Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139142 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ami Pusparini
"ABSTRAK
Marah merupakan emosi yang paling sering terlibat di dalam suatu konflik
(Johnson, 1997). Dengan demikian, kemarahan seringkali dianggap negatif karena
berhubungan dengan agresi dan kekerasan, yang dianggap negatif pula oleh
masyarakat (Strongman, 2003). Namun, jika ekspresi kemarahan dapat
dikendalikan, justru dapat memperkuat hubungan pihak-pihak yang terlibat (Izard
dalam Strongman, 2003).
Untuk mengendalikan kemarahan, dibutuhkan suatu keterampilan sosial.
Keterampilan sosial ini bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir atau muncul
tiba-tiba ketika dibutuhkan, namun bisa dipelajari (Johnson, 1997, ’’Anger
Management”, 2005). Ekspresi kemarahan, sebagai salah satu bentuk
keterampilan sosial, juga dapat dipelajari, misalnya dengan cara modeling.
Seseorang dengan tingkat inteligensi borderline memiliki kesulitan untuk
melakukan abstraksi, tidak mampu memodifikasi suatu konsep, dan kesulitan
untuk mempertimbangkan suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda (Masi,
Marcheschi, &Pfanner, 1998), sehingga mereka seringkali mengalami kesulitan
dalam membangun hubungan sosial. Dengan demikian, anak borderline perlu
diberi semacam program pelatihan khusus untuk mengajarinya keterampilan
sosial yang tepat. Dalam program intervensi ini, keterampilan sosial yang
dilatihkan akan dikhususkan pada pengendalian kemarahan, agar ekspresinya
tepat dan tidak menjadi agresi, terutama bagi orang di sekelilingnya.
Menurut Hershom (2003), ada empat langkah dalam menangani
kemarahan remaja, yaitu Decide, Recognize, Activate, dmHalt. Pada intinya,
pada program intervensi ini, peneliti berusaha mengubah pemikiran yang salah
dari subjek mengenai kemarahan dan ekspresinya, memberikan informasi
tambahan, serta mengajarkan relaksasi.
Hasilnya cukup positif. Subjek mengalami perubahan. Berdasarkan hasil
evaluasi dan penilaian dari orang terdekat (nenek), subjek sudah memiliki
perbedaan pemikiran mengenai ekspresi kemarahan, dan dari perilakunya pun
sudah terlihat dapat lebih mengendalikan dirinya Subjek tidak lagi membanting
atau merusak barang, ataupun menyakiti orang lain ketika sedang marah."
2007
T38042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harum Saraswati
"Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi respon agresif saat marah pada remaja dengan inteligensi borderline melalui penerapan anger treatment dengan pendekatan cognitive-behavioral. Partisipan dalam penelitian ini adalah anak perempuan berusia 13 tahun yang memiliki kesulitan dalam mengelola marah yang termanifestasi dalam bentuk perilaku agresif. Program intervensi yang diterapkan mengacu pada program anger treatment dengan pendekatan cognitive-behavioral untuk individu yang memiliki keterbatasan intelektual yang disusun oleh Taylor dan Novaco 2005 . Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah intervensi melalui self-report berupa Anger Expression Scale for Children AESC dari Steele, Legerski, Nelson, dan Phipps 2009 ; self-rating berupa anger termometer dari Taylor dan Novaco 2005 ; dan skala inventory berupa Child Behavior Checklist CBCL dari Achenbach 1991.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan anger treatment dengan pendekatan cognitive-behavioral dapat mengurangi respon agresif saat marah pada remaja dengan inteligensi borderline. Perubahan itu terlihat dari terjadinya perubahan dalam ekspresi kemarahan yang ditampilkan partisipan antara sebelum dan sesudah intervensi diberikan. Sebelum intervensi diberikan, partisipan mengekspresikan kemarahannya dengan cara-cara yang agresif seperti bereriak, mengucapkan kata-kata kasar anjing , memukul, menendang, melempar, atau merusak barang. Setelah intervensi diberikan, partisipan cenderung lebih dapat menahan kemarahannya dengan tidak menampilkan respon yang agresif. Perilaku berteriak, mengucapkan kata-kata kasar sudah jarang muncul.

The aim of this research is to reduce aggressive responses when angry in an adolescence with borderline intelligence through implementation of anger treatment with a cognitive behavioral approach. The participant of this research is a thirteen year old girl who has difficulty in managing her anger that manifested in aggressive behavior. The program of this research refers to anger treatment with cognitive behavioral approach for people with intellectual disabilities developed by Taylor and Novaco 2005. Measurements were taken before and after intervention program through self report such as Anger Expression Scale for Children AESC from Steele, Legerski, Nelson, and Phipps 2009 self rating such as anger thermometer from Taylor and Novaco 2005 and inventory scale such as Child Behavior Checklist CBCL from Achenbach 1991.
The result of this study indicate that anger treatment with a cognitive behavioral approach is succeed in order to reduce aggressive responses when angry in an adolescence with borderline intelligence. These result are seen from the changes in the expression of anger shown by participant between before and after the intervention is given. Before the intervention, participant express her anger with a various aggressive ways, such as yelling, utter harsh words, hitting, kicking, throwing, or destroying thing. After the intervention, participant tend to be able to control her anger by not displaying aggressive responses. Yelling, utter harsh words are rarely appear.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T47354
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Inayatullah Yafie
"[Kemampuan untuk mengelola kemarahan merupakan salah satu keterampilan yang perlu dikuasai oleh individu, khususnya pada kelompok remaja dan kelompok sangat berbakat. Program Cognitive Behavior Therapy (CBT) merupakan pendekatan yang menekankan pada hubungan pikiran, perasaan, dan perilaku yang mempertahankan
gangguan psikologis. Penelitian ini menggunakan desain penelitian single case design (N=1), yang bertujuan untuk melihat efektivitas penerapan program CBT untuk meningkatkan kemampuan mengelola kemarahan pada anak berbakat. Peningkatan kemampuan mengelola kemarahan diukur melalui State-Trait Anger Expression Inventory (STAXI), yang kemudian dibandingkan skor hasilnya saat pre-test dan posttest. Sebagai pelengkap data kuantitatif yang didapatkan dari skor STAXI, digunakan juga data kualitatif yang didapat dari wawancara terhadap orang terdekat partisipan, yang mencakup observasi terhadap perilaku partisipan sebelum dan sesudah intervensi;The ability to manage anger is one of specific skills that need to be controlled by the
individual, especially the youth groups and highly gifted group. Program Cognitive Behavior Therapy (CBT) is an approach that emphasizes the relationship of thoughts, feelings, and behaviors that maintain psychological disorders. This study uses a single case study design (N = 1), which aims to look at the effectiveness of CBT program to improve the ability to manage anger at highly gifted adolescent. Improved ability to manage anger is measured through the State - Trait Anger Expression Inventory (STAXI), which is then compared to the results from the scores of pre-test and post-test. As a complement to the quantitative data obtained from the score STAXI, qualitative data obtained from interviews with participant’s significant others, which includes the partisipant behavior observation before and after the
intervention had been given., The ability to manage anger is one of specific skills that need to be controlled by the
individual, especially the youth groups and highly gifted group. Program Cognitive
Behavior Therapy (CBT) is an approach that emphasizes the relationship of thoughts,
feelings, and behaviors that maintain psychological disorders. This study uses a
single case study design (N = 1), which aims to look at the effectiveness of CBT
program to improve the ability to manage anger at highly gifted adolescent. Improved
ability to manage anger is measured through the State - Trait Anger Expression
Inventory (STAXI), which is then compared to the results from the scores of pre-test
and post-test. As a complement to the quantitative data obtained from the score
STAXI, qualitative data obtained from interviews with participant’s significant
others, which includes the partisipant behavior observation before and after the
intervention had been given]"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
T44580
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspa Rahayu Utami Rahman
"Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan mengelola marah pada anak usia sekolah yang agresif dengan penerapan anger management dengan pendekatan cognitive behavioral. Partisipan dalam penelitian ini adalah anak laki-laki berusia 8 tahun yang memiliki kesulitan dalam mengelola marah yang termanifestasi dalam bentuk perilaku agresif. Program intervensi yang diterapkan mengacu pada program anger management dengan pendekatan cognitive-behavioral yang disusun oleh Novaco (Beck & Fernandez, 1998; Westbrook, Kennerly, & Kirk, 2007; Cavell & Malcolm, 2007) dan dilengkapi dengan materi psikoedukasi orangtua yang disusun berdasarkan materi CDI (child-directed interaction) dan PDI (parent-directed interaction) dalam PCIT (parent-child interaction therapy) oleh McNeil dan Hembree-Kigin (2010). Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah intervensi melalui wawancara orangtua dan subjek, self rating berupa anger thermometer dan thought thermometer, self monitoring berupa anger log dan diary, dan penggunaan skala perilaku CBCL (child behavioral checklist) yang diisi oleh ibu.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan anger management dengan pendekatan cognitive behavioral dapat meningkatkan keterampilan mengelola marah, yang dilihat dari beberapa aspek, yaitu aspek pemikiran berupa perubahan pikiran negatif menjadi positif, aspek perasaan berupa tidak mudah terpancing kemarahan atas keinginan yang tidak terpenuhi, dan aspek perilaku berupa menerapkan relaksasi progressive muscle dan komunikasi asertif dalam mengekspresikan kemarahan.

The aim of this research is to improve skill on management of anger in aggressive school-aged child through applying Anger Management based on Cognitive Behavioral approach. The participant of this research is a eight-year-old boy who has difficulty in managing his anger that manifested in aggressive behavior. The program of this research refers to anger management based on cognitive-behavioral approach developed by Novaco (Beck & Fernandez, 1998; Westbrook, Kennerly, & Kirk, 2007; Cavell & Malcolm, 2007) and equipped with a parent psychoeducation based on CDI (child-directed interaction) and PDI (parent-directed interaction) in PCIT (parent-child interaction therapy) by McNeil & Hembree-Kigin (2010). Measurements were taken before and after intervention program through interviews, self rating such as anger thermometer and thought thermometer, self monitoring such as anger log and diary, and behavior scale such as CBCL (child behavioral checklist).
The results of this study indicate that anger management based on cognitive behavioral approach is succeed in order to improve the anger management skill. These results are viewed from various aspects, such as aspects of thought is negative thought change into positive thought, aspects of feeling is not easily upset over unfulfilled desire, and aspects of behavior is applying progressive muscle relaxation and assertive communication in expressing anger.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T41736
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cantyo Atindriyo Dannisworo
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh anger management dengan pendekatan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) terhadap individu yang memiliki masalah dalam mengelola emosi marah dalam hubungan pacaran. Hal ini dilakukan karena permasalahan dalam mengelola emosi marah dapat memiliki dampak kesehatan bagi dirinya dan dampak psikologis bagi pasangan. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi-eksperimental one group, before after (pretest - posttest) design, yaitu dengan memberikan intervensi CBT kepada 4 orang partisipan. Selanjutnya, analisis dilakukan dengan cara membandingkan data kuantitatif maupun kualitatif dari hasil pre-test, post-test, dan follow-up.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa intervensi ini berhasil membantu dua dari tiga partisipan untuk mengelola kemarahannya. Secara kuantitatif, intervensi ini membantu menurunkan tendensi partisipan untuk marah, meningkatkan kemampuan partisipan untuk mengontrol marah, dan membantu ketiga partisipan untuk menurunkan tingkat kemarahan yang dirasakannya. Selanjutnya, secara kualitatif intervensi ini membantu dua dari tiga partisipan dalam mengelola kemarahannya dengan lebih baik.

This research was made to understand the effect of Anger Management by using Cognitive Behavioral Therapy (CBT) to an individual that has a problem in regulating their anger in a dating relationship. This is done because the problem in controlling our anger will have a negative impact for their health, as well as psychological effect for couples. This research is a form of quasi-experimental on one group, before after (pretest - posttest) design, which is by giving CBT intervention towards 4 participants. After that, the analysis will be done by comparing quantitative data, as well as qualitative data from the result of the pretest, post-test, and follow-up session.
The result shows that this intervention has successfully helped two out of the 3 participants to control their anger. Quantitatively, this intervention will help to reduce the tendency of their anger, increase the participant?s ability to control anger, and helped the 3 participants to reduce their level of anger that they felt. After that, qualitatively this intervention helped two out of the 3 participants to better control their anger.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T45512
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vira Andalusita Mulyaningrum
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh intervensi dengan pendekatan Acceptance and Commitment Therapy yang dikombinasikan dengan komunikasi asertif dan memaafkan untuk menurunkan kemarahan. Partisipan dalam penelitian ini adalah individu dewasa muda yang sedang dalam hubungan berpacaran dan telah berencana untuk menikah. Tingkat kemarahan yang tinggi dapat menimbulkan efek destruktif bagi hubungan pacaran, serta berpotensi menimbulkan permasalahan di kehidupan rumah tangga nantinya. Penelitian ini merupakan kuasi-eksperimental one group, pre-test/post-test design. Peneliti memberikan enam sesi intervensi individual secara daring kepada tiga partisipan perempuan dan satu partisipan laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian intervensi dengan pendekatan Acceptance and Commitment Therapy dapat menurunkan intensitas, frekuensi, dan ekspresi kemarahan dalam hubungan pacaran pada individu dewasa muda dalam penelitian ini. Secara kuantitatif, partisipan menunjukkan penurunan skor pada skala State Anger, Trait Anger, dan Anger Expression Index pada STAXI-2. Secara kualitatif, intervensi ini membantu partisipan untuk merespon emosi dan situasi pemicu marahnya dengan lebih baik.

This study was conducted to investigate the effect of an intervention with Acceptance and Commitment Therapy approach combined with assertive communication and forgiveness to reduce anger. Participants in this study were young adults who were in dating relationships and had planned to get married. A high level of anger can be destructive in courtship relationships and can lead to many problems in marriage life later on. This is a one-group, quasi-experimental study with a pre-test/post-test design. Six individual intervention sessions were given online to three female and one male participants. The findings revealed that the application of Acceptance and Commitment Therapy approach could reduce the intensity, frequency, and expression of anger in courtship relationships in young adults in this study. Participants showed a decrease in scores on the State Anger, Trait Anger, and Anger Expression Index scales on the STAXI-2. Qualitatively, this intervention taught participants how to respond more effectively to emotions and anger-provoking situations."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Muji Rakhmawati
"Borderline Intellectual Functioning (BIF) memiliki populasi yang cukup besar dan sangat potensial untuk diteliti. Namun demikian, belum banyak penelitian yang memfokuskan diri pada partisipan BIF berkaitan dengan kemampuan executive function (EF) yang mereka miliki. Hal ini dapat disebabkan karena BIF dapat didefinisikan secara berbeda antara satu lembaga dengan lembaga yang lain, sehingga populasi yang besar ini justru sering kali terlewatkan dari pengamatan. EF sendiri yang dianggap sebagai salah satu cara yang paling efektif dalam mengukur fungsi kognitif pada kelompok BIF secara lebih menyeluruh, belum memiliki definisi yang disepakati oleh para peneliti. Hal ini menyebabkan EF dapat didefinisikan secara berbeda dan diukur dengan cara yang berbeda pula pada berbagai literature yang telah ada. Sementara itu, BIF yang didefinisikan secara berbeda pada masing-masing institusi tersebut diatas pun, pada akhirnya mengakibatkan kelompok BIF dalam penelitian EF yang ada digabungkan ke dalam satu kriteria yang sama dengan kelompok mild intellectual disability (MID) atau justru terlewatkan sehingga tidak termasuk dalam pembahasan penelitian.
Performa EF dari beberapa penelitian sebelumnya dinyatakan dipengaruhi oleh usia, tingkatan inteligensi dan jenis kelamin. Penelitian ini ingin mengangkat performa EF pada partisipan dengan BIF yang berusia 12 tahun 0 bulan sampai dengan 15 tahun 0 bulan, dibandingkan dengan kelompok chronological age (CA), mental age (MA), dan MID. Dengan membandingkan kelompok BIF dengan ketiga kelompok lainnya, diharapkan dapat tercermin kekuatan dan kelemahan EF pada kelompok BIF secara lebih spesifik. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah: (1) apakah terdapat perbedaan performa pada masingmasing subkomponen EF pada kelompok BIF dibandingkan dengan kelompok CA, MA, dan MID?; (2) Jika terdapat perbedaan performa pada masing-masing subkomponen EF tersebut, maka bagaimanakah gambaran kekuatan dan kelemahan kelompok BIF dibandingkan dengan ketiga kelompok lainnya; (3) Apakah jenis kelamin memiliki peranan yang berpengaruh pada performa EF, terutama pada generativity?; (4) Apakah tingkatan inteligensi dan jenis kelamin memiliki peranan terhadap perbedaan performa pada masing-masing subkomponen EF?
Hasil penelitian dari 121 partisipan yang terlibat dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan performa pada masing-masing subkomponen EF jika dilihat berdasarkan perbedaan tingkat inteligensi (kecuali pada subkomponen shifting), tetapi tidak pada performa berdasarkan perbedaan jenis kelamin, dan interaksi antara tingkatan inteligensi dan jenis kelamin. Perbedaan jenis kelamin yang sering dikaitkan dengan generativity pada penelitian sebelumnya tidak tercermin pada penelitian ini. Pada performa working memory, kelompok BIF memiliki performa yang lebih lemah dibandingkan dengan CA, namun lebih kuat jika dibandingkan dengan kelompok MA dan kelompok MID. Performa inhibition pada kelompok BIF setara dengan kelompok CA, namun lebih kuat dibandingkan dengan kelompok MA dan kelompok MID. Pada tugas shifting, kelompok BIF memiliki performa yang lebih lemah dibandingkan dengan kelompok CA, namun setara dengan kelompok MA dan kelompok MID. Performa kelompok BIF pada planning dan problem solving setara dengan kelompok CA dan kelompok MA, namun lebih kuat dibandingkan dengan kelompok MID. Sementara itu, pada generativity (verbal fluency phonemic letter S) kelompok BIF memiliki performa yang setara dengan kelompok CA dan kelompok MA, namun lebih kuat dibandingkan dengan kelompok MID. Disisi lain, pada generativity (verbal fluency semantic category binatang), performa kelompok BIF setara dengan kelompok CA namun lebih kuat dibandingkan dengan kelompok kelompok MA dan kelompok MID.
Penelitian ini berhasil memperlihatkan bahwa kelompok BIF memang memiliki pola performa EF yang berbeda dibandingkan dengan kelompok CA, kelompok MA, dan kelompok MID. Sudah seharusnya kelompok BIF tidak lagi digolongkan dalam kriteria yang sama dengan kelompok MID, melainkan justru memiliki kriteria tersendiri yang terpisah dari kelompok MID.

Borderline intellectual functioning (BIF) has considerable population and great potential for research. However, there is not much research that focuses their subjects relating to participants with BIF and their executive functions (EF). This is due to BIF that can be defined very differently from one institution to another, so that the large population is often overlooked from fact of observation.
EF itself is regarded as one of the best ways to measure cognitive function for individual with BIF, but has not yet reached the universal definition by the researchers. Thus, EF can be defined and measured differently in different ways. BIF different definition on each institution in turn, results of BIF group in EF research most of the time combined in the same criteria with a mild intellectual disability (MID) group or even overlooked altogether in research related to their EF. EF performance in some previous studies revealed to be influenced by age, level of intelligence, and sex. The aim of this study is to lift the EF performance in participants with BIF group age ranges from 12 years 0 months to 15 years 0 months, compared with chronological age (CA), mental age (MA), and MID groups. By comparing BIF group with the three other groups, is expected to reflect on the strengths and weaknesses of EF in BIF groups more specifically. The research question posed is: (1) whether there are differences in performance on each of EF subcomponents on BIF group compared with the CA, MA, and MID groups ?; (2) If there is a difference in performance on each of EF subcomponents, then how is the strengths and weaknesses of BIF group compared with the three other groups; (3) Does gender have an influential role in the performance of EF, especially on generativity ?; (4) Is the level of intelligence and gender has a role to differences in performance on each EF subcomponents?
The results of the 121 participants involved in this research showed that there are differences in performance on each of the EF subcomponents when viewed by the different levels of intelligence (except on shifting), but not in performance by gender, and the interaction between the levels of intelligence and gender. The gender differences which is often associated with generativity are not reflected this in previous study. In the performance of working memory, BIF group had a weaker performance compared to CA group, but more higher than the MA and MID groups. Inhibition performance on par with CA group, yet more stronger than the MA and MID groups. At shifting task, BIF group had a weaker performance compared to CA group, but equivalent to the MA and MID groups. BIF group performance in planning and problem solving are equivalent with CA and MA groups, yet more powerful than the MID group. Meanwhile, the generativity (verbal fluency phonemic letter S) BIF group has equivalentperformance to CA and MA groups, but yet still higher than the MID group. On the other hand on the generativity (semantic category verbal fluency animals), BIF group equivalent to the performance of the CAgroup yet more higher than the MA and MID groups.
This study successfully demonstrated that the BIF group does have a different pattern of EF performance compared to the CA, MA, and MID groups. BIF groups should no longer be classified under the same criteria as MID group, but rather has its own criteria separated from the MID group.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryani Rahmah Utami
"Anak middle childhood yang memiliki kondisi Alopecia, atau kondisi medis yang membuat seseorang tidak dapat memiliki rambut di kepala dan/atau di bagian tubuh lainnya, akan sulit menerima kekurangan dirinya. Terlebih, ketika anak sering terpapar dengan reaksi lingkungan yang negatif terhadap penyakitnya, membuat anak rentan mengalami kemarahan. Ketika rasa marah belum dapat diregulasi dengan baik, maka muncul perilaku agresif sebagai bentuk dari ungkapan rasa marah tersebut. Partisipan pada penelitian merupakan seorang anak laki-laki berusia 9 tahun yang memiliki kondisi alopecia, memiliki masalah pada rasa marah dan melakukan perilaku agresif, serta memiliki irrational belief mengenai orang yang berada di sekitarnya. Ia beranggapan bahwa setiap orang yang bertanya mengenai topi yang ia kenakan pasti ingin mengejek kepalanya yang botak. Oleh karena itu, partisipan perlu mendapatkan suatu intervensi dengan menggunakan pendekatan kognitif untuk mengajarkan anger management dengan menggunakan prinsip Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) untuk mengelola rasa marah dan mengurangi perilaku agresifnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penerapan Anger Management berdasarkan prinsip REBT untuk menurunkan perilaku agresif pada anak alopecia menggunakan metode penelitian kuasi eksperiman single subject design. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah terbukti efektif.

Children in middle childhood stage who has an Alopecia condition, or a medical condition of someone can never have hair on the head and/or on other parts of body, it will be difficult to accept their shortcomings. Moreover, when children are often exposed to negative environmental reactions to their illness, making children vulnerable to anger. When anger cannot be regulated properly, aggressive behavior emerges as a form of expressing anger. Participant in this study was a nine-year-old boy who had alopecia, had a problem with anger and carried out aggressive behavior, and had an irrational belief about those around him. He assumed that everyone who asked about his hat that he was wearing certainly want to taunt his bald. Therefore, participant need to get an intervention using a cognitive approach to teach anger management. The principles of Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) used in this research to manage anger and reduce aggressive behavior. The aim of this study was to determine the effectiveness of the implementation of Anger Management based on the REBT principle to reduce aggressive behavior in alopecia children using the quasi-experimental method of single subject design. The results obtained from this study are proven effective."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T51867
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiky Nindita
"Tesis ini membahas mengenai efektivitas dari Cognitive Behavior Therapy (CBT) ketika diterapkan untuk menangani masalah pengelolaan rasa marah (anger management) pada anak. Penelitian ini merupakan penelitian dengan subjek tunggal. Subjek merupakan anak laki-laki berusia 9 tahun yang memiliki kesulitan dalam mengelola rasa marah. Sebelum intervensi, subjek mengekspresikan rasa marah dengan sering menampilkan perilaku seperti berteriak, menangis dan berdiam diri di dalam kamar. Tingkat marah subjek juga tergolong sangat tinggi jika diukur menggunakan anger meter, sementara berdasarkan CBCL tampak bahwa ranah aggressive behavior yang berada pada area klinis. Subjek memiliki false belief bahwa lingkungan tidak menyayanginya ketika keinginannya tidak terpenuhi atau ketika ia tidak dilayani kebutuhannya.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa CBT efektif dalam mengelola rasa marah dan perubahan kesalahan berpikir pada anak. Hal tersebut terlihat dari menurunnya tingkat marah saat diukur menggunakan anger meter dan nilai CBCL yang menurun, terutama ranah aggressive behavior yang berada pada area normal.

This study focuses on the effectivity of Cognitive Behavior Therapy (CBT) in anger management for the child. This study is single-case study. Subject of this study is a nine years old boy who has difficulty in managing anger, often yelling, crying and withdraw to stay in his room. He has 10 level of anger based on anger meter and clinical range for aggressive behavior based on Child Behavior Checklist (CBCL). His false belief is whenever his needs and wishes are not fulfilled or granted then no one cares for him or he is not loved.
The result of this study showed that CBT is effective in managing anger and changing client's cognitive distortion. This showed by the reduction of anger meter level and also the range of aggressive behavior that become normal.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
T30393
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ulinar Preselia
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari regulasi emosi marah dalam konteks pacaran terhadap kekerasan dalam pacaran pada remaja. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang melibatkan 407 partisipan dengan kriteria berusia 16-21 tahun dan sedang menjalani hubungan pacaran. Pengukuran kekerasan dalam pacaran menggunakan alat ukur The Conflict in Adolescent Dating Relationships Inventory (CADRI) (Wolfe, 2001) sementara pengukuran regulasi emosi marah dalam konteks pacaran menggunakan alat ukur The Anger Management Scale (AMS) Short Version (Stith & Hamby, 2002).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan dari regulasi emosi marah dalam konteks pacaran terhadap kekerasan dalam pacaran pada remaja (F=86.656, p<0.01, R2=0.176). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa aspek regulasi emosi marah dalam konteks pacaran yang paling berkontribusi terhadap kekerasan dalam pacaran pada remaja adalah aspek escalating strategies.

This research examined whether anger regulation in dating context significantly effected dating violence in adolescents. This research was a quantitative study involving 407 participants with the criteria of aged 16-21 years old and currently in a dating relationship. Dating violence was measured using The Conflict in Adolescent Dating Relationships Inventory (CADRI) (Wolfe, 2001) and anger regulation in dating context was measured using The Anger Management Scale (AMS) Short Version (Stith & Hamby, 2002).
The result showed that anger regulation in dating context significantly effected dating violence in adolescents (F=86.656, p<0.01, R2=0.176). The result also revealed that the most contributing aspect of anger regulation in dating context towards dating violence in adolescents was escalating strategies.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63247
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>