SD = .56 , t 243 = 3.25, p > .01, one-tailed.

The purpose of this study is to examine the differences in psychological capital between Generation X and Generation Y employees. Psychological capital was measured using psychological capital questionnaire PCQ . The sample of this study consisted of 245 participants who worked in companies in Jabodetabek. The result of the study using independent sample t test shows that there is no significant difference in psychological capital among Generation X M 4.83, SD .44 and Generation Y M 4.62, SD .56 , t 243 3.25, p .01, one tailed."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S68882
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudis Sekar Prasasti
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan organizational citizenship behavior antara Generasi X dan Y sebagai generasi yang paling banyak ditemui di dunia kerja saat ini. Menurut Organ (dalam Podsakoff, MacKenzie, Moorman, & Fetter, 1990) organizational citizenship behavior adalah tingkah laku sukarela individu yang mendukung efektivitas perusahaan namun tidak diakui secara eskplisit dalam sistem pemberian reward yang formal. Konstruk ini memiliki lima dimensi, yaitu: altruism, civic virtue, conscientiousness, courtesy dan sportmanship. Data diperoleh dari 212 responden (127 orang Generasi X dan 85 orang Generasi Y) yang mengisi Organizational Citizenship Behavior Scale. Hasil perhitungan statistik dengan teknik independent sample t-test menunjukan bahwa skor dimensi consciencetiousness lebih tinggi secara signifikan pada Generasi X (M = 5,70, SD = 0,87) dibandingkan dengan Generasi Y (M = 3,55, SD = 0,89), t(210) = 17,339, p < 0,05, d = 1,10. Penelitian selanjutnya harus menelaah kembali dimensi organizational citizenship behavior yang sesuai dengan budaya Indonesia.

ABSTRACT
This study aims to determine the differencess on organizational citizenship behavior between Generation X and Generation Y, as the biggest generation in workplace now. Theorically, Organ (in Podsakoff, MacKenzie, Moorman, & Fetter, 1990) defines organizational citizenship behavior as individual behavior that is discretionary, not directly or explicitly recognized by the formal reward system, and that in the aggregate promotes the effective functioning of the organization. This construct has five dimensions: altruism, civic virtue, conscientiousness, courtesy and sportmanship. There are 212 respondens (85 of Generation X and 127 of Generation Y) that filled out Organizational Citizenship Behavior Scale. Independent sample t-test result indicated that Generation X employees had significantly higher score (M = 5,70, SD = 0,87) than Generation Y employees (M = 3,55, SD = 0,89) in conscientiousness, t(210) = 17,339, p < 0,05, d = 1,10. Future study should examine culturaly suitable dimensions of organizational citizenship behavior in Indonesia."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S64524
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arvidyani Anindita
"These days, competition among organizations in attracting and retaining employee is increasing as the number of organizations increase. So the organizations have to know what workforce really seeks and what things are attractive for them. A new construct named employer attractiveness try to figure out what employees find attractive in an organization. Employer attractiveness is the envisioned benefits that potential/existing employees see in working for a specific organization (Jiang & Iles, 2011). The objective of this research is to know the differences on employer attractiveness between Generation X employee and Generation Y employee, because these generations are dominating today’s workforce. Employer attractiveness consists of five dimensions and measured with Employer Attractiveness Scale (EmpAt). From the analysis using independent-measure t-test for 262 data (Generation X = 100; Generation Y = 162), the result shows that Generation Y significantly scores higher than Generation X in interest value, social value, and development value dimension. Meanwhile in economic value and application value dimension, there’s no significant difference between those two generations. Based on the analysis, it is known that gender and education level partially contribute to the result.

Saat ini persaingan perusahaan dalam menarik dan mempertahankan tenaga kerja semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah perusahaan yang ada. Oleh karena itu perusahaan perlu mengetahui apa yang sebenarnya dicari oleh tenaga kerja dan hal-hal apa saja yang dianggap menarik oleh mereka. Sebuah konstruk baru bernama employer attractiveness berusaha melihat hal-hal yang dianggap menarik oleh tenaga kerja. Employer attractiveness adalah keuntungan yang dibayangkan oleh karyawan/calon karyawan apabila ia bekerja di sebuah perusahaan (Jiang & Iles, 2011). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan employer attractiveness antara karyawan Generasi X dan karyawan Generasi Y, sebab tenaga kerja saat ini didominasi oleh kedua generasi tersebut. Employer attractiveness terdiri dari lima dimensi dan diukur menggunakan Employer Attractiveness Scale (EmpAt). Dari hasil analisis menggunakan independent-measure t-test pada 262 data (Generasi X = 100; Generasi Y = 162), diketahui bahwa Generasi Y memiliki skor yang secara signifikan lebih tinggi daripada Generasi X pada dimensi interest value, social value, dan development value. Sementara itu pada dimensi economic value dan application value tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua generasi tersebut. Berdasarkan hasil analisis diketahui pula bahwa jenis kelamin dan tingkat pendidikan berperan secara parsial dalam hasil penelitian ini.
"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S60230
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teresa Indira Andani
"Setiap orang memiliki nilai-nilai yang berperan sebagai panduan dalam menjalani hidup yang mempengaruhi persepsi, sikap dan perilaku seseorang termasuk caranya mengevaluasi hubungan perkawinannya. Kepuasan perkawinan merupakan konstruk yang digunakan untuk mengevaluasi hubungan perkawinan yang mana semakin rendah kepuasan perkawinan seseorang maka cenderung memicu pilihan untuk bercerai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara nilai-nilai dasar pada higher order values yang dikemukakan oleh Schwartz (1992) dengan kepuasan perkawinan dengan melihat perbedaan antara generasi X dan generasi Y. Uji pearson correlation, sequential (hierarchical) multiple regression dan independent sample t-test dilakukan kepada 764 partisipan (217 generasi X dan 547 generasi Y) menggunakan kuesioner berisi 40 item PVQ (Portrait Values Questionnaire) untuk mengukur prioritas nilai dan 6 item QMI (Quality of Marriage Index) untuk mengukur kepuasan perkawinan. Hasilnya, hanya prioritas nilai pada dimensi self – transcendence yang benar-benar terbukti berkontribusi terhadap peningkatan kepuasan perkawinan seseorang. Generasi X memprioritaskan nilai-nilai yang ada pada dimensi conservation sedangkan generasi Y memprioritaskan nilai-nilai yang ada pada dimensi self-transcendence. Kepuasaan perkawinan generasi X ditemukan lebih tinggi dibandingkan generasi Y.

Every person has values that serve as a guide in living life that affects a person's perceptions, attitudes and behavior including how to evaluate they marital relationship. Marital satisfaction is a construct used to evaluate marital relationships where low marriage satisfaction tends to trigger the choice of divorce. This study aims to determine the relationship between the basic values of the higher order values proposed by Schwartz (1992) with marital satisfaction by looking at the differences between generation X and generation Y. Pearson correlation, sequential (hierarchical) multiple regression tests and independent sample t-test were performed on 764 participants (generation X totaling 217 participants and generation Y totaling 547 participants) using a questionnaire containing 40 items of PVQ (Portrait Values Questionnaire) to measure values priority and 6 QMI (Quality of Marriage Index) items to measure marital satisfaction. This research indicates only priority values on the dimension of self-transcendence that shows a significant contribution to the increasing of one’s marriage satisfaction. Generation X prioritizes the values that exist in the conservation dimension while Generation Y prioritizes the values that exist in the dimension of self-transcendence. Generation X's marriage satisfaction is found to be higher than Generation Y."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Nurizki Rifaie
"Tingkat turnover yang tinggi diprediksi akan terus meningkat setiap tahunnya. Saat ini perilaku turnover yang tinggi banyak terjadi pada karyawan Generasi Y dibandingkan dengan generasi lainnya. Peneliti menemukan ada hubungan antara Kesejahteraan Psikologi dan perilaku turnover. Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan kesejahteraan psikologis pada karyawan Generasi X dan Generasi Y. Kesejahteraan psikologis terdiri dari 6 dimensi dan diukur dengan menggunakan The Scale of Psychological Well-Being. Hasil penghitungan pada 290 responden karyawan Generasi X dan Generasi Y menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada dimensi tujuan dalam hidup (t(288) = -2,854, p<0,05) dan pertumbuhan pribadi (t(288) = -2,589, p<0,05) antara karyawan Generasi X dan Generasi Y serta tidak ada perbedaan yang signifikan dalam dimensi penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, penguasaan lingkungan, dan otonomi.

The high rate of turnover is predicted to keep rising every year. This high rate of turnover behavior happens in Generation Y employee compared to other generations. Researcher found correlation beetween psychological well-being and turnover behavior. This study was conducted to look at differences in psychological well-being among Generation X and Generation Y employee. Psychological well-being consists of 6 dimensions and measured using the Scale of Psychological Well-Being. The results of the calculation on 290 respondents Generation X and Generation Y employee shows there are significant differences in the dimensions of purpose in life (t(288) = -2,854, p<0,05), and the personal growth (t(288) = -2,589, p<0,05) and there is no significant differences in the dimensions of positive relationship with others, autonomy, purpose in life, and self acceptance.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55317
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A.A.A. Diana Aryani Djlantik
"Karya akhir ini bertujuan untuk mengetahui dampak pelanggaran kontrak psikologis oleh organisasi terhadap penyimpangan dan perilaku negatif karyawan. Selain itu, juga untuk melihat seberapa besar dampak yang ditimbulkan oleh pelanggaran kontrak psikologis. Kontrak psikologis merupakan kontrak informal tidak tertulis yang terdiri dari ekspektasi karyawan dan atasannya mengenai hubungan kerja yang bersifat timbal balik. Pelanggaran oleh organisasi dapat menyebabkan tindakan negatif dari karyawan yang dapat merugikan organisasi. Untuk hal tersebut dilakukan pengujian hubungan pelanggaran kontrak psikologis sebagai variabel independen dengan penyimpangan perilaku karyawan di tempat kerja (workplace deviant behaviour) dan perilaku negatif karyawan yaitu intention to quit serta neglect of job sebagai variabel dependen.
Penelitian tentang keterkaitan pelanggaran kontrak psikologis dengan workplace deviant behaviour telah dilakukan oleh Zottoli pada tahun 2003. Sedangkan keterkaitan pelanggaran kontrak psikologis dengan intention to quit dan neglect of job telah dilakukan oleh Rousseau dan Robinson pada tahun 1996, Weiss dan Rusbult pada tahun 1988. Penelitian-peneitian tersebut menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara pelanggaran kontrak psikologis dengan workplace deviani behaviour, intention to quit dan neglect of job.
Penelitian karya akhir ini bersifat cross-sectional dengan mengambil metode sampling non-probability sampling dan tehnik convenience sampling di divisi kredit sebuah bank nasional. Pengumpulan data menggunakan penyebaran kuesioner. Analisa data menggunakan statistik deskriptif untuk melihat pola gambaran data dan metode General Linier Modeling-Multivariat untuk menguji hubungan yang dijadikan hipotesis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pelanggaran kontrak psikologis dengan workplace deviant behaviour dan intention to quit. Hal ini dapat disebabkan karena pengaruh faktor-faktor non-organisasi seperti faktor-faktor psikologis (seperti kepribadian seseorang), sosiologis (seperti hubungan pertemanan, hubungan den gan atasan).Hal ini menandakan adanya penyimpangan dan perilaku negatif karyawan dapat tetap terjadi meskipun organisasi telah memenuhi hak-hak karyawannya secara optimal sebagai bentuk timbal balik atas kontribusi karyawan.
Hubungan yang signifikan terdapat pada hubungan pelanggaran kontrak psikologis dengan neglect of job. Tingginya perilaku neglect of job menandakan tindakan balasan yang hanya terkait dengan aspek pekerjaan dan yang relatif mudah untuk dilakukan. Hal ini disebabkan perilaku tersebut tidak terlalu ekstrem dibandingkan dengan perilaku negatif lainnya yang dapat diamati langsung oleh lingkungan kerjanya.
Hasil penelitian ini memiliki beberapa implikasi. Untuk organisasi, dapat dipertimbangkan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya persepsi karyawan tentang terjadinya pelanggaran kontrak psikologis. Terutama tentang hak-hak yang tidak dipenuhi secara optimal oleh organisasi sehingga timbal persepsi terjadi pelanggaran kontrak psikologis. Pengetahuan akan hal ini diharapkan dapat membantu organisasi dalam mencegah dan menghindari dampak negatif yang berkepanjangan. Untuk para akademisi, basil ini dapat rnenjadi penjelas teoritis mengenai kerangka hubungan ketenaga-kerjaan yang tidak hanya berlaku secara formal raja. Untuk penulis, basil temuan berguna untuk memahami peran konsep kontrak psikologis dalam dunia kerja dan peningkatan kontribusi kinerja."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T18339
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisaa Khairina Prima
"ABSTRAK

Berawal dari tingginya tingkat turnover yang tengah dihadapi oleh perusahaan saat ini, peneliti melihat adanya unsur generasi yang berperan dalam intensi untuk meninggalkan pekerjaan. Generasi Y dilaporkan memiliki tingkat turnover yang lebih tinggi dari Generasi X. Dalam diri individu, terdapat suatu hal dasar yang mempengaruhi seseorang untuk bertingkah laku dan mengambil keputusan yang diduga juga dapat mempengaruhi keputusan untuk menetap atau meninggalkan perusahaan, yaitu self-esteem atau lebih dikenal sebagai Organization-Based Self-Esteem pada konteks organisasi. Peneliti tertarik untuk melihat perbedaan tingkat Organization-Based Self-Esteem antara karyawan Generasi X dan Generasi Y. Peneliti berhasil mengumpulkan data dari 297 responden karyawan Generasi X dan Generasi Y. Namun demikian, hasil perbandingan independent sample t-test menunjukkan tidak ada perbedaan Organization-Based Self-Esteem yang signifikan antara karyawan Generasi X dan Generasi Y dengan t(297) =0,673, p>0.05.


ABSTRACT

Begin with the high turnover rate faced by companies today, this study noticed the role of generation in intention to leave the job. Generation Y is reported to have higher turnover rate than Generation X. There is a basic thing in ourself that can influence a person to behave and make decisions that allegedly can also influence the decision to stay or leave the company, known as self-esteem, or better known as Organization-Based Self-Esteem in the organizational context. This study aimed to see the differences of Organization-Based Self-Esteem level among Generation X and Generation Y employees. The data were collected from 297 respondents consist of Generation X and Generation Y employees. However, the comparison of independent sample t-test showed no significant differences of Organization-Based Self – Esteem level among Generation X and Generation Y employees (t(297) =0,673, p>0.05).

"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56954
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinda Susanti
"Angka turnover yang tinggi pada Generasi Y menjadi masalah serius bagi perusahaan. Perusahaan perlu cara yang berbeda untuk menghadapi Generasi Y karena mereka berbeda dari generasi sebelumnya. Penelitian ini menawarkan konstruk jangkar karir sebagai cara untuk memahami perbedaan perilaku kerja antara Generasi X dan Generasi Y. Jangkar karir adalah persepsi individu terhadap kebutuhan, nilai-nilai, dan bakat yang membentuk keputusan karirnya (Igbaria & Baroudi, 1993). Jangkar karir ini memberikan informasi yang relevan mengenai apa yang diinginkan seseorang dari karir mereka daripada konstruk lain. Terdapat dua generasi yang mendominasi tempat kerja saat ini yaitu Generasi X dan Generasi Y. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan jangkar karir pada karyawan Generasi X dan Generasi Y.
Jangkar karir terdiri dari sembilan dimensi. 303 subjek (Generasi X= 106 ; Generasi Y= 197) diperoleh dengan Career Orientation Inventory. Hasil analisis menggunakan independent sample t-tes menunjukkan bahwa Generasi Y memiliki skor lebih tinggi yang signifikan daripada Generasi X pada delapan dimensi jangkar karir yaitu geographic security, job security, managerial competence, autonomy, sense of service, pure challenge, entrepreneurship, dan lifestyle. Hanya pada satu dimensi yaitu technical competence Generasi Y tidak memiliki skor lebih tinggi yang signifikan daripada Generasi X.

High rate of turnover in Generation Y has ben a serious problem for companies. Companies need different ways to deal with Generation Y turnovers from the ways the currently do with the previous generations. This research offers career anchors as a way to understand differences in work behavior between Generation X dan Generation Y. Career anchors are individual's needs, values, and talents that give shape to career decision (Igbaria & Baroudi, 1993). Career anchors provide more relevant information than other constructs do about what an employees want from. There are two generations currently dominateing workplace, Generation X and Generation Y. This study aims to determine differences of career anchor between Generation X and Generation Y employees.
Career anchor consists of nine dimensions. 303 subjects (106 Generation Xs and 197 Generation Ys) filled out Career Orientation Inventory. Independent sample t-test analysis shows that Generation Ys significantly scored higher than Generation X in eight dimensions of career anchors including geographic security, job security, managerial competence, autonomy, sense of service, pure challenge, entrepreneurship, and lifestyle. Only in one dimension, technical competence, that Generation Y‟s did not significantly scored higher significantly than Generation X`s."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S58795
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan dimensi perilaku
kepemimpinan pada Generasi X dan Generasi Y. Turnover yang tinggi antara Generasi
Y menjadi masalah serius bagi perusahaan. Penyebab Generasi Y keluar dari
perusahaan seringkali karena adanya harapan yang berbeda terhadap perilaku
kepemimpinan dibandingkan dengan rekan generasi yang berbeda yaitu Generasi X
(Schawbel, 2011). Perusahaan dan atasan perlu menetapkan strategi baru untuk
mengelola Generasi Y karena mereka berbeda dengan generasi sebelumnya. Penelitian
menunjukkan bahwa kepemimpinan penting untuk mempertahankan Generasi Y di
tempat kerja. Perilaku kepemimpinan menjadi hal relevan untuk mengurangi angka
turnover dan dapat mencapai keberhasilan organisasi (Northouse, 2001). Perilaku
kepemimpinan adalah tingkah laku atau tindakan atasan dalam membangun dan
membimbing tim atau bawahan yang berbakat dan berkomitmen dalam mencapai
tujuan yang penuh tantangan. Responden penelitian berjumlah 303 mengisi Leadeship
Practice Inventory (Generasi X berjumlah 106 dan Generasi Y berjumlah 197).
Leadership Practice Inventory terdiri dari 5 dimensi yaitu model the way, inspire a
shared vision, challenge the process, enable others to act, dan encourage the heart.
Analisis dengan menggunakan independent sample t-test menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan diantara kedua generasi pada dimensi enable others to act
(p=0.015) dan encourage the heart(p=0.002), dan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan pada dimensi model the way, inspire a shared vision, dan challenge the
process., This study aims to determine differences in the dimensions of leadership behavior
between Generation X and Generation Y. The high Generation Y turnover has become
a serious problem for companies. Most of the time Generation Y leaving companies is
due to the different expectations of leadership behavior compared to their generation
counterparts (Schawbel , 2011). Companies and the leaders need to define a new
strategy to manage Generation Ys differently from they way they manage Generation
Xs. Research shows that leadership behavior is important to maintain Generation Y in
the workplace. Leadership behavior becomes relevant to reduce turnover and can
achieve organizational success (Northouse, 2001). Leadership behavior is defined as
behavior or actions in establishing and guiding team or subordinate team that are
talented and committed in achieving challenging goals. 303 subject filled out LPI (106
Generation Xs and 197 for Generation Ys) filled out the Leadership Practice Inventory
(LPI). LPI consists of five dimensions; model the way, inspire a shared vision,
challenge the process, enable other to act, and encourage the heart. Independent sample
t-test showed significant differences between the two generations in dimensions of
enable others to act (p=0.015) and encourage the heart (p=0.002), and no significant
differences in the five dimensions of model the way, inspire a shared vision, challenge
the process]"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57230
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>