Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158025 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Karina Saraswati
"[ABSTRAKBR
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara resiliensi dan kualitas
pertemanan pada remaja akhir dari keluarga utuh, bercerai, dan menikah kembali.
Resiliensi didefinisikan sebagai perwujudan kualitas pribadi atau kemampuan
individu dalam melakukan coping untuk menghadapi dan dapat bertahan dari
kesulitan atau perubahan. Kualitas pertemanan adalah penilaian individu terhadap
seberapa baik teman dalam memenuhi fungsi-fungsi pertemanan. Pengukuran
resiliensi dilakukan dengan menggunakan alat ukur Resiliency Attitudes and
Skills Profile (RASP) yang dikembangkan oleh Hurtes dan Allen (2001).
Pengukuran kualitas pertemanan dilakukan dengan menggunakan alat ukur
McGill Friendship Questionnaire-Friends' Function (MFQ-FF) yang
dikembangkan oleh Mandelson & Aboud (2012). Partisipan penelitian berjumlah
75 remaja akhir yang tinggal bersama keluarga kandung, bercerai, dan atau tiri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan
antara resiliensi dan kualitas pertemanan pada remaja akhir dari keluarga utuh,
bercerai, dan menikah kembali. Implikasi dari penelitian ini adalah perlunya
pemeliharaan kualitas pertemanan bagi remaja dalam mengalami perceraian atau
pernikahan kembali orang tua untuk mengembangkan resiliensinya.;This research was conducted to find the relationship between resiliency and
friendship quality among late adolescence. Resiliency defined as the manifestation
of individual quality or the ability to cope and survive from adversity or change.
Friendship quality is an individual judgement of the degree to which a friend
fulfills friendship functions. Resiliency was measured by Resiliency Attitudes and
Skills Profile (RASP) (Hurtes and Allen, 2001). Friendship quality is measured by
McGill Friendship Questionnaire-Friends' Function (MFQ-FF) (Mandelson &
Boud, 2012). Participants of this research were 75 late adolescents living with
biological, divorced, or step family. Results shows a positive significant
correlation between resiliency and friendship quality among late adolescence from
intact, divorced, or remarried families. The implication of this study is the
importance of maintaining a good friendship quality for late adolescence who has
experienced parental divorce or remarriage in order to develop their resiliency., This research was conducted to find the relationship between resiliency and
friendship quality among late adolescence. Resiliency defined as the manifestation
of individual quality or the ability to cope and survive from adversity or change.
Friendship quality is an individual judgement of the degree to which a friend
fulfills friendship functions. Resiliency was measured by Resiliency Attitudes and
Skills Profile (RASP) (Hurtes and Allen, 2001). Friendship quality is measured by
McGill Friendship Questionnaire-Friends' Function (MFQ-FF) (Mandelson &
Boud, 2012). Participants of this research were 75 late adolescents living with
biological, divorced, or step family. Results shows a positive significant
correlation between resiliency and friendship quality among late adolescence from
intact, divorced, or remarried families. The implication of this study is the
importance of maintaining a good friendship quality for late adolescence who has
experienced parental divorce or remarriage in order to develop their resiliency.]"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59145
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Vashti Raissa
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara resiliensi dan persepsi positif terhadap pernikahan pada remaja akhir dari latar belakang keluarga yang pernah bercerai. Resiliensi didefinisikan sebagai kemampuan untuk bangkit kembali dan individu dengan sukses dapat mengatasi masalah meskipun kesulitan/kemalangan terjadi. Persepsi terhadap pernikahan mencakup sikap dan ekspektasi terkait keinginan untuk menikah, serta bagaimana gambaran kehidupan pernikahan bagi individu di masa yang akan datang. Pengukuran resiliensi diukur menggunakan alat tes yang disusun untuk penelitian ini dan merupakan adaptasi dari teori Earvolino-Ramirez 2007 dan Wagnild dan Young 1993; dalam Wagnild, 2009 . Pengukuran persepsi terhadap pernikahan dilakukan dengan menggunakan alat ukur Marriage Perception Scale MPS yang dikembangkan oleh Shukla, Deodiya, dan Singh 2013 . Partisipan penelitian berjumlah 220 remaja akhir yang tinggal bersama keluarga asuh. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara resiliensi dan persepsi positif terhadap pernikahan pada remaja akhir dari keluarga yang pernah bercerai.

This research was conducted to find the relationship between resilience and a positive perception toward marriage. Resilience is defined as the ability to bounce back or cope successfully despite substantial adversity. Perception toward marriage consist of attitude and expectation to get married, as well as description about how marriage life would be for a person in the upcoming future. Resilience was measured using an instrument that was newly developed by the researcher herself with a fellow colleague, adapted from theories from Earvolino Ramirez 2007 and Wagnild and Young 1993 Wagnild, 2009 . Perception Toward Marriage was measured using an instrument named Marriage Perception Scale MPS developed by Shukla, Deodiya, and Singh 2013. Participants of this research were collected 220 late adolescents living with residential parent. The Pearson Correlation indicate positive significant correlation between resilience and a positive perception toward marriage.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S68394
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florentynia Pradnya Paramita
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara resiliensi dan coping pada remaja akhir yang memiliki orangtua penderita penyakit kronis. Responden penelitian ini sebanyak 42 orang remaja akhir berusia 18-22 tahun. Resiliensi responden diukur dengan alat ukur bernama Resilience Scale-14 yang disusun oleh Wagnild dan Young (1993) dan telah diadaptasi ke dalam konteks Indonesia. Coping diukur dengan alat ukur Brief COPE yang disusun oleh Carver (1997) dan telah diadaptasi ke dalam konteks Indonesia. Hasil penelitian menujukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara resiliensi dan coping pada remaja yang memiliki orangtua penderita penyakit kronis.

This research was conducted to find the correlation between resilience and coping stress in late adolescence with parental chronic illness. The participants of this research were 42 late adolescence in age 18 to 22 years old. Resilience was measured by using Resilience Scale-14 which was constructed by Wagnild and Young (1993) and had been adapted to Indonesian context. Coping was measured by using Brief COPE which was constructed by Carver (1997) and had been adapted to Indonesian context. The results of this research show that there were not significant correlation between resilience and coping stress in adolescence with parental chronic illness."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gendis Sekar Pitaloka
"Kualitas pertemanan yang baik merupakan hal penting untuk dimiliki oleh remaja, terutama remaja akhir. Adanya interaksi antara anak dan ayah akan meningkatkan kemampuan anak dalam menjalin hubungan pertemanan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara keterlibatan ayah dan kualitas hubungan pertemanan pada remaja akhir. Dalam penelitian ini, keterlibatan ayah diukur dengan menggunakan alat ukur Nurturant Fathering Scale dan Father Involvement Scale yang dikembangkan oleh Finley dan Schwartz 2004 , sedangkan alat ukur digunakan untuk mengukur kualitas hubungan pertemanan adalah McGill Friendship Questionnaire-Friend 39;s Functions yang dikembangkan oleh Mendelson dan Aboud 2012 . Partisipan penelitian ini adalah remaja akhir berusia 17 hingga 21 tahun N = 635 . Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara keterlibatan ayah dan kualitas hubungan pertemanan pada remaja akhir. Dengan kata lain, semakin tinggi keterlibatan ayah, maka semakin tinggi pula kualitas hubungan pertemanan yang dimiliki.

A good friendship quality is important for adolescence, especially late adolescence. Interaction between father and his children will increase children rsquo s ability to develop friendship. The aim of this study was to examine the relationship between father involvement and friendship quality among late adolescence. In this study, father involvement was measured with Nurturant Fathering Scale and Father Involvement Scale developed by Finley and Schwartz 2004 , meanwhile friendship quality was measured with McGill Friendship Questionnaire Friend 39 s Functions developed by Mendelson and Aboud 2012 . Participants of this study consisted of late adolescence with aged between 17 and 21 years N 635 . This study was a correlational study which was conducted with a quantitative approach. The result of this study showed a positive and significant relationship between father involvement and friendship quality among late adolescence. In other words, the higher the father involvement, the higher their friendship quality is."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eunike Alvonciani
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara religious coping dan resiliensi pada remaja yang mengalami stres. Resiliensi adalah kualitas-kualitas dalam diri individu yang memampukannya untuk melalui situasi sulit. Keterlibatan religi dalam coping disebut dengan religious coping yang dapat berpola positive religious coping PRC dan negative religious coping NRC. Peneliti menyusun alat ukur resiliensi secara khusus untuk penelitian ini dengan menggunakan karakteristik resiliensi dari Earvolino-Ramirez 2007 ditambah dua karakteristik resiliensi dari Wagnild dan Young 1993. Religious coping diukur menggunakan Brief RCOPE yang dikembangkan oleh Pargament, Smith, Koenig, dan Perez 1998. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan melibatkan 128 remaja berusia 18-24 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara PRC dan resiliensi, namun tidak ditemukan hubungan antara NRC dan resiliensi. Ditemukan pula perbedaan yang signifikan antara skor PRC dan NRC laki-laki dan perempuan. Implikasi dari penelitian ini penting untuk didiskusikan dan dapat dimanfaatkan untuk ranah konseling remaja.

This study aims to understand the relationship between religious coping and resilience in adolescents with stress. Resilience is qualities within individual that enable them to go through difficult situation. Religious involvement in coping is called religious coping, which have two patterns, positive religious coping PRC and negative religous coping NRC. Researcher specifically constructed resilience measurement for this study using resilience characteristics from Earvolino Ramirez 2007 added with two characteristics from Wagnild and Young 1993. Religious coping is measured using Brief RCOPE which is developed by Pargament, Smith, Koenig, and Perez 1998. This study use quantitave method and involve 128 adolescent from 18 to 24 years. Results show that PRC and resilience relate significantly positive but no relationship between NRC and resilience. In addition, there is significant difference in PRC and NRC scores between male and female. This study has important implication to be discussed and can be used in adolescent counseling.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S68128
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priska Novia Shabhati
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran hubungan antara resiliensi keluarga dan harapan pada mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin. Pengukuran resiliensi keluarga menggunakan alat ukur Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) yang disusun oleh Walsh (personal communication, 1 April, 2012) dan pengukuran harapan menggunakan alat ukur State Hope Scale (SHS) yang disusun oleh Snyder (1994). Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 247 mahasiswa S1 Reguler yang berasal dari keluarga miskin.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara resiliensi keluarga dan harapan pada mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin (r = 0.388; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, semakin tinggi resiliensi keluarga yang dimiliki suatu keluarga, semakin tinggi harapan yang dimiliki. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 15.1% skor resiliensi keluarga dapat dijelaskan oleh skor harapan. Berdasarkan hasil tersebut, penting dilakukan intervensi pengembangan harapan, sebagai faktor pendorong terbentuknya resiliensi keluarga.

This research was conducted to find the correlation between family resilience and hope among college students from poor families. Family resilience was measured using Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) that originally constructed by Walsh (personal communication, April 1, 2012) and hope was measured using the original version of State Hope Scale (SHS) by Snyder (1994). The participants of this research are 247 college students who come from poor families.
The main results of this research show that family resilience positive significantly correlated with hope (r = 0.388; p = 0.000, significant at L.o.S 0.01). That is, the higher family resilience, the higher showing hopes. In addition, the result shows that 15.1% of family resilience score can be explained by the score of hope. Based on these results, it is important to develop hope intervention, as one of protective factor of family resilience.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Herlina Magdalena
"Penelitian ini berfokus pada pemahaman mengenai gambaran resiliensi yang remaja yang memiliki adik penyandang autis. Mengingat dampak dari faktor risiko pada remaja yang memiliki adik penyandang autis ini dapat berbeda-beda, maka dibutuhkan penelitian yang dapat menggali subyektifitas penghayatan, variasi serta kedalaman resiliensi yang dimiliki oleh partisipan. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif.
Proses pengambilan data dilakukan dengan metode open ended interview dan metode observasi. Wawancara sendiri akan dilakukan pada tiga partisipan yang memenuhi syarat partisipan pada penelitan ini.
Dari analisis data didapatkan bahwa: 1) Perasaan malu, perhatian orang tua yang berkurang, keterlibatan pengasuhan, kesulitan bergaul, serta tuntutan untuk berakademis adalah dampak yang dialami oleh ketiga partisipan. 2) Partisipan kedua dan ketiga justru menganggap keluarga adalah tekanan. Pada partisipan ketiga, keluarga merupakan faktor protektif. 3)Dimensi regulasi emosi pada ketiga partisipan belum berkembang dengan baik. Sedangkan dimensi empati, efikasi diri dan optimis belum berkembang secara optimal pada partisipan pertama dan ketiga. Sedangkan pada partisipan kedua dapat dilihat bahwa hampir semua dimensi telah berkembang dengan baik.

The study focused on understanding about resiliency in adolescence who have brother with autism. Considering the impact of risk factor happened differently to each participants, this study conducted qualitative method so that researcher can explore the subjectivity, variety, and depth of resiliency each participant.
The information is acquired using open-ended interview and observation methods. The interview is conducted to three adolescence who have brother with Autism.
The study shows theree results : 1) humility, decreasing in parent attention, involving in nurturing, difficulting socializing and high demand for academic achievement are effect of brother with autism in three participants, 2) family are pressure to second and third participants. But are protectif factor to third participant, 3) regulation emotion are still not well developed on each participant. Emphaty, self efficacy, and optimism are not well developed on first and three participants and there is no dimension have already develop in first participant.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Aulia Rahma
"Di masa remaja, meningkatnya kebutuhan interaksi sosial membuat pengaruh kedekatan teman sebaya terhadap penyesuaian psikologis menjadi lebih dominan. Sejumlah penelitian meta analisis telah membuktikan adanya hubungan antara peer attachment dengan penyesuaian psikologis remaja. Akan tetapi mekanisme yang mendasari hubungan tersebut belum diketahui secara jelas. Attachment memiliki hubungan yang erat dengan resiliensi, sementara resiliensi telah terbukti memprediksi penyesuaian psikologis. Oleh karena itu secara teoritis, diasumsikan bahwa resiliensi mungkin berperan sebagai mediator dalam hubungan antara peer attachment dan penyesuaian psikologis pada remaja. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 377 remaja dengan rentang usia 12 sampai 18 tahun. Penyesuaian psikologis diukur dengan Brief Adjustment Scale (BASE-6), peer attachment diukur dengan Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA-Revisited), dan resiliensi diukur dengan Resiliency Scale for Children and Adolescents (RSCA) untuk mengukur resiliensi. Analisis mediasi menemukan bahwa sense of relatedness memediasi secara penuh hubungan peer attachment terhadap penyesuaian psikologis remaja. Sementara itu sense of mastery dan emotional reactivity memediasi secara parsial hubungan antara variabel prediktor dan outcome. Temuan ini mengindikasikan pentingnya resiliensi dalam meningkatkan penyesuaian psikologis remaja.

In the context of adolescents’ development, peer attachment plays a significant role in psychological adjustment. Meta-analysis studies found a significant moderate correlation between peer attachment and adolescents’ psychological adjustment. The result indicating possibility of unknown mediating factors that could influence psychological adjustment in adolescents. Peer attachment has a strong correlation with resiliency, meanwhile, studies found that resiliency predicts psychological adjustment. Hence, it is assumed that resiliency might play a mediating role in the relationship between peer attachment and psychological adjustment. A total of 377 adolescents aged 12-18 years old participated in this research. The measurement instruments used are Brief Adjustment Scale (BASE-6) to assess psychological adjustment, Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA-Revisited) to measure peer attachment, and Resiliency Scale for Children and Adolescents (RSCA) to assess attributes of resiliency. Mediation analysis showed that resiliency that reflected by participant’s sense of relatedness fully mediated the relationship between peer attachment and psychological adjustment. Meanwhile, sense of mastery and emotional reactivity attributes of resiliency partially mediated the relationship. The result of this research emphasizes the importance of close peer relationship and resiliency in the means to increase adolescents’ psychological adjustment."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Nur Kharimah
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan kualitas hubungan pertemanan antara remaja laki-laki dan remaja perempuan serta melihat korelasi antara kualitas hubungan pertemanan dan tingkat depresi pada siswa SMA di wilayah DKI Jakarta. Friendship Quality Scale FQS dan Hopkins Symptom Checklist 25 HSCL-25 digunakan pada penelitian ini untuk mengukur kualitas hubungan pertemanan dan psychological distress dalam bentuk gejala depresi. Responden penelitian ini terdiri dari 746 siswa kelas X SMA yang tersebar di lima kotamadya di Provinsi DKI Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kualitas hubungan pertemanan pada remaja laki-laki dan perempuan, dengan skor kualitas hubungan pertemanan pada remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan remaja laki-laki.
Berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu, pada penelitian ini ditemukan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara kualitas hubungan pertemanan dan tingkat depresi, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi kualitas hubungan pertemanan maka akan semakin tinggi pula tingkat depresi, dan begitu sebaliknya. Penelitian lanjutan dinilai perlu dilakukan untuk menggali dinamika hubungan positif antara kualitas hubungan pertemanan dan tingkat depresi.

The aim of this study is to compare friendship quality between boys and girls, and also to investigate whether any correlation between friendship quality and depression among high school students in Jakarta. Friendship Quality Scale FQS and Hopkins Symptom Checklist 25 HSCL 25 are used to measure friendship quality and psychological distress in the form of depressive symptoms. Participants of this study were 746 tenth graders of high school from five urban cities in Jakarta.
The result of the study shows that there is a significant difference of friendship quality between boys and girls, whereas girls tend to be higher than boys. Contradictory with previous studies, the result of this study shows that there is a positive correlation between friendship quality and depression, which means that higher friendship quality correlates with higher depressive symptoms, and vice versa. Future researches are needed to explore the dynamics of positive correlation between friendship quality and depression.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S67059
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wenny Wandasari
"Penelitian ini dirancang untuk mengetahui hubungan antara resiliensi keluarga dan family sense of coherence pada mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin serta sumbangan komponen family sense of coherence terhadap resiliensi keluarga. Resiliensi keluarga diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Walsh (2012). Family Sense of coherence diukur dengan rnenggunakan instrumen yang dikembangkan Antonovsky dan Sourani (1988). Partisipan penelitian adalah 238 mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin.
Hasil penelitian menunjukkan korelasi positif dan signifikan antara resiliensi keluarga dan family sense of coherence (r = 0,621, p < 0.01). Komponen comprehensibility pada family sense of coherence memberi sumbangan paling besar terhadap resiliensi keluarga. Di samping itu, dari hasil analisis tambahan diperoleh bahwa resiliensi keluarga dipengaruhi oleh struktur keluarga.

This study was designed to investigate correlation between family resilience and family sense of coherence among college students from poor families and also the contribution of family sense of coherence?s components to family resilience. Family resilience was measured by Walsh?s family resilience instrument (2012) and family sense of coherence was measured by Antonovsky and Sourani's instrument (1988). A sample of 238 college students from poor families
participated in this study.
The results show positive and significant correlation between family resilience and family sense of coherence (r = 0,621, p < 0,01). Comprehensibility is the family sense of coherence?s component contributes the most to family resilience. Furthermore, family resilience was influenced by family structure.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>