Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168178 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Endah Puspita Sari
"Hubungan interpersonal merupakan salah satu ciri khas kualitas kehidupan manusia karena sudah menjadi sifat kodrat bahwa manusia adalah makhluk monodualis yang memiliki sifat makhluk individu dan sosial. Dalam banyak hal, manusia memerlukan keberadaan orang lain untuk saling memberi perhatian, membantu, mendukung, dan bekerja sama dalam menghadapi tantangan kehidupan. Sejak bayi, manusia sudah memerlukan individu Iain, hingga saat individu memasuki masa usia lanjut pun, individu akan merasa hidupnya "Kaya" dengan kehadiran individu-individu lain yang memperhatikan dirinya (Papalia dan Olds, 1995; Grothberg, 1999). Seinng berlambahnya usia, banyak lanjut usia yang sudah ditinggalkan oleh pasangan hidupnya. Selain itu, banyak juga Ianjut usia yang mengalami sangkar kosong (empty nest) karena ditinggalkan anak-anaknya yang pergi untuk melanjutkan pendidikan atau bekerja. Akibatnya, lanjut usia mengalami kesepian. Akan tetapi bagi sebagian lanjut usia, hal tersebut tidak menjadi masalah karena ia berusaha memanipulasi Iingkungan secara aktif dan konstrulctif melalui aktivitas tisik, sosial, dan mental (Ryff, 1989). Dengan mengikuti aktivitas sosial, individu lanjut usia memiliki kesempatan untuk manialin hubungan interpersonal dengan individu-individu Iain yang sebaya dengan dirinya. Keinginan untuk mencari teman yang sebaya dengan dirinya merupakan karakteristik Khas pada masa usia lanjut (Schell, 1975; Carstensen, 1992). Hal ini dikarenakan terjadinya proses saling tukar pengalaman melalui suclut pandang yang sama sehingga timbul perasaan dimengerli dan didukung (Atwater, 1983; Craig, 1986; Ebersole dan Hess, 1990), aldbatnya dukungan emosi yang sangat dibutuhkan pada masa tua dapat terpenuhi (Antonucci dan Akiyama dalam Quadagno, 2002). Dari berbagai penelitian juga dikelahui bahwa tersedianya sumber dukungan dapat berguna sebagai Stress bufer (Thoits, 1985; Lin dkk., 1986; Cohen dan Willis, 1985 dalam Briselte, Carver, dan Scheier, 2002). Pertemanan dengan individu sebaya juga dapat mempertahankan kemampuan individu lanjut usia untuk menyesuaikan diri dengan baik terhadap stress masa tua (Lowenlhal dan Haven dalam Schell, 1975; Berkman dalam Birnan dan Schaie, 1990; Zander, 1990). Adanya teman pada masa tua juga dapat memperpanjang usia (Steinbeck, 1992 dalam Papalia dan Olds, 1995). Hal ini dapat terjadi karena individu lanjut usia yang memiliki teman akan merniliki sudut pandang yang positif terhadap kehidupan, yang akhimya akan meningkatkan kualitas hidupnya (Reitch dan Zautra, 1981 dalam Dwyer, 2000). Lebih jauh dijelaskan oleh Carstensen (1992) bahwa cara terbaik dalam memilih teman sebaya adalah dengan memperlahankan hubungan dengan teman-teman Iamanya. Lingkungan tempat tinggal menjadi sarana yang memadai bagi para Ianjut usia untuk mempertahankan hubungan dengan teman-teman Iama yang sebaya dengan dirinya. Hal ini clikarenakan mereka telah saling mengenal sejak lama sehingga resiko tenadinya selisih paham dapat diminimalkan, sorta sudah terbeniuknya social involvement dan mutual help (Adams dalam Papalia dan Olds, 1995). Oleh karenanya, tempat tinggal dan rasa memiliki temadap lingkungan sekitamya memiliki pengaruh yang cukup signiikan bagi psychological well being kaum Ianjut usia (Crown clan Longino dalam Tumer dan Helms, 1987; Datan dan Lohman dalam lndati, 1992; Quadagno, 2002). Peneliti menggunakan teori psychological well being yang clikemukakan oleh Ryfl (1989). Aclapun dimensi-dimensi psychological wellbeing dari Rylf (1989) adalah penerimaan diri, hubungan dengan individu lain, kemandirian, penguasaan lingkungan perlumbuhan pribadi, dan tujuan hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well being adalah faklor evaluasi lerhadap pengalaman kehidupan, dan faktor dukungan sosial. Salah satu altematif yang dapat dilakukan Ianjut usia untuk menyaluikan kebutuhan sosialisasi mereka adalah dibentuknya perkumpulan lansia. Peneliti tenarik untuk mengetahui ada lidaknya gambaran psychological well being pada individu Ianjut usia yang al-clif dan tldak al-ctif dalam aktivitas sosial sesuai teori yang dikemukakan Neugarten, Havighurst, dan Tobin (1961 dalam Ryff, 1909). Ketertarikan peneliti semakin dalam saat membaca kurangnya penelitian mengenai lanjut usia di bidang psikologi konseling (Fassinger dan Schlossberg, 1992; Gelso dan Fassinger, 1990 dalam Hanson dan Minlz, 1997). Padahal hasil sensus menunjukkan bahwa dewasa ini, 1 dari 10 orang yang ada di dunia berusia di atas 60 tahun. Data statistik terakhir yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa mamperlihatkan bahwa jumlah orang yang bemsia di alas 60 tahun diperkirakan berjumlah sekitar 605 juta jiwa. Diprediksikan akan meningkat 2 kali lipat, yakni sekitar 1,2 milyar jiwa di tahun 2025. Di negara-negara berkembang jumlah Ianjut usia mencapai hampir % dari jumlah yang diprediksikan tersebut (Jurnal Perempuan, Oktober 2003). Adapun Indonesia diperlrirakan akan menjadi negara ketiga terbanyak dalam jumlah Ianjut usia setelah China dan Amerika. Pada tahun 2000 jumlah lanjut usia di indonesia sekitar 15,3 juta jiwa (Majalah Selip, April 2001 dalam Wakhida dkk, 2002). Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian Studi Kasus untuk menjawab pem1asalahan dalam penalitian ini. Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa individu Ianjut usia yang aktif dapat menoapai psychological well being, dan individu yang tidak lagi aktif tidak dapat memenuhi dimensi kemandirian, penguasaan lingkungan, perlumbuhan pribadi, dan mengalami kesulitan untuk memaknai keberadaannya atas kehidupan yang sudah dijalani. Untuk penelitian selanjutnya, hendaknya digunakan lebih banyak subjek dengan latar belakang yang Iebih beragam sehingga didapalkan gambaran yang Iebih bervariasi, triangulasi data clan triangulasi melodologi, serta studi Iiteralur buku mengenai psychological well being yang Iebih banyak Saran praktis dari peneliti untuk palugas instansi terkait yang mangumsi masalah posyandu Ianjut usia, hendaknya memberi perhatian seoara lebih baik sehingga dukungan sosial yang clibutuhkan benar-banar dapat dirasakan oleh Ianjut usia yang ada dalam kelompok binannya, dan juga buatlah inovasi-inovasi dalam membuat program kegiatan, Selain ilu, Sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya aktivitas di usia tua sahlngga masyarakat tidak terjebak dengan stereotipi bahwa masa tua adalah masa untuk menjauhkan diri dari berbagai aktivitas sosial. Yang tidak kalah panting, untuk keluarga yang memiliki lanjut usia hendaknya momberi kesempatan kepada lanjut usia untuk letap aktif di masa tuanya. Keluarga dapat membantu dengan menyediakan informasi mengenai organisasi Ianjut usia yang dapat dimasuki oleh orang tuanya. Lalu, untuk Ianjut usia yang lidak aklif tetap dijaga silaturahminya sehingga ia merasa tetap memiliki teman, khususnya pada Ianjut usia yang tidak dapat aktif karena alasan kesehatan. "Tidak ketinggalan, untuk pralansia sebaiknya mempersiapkan diri secara baik agar tetap dapat aktif di usia tua, misal dengan mulai rajin olah raga atau menjaga pola makan. Intinya, kembangkan gaya hidup sehat sedini mungkin. Jangan lupa untuk banyak mencari informasi mengenai lanjut usia sehingga tidak adanya kekagetan bila nantinya menghadapi berbagai perubahan yang dialami, dimana hal ini dapat dilakukan dengan banyak terlibat pada aktivitas sosial sehingga saling belajar dari anggota lain."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febri Christian Trisna Putra
"Usia lanjut merupakan tahap akhir perkembangan pada kehidupan manusia. Tahapan ini ditunjukan dengan pencapaian tugas perkembangan integrity vs despair dalam teori Erik Erikson. Lansia yang tidak mencapai integritas akan mengalami keputusasaan yang dapat berdampak pada munculnya loneliness dan gejala depresi. Tujuan karya ilmiah akhir ners spesialis ini adalah menganalis pengaruh Terapi Kelompok Terapeutik (TKT) dan Psikoedukasi keluarga (FPE) terhadap pencegahan gejala depresi dan loneliness pada lanjut usia. Desain karya tulis ilmiah menggunakan desain case series pada lanjut usia pada dua kelompok. Kelompok 1 diberikan terapi kelompok terapeutik dan psikoedukasi keluarga sementara kelompok 2 diberikan terapi kelompok terapeutik. Hasil karya ilmiah ners spesialis ini menunjukan bahwa terjadi jumlah penurunan rata-rata gejala depresi dan loneliness lanjut usia pada kelompok 1 dan kelompok 2. Kelompok 1 terdapat penurunan tingkat loneliness lanjut usia sebesar 16% setelah diberikan intervensi, sedangkan kelompok 2 terdapat penurunan tingkat loneliness lanjut usia sebesar 12% setelah diberikan intervensi. Peningkatan tugas dan aspek pekembangan kelompok 1 sebesar 24,17% dan 15,03%, sedangkan pada kelompok 2 meningkat sebesar 17,17% dan 13,94%. Kesimpulan gejala depresi dan loneliness pada lanjut usia mengalami penurunan terbesar pada kelompok 1 yang mendapatkan Terapi Kelompok Terpeutik (TKT) lanjut usia dan Psikoedukasi Keluarga (FPE) dibandingkan kelompok 2 yang hanya mendapatkan Terapi Kelompok Terpeutik (TKT) lanjut usia. Terapi kelompok terapeutik dan psikoedukasi keluarga dapat digunakan dalam upaya pencegahan gejala depresi dan loneliness pada lanjut usia.

Old age is the final stage of development in human life. This stage is indicated by the achievement of the developmental task of integrity vs despair in Erik Erikson's theory. Elderly people who do not achieve integrity will experience despair which can lead to loneliness and depressive symptoms. The purpose of the final scientific work of this specialist nurse is to analyse the effect of Therapeutic Group Therapy (TKT) and Family Psychoeducation (FPE) on preventing symptoms of depression and loneliness in the elderly. The scientific paper design uses a case series design in the elderly in two groups. Group 1 was given therapeutic group therapy and family psychoeducation while group 2 was given therapeutic group therapy. The results of this specialist ners scientific work show that there is an average decrease in the symptoms of depression and loneliness of the elderly in group 1 and group 2. Group 1 there is a decrease in the level of elderly loneliness by 16% after being given Therapeutic Group Therapy (TKT) and Family Psychoeducation (FPE), while group 2 there is a decrease in the level of elderly loneliness by 12% after receiving Therapeutic Group Therapy (TKT). In conclusion, symptoms of depression and loneliness in the elderly experienced the greatest decrease in group 1 who received elderly Therapeutic Group Therapy (TKT) and Family Psychoeducation (FPE) compared to group 2 who only received elderly Therapeutic Group Therapy (TKT). Therapeutic group therapy and family psychoeducation can be used in providing prevention of depression and loneliness symptoms in the elderly."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mita Aswanti Tjakrawiralaksana
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3078
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Hafiah Halidha Nilanda
"Status hidrasi dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk usia. Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia yaitu penurunan sensasi rasa haus, penurunan sekresi aldosteron, dan penurunan fungsi luhur dapat menyebabkan peningkatan risiko dehidrasi pada lansia. Penelitian analitik observasional dengan metode potong lintang telah dilakukan di rumah binaan lansia Atmabrata, Cilincing Jakarta Utara, dengan tujuan untuk menilai status hidrasi pada lansia dan faktor-faktor yang berhubungan yaitu asupan cairan dan aktivitas fisik. Lima puluh sembilan subjek berhasil menyelesaikan protokol penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 27,1% lansia mengalami dehidrasi dengan menggunakan indikator berat jenis urin dan 49,2% lansia tidak terhidrasi dengan baik dengan menggunakan indikator warna urin. Rerata asupan cairan subjek adalah 1327,97 ± 407,75 mL, dan terdapat 72,9% subjek dengan aktivitas fisik rendah. Tidak terdapat hubungan antara status hidrasi dengan asupan cairan (p>0,05), dan sebaliknya terdapat hubungan yang bermakna antara berat jenis urin dengan tingkat aktivitas fisik (p <0,001).

Hydration status can be affected among others by age. Dehydration risk is higher in the elderly. Physiological changes such as decreasing sensation of thirst, decreasing secretion of aldosterone and impaired cognitive fuction could be the causes of dehydration among elderly. Analytic observational by using cross sectional study design conducted in Atmabrata nursing home, Cilincing North Jakarta has been done to asses hydration status in the elderly and its related factors, i.e fluid intake and physical activity. Fifty nine subjects accomplished the study protocol.
Based on the urine specific gravity measure, it shows that 27.1% elderly was dehydrated and by using urine color chart, it shows that 49.2% elderly was not hydrated properly. The fluid intake average of the subject was 1327.97 ± 407.75 mL, and there was 72.9% subject with low physical activity. There was no significant association between hydration status and fluid intake (p>0.05). There was significant association between urine specific gravity status and level physical activity (p<0.001).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnama Sidhi
"Latar belakang. Kognitif merupakan proses berpikir akibat aktivitas sejumlah fungsi kompleks dari berbagai sirkuit di otak. Adanya gangguan kognitif menunjukkan terjadinya gangguan fungsi otak. MCI (Mild Cognitive Impairment ) merupakan gangguan kognitif ringan yang sudah terjadi pada kelompok lanjut usia nondemensia. Berbagai studi menunjukkan gambaran dan prevalensi MCI pada lanjut usia nondemensia. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran fungsi kognitif dan prevalensi MCI pada kelompok lanjut usia nondemensia.
Metode. Penelitian ini menggunakan cara potong lintang dengan populasi semua lanjut usia nondemensia di Puskesmas Tebet dan Pasar Minggu yang memenuhi kriteria inklusi. Samua subyek dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan neurologis . Dilakukan pemeriksaan fungsi kognitif dengan menggunakan CERAD dan Trail Making Test - B. Diagnosis MCI menggunakan kriteria dari Petersen RC. Data diolah dengan menggunakan tes chi-square , Fisher's Exact dan memakai program SPSS versi 12.
Hasil. Pada penelitian ini didapatkan 300 lanjut usia (? 60 tahun) nondemensia, rentang usia antara 60-76 tahun (rerata 63,5 ± 4,1 tahun) dengan kelompok usia terbesar 60 - 65 tahun (75,0%) , terdiri dari 177 (59%) wanita dan 123 (41%) pria. Sebanyak 269 subyek (89,6%) memenuhi kriteria MCI. Subkelas MCIa 22 kasus (7,3%), MClsdnm 81 kasus (27%) dan MCImd 166 kasus (55,3%). Gangguan kognitif terbanyak pada MCIa adalah Memori Rekognisi (81,8%) , pada MClsdnm adalah Fungsi Eksekutif (100%) dan pada MCImd adalah Fungsi Eksekutif (89,1%) beserta Memori Rekognisi (64,5%). Didapatkan hubungan bermakna antara MCIa dengan DM ( p = 0,038 ; OR 0,10 ; IK 95% 0,01;0,88 ) dan MCImd dengan pendidikan rendah ( SD dan SLP) (p = 0,000 ; OR 5,32 ; IK95% 2,12;13,31 ) dan DM (p = 0,008 ; OR 0,26 ; 1K95% 0,10;0,70 ).
Kesimpulan. Prevalensi MCI pada lanjut usia nondemensia (> 60 tahun ) ditemukan sebesar 89,6%. Rana kognitif yang paling banyak terganggu adalah Memori Rekognisi dan Fungsi Eksekutif . Faktor risiko terbanyak adalah pendidikan rendah dan DM.

Background. Cognitive function is the process of several complex functions of various circuits in the brain. Mild Cognitive Impairment (MCI) is a transition state between normal and probable dementia. The aim of this study was to describe the cognitive impairment profile and the prevalence of MCI in non demented elder.
Methods. This was an analytical cross sectional study which included all non demented elder patients who fulfilled the inclusion criteria. Medical history, physical and neurology examination were performed.. The patient's cognitive function was examined using neurophysiology test of CERAD and Trail Making Test-B. Diagnostic criteria of mild cognitive impairment were confirmed by using criteria from Petersen RC (< 1.5 SD below normative value). The data were analyzed using chi-square, Fisher' exact and using SPSS for Windows ver. 12.
Result. There were found 300 non demented elder ( age 60 years old ), 177 (59%) subjects were female and 123 (41%) were male , range of age was 60-76 years old (mean 63,5 ± 4,1 years old ) with largest age group were 60-65 years old ( 75,0%). There were 269 (89,6%) subjects fulfilled the MCI criteria with MCIa 22 (7,3%) , MClsdnm 81 (27%) and MCImd 166 (55,3%) . The most affected cognitive domain in MCIa was Recognition Memory ( 81,8%) in MClsdnm was Executive Function (100%) and in MCImd were Recognition Memory (64,5%) together with Executive Function (89,1%) . In addition, a significant correlation was found between the MCIa and DM (p=0.038;OR 0,10; CI95% 0,01;0,88) and between MCImd with poor education (p-0.000;OR 5,32; CI95% 2,12;13,31) and DM (p=0.008;OR 0,26; CI95% 0,10;0,70.
Conclusion. Prevalence of MCI in non demented elder (_> 60 years old) 89,6% . The most affective cognitive domains were Recognition and Executive Function. The most risk factors were poor education and DM."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikarie Monitha Arthos
"Kematian berarti berakhirnya daur kehidupan seseorang dan merupakan bagian dari eksistensi manusia yang perlu dikenali sebagai komponen yang alami dalam daur kehidupan, yang pada akhirnya dapat memberi arti pada keberadaanya sebagai manusia. Kematian menetapkan batasan dalam kehidupan dan mengingatkan manusia untuk memanfaatkan waktu yang dimiliki dengan sebaikbaiknya. Tetapi, bagi orang lain pada siapa kematian tersebut membawa pengaruh, hal ini tetap merupakan faktor yang harus diintegrasikan ke dalam daur kehidupan yang sedang berlangsung (Peterson, 1984). Sebab, bagi orang yang ditinggalkan, kematian tersebut dapat menimbulkan kesedihan yang dapat dianggap sebagai saat krisis dan berpengaruh besar terhadap perkembangan kehidupannya.
Ada 2 kehilangan yang dapat dikatakan paling mengganggu dan mungkin menjadi tekanan, yaitu kehilangan anak dan kehilangan pasangan. Dalam daur kehidupan manusia, terdapat suatu periode di mana masalah kehilangan pasangan merupakan salah satu penyesuaian yang harus dilalui dalam tahap perkembangannya, yaitu tahap dewasa akhir (late adulthood). Bagi pasangan lanjut usia, lamanya hidup bersama telah membuat mereka mengembangkan suatu hubungan yang nyaman melalui kegiatan rutin sehari-hari dan membuka kesempatan untuk memperdalam hubungan serta lebih menerima dan memahami pasangan. Oleh sebab itu, pasangan diasumsikan mengalami penderitaan paling besar dalam perpisahan karena kematian.
Kematian seseorang dapat menimbulkan kehilangan (bereavement) dan rasa sedih (grief) yang muncul sebagai reaksi normal terhadap kehilangan. Masa kehilangan kemudian membawa dua tantangan, yaitu menyelesaikan kesedihan akibat kehilangan orang yang dicintai dan membangun kehidupan baru sebagai individu (Brubaker, 1985 dalam Lemme, 1995). Ada tiga hal yang dapat dijelaskan sehubungan dengan pengalaman kehilangan, yaitu proses yang dilalui, faktor-faktor yang mempengaruhi dan konsekuensi yang timbul sebagai akibat kehilangan tersebut. Pengetahuan akan hal ini akan dapat digunakan sebagai dasar pemberian bantuan bila terjadi kesulitan saat menjalaninya. Dengan memperhatikan kekhususan pada tingkat perkembangan dewasa akhir dan perbedaan dalam respon terhadap rasa kehilangan pada pria dan wanita, dalam penelitian ini ingin diperoleh gambaran proses kehilangan dan kesedihan wanita lanjut usia yang kehilangan pasangan, dengan mengacu pada aspek proses yang dilalui, faktor-faktor yang mempengaruhi dan konsekuensi yang dirimbulkan.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan menggunakan teknik wawancara dan observasi untuk mengumpulkan data. Subyek penelitian terdiri dari 5 orang wanita lanjut usia yang telah menjanda selama IV2 sampai 2 tahun 4 bulan. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap kelima subyek, yang dipandu dengan pedoman wawancara berstruktur. Setelah data selesai dikumpulkan, dilakukan analisa secara kualitatif untuk mendapatkan gambaran proses kehilangan dan kesedihan pada wanita lanjut usia akibat kematian pasangan. Proses analisa data yang digunakan berasal dari definisi analisa data yang dikemukakan oleh Miles & Huberman (1994).
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa gambaran proses berduka yang dialami oleh subyek mempunyai perbedaan-perbedaan bila dibandingkan dengan apa yang dikemukakan oleh teori mengenai proses berduka dari Phyllis Silverman dan Parkes. Pada faktor-faktor yang mempengaruhi proses berduka dan konsekuensi setelah kehilangan pasangan terlihat adanya keunikan pada tingkat perkembangan dewasa akhir ini, dengan faktor usia dan lamanya menikah sebagai dasar perbedaannya. Hal-hal yang terjadi dalam kehidupan subyek dan karakteristik dari tingkat perkembangan dewasa akhir kemudian digunakan untuk menjelaskan kenapa perbedaan dengan teori itu terjadi. Faktor agama yang muncul dalam menjalani kehilangan juga menjadi hal yang menarik untuk didiskusikan.
Saran terhadap penelitian meliputi penggunaan metode longitudinal untuk penelitian selanjutnya dan menambah penggunaan wawancara terhadap orang yang mengetahui bagaimana subyek menjalani kehilangannya. Selanjutnya penelitian mengenai fenomena yang sama pada tingkat perkembangan yang berbeda dan mengetahui pengaruh faktor-faktor lain terhadap pengalaman berduka seseorang akan menambah pengetahuan mengenai fenomena kehilangan dan kesedihan akibat kematian. Pada akhirnya pengetahuan yang dimiliki diharapkan dapat dijadikan dasar pemberian bantuan bagi orang-orang yang mengalami kesulitan dalam melalui proses tersebut."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2613
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktariyani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gamabran status gizi pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulya 01 dan 03 Jakarta Timur. Metode penelitian ini kuantitatif dengan desain deskriptif cross sectional. Jumlah responden 143 dengan tekhnik pengambilan simple random sampling. Hasil penelitian status gizi lansia berdasarkan Indeks Massa Tubuh adalah 50,3% status gizi normal, 33,6% gizi kurang, 16,1% gizi lebih. Sementara 47,6 % lansia normal dan tidak membutuhkan pengkajian lebih lanjut sedangkan 52,4% lansia mungkin malnutrisi dan membutuhkan pengkajian lebih lanjut berdasarkan The Mini Nutritional Assessment. IMT dapat lebih dipilih untuk menentukan status gizi pada lansia di panti karena lebih mudah digunakan dan bersifat objektif.

This study had purposed to describe of the nutritional status elderly in social institutional Budi Mulya 01 and 03 Jakarta Timur. Method of this study was quantitative with cross sectional descriptive. The number of respondents was 143 respondents with technique simple random sampling. Results of this study nutritional status elderly based on Body Mass Index are 50.3% normal nutritional status, 33.6% under nutrition, 16.1% overweight. While, 47.6% normal and no need to complete assessment whereas 52.4% possible malnutrition and need complete assessment based on The Mini Nutritional Assessment. BMI could be
selected to determine the nutritional status of elderly in institutional because it was easier to used and be objective.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
S42017
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Setiawan Borman
"Kesepian pada lanjut usia dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kesehatan dan kesejahteraan mental, penurunan kognitif dan depresi.Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memahami proses kesepian yang dialami oleh para lanjut usia dan bagaimana mereka mengatasinnya.Metode yang digunakan adalah mixed method, dimana, kuantitatif untuk mengetahui gambaran umum karakteristik populasi sampel terdiri dari 47 lansia, dan kualitatif untuk mendalami kesepian yang dialami oleh dua belas informan. Partisipan terdiri dari dua belas orang, lima laki-laki dan enam perempuan ,dengan memanfaatkan beberapa alat pengumpul data seperti UCLA Loneliness Scale, dan dua macam pedoman wawancara.
Temuan kritis dalam penelitian ini adalah sebagian besar partisipan mengami kesepian dikarenakan terganggunya hubungan sosial mereka yang diakibatkan oleh beberapa penyebab diantarannya penurunan kualitas kesehatan,kematian orang yang mereka cintai, memasuki masa pensiun. Sedangkan upaya yang mereka lakukan untuk mengatasi kesepian yang dialami adalah mencoba untuk mendatangi orang baru atau komunitas membantu orang yang membutuhkan dan memiliki hewan peliharaan. Para praktisi kesejahteraan sosial bisa melihat ini sebagai bahan untuk mendeteksi kesepian pada lansia lebih dini dan mengintervensinnya.

Loneliness among elderly can causes decresing health fisical and mentaly, decrease cognitive ability and depresion. The purpose of this mixed study was to explore the meaning of loneliness in community older adults and to understand their daily practices in coping with loneliness. The sample consisted of 47 older adults in RT 01 RW 04 Kelurahan Manukan Kulon Kecamatan Tandes. Interviews were conducted with the 12 participants utilizing several tools, including 2 separate interview guides and the UCLA Loneliness Scale, Version 3 Russell, 1996.
A critical finding was that many participants experienced loneliness as a result of disrupted meaningful engagement, due to age related changes, as well as other losses, including death of spouse, retirement, and access to transportation as results of giving up the motor cycle. Participant coping practices with loneliness included reaching out to others, helping those in need, and seeking companionship with pets. Many older adults are at risk for loneliness because of declining health and other age related losses that prevent them from remaining engaged in meaningful relationships. Family as a caregiver and social welfare practioner can screen for loneliness to identify those at risk and can intervene to help older adults maintain connections.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T49381
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Wasid
"Telah diteliti secara prospektif mengenai perbandingan gambaran klinik awal infark miokard akut (IMA) dan beberapa hubungan di antaranya, pada 2 grup pasien IMA waktu masuk di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita (RSJHK) dan Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada periode tertentu, tahun 1986. Grup I terdiri dari 30 pasien IMA usia lebih dari 60 tahun (usia rata rata 67,4 ± 6,9 tahun) yang selanjutnya disebut grup studi, dengan 45 pasien IMA usia kurang dari
60 tahun (usia rata rata 49, 6 ± 7.6 tahun) yang selanjutnya disebut grup kelola.
Hasilnya menunjukkan bahwa keluhan sakit dada tidak khas lebih banyak terdapat pada grup I daripada grup II dengan perbedaan yang bermakna yaitu 83.3% berbanding 2.2% (p< 0.001), sedangkan keluhan sakit dada khas IMA lebih banyak pada grup II daripada grup I dan perbedaannya juga bermakna, yaitu 13.3% berbanding 97.8% (p<0.001). Ternyata keluhan sakit dada tidak khas tersebut tidak ada hubungan dengan Diabetes Melitus (DM), tetapi ada hubungan yang bermakna dengan usia, yakni makin lanjut
usia maka makin tidak khas sakit dadanya (p< 0.0007).
Pada usia lanjut terdapat hubungan yang bermakna antara keluhan lemas dengan timbulnya gangguan sistim hantaran jantung (p< 0.002), dan antara DM dengan meningkatnya jumlah kematian pasien (p < 0.002).
Akhirnya dapat disimpulkan, bahwa gambaran klinik awal IMA pada usia lanjut mempunyai beberapa perbedaan yang bermakna dengan IMA usia muda, mengenai gejala dan tanda klinik, maupun hubungannya dengan perjalanan penyakitnya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>