Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 97774 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sinaga, Harez Posma
"ABSTRAK
Perancangan Ulang Employee Assistance Programs di PT XYZ
(56 halaman + viii halaman, 1 tabel, 1 gambar, 4 lampiran)
Sejak tahun 2004 PT XYZ menyediakan layanan Employee Assisrunce
Programs (EAP) untuk membantu para karyawannya mcngatasi
permasalahan pribadi maupun permasalahan yang berhubungan dengan
pekerjaannya. Model layanan yang dipergunakan adalah model layanan
internal, yang ditangani oleh satu orang konsclor yang juga menjabat salah
satu _iabatan struktural di PT XYZ serta merupakan pimpinan koperasi
karyawan. Layanan terscbut terhenti pada bulan Mare! 2006, karena
konselor tersebut dialihtugaskan. Pimpinan Human Capital Development
P'l` XYZ berkeinginan untuk mengevaluasi layanan EAP tersebut sebelum
mcngaktifkannya kembali.
Berdasarkan kajian yang dilakukan terhadap pelaksanaan EAP di PT XYZ
selama ini dan juga terhadap sejumlah Iiteratur terkait, direkomendasikan:
l. Layauan EAP tetap perlu dilaksanakan di PT XYZ.
2. Pcnggunaan model layanan kombinasi internal-elcstcrnal.
3. Pengemban gan program-program yang berorientasi preventif.
4. Pengembangan variasi metodc layanan, termasuk pemanfaatun
fasilitas teknologi informasi di PT XYZ, khususnya HCIS dan portal
E-IIR, Serta mengintcgrasikannya dengan knowledge management
yang dilerapkan di PT XYZ.
5. Penggunaan konsultan yang memiliki keahlian dan pengalamzm di
bidang layanan EAP, sebagai pendamping qlalam mengembangkan
Iayanan EAP di PT XYZ.
Dengan mengimplementasikan rekomendasi tersebut di alas, layanan EAP
di PT XYZ diharapkan dapat mcnuniang slrategi PT XYZ yang
memetingkan kunlitas teknis clan layanan pelanggan berkelas dunia.

"
2006
T34088
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Harez Posma
"ABSTRAK
Perancangan Ulang Employee Assistance Programs di PT XYZ
(56 halaman + viii halaman, I tabel, l gambar, 4 Iampiran)
Sejak tahun 2004 PT XYZ menyediakan layanan Employee Assistance
Programs (EAP) untuk membantu para karyawannya mengatasi
pcrmasalahan pribadi maupun permasalahan yang berhubungan dengan
pekerjaannya. Model layanan yang diporgunakan adalah model layanan
internal, yang ditangani oleh satu orang konselor yang juga menjabat salah
satu jabatan struktural di PT XYZ serta mempakan pimpinan koperasi
karyawan. Layanan tcrscbut terhenti pada bulan Maret 2006, karena
konselor tersebut dialihtugaskan. Pimpinan Human Capital Development
PT XYZ berkeinginan untuk mengevaluasi layanan EAP tcrsebut sehelum
mengaktifkannya kembali.
Bcrdasarkan kajian yang dilakukan terhadap pelaksanaan EAP di PT XYZ
selama ini dan juga terhadap sejumlah lileratur terkait, dirckomendasikan;
1. Layanan EAP tetap perlu dilaksanakan di PT XYZ.
2. Penggunaan model layanan kombinasi internal-ekstcrnal.
3. Pengcmban gan program-program yang berorientasi prcvenlif.
4. Pengcmbangan variasi mctode layanan, tcrmasuk pcmanfaatan
thsilitas teknologi intbrmasi di PT XYZ, khususnya HCIS dan ponzal
E~HR, Serta mengintcgrasikannya dengan knowledge mcmagemen!
yang diterapkan di PT XYZ.
5. Penggunaan konsultan yang memiliki keahlian dan pengalaman di
bidang layanan EAP, scbagai pendamping dalam mengembangkan
layanan EAP di PT XYZ.
Dengan mengimplcmenlasikan rekomendasi terscbul di atas, layanan EAP
di PT XYZ diharapkan dapal menunjang stratcgi PT XYZ."
2006
T34189
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veronica Calistdria Divani
"Penelitian ini membahas terkait pelaksanaan model layanan employee assistance program (EAP) yang dilakukan oleh PT XYZ sebagai penyedia jasa layanan EAP bagi pekerja pada perusahaan. Urgensi dari dilakukannya penelitian ini berangkat dari adanya peningkatan yang signifikan atas jumlah pekerja dan masalah pekerja yang tidak diikuti oleh peningkatan jumlah layanan EAP guna membantu pekerja di dalam mengatasi masalah dan meningkatkan kesejahteraannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif jenis deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur dan wawancara mendalam bersama 1 orang manajer EAP, 1 orang konsultan EAP, 3 orang psikolog EAP, dan 1 orang Business Operations. Pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melaksanakan layanan EAP, PT XYZ telah memenuhi lima belas dari enam belas elemen dari model komprehensif, yang terdiri dari desain, orientasi, prinsip, fungsi, objektif, konsep, intervensi, layanan, lingkup, kontak awal, klien, pencegahan, staffing, perspektif, dan komitmen. Dalam hal ini, elemen staffing terkait penyediaan tim disipliner yang melibatkan pekerja sosial industri belum terwujud dalam layanan EAP PT XYZ. Di samping itu, masih dibutuhkan perhatian khusus pada elemen fungsi, terkhusus fungsi pelatihan supervisor bagi pekerja di level manajerial yang berada di perusahaan-perusahaan, yang masih belum dijalankan oleh PT XYZ. Faktor pendukung yang memengaruhi pelaksanaan model layanan EAP terdiri dari adanya kesamaan pemahaman di antara perusahaan dan penyedia jasa, masalah dan kebutuhan yang disadari oleh perusahaan, adanya hubungan internal yang baik di antara perusahaan dan pekerja, kondisi pekerja yang masih dapat berfungsi dengan baik, dan sikap kooperatif dari pekerja. Sedangkan, faktor penghambat dari pelaksanaan model layanan EAP terdiri dari ekspektasi perusahaan yang tidak sejalan dengan prosedur layanan EAP, adanya pandangan bahwa EAP bukan tanggung jawab perusahaan, dan kurangnya pemahaman pekerja atas layanan EAP. Layanan EAP merupakan salah satu bentuk model intervensi yang dilakukan oleh pekerja sosial dalam sektor industri. Kehadiran dan pengembangan layanan EAP ini menjadi bentuk kontribusi dari ilmu kesejahteraan sosial pada sektor industri dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi program studi Ilmu Kesejahteraan Sosial, khususnya pada mata kuliah Kesejahteraan Sosial dalam Sektor Industri.

This study discusses the implementation of the employee assistance program (EAP) service model conducted by PT XYZ as an EAP service provider for workers in the company. The urgency of this study stems from a significant increase in the number of workers and the problem of workers not being followed by an increase in the number of EAP services to assist workers in addressing problems and improving their welfare. This study used a descriptive type of qualitative research method. Data collection was conducted through literature studies and in-depth interviews with one EAP manager, one EAP consultant, three EAP psychologists, and one Business Operations. The selection of informants is done by purposive sampling techniques. Research results show that in implementing EAP services, PT XYZ has met fifteen of the sixteen elements of the comprehensive model, consisting of design, orientation, principle, function, objective, concept, intervention, service, scope, initial contact, client, prevention, staffing, perspective, and commitment. In this case, the staffing element related to the provision of disciplinary teams involving industrial social workers has not been realized in PT XYZ's EAP service. In addition, special attention is needed to the functional elements, especially the supervisor training function for workers at the managerial level who are in companies, which are still not being run by PT XYZ. Supporting factors influencing the implementation of the EAP service model include a common understanding between the company and the service provider, problems and needs realized by the company, a good internal relationship between the company and the worker, the condition of the worker who can still function properly, and the cooperative attitude of the worker. Meanwhile, the inhibitory factors of implementing the EAP service model consist of expectations of companies that do not match EAP service procedures, the view that EAP is not corporate responsibility, and workers' lack of understanding of EAP services. EAP services are a form of intervention model conducted by social workers in the industrial sector. The presence and development of EAP services is a form of contribution from the social welfare sciences to the industrial sector in improving workers' welfare. The results of this study are expected to contribute to the Social Welfare Studies program, especially in the Social Welfare in the Industrial Sector course.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Zahra Jamboree
"Kesehatan jiwa merupakan keadaan di mana seseorang perkembangan emosional dan intelektual yang mencakup kapasitas untuk belajar dan petumbuhan kognitif. Apabila kesehatan jiwa tidak dijaga dengan baik, seseorang dapat menjadi rentan terhadap gangguan jiwa yang berpotensi menghambat kemampuan mereka dalam melaksanakan kegiatan mereka sehari-hari dan mempengaruhi kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Gangguan jiwa yang paling umum dialami seseorang adalah depresi dan gangguan kecemasan yang dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya lingkungan kerja. Sebagai upaya dalam mencegah permasalahan ini dari mempengaruhi kesehatan jiwa seorang pekerja atau setidaknya membantu mereka mengatasinya, perusahaan dapat menyediakan layanan konseling berupa Employee Assistance Program (“EAP”), yakni suatu layanan konseling dan konsultasi yang berfokus pada pencegahan dan/atau penyelesaian masalah pribadi yang dialami oleh pekerja. Layanan inti yang ditawarkan oleh EAP umumnya meliputi penilaian profesional, rujukan, dan konseling jangka pendek. Proses implementasi ini memicu pertanyaan terkait bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja dengan depresi dan/atau gangguan kecemasan di Indonesia, bagaimana pelayanan kesehatan terhadap pekerja dengan depresi dan/atau gangguan kecemasan di Indonesia, serta cara EAP dapat membantu meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap pekerja dengan depresi dan/atau gangguan kecemasan di Indonesia. Dengan EAP, pekerja menjadi lebih mudah dalam mengakses langkah pertama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan untuk kesehatan jiwanya. 

Mental health is the state in which a person’s emotional and intellectual development includes the capacity for learning and cognitive growth. If mental health is not well maintained, a person can become vulnerable to mental disorders which have the potential to hamper their ability to carry out their daily activities and affect their overall quality of life. The most common mental disorders a person can suffer from are depression and anxiety that can be caused by many factors, including the person’swork environment. As a way to prevent these issues from affecting a worker’s mental health or help them manage it, companies can provide counseling services in the form of an Employee Assistance Program (“EAP”), a counseling and consultation service that focuses on preventing and resolving personal problems experienced by workers. The core services offered by EAP are professional assessments, referrals, and short-term counseling. The implementation process of this program brings forward the question of how the legal protection for workers with depression and/or anxiety is in Indonesia, how healthcare for workers with depression and/or anxiety is in Indonesia, and how EAP can assist in improving the healthcare provided for workers with depression and/or anxiety in Indonesia. With EAP, it becomes easier for workers to access the first step in getting healthcare for their mental health."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizal Bachrun
"Rumah Sakit XYZ adalah rumah sakit swasta yang terletak di kawasan Jakarta Utara, dengan kapasitas 225 tempat tidur dan rata-rata tingkat human 70,2 % . Rumah sakit yang sudah beroperasi selama delapan tahun ini, sudah eukup sibuk melayani pelanggannya.
Angka pengunduran diri perawat selama tiga tahun terakhir menunjukkan kenaikan, yaitu 10%,12,15 % dan 13,71% dari total perawat. Indikator yang 1a adalah angka biaya pemeliharaan kesehatan perawat perorang selama tahun 2003, 2004 dan 2005 terus meningkat. Dari basil wawancara keluar yang tercatat di Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia RS XYZ, temyata a!asan pengunduran diri yang terbanyak dikemukakan oleh perawat adalah karena masalah pribadi. Padahal pada kurun waktu tiga tahun tersebut keluhan pelanggan perihal pelayanan perawat cenderung meningkat. Masalahnya pada perawat timbul gejala kekeringan emosi, tidak mempunyai empati, sikap sinis terhadap orang lain, dan menyalahkan diri sendiri. Terkesan ada gejala yang lazim disebut sebagai burnout pada perawat.
Penulis mencoba membuat analisa effektifitas organisasi dengan kerangka 7-S McKinsey, ditemukan masalah pada unsur Skill dan Staff. Untuk mengatasinya penulis mengajukan Employee Assistance Programs sebagai alternatif pemecahan masalah burnout pada perawat. Dengan program pendampingan dan konseling yang teratur dan baik, diharapkan kualitas hidup dari perawat dapat ditingkatkan. Dengan demikian mereka mampu mengatasi beban kerja yang berat, sebagai akibat semakin berkembangnya tuntutan pelanggan untuk memperoleh pelayanan yang baik di rumah sakit."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18088
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Illinois: Thomas Books, 2003
658.382 EMP
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Soebechi
"Hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, perlu diwujudkan secara optimal. Namun dalam kenyataannya, hubungan industrial rnerupakan keterkaitan kepentingan antara pekerjalburuh dengan pengusaha, berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat, bahkan perselisihan antara kedua belah pihak, akihatnya masalah perselisihan hubungan industrial menjadi semakin meningkat dan kompleks, sehingga diperlukan institusi dan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil dan murah.
Diadakannya dernokrasi di lempat kerja yang merupakan suatu proses pengambilan keputusan yang obyektif, maka kebijaksanaan yang diambil secara demokratif dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh para pengambil keputusan. Di samping itu proses pengambilan keputusan yang dcmokratif dapat mendorong terciptanya hubungan kemitraan antara pekerjalburuh dan pengusaha yang bersifat permusuhan, namun saling membutuhkan satu sama lain. Dengan kata lain mitranisasi hubungan buruh dan pengusaha di satu pihak bukan hanya sekerjar tercapainya konsensus diantara mereka melalui mekanisme konflik (conflict-consensus) dan di lain pihak bukan dengan cara meniadakan konflik dengan cara melarang menggunakan hak untuk mengajukan hak mogok dan hak untuk mengajukan tuntutan/gugatan pada Pengadilan Hubungan Industrial, sebaliknya hubungan kemitraan antara pekerja/buruh dan pengusaha akan tergantung jika salah satu pihak memaksakan kehendak kcpada pihak lainnya, sehingga pemenuhan kebutuhan atau kepentingan salah sate pihak dirugikan, oleh sebab itu untuk menghindari situasi konflik yang berkepanjangan, hubungan antara pekerjalburuh dan pengusaha dalam suatu hubungan kerja hams diarahkan pada mitranisasi hubungan kerja sama, sehingga pihak lain tidak perlu lagi menggunakan senjata mogok (lock out) untuk rnelaksanakan kehendaknya.
Keberadaan konflik atau mogok sebagai senjata sosial dimanapun pemogokan terjadi, pada dasarnya tidak terlepas dari poly hubungan pekerja/buruh dengan pengusaha. Semakin kolabaratif hubungan antara pekerjalburuh dcngan pengusaha maka semakin rendah frekwensi konflik maupun pemogokan karena segala permasalahan dapat dikomunikasikan dan diselesaikan secara musyawarah. Sebaliknya jika hubungan pekerjalburuh dan pengusaha mendasarkan pada hubungan konflik maka semakin tinggi frekwensi perselisihan hubungan industrial yang diikuti dengan tindakan pemogokan.
Suatu sistem hubungan industrial memandang pars pelaku hubungan industrial sebagai mitra yang merupakan kesatuan didalarn perusahaan. oleh karena itu metode dan mekanisme dalam pembinaan somber daya manusia, sangat menentukan dalam suatu sistem hubungan industrial untuk mencapai ketenangan industrial, sehingga pengusaha tenang berusaha dan pekerja tenteram bekecja. Dengan demikian pelaksanaan hubungan industrial harus dilakukan dengan kebersamaan dan keterbukaan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19153
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sulaiman
"ABSTRAK
Pembangunan sektor kesehatan sangat dipengamhi oleh faktor sumber daya
manusianya, sumber daya manusia yang diperlukan adalah sumber daya manusia yang
berkualitas. Puskwmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dituntut
mempunyai sumber daya manusia kesehatan yang berkualitas, pcningkatan kualitas
tidak lepas dari peran Kepala Puskesmas. Kcpala Puskesmas harus memenuhi standar
kompctensi dasar yang ditetapkan pemeximah. Tujuan penelilian ini adalah ingin
mengetahui hubungan karakteristik Kepala Puskesmas dengan kompctensi dasamya
yang berstancQarkan keputusan Kepala BKN nomor 46.A tahun 2003 di lingkungan
Dinas Keschatah Kabupaten cirebon tahun 2007.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan
cross-seclional. Data dikumpulkan dari seluruh Kepala Puskesmas sebanyak 53 orang,
dengan cara wawancara menggunakan kuesioner swuai standar BKN. Penelitian
dilakukan pada bulan Juni 2007 dengan menggunakan analisis univariat, bivariat dan
muitivariat.
Dari data yang dikumpulkan dipcroleh Kepala Puskesmas yang scsuai standar
jabatan struktuml sebesar 20,8 %, kepemimpinan yang sesuai standar scbesar 45,3 %,
fleksibilitas yang scsuai standar sebesar 30,2 %. Karakteristik Kepala Puskesmas yang
berhubungan sccara signifikan dengan variabcl dcpcnden adalah : masa kelja dengan
pendelegasian wewenang, pengambilan kcputusan stmtegis, pengendalian diri,
perbajkan terus menerus dan kamus kompetensi jabatan; umur dengan pembclajaran bcrkclanjutan, pengcndalian diri dan pcrbaikan terus mencrus; pcndidikan dcngan
kompetensi jabatan berorientasi pada pelayanan, pcngendalian diri; diklatpim IV
dengan kompetensi jabatan keahlian telmikal/profcsional/manajerial, pengambilan
keputusan strategis; tanggungan keluarga dengan kompelensi jabatan struktural dan
inisiatiti tempat lahir dengan kreatititas dan motivasi; status kawin dengan
pembelajran berkelanjutan.
Untuk meningkatkan kompetensi dasar Kepala Puskesmas perlu pcmbinaan
lebih intensif mengenai pengetahuan dan perilaku yang sesuai dengan standar dalam
keputusan Kepala BKN nomor 46.A tahun 2003. Bagi Dinas Kesehatan yang
mempunyai kewajiban membina kepala puskesmas maka harus selalu membina dan
mengevaluasi kinenja kcpala puskesmas.

ABSTRACT
Health sector development is very influenced by its human resources factor.
A person who is needed in this sector is workers with a good quality. Public Health
Center (Puskesmas) as point of spear of health service is prosecuted to have workers
with good quality and the quality improvement depends on role of head Puskesmas.
Head of Pusltesmas have to fulfill basic competency standard established by
govemment. Objective of this study is to know relationship between characteristic of
heads Puskesmas with its basic competency based on decision from Head of BKN
No. 46 A year 2003 in Health Agency Cirebon District City year 2007.
This study is quantitative study that uses crow-sectional design study. Data is
collected from all of Heads Puskesmas numbered 53 people with interview using
questioner adapted with BKN standard. This study held on June 2007 with using
univariate, bivariate and multivariate analysis.
Result of this study refer that Head of Puskcsmas that appropriate with
structural position standard is 20.8 %, appropriate leadership is 45.3 %, flexibility
that appropriate with standard is 30.2 %. Characteristic of Head Puskesmas has
correlation significantly with these dependent variable, that is: work period with
delegation of authority. taking strategic decision, self control, sustainability improvement and dictionary of position competency; age with sustainability of
lcaming, self control and sustainability improvement, education with position
competency orientation toward service, self control, education and training program
for leader (diklatpim) IV with position competency on technicallprofessional/
managerial skills, taking strategic decision, family burden with stmctural position
competency and initiative, place of binh with creativity and motivation, married
status with sustainability study.
The effort to increase basic competency of lleads Puskesmas is with
founding more intensively about knowledge and behavior that appropriate with
standard on Decision of Head BKN No. 46 A year 2003. Health Office that h.s
obligation to build Head ol' Puskesmas must always build and evaluating
professionalism of Head of' Puskesmas.

"
2007
T34579
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Widiarani
"Dalam beberapa tahun terakhir, generasi Y telah memasuki dunia kerja mengikuti generasi X. Saat ini mereka menjadi karyawan dominan di tempat kerja. Perbedaan persepsi, perilaku dan pengalaman diantara kedua generasi tersebut memiliki dampak pada work values yang memengaruhi cara kerja dan pencapaian hasil kerja. Work values sangat penting karena memengaruhi kinerja sesorang dan kinerja organisasi. Penelitian sebelumnya menunjukkan berbagai hasil yang berbeda berdasarkan latar belakang sektor perusahaan (sektor pemerintah dan sektor bisnis) dan perbedaan budaya di beberapa negara.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi perbedaan work values pegawai generasi X dan Y di Kementerian Sekretariat Negara. Content analysis digunakan untuk menganalisis tanggapan dari 9 unit kerja, yang terdiri dari 58 pegawai generasi X (50,43%) dan 57 pegawai generasi Y (49,57%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa generasi X memiliki instrumental dan prestige values yang lebih tinggi sedangkan generasi Y memiliki social dan cognitive values yang lebih tinggi. Generasi X lebih cenderung membutuhkan dukungan pemimpin untuk mencapai kinerja yang lebih baik, sementara kesempatan untuk memiliki pendidikan dan pelatihan yang lebih baik lebih penting bagi generasi Y. Selain itu, generasi Y menganggap promosi sebagai kepuasan psikologis yang didapat dari tempat mereka bekerja, mereka juga memprioritaskan kerja sama tim dibandingkan generasi sebelumnya.

Over the past few years, Gen Y has entered the workforce following Gen X. They have become dominant employees with different perceptions, behaviors, and experiences.  These differences have major impacts on work values affecting how they work and deliver output. Work values is crucial as they affect how both individual and organization perform. Previous studies showed various results on this issue based on different company sector backgrounds (government sector and business sector) and cultural differences in several countries.
The purpose of this study is to explore the differences in the work values of Gen X and Gen Y employees in the Ministry of State Secretariat. Content analysis was used to analyze responses from 9 units, consisting of 58 Gen X (50.43%) and 57 Gen Y (49.57%).
The result showed that Gen X are found to have higher instrumental and prestige values while Gen Y are found to have higher cognitive and social values. Gen X are more likely to need leader support for better performance, while opportunities to have better education and training are more important for Gen Y and  considers promotion as a rewarding satisfaction which have a great psychological effect, in addition to prioritizing team work compared to previous generation."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T53557
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>