Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14572 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tissa Pitaloka Pagehgiri
"Dalam pemeriksaan psikologi, alat tes mempunyai peranan penting sebagai alat bantu bagi psikolog dalam memberikan penilaian tentang perilaku seseorang. Dengan alat tes dapat diketahui kemampuan seseorang serta ciri-ciri perilaku seseorang, seperti sikap, motivasi, kondisi emosi, dan hubungan sosial orang tersebut dengan lingkungannya. Dalam penelitian ini peneliti menekankan pada tes Rorschach yang merupakan tes kepribadian dngan metode proyeksi. Perilaku yang ditunjukkan seseorang selama pemeriksaan psikologi merupakan cerminan kepribadiannya.
Sebagai alat tes kepribadian Rorschach dapat mengungkap aspek-aspek kepribaiaan yaitu aspek intelektual/kognitif aspek emosi atau afektif, serta aspek fungsi ego. Fungsi aspek-aspek tersebut hanya dapat dipahami bila masing-masing aspek dihubungkan daiam suatu totalitas. Selain dapat mengungkap aspek-aspek kepribadian, tes Rorschach juga dapat mengungkap hal-hal patologis dari suatu kasus klinis, seperti Skizofrenia yang mempakan gangguan jiwa terberat dalam kelompok psikotik. Seorang penderita skizofrenia akan mengalami gangguan pada aspek kognitif, aspek emosi, dan aspek perilakunya. Pada aspek kognitif penderita mengalami gangguan berupa halusinasi, waham maupun proses pikirnya. Gangguan pada aspek emosi berupa emosi yang tidak sesuai yang ditunjukkan oleh penderita.
Sedangkan gangguan perilaku ditunjukkan penderita dalam bentuk perilaku katatonik atau postur lilin. Berdasarkan gangguan-gangguan yang ada pada penderita skizofrenia maka peneliti ingin melihat bagaimana gambaran gangguan tersebut pada tes Rorschach, terutama pada aspek intelektualnya yang merupakan gangguan yang paling mencolok pada penderita skizofrenia.
Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari bagian Psikologi Klinis Dewasa sejak tahun 1996-2002, diperoleh 30 sampel yang terdiri dari skizofrenia tipe paranoid berjumlah 13 orang, tipe hebefrenik berjumlah 2 orang, tipe katatonik berjumlah 1 orang, tipe tak tergolongkan beljumlah 9 orang dan tipe residual berjumlah 5.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pada penderita skizofrenia baik tipe paranoid, hebefrenik, katatonik, tak tergolongkan maupun residual memiliki lcapasitas intelektual dibawah rata-rata dengan efisiensi intelektual yang juga berada pada rentang yang sama, yaitu dibawah rata-rata. Penderita skizofrenia juga mempunyai persentas respon W tinggi dengan kualitas minus. Selain W- pada penderita skizofrenia juga ditemukan konfabulasi W. F- minus juga terdapat pada sebagian besar penderita skizofrenia. Jumlah respon popular rendah dan respon minus ditemukan pula pada penderita skizofrenia. Untuk content, paling banyak ditemukan respon A. A% pada penderita skizofrenia sangat tinggi. Selain itu ditemukan juga suksesi loose dan confused."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joke Widya
Depok: Universitas Indonesia, 1975
S2075
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kaplan, Bert
Cambridge, UK: Peabody Museum, 1954
752 KAP s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Alvina Gunawan
"Berdasarkan definisinya skizofrenia adalah sekelompok orang yang menderita gangguan psikotik dengan ciri-ciri adanya gangguan dalam proses berpikir, emosi dan tingkah Laku. Karena adanya ketidaksesuaian proses berpikir, kondisi emosi dan tingkah Laku orang Lain sulit untuk memahami penderita. Melalui wawancara, observasi dan penggunaan alat tes, pemahaman terhadap pasien skizofrenia mulai muncul.
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah DAP. Pandangan individu terdapat dirinya akan mengarahkan individu dalam membentuk gambar orang. Oleh karena itu, gambar orang, yang didalamnya termasuk bentuk proyeksi dari pencitraan tubuh (body image), merupakan salah satu alat yang dapat mengungkapkan kebutuhan dan kronik yang dialami seorang individu. Dalam perkembangannya, berbagai variasi diberikan terhadap tes proyeksi, termasuk menggunakan Warna. Warna merupakan simbolisasi emosi.
Penelitian ini merupakan studi kasus terhadap 4 orang pasien skizofrenia di RSAD di Mintoharjo. Masing-masing subjek diminta untuk menggambar orang, dengan menggunakan pensil. Setelah asosiasi selesai, subjek kembali diminta menggambar orang menggunakan krayon dan dilanjutkan dengan asosiasi gambar dan penghayatan subjek terhadap warna yang digunakan. Hasil dari kedelapan gambar menunjukan bahwa DAP berwarna dapat mendukung DAP standar serla memperkuat indikasi yang sudah ada. Dengan tambahan elemen warna, arti simbolis warna yang digunakan dapat menambah indikasi kebutuhan dan konflik yang dialami subjek. kebutuhan yang tampak dari keempat subek adalah kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan perlindungan, kebutuhan untuk bergantung pada orang Lain dan kebutuhan untuk afeksi.
Untuk penelitian lanjutan, disarankan agar memperhatikan kelengkapan asosiasi cerita dan tingkat kesembuhan yang sudah dialami pasien. Dengan demikian hasil yang diperoleh akan Lebih komprehensif. Diperlukan juga wawancara yang mendalam sebagai konfirmasi data yang diperoleh melalui hasil tes DAP."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Ellah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran family functioning dan kualitas hidup pada anggota keluarga yang merawat penderita skizofrenia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Pengukuran family functioning menggunakan Family Assessment Device (FAD) dan pengukuran kualitas hidup menggunakan alat ukur WHOQOL-BREF.
Hasil penelitian menunjukan bahwa secara umum family functioning anggota keluarga yang merawat penderita skizofrenia tidak mengalami masalah pada semua dimensi yang diukur dan kualitas hidup anggota keluarga yang merawat penderita skizofrenia berada pada tingkatan sedang.

This study was conducted to examine family functioning and quality of life of family member who take care for people with schizophrenia. This study used quantitative method. Family functioning was measured by Family Assessment Device (FAD) and quality of life was measured by WHOQOL-BREF.
The result of this study showed that generally family member who take care for people with schizophrenia don't have any problem on each dimension of family functioning and the result showed that they had moderate quality of life.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46525
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Nadya Widyanti
"Sales (2003) mengatakan merawat anggota keluarga yang menderita penyakit kronis, misalnya skizofrenia, dapat menimbulkan perasaan terbebani dan ketegangan sehingga mengurangi kualitas hidup caregiver. Stanley dan Shwetha (2006) menjelaskan skizofrenia mengakibatkan stres tidak hanya bagi penderitanya tetapi juga bagi anggota keluarganya. Secara umum, hal ini dikenal sebagai beban caregiver yang terbagi dua, yaitu beban obyektif dan beban subyektif. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemberian intervensi psikologis pada caregiver penderita skizofrenia. Intervensi psikologis yang diberikan berdasarkan manual intervensi yang dibuat oleh National Institute of Mental Health and Neuroscience Bangalore (Varghese, Shah, Kumar, Murali, & Paul, 2002).
Penyampaian materi dan tujuan yang tertuang dalam modul tersebut akan dilakukan dengan pendekatan konseling. Penelitian ini bertujuan untuk melihat penurunan beban caregiving yang dialami oleh caregiver penderita skizofrenia. Penelitian melibatkan dua orang partisipan yang menjalani rangkaian intervensi sebanyak lima kali pertemuan. Penurunan beban caregiving dilihat berdasarkan perbedaan skor pada alat ukur Zarit Burden Interview (ZBI) yang terdiri dari 22 item dan wawancara secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi yang dijalankan dapat menurunkan beban pada caregiver penderita skizofrenia,yang dilihat dari penurunan skor pada alat ukur ZBI dan perubahan positif yang dirasakan caregiver.

Sales (2003) said that caring for a family member suffering from a chronic disease, such as schizophrenia, can lead to feeling overwhelmed and tension thereby reducing caregiver quality of life. Stanley and Shwetha (2006) describe schizophrenia is stressful not only for the sufferer but also for family members. This is known as caregiver burden which can be divided into objective burden and subjective burden. Therefore, it is necessary to provide psychological intervention on caregiver of people with schizophrenia. Psychological intervention given is based on a manual intervention developed by National Institute of Mental Health and Neuroscience Bangalore (Varghese, Shah, Kumar, Murali, & Paul, 2002).
Delivery of content and objectives contained in the module will be done using counseling approach. This research was conducted to see whether the intervention with the caregiver of people with schizophrenia can ease the caregiver's burden. This research involved two participants who underwent a series of interventions consists of five sessions. The decrease in caregiver burden is seen by differences in scores using Zarit Burden Interview (ZBI), which consists of 22 items, and a qualitative interview. The result showed this psychological intervention have decreased caregiver burden, as seen from ZBI scores and positive changes which caregiver perceived.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T35155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dindadari Arum Jati
"ABSTRAK
Penelitian ini berkaitan dengan tuturan yang dihasilkan penderita skizofrenia tipe hebefren di Indonesia, khususnya di kota Yogyakarta. Tuturan tersebut akan dianalisis dengan prinsip kerja sama dari Grice 1975 yang terdiri atas empat maksim, yaitu maksim kualitas, kuantitas, relevansi, dan cara, serta jenis pelanggaran prinsip kerja samanya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pelanggaran maksim dan mengklasifikasi jenis pelanggaran prinsip kerja sama yang mendominasi tuturan penderita skizofrenia tipe hebefren. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara berbentuk tanya jawab yang dilakukan peneliti kepada 6 informan, 3 fase akut dan 3 fase tenang . Data rekaman audio yang telah didapat akan ditranskrip dan dianalisis dengan teori prinsip kerja sama Grice 1975 . Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penderita skizofrenia fase akut lebih banyak melakukan pelanggaran maksim dari pada fase tenang dan maksim yang paling banyak dilanggar adalah maksim relevansi yang mencapai 57 kali kemunculan pada fase akut dan 23 kali kemunculan pada fase tenang. Selain itu, jenis pelanggaran prinsip kerja sama yang mendominasi tuturan penderita skizofrenia tipe hebefren adalah jenis infringing dengan total temuan 70 kali kemunculan. Rincian dari temuan adalah fase akut melakukan 47 dan fase tenang melakukan 23 pelanggaran jenis infringing.

ABSTRACT
This research observes how hebephrenic schizophrenia patients conduct a communication toward others. This research uses the theory from Grice 1975 , cooperative principles which consist of four maxims, they are the maxim of quality, quantity, relation, and manner. More over, this research also observes the type of the violation of cooperative principles. The data collection technique of this research is interviewing the six hebephrenic skizofrenia patients three acute phase patients and three quiet phase patients . The audio recorded which is obtained will be transcribed and analized based on the coopreative principles theory from Grice. The findings of this research shows that acute phase hebephrenic skizophrenia patients commited more violation toward cooperative principles than quiet phase hebephrenic skizophrenia patients. Furthermore, maxim which is usually violated is maxim of relation which reach up to 57 times occurance in acute phase and 23 times occurance in quiet phase. Then the findings of the type which is usually violated is infringing type with 47 times occurance for the acute phase and 23 times occurance for the quiet phase."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Venie Viktoria RM
"Pada awalnya, seseorang yang menderita skizofrenia mungkin tidak diketahui oleh lingkungan mengenai gangguan yang dideritanya. Ketika keluarga mengetahui hal ini, tidak jarang mereka harus hidup bersama dengan penderita. Di rumah, para penderita tinggal bersama anggota keluarga yang lain, termasuk di antaranya adalah orang tua.
Bagi orang tua, kehadiran anak merupakan suatu prestasi tersendiri. Beberapa orang tua bahkan menganggap kehadiran anak sebagai penegasan akan kesuksesan dan kemampuan mereka sebagai orang tua (Gargiulo, 1985). Ketika orang tua mendengar dari dokter atau psikolog bahwa anaknya menderita skizofrenia, mereka biasanya akan mengalami shock. Menurut Duncan & Moses (dalam Gargiulo, 1985), shock merupakan fase awal yang biasanya terjadi ketika seseorang mengetahui salah satu anaknya mengalami gangguan skizofrenia sebelum akhirnya mereka menerima keadaan anaknya.
Duncan & Moses, berdasarkan konsep penerimaan dari Kübler-Ross (dalam Gargiulo, 1985), menyatakan bahwa penerimaan orang tua terhadap anak mereka dapat dibagi menjadi tiga tahap. Tiga tahap penerimaan orang tua tersebut terdiri atas primary phase, secondary phase, dan tertiary phase. Shock terjadi pada tahap primary phase dan penerimaan berada pada tahap tertiary phase.
Ketika lingkungan mengetahui gangguan yang dialami penderita, lingkungan sekitar sering kali menjauhi dan mempermalukan penderita maupun keluarganya. Keluarga dan masyarakat juga menganggap bahwa skizofrenia merupakan penyakit yang berbahaya, memalukan, dan membawa aib keluarga. Bahkan mereka menganggap skizofrenia sebagai akibat dari terkena guna-guna, kemasukan setan, kemasukan roh jahat, kutukan, dilanggarnya larangan (tabu), dan lain sebagainya yang berlandaskan kepercayaan supranatural (Hawari, 2001).
Menurut Hawari (2001), sebagai konsekuensi kepercayaan di atas, banyak penderita skizofrenia tidak dibawa ke dokter. Di antara mereka, penderita sering disembunyikan oleh keluarga mereka. Padahal mereka justru membutuhkan dukungan dan penerimaan dari keluarga serta lingkungan sekitar mereka.
Masalah lain yang berkaitan dengan hal ini adalah biaya pengobatan penderita. Hal ini juga dapat menjadi beban tersendiri bagi orang tua, karena membutuhkan dana yang tidak sedikit dan ini akan meningkatkan pengeluaran biaya, yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi keluarga.
Masalah-masalah tersebut dapat mempersulit penerimaan keluarga terhadap penderita. Dengan demikian, penelitian ini ingin melihat gambaran penerimaan keluarga, khususnya orang tua dari penderita skizofrenia, dengan melihat tahapan penerimaan dari orang tua menurut Duncan & Moses yang didasarkan dari konsep penerimaan Kübler-Ross serta masalah-masalah yang dapat mempengaruhi penerimaan orang tua.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Sedangkan metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan observasi.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa tahap-tahap yang terjadi pada kedua pasangan orang tua terlihat tumpang tindih dan masing-masing orang tua memiliki keunikannya masing-masing. Kedua pasangan orang tua juga belum dapat menerima sepenuhnya keadaan anak mereka. Masalah-masalah yang dihadapi orang tua, yaitu masalah biaya, lingkungan, dan intensitas gangguan penderita, pernah dialami oleh kedua pasangan orang tua dan bahkan ada yang masih mengalaminya hingga saat ini. Beberapa masalah tersebut telah dapat ditangani oleh kedua pasangan orang tua."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haya Serena
"Skizofrenia merupakan gangguan yang menimbulkan gangguan proses kognitif, disintegrasi kepribadian, gangguan afek, dan munculnya perilaku menarik diri dari lingkungan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kekambuhan adalah dengan memberikan pelatihan asertif. Keasertifan merupakan kunci dari keterampilan sosial yang jika dapat dikuasai oleh penderita skizofrenia, maka kecemasan sosial mereka akan menurun sehingga kemungkinan kambuh juga semakin kecil. Asertif merupakan kemampuan untuk mengekspresikan perasaan dan kemampuan untuk membela hak pribadi dengan tetap menghormati perasaan serta hak dari orang lain.
Peneliti kemudian memberikan pelatihan asertif kepada tiga penderita skizofrenia paranoid yang dirawat di RSMM yang sudah melewati fase akut. Pelatihan diberikan dalam bentuk terapi kelompok yang diharapkan dapat mempersingkat waktu dan biaya serta memfasilitasi partisipan untuk dapat berlatih berinteraksi dengan orang lain. Pelatihan ini dilakukan dengan menggunakan teknik behavioral dan restrukturisasi kognitif untuk menunjang teknik behavioral yang dilakukan. Pelatihan diberikan melalui edukasi dengan metode ceramah, diskusi, role play, dan menonton film. Pelatihan ini berhasil menurunkan kecemasan sosial pada ketiga penderita, dilihat dari penurunan skor pada Social Interaction Anxiety Scale.

Schizophrenia is a group of disorder characterized by severely impaired cognitive processes, personality disintergration, affective disturbances, and social withdrawal. Assertiveness training is one of the intervention that can be given to the patient to prevent relaps. Assertiveness is a key ability to be mastered in order to reduce social anxiety. Thus, their possibility to relaps will also decreased. Assertiveness is the ability to express one?s feeling and assert one?s rights while respecting the feelings and rights of others.
The researcher conducted an assertiveness training for three non acute schizophrenic paranoid patients in RSMM. The training was running in a group therapy form in order to cut time and cost, and also to facilitate the participants to be able to interact with each other. The researcher is using behavioral techniques and also cognitive restructurization to support the behavioral techniques. The subjects is given through education by lectures, group discussion, role play, and movie watching. This training is succeed to reduce social anxiety of all three participants, proven by the decrease of Social Interaction Anxiety Scale."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T35734
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aurora
"Penelitian ini bertujuan untuk memahami gambaran penghayatan cinta pada pasangan penderita skizofrenia, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pasangan untuk mempertahankan pernikahannya. Hal ini menarik untuk diketahui karena tingkat perceraian pada pasangan yang salah satunya mengalami gangguan mental lebih tinggi tiga sampai empat kali dibandingkan dengan rata-rata. Jumlah penderita skizofrenia mengalami peningkatan sekaligus stigma buruk dari masyarakat.
Penelitian ini dilakukan pada dua orang suami dan seorang istri dari penderita skizofrenia yang masih dalam status pernikahan dan bertemu secara intensif dengan pasangannya. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian kualitatif yang menggunakan teknik wawancara mendalam.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa subyek mengalami passionate love sebelum menikah dan sejalan dengan usia pernikahan mengalami companionate love. Gejala-gejala yang merupakan beban berat bagi subyek antara lain: mutism, ketidak mampuan bekerja dan merawat kebersihan tubuh, kekacauan bicara dan perilaku, halusinasi, ketidakmampuan mengurus rumah tangga. Perubahan dalam keintiman yang dialami subyek antara lain: menurunnya hasrat seksual, keterbukaan, dukungan emosional maupun perilaku. Seorang subyek masih mengalami keintiman kognitif, emosional dan perilaku, namun mengalami beban kekuatiran akan janin yang dikandung istri ketika sedang kambuh dan harus minum obat. Semua subyek menyebutkan faktor keyakinan agama mempengaruhi untuk mempertahankan pernikahan. Selain itu, dua subyek masih merasa bahagia dan menjalani hubungan suami istri sehingga mempertahankan pernikahan.
Penelitian selanjutnya perlu melibatkan penderita yang sudah mengalami remisi untuk mendapatkan gambaran yang utuh mengenai dampak gangguan terhadap keintiman dalam pernikahan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>