Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 209565 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nita Dwi Octavianie
"Skripsi ini menjelaskan tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian penyakit jantung koroner pada wanita. Penelitian dilakukan menggunakan desain cross-sectional dan data sekunder berasal dari rekam medis di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Dari 224 responden yang diteliti, variabel penelitian berupa status obesitas, merokok, konsumsi alkohol, umur, pendidikan dan status pekerjaan ternyata tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian penyakit jantung koroner yang dialami pasien wanita di Rumah Sakit tersebut. Untuk aktivitas fisik tidak dapat diteliti karena data yang dibutuhkan tidak tersedia.

This thesis describes the factors that influence the incidence of coronary heart disease in women. This study uses a cross-sectional study design with secondary data derived from medical records at the National Cardiovascular Center Harapan Kita. The number of samples studied was 224 inpatients in that hospital. The study found that there was not a significant relationship between variables (obesity, smoking, alcohol consumption, and sociodemographic) with the incidence of coronary heart disease in women. For physical activity can not be investigated because the required data was not available."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44658
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Lianasari
"Penyakit Jantung Koroner PJK adalah penyakit pada jantung yang terjadi karena otot jantung mengalami penurunan suplai darah. Kurangnya pengetahuan pasien mengenai faktor risiko penyakit jantung koroner berkaitan dengan terjadinya serangan jantung berulang yang akan berdampak pada meningkatnya biaya perawatan dan psikologis pasien yaitu depresi, bahkan dapat menyebabkan komplikasi ataupun kematian. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif komparatif dengan pendekatan cross- sectional. Sampel penelitian berjumlah 67 orang dengan diagnosis penyakit jantung koroner. Pengambilan sampel dengan metode non- probability sampling yaitu consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan faktor risiko penyakit jantung koroner dengan serangan jantung berulang p= 0,43, 0,05. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan faktor risiko penyakit jantung koroner dengan frekuensi serangan jantung berulang p=0,57, 0,05 . Penelitian ini merekomendasikan pemberian edukasi yang disertai dengan motivasi kepada pasien untuk dapat mengubah perilaku sehingga memiliki kesadaran yang tinggi untuk mengontrol faktor risiko dengan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari agar terhindar dari serangan jantung berulang.

Coronary Artery Disease (CAD) is a disease caused by an imbalance between blood supply and heart muscle oxygen demand. Insufficient knowledge about risk factors contributing to CAD is associated with higher recurrence of heart attack, causing the rise of the hospitalitation cost, depression, others complications even death. This study employed comparative descriptive design with cross sectional method, involving a consecutive sample of 67 patients with CAD as their primary diagnosis. Our study showed that there was no relationship between knowledge of CAD risk factors with the recurrence of heart attacks p 0,43, 0,05. Similarly, the study revealed that there was no relationship between risk factors for coronary heart disease and the frequency of heart attack's recurrence p 0,57 0,05 . This study suggested nurses to provide health education along with continuous and effective motivation in order to help patients controlling their risk factors in order to avoid the recurrence of heart attack."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S68824
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Khusniyati M.
"Penyakit kardiovaskular menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di tingkat global. Upaya tindakan pencegahan dan tatalaksana terus dikembangkan untuk mengatasi permasalahan ini. Perawat spesialis memiliki peran sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung, menerapkan evidence base nursing dan melakukan inovasi keperawatan. Praktik residensi spesialis keperawatan medikal bedah telah dilaksanakan untuk mengaplikasikan peran perawat sebagi pemberi asuhan langsung, peneliti dan inovator. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung dilakukan dengan memberikan asuhan keperawatan pada 30 kasus kelolaan resume dan 1 kasus kelolaan utama Coronary Artery Disease, MR severe dengan teori Model Adaptasi Roy. Peran sebagai peneliti dijalankan dengan melakukan dan mengajarkan terapi komplementer untuk meningkatkan kualitas tidur pasien paska bedah jantung menggunakan teknik relaksasi benson. Peran perawat sebagai inovator dilakukan dengan menyusun proyek inovasi tentang pengkajian frailty untuk menilai kemampuan fungsional dan fungsi adaptasi pasien dengan gagal jantung sehingga dapat dilakukan tatalaksana lanjutan seperti rehabilitasi. Hasil analisis praktik menunjukkan bahwa Model Adaptasi Roy efektif digunakan untuk pasien dengan gangguan sistem kardiovaskular, teknik relaksasi benson pada pasien paska bedah jantung untuk meningkatkan kualitas tidur dan mengatasi nyeri. Selain itu pengkajian Frailty dapat diterapkan untuk menilai kemampuan fungsional dan adaptasi dan dilakukan tatalaksana rehabilitasi.

Cardiovascular disease is one of the highest causes of death at the global level. Prevention and management efforts continue to be developed to overcome this problem. Specialist nurses have a role as providers of direct nursing care, implementing evidence base nursing and implementing nursing innovations. Medical surgical nursing specialty residency practice has been implemented to apply the role of nurses as direct care providers, researchers and innovators. The role as a provider of direct nursing care was carried out by providing nursing care to 30 cases managed by CV and 1 case managed by Coronary Artery Disease, MR severe using Roy's Adaptation Model theory. The role as a researcher is carried out by carrying out and teaching complementary therapy to improve the sleep quality of patients after heart surgery using the Benson relaxation technique. The role of nurses as innovators is carried out by preparing an innovation project regarding frailty assessment to assess the functional ability and adaptive function of patients with heart failure so that further management can be carried out such as rehabilitation. The results of the practice analysis show that the Roy Adaptation Model is effective for patients with cardiovascular system disorders, the Benson relaxation technique in post-cardiac surgery patients to improve sleep quality and overcome pain. Apart from that, frailty assessment can be applied to assess functional ability and adaptation and carry out rehabilitation procedures."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Effendi Rustan
"ABSTRAK
Tujuan:
Untuk mengetahui hubungan antara kadar kromium serum dengan kadar insulin, gula darah, HbAlc, profit lipid dan tingkat oklusi koroner pada penderita baru penyakit jantung koroner.
Tempat : Bagian Cath-Lab RS Jantung Harapan Kita.
Bahan dan Cara:
Penelitian dilakukan pada laki-laki di atas usia 35 tahun yang memenuhi kriteria dikumpulkan data mengenai sosio-ekonomi, keadaan kesehatan, gaya-hidup, aktivitas, IMT, asupan makanan, proporsi zat dan pemeriksaan tekanan darah, kadar kromium serum, insulin, gula darah, HbAlc, profil lipid dan tingkat oklusi koroner.
Karakteristik subyek disajikan secara deskriptif, sedangkan analisis dilakukan dengan uji statistik chi kuadrat, t, Mann Whitney, dan uji korelasi Spearman.
Hasil:
Dari 65 subyek penelitian yang diteliti, umur rata-rata 51.17 + 7.44 tahun, terbanyak (60 %) antara 40 - 55 tahun, 73.9% golongan ekonomi menengah atas, prevalensi DM 13.8%, Hipertensi 16.9%, Merokok 69.2%, olahraga 28%, Obese dan gemuk 52.3%, aktivitas ringan 100%. Asupan nutrisi secara kualitatif sesuai dengan anjuran diit Konsensus Nasional Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia, secara kuantitatif subyek dengan tingkat oklusi > 50%, mempunyai asupan protein hewani dan kolesterol yang lebih besar secara bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan subyek dengan tingkat oklusi < 50%, dan telah jauh di atas AKG. Nilai rata-rata kromium serum 8.08 ug/L. Nilai ini 431 lebih rendah dari nilai normal. Nilai insulin, gula darah puasa dan trigliserida masih berada dalam batas normal. Nilai HbAlc, LDL, HDL dan Total kolesterol berada dalam batas yang diwaspadai. Berdasarkan Triad Lipid 98.5% menderita Dislipidemia.
Berdasarkan tingkat oklusi koroner, didapatkan 44 orang subyek dengan tingkat oklusi >50%, dan 21 orang dengan tingkat oklusi <50% . Subyek dengan tingkat oklusi >50% mempunyai kadar LDL dan total kolesterol yang lebih besar secara bermakna. Kadar kroaium, insulin, gula puasa, HbAlc, trigliserida dan HDL kolesterol tidak berbeda secara bermakna. Pada tingkat oklusi koroner <50%, tidak ada korelasi yang bermakna antara kromium serum dengan faktor-faktor resiko. Pada tingkat oklusi koroner >50% ada korelasi yang bermakna kromium serum dengan gula puasa, trigliserida dan HDL kolesterol.
Kesimpulan:
Tidak ada hubungan antara kromium serum dengan kadar gula puasa, profil lipid dan tingkat oklusi koroner. Pada tingkat oklusi > 50% ada korelasi yang bermakna antara kroaium serum dengan gula puasa, trigliserida dan HDL kolesterol."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dafa Izzatul Islam
"Latar Belakang
Intervensi koroner perkuten primer (IKPP) merupakan sebuah skema tatalaksana yang bertujuan untuk mengembalikan suplai darah ke jantung pada pasien infark miokard dengan onset gejala di bawah 12 jam dan syok kardiogenik berat serta pasien dengan kontraindikasi terapi fibrinolitik.1 Saat ini, drug-eluting stent (DES) merupakan jenis stent yang direkomendasikan karena memiliki benefit lebih besar dalam menurunkan risiko infark miokard berulang dibandingkan pendahulunya yaitu bare-metal stent (BMS) dan salah satu aspek yang dikembangkan adalah material rangka. Penelitian menunjukkan bahwa antara logam stainless steel dan non-stainless steel memiliki pengaruh yang berbeda terhadap luaran klinis pasien yaitu kejadian KKM (kejadian kardiovaskular mayor) dan trombosis stent. Akan tetapi, sebagian besar penelitian dilakukan dengan follow up 1-3 tahun sementara kejadian very late stent thrombosis (VLST) yang terjadi pada DES dapat timbul sampai lima tahun. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan luaran klinis dalam kurun waktu lima tahun pada pasien yang menjalani IKPP dengan platform DES stainless steel dan non stainless steel.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis logam yang digunakan pada stent, yaitu stainless steel dan ¬non-stainless steel, dengan angka kejadian KKM dan trombosis stent pada pasien yang menjalani IKPP dengan follow-up lima tahun setelah prosedur dilaksanakan. Hasil dari data tersebut akan dilakukan analisis bivariat antara variabel bebas dan variabel terikat serta akan dilakukan analisis multivariat dengan faktor-faktor determinan lain. Hasil
Pada pengamatan 5 tahun, Angka kejadian luaran klinis primer dan sekunder menunjukkan tren lebih tinggi pada kelompok stainless steel dibandingkan non-stainless steel walaupun nilai p menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok (KKM: 47,1% vs 41,2%, p 0,511; Trombosis Stent: 11,8% vs 11,1%, p 0,780). Kesimpulan
Pada pengamatan 5 tahun, tidak terdapat perbedaan bermakna pada luaran klinis primer dan sekunder pasien yang menjalani IKPP menggunakan stainless steel dibandingkan non-stainless steel.

Introduction
Primary coronary percutaneous intervention (CCI) is a management scheme that aims to restore blood supply to the heart in myocardial infarction patients with symptom onset under 12 hours and severe cardiogenic shock and patients with contraindications to fibrinolytic therapy.1 Currently, drug-eluting stents (DES) are the recommended stent type because they have greater benefits in reducing the risk of recurrent myocardial infarction compared to their predecessor, bare-metal stents (BMS) and one aspect that has been developed is the frame material. Studies have shown that stainless steel and non- stainless steel have different effects on patient clinical outcomes such as MACE (major adverse cardiovascular event) and stent thrombosis. However, most studies were conducted with a follow-up of 1-3 years while the incidence of very late stent thrombosis (VLST) that occurs in DES can occur up to five years. Therefore, this study was conducted to determine the difference in clinical outcomes within five years in patients undergoing IKPP with stainless steel and non-stainless steel DES platforms.
Method
This study is an analytic study with a quantitative approach that aims to determine the effect of the type of metal used in stents, namely stainless steel and non-stainless steel, with the incidence of MACE and stent thrombosis in patients undergoing IKPP with a five-year follow-up after the procedure. The results of the data will be subjected to bivariate analysis between the independent variable and the dependent variable and multivariate analysis will be conducted with other determinant factors.
Results
At 5-year follow-up, the incidence of primary and secondary clinical outcomes showed a higher trend in the stainless steel group compared to the non-stainless steel group although the p value showed no significant difference between the two groups (MACE: 47.1% vs 41.2%, p 0.511; Stent Thrombosis: 11.8% vs 11.1%, p 0.780).
Conclusion
At 5-year follow-up, there was no significant difference in the primary and secondary clinical outcomes of patients who underwent IKPP using stainless steel versus non- stainless steel.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftafu Darussalam
"STEMI yaitu infark miokard akut dengan elevasi segmen ST, umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Model Adaptasi Roy merupakan proses kompensasi dan adaptasi terhadap diri sendiri, lingkungan, kesehatan, dan perawatan yang diperlukan untuk kelangsungan hidup pasien sebagai upaya mempertahankan fungsinya. Untuk merubah prilaku tidak efektif menjadi prilaku adaptif telah disusun dan dilaksanakan berbagai intervensi keperawatan yang bersifat regulator dan kognator. Itulah peran perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan. Selanjutnya residen sebagai peran peneliti telah melakukan pelaksanaan prediktor luka tekan dengan metode Braden dan program intervensi perawatan risiko luka tekan pada pasien bedah jantung. Residen sebagai peran pendidik telah menerapkan pendidikan kesehatan kepada mahasiswa, perawat, dan pasien serta keluarga, dan telah menerapkan penatalaksanaan monitoring komplikasi pasien post percutaneus coronary intervention sebagai peran inovator. Kesimpulannya bahwa perawat memiliki beberapa peran yaitu peran sebagai pemberi palayanan keperawatan, peran peneliti, peran pendidik, dan peran inovator. Residen memberikan saran kepada semua elemen yang berkaitan dengan keperawatan agar memberikan stimulasi untuk berkembangnya peran-peran perawat tersebut.

STEMI is acute myocardial infarction with ST segment elevation, generally occurs when the coronary blood flow decreased immediately after occlusion of thrombus in the atherosclerotic plaque that already exists. Roy Adaptation Model was a process of compensation and adaptation of self, environment, health, and care necessary for the survival of patients in order to maintain its function. To change ineffective behaviors into adaptive behaviors have been developed and implemented a variety of nursing interventions that were regulators and kognator. That was the role of the nurse as provider of nursing services. The next resident as the role of researchers have carried out the implementation of the predictors of pressure sores by the method of Braden and treatment intervention program on the pressure sore risk cardiac surgery patients. Resident of the role of educators have implemented health education to students, nurses, patients and families, and has implemented monitoring the management of complications post percutaneous coronary intervention patients as the role of innovator. The conclusion that some of the roles that nurses have a role as provider, the role of researcher, the role of educator, and the role of innovator. Resident gives advice to all elements related to nursing in order to provide stimulation for the development of nurse roles.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Adam
"Prevalensi pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler semakin meningkat. Perawat diharapkan memiliki kontribusi dalam penanganan pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler dengan menjalankan peran sebagai pemberi asuhan, pendidik, peneliti dan inovator. Praktik residensi spesialis keperawatan medikal bedah yang telah dilaksanakan selama 1 tahun (2 semester) bertujuan untuk melakukan penerapan dan pendalaman pada peran-peran tersebut dengan pendekatan Model Adaptasi Roy (MAR). Peran sebagai pemberi asuhan diterapkan pada 30 pasien dengan berbagai gangguan kardiovaskuler dan satu pasien kasus kelolaan utama dengan STEMI. Peran sebagai pendidik dijalankan dengan pembimbingan perawat sejawat dan mahasiswa keperawatan. Peran sebagai peneliti dijalankan dengan menerapkan tindakan keperawatan berbasis pembuktian ilmiah (evidence-based nursing) yaitu tindakan relaxation response untuk menurunkan tingkat stres pada pasien CAD. Peran sebagai inovator dijalankan dengan menerapkan format pemantauan komplikasi dan algoritma pada pasien post percutaneus coronary intervention (PCI). Hasil analisis praktik menunjukkan bahwa MAR efektif digunakan sebagai pendekatan dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan kardiovaskular untuk meningkatkan tingkat adaptasi dan tindakan relaxation response efektif diterapkan untuk menurunkan skor stres dan marker fisiologis stres pada pasien CAD. Selain itu, format pemantauan dan algoritma dapat diterapkan untuk antisipasi dan penanganan komplikasi setelah menjalani PCI.

The prevalence of patients with cardiovascular disorders are increasing. Nurses are expected to contribute on managament of patients with cardiovascular disorders by running their roles as a care giver, educator, researcher and innovator. Residency clinical practice of medical-surgical nursing specialists had been carried out for 1 year (2 semesters) and aimed to implement and explore these roles with Roy’s Adaptation Model (RAM) approach. The role as a care giver was applied to 30 patients with various cardiovascular disorders and a patient with STEMI as the primary case. The role as an educator was performed by educating patients, nurses and nursing students. The role as a researcher was carried out by applying the evidence-based nursing, relaxation response intervention to reduce stress levels in patients with CAD. The role as an innovator was executed by applying the complications monitoring format and algorithms for patients with post percutaneous coronary intervention (PCI). The analysis showed that the MAR can be apllied effectively in nursing care for patients with cardiovascular disorders to improve adaptation level and the relaxation response intervention can be applied effectively to reduce stress scores and physiological markers of stress in patients with CAD. In addition, the post PCI monitoring format and algorithm can be applied effectively to anticipate and manage the complications after PCI.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rea Ariyanti
"Penyakit Jantung Koroner merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang menjadi sorotan utama. Di Indonesia, PJK merupakan penyebab kematian utama dari seluruh kematian, dengan angka mencapai 26,4 , dimana angka ini empat kali lebih besar jika dibandingkan angka kematian yang diakibatkan oleh kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dislipidemia dengan kejadian Penyakit jantung koroner di Rumah Sakit Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Desain penelitian adalah case control. Sampel berjumlah 164 responden, terdiri dari 82 kelompok kasus dan 82 kelompok kontrol. Analisis data menggunakan regresi logistik. Pada kelompok PJK, persentase responden dengan dislipidemia sebesar 50 sedangkan pada kelompok yang tidak menderita PJK, persentase responden dengan dislipidemia sebesar 17,1 . Hubungan dislipidemia dengan kejadian Penyakit Jantung Koroner berbeda menurut status hipertensi. Setelah dikontrol usia, pada responden yang hipertensi, dislipidemia memiliki peluang 19,8 kali lebih tinggi untuk terjadi PJK dibandingkan responden yang tidak dislipidemia, sedangkan pada responden yang tidak hipertensi, dislipidemia memiliki peluang 2,5 kali lebih tinggi untuk terjadi PJK dibandingkan responden yang tidak dislipidemia. Direkomendasikan kepada masyarakat untuk melakukan cek kesehatan secara berkala dan mengubah gaya hidup dengan melakukan diet makanan sehat guna mengontrol profil lipid dan tekanan darah.

Coronary heart disease CHD is one of the major cardiovascular disease in the spotlight. CHD is the leading cause of death from all deaths, reaching 26,4 , where this figure is four times greater when compared with deaths caused by cancer. This study aims to determine the relationship of dyslipidemia and coronary heart disease in the National Cardiovascular Center Harapan Kita. Research design is case controll. The sample amounted to 164 respondents, consisting of 82 case groups and 82 control groups. Data analysis using logistic regression analysis. The finding shows, in patients with CHD, the percentage of respondents with dyslipidemia is 50 , while non CHD is 17,1 . The relationship of dyslipidemia with coronary heart disease differs according to hypertension status. After controlled by age, in hypertension respondents, dyslipidemia were 19,8 times more likely to have CHD than resondents who had not dyslipidemia. While in non hypertensive respondents, dyslipidemia were 2,5 times more likely to have CHD than respondents who had not dyslipidemia. It is recommended to the public to carry out regular medical checkup, and changing lifestyles by consuming healthy foods to control lipid profiles and blood pressure."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Robert Edward
"Latar Belakang. Gangguan fungsi saraf otonom memberikan kontribusi yang bennakna terhadap terjadinya aritmia ventikular dan kejadian mati mendadak pada penderita penyakit jantung koroner (PlK). Namun usaha untuk meneliti hal tersebut masih belurn banyak dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sensitifitas barorefleks dan faktor-faktor yang mempengaruhi sensitifitas barorefleks (SBR) pada penderita PIK Metoda. Pasien-pasien PlK yang sedang menjalani tindakan kateterisasi di ruang kateterisasi PJNHK dengan basil stenosis koroner ~ 50%, diberikan nitrogliserin 300mcg intra aorta melalui kateter. Selanjutnya perubahan tekanan darah sistolik dan interval RR dicatat selama lebih kurang 30 denyut setelah pemberian nitrogliserin. Garis regresi linear antara penurunan tekanan darah dan perubahan interval RR dicatat sebagai basil pengukuran sensitivitas barorefleks dengan satuan milidetiklmrnHg. Basil. Jwnlah subjek yang disertakan dalam penelitian ini sebanyak 136 pasien. Usia rata - rata sample penelitian 56.43 ± 7.78 tahun. Seratus dua puluh (120) pasien adalah laki - laki (88.2%) sedangkan enam belas adalah wanita (11.8%). Faktor risiko yang paling banyak ditemukan adalah hipertensi ( 63,2%), dislipidemia (61.80%), diabetes melitus (38.2%), merokok (26.5%) dan riwayat keluarga PlK. (25.7%). Diperoleh nilai rerata SBR 1.5 ± 1.7 milidetiklmmHg. Pada analisis multivariat faktor yang mempengaruhi SBR adalah diabetes melitus dan seeara statistik berrnakna dengan OR 4.2 (95% 0: 1.96-9.1 1; p=O.OOl). Faktor yang cenderung mempengaruhi nilai SBR pada pasien P1K adalah fungsi ventrikel kiri yang rendah OR 1.5 (0.7-3.2) dan merokok.O.5 (0.2-1.0). Kesimpulan. Rerata hasil SBR pada pasien PlK adalah 1.5 ± 1.7 milidetiklmmHg. Ada tidaknya diabetes melitus mempengaruhi nilai SBR"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T58821
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irvantri Aji Jaya
"Intervensi koroner perkutan primer (IKPP) merupakan tindakan Angioplast dengan atau tanpa stent untuk membuka lesi yang tersumbat pada manajemen akut STEMI. Keterlambatan waktu door to ballon lebih dari 90 menit akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien akut STEMI di rumah sakit. Faktor faktor yang berhubungan dengan lamanya waktu door to ballon memerlukan perhatian khusus bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang berkontribusi dalam layanan tindakan IKPP. Penelitian ini merupakan studi coss sectional dengan pengambilan data secara retrospektif yang berasal dari data sekunder 200 sampel rekam medis pasien akut STEMI yang menjalani tindakan IKPP.
Hasil analisa data teridentifikasi ada 4 faktor yang mempunyai hubungan signifikan terhadap lamanya waktu door to ballon lebih dari 90 menit yaitu: jaminan kesehatan pasien, kecepatan waktu pengaktifan kateterisasi, kecepatan waktu trsnfer pasien dan kecepatan inflate ballon. Pada akhir model multivariat menunjukan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi lamanya waktu door to ballon lebih dari 90 menit adalah kecepatan waktu transfer pasien akut STEMI.

Primary Percutaneous Coronary Intervention (PCI) is a coronary angioplasty procedure to revascularize obstructive lession in acute ST-segment-elevation myocardial infraction (STEMI) management, with or without using stent. Prolonged foor to ballon time (> 90 minutes ) will incerase hospital mortality rate in patients with STEMI. Contributing factors in door to ballon time is important for health practitioner, especially nurses who are involved in Primary PCI procedure. This was cross sectional study with a retrospective data collection. Secondary data from 200 medical records of patients were collected underwent primary PCI samples.
Data analysis showed that there are 4 factors that have significant relationship with prolonged door to ballon duration time (>90 minutes), namely patient insurance, catheterization activation time, patient transfer time, and ballon inflated time. A multivariate model showed that the most dominant factor in prolonged door to ballon time (>90 minutes) is patient transfer time. This study suggests that hospital which have primary facilities could have efforts to decrease prolonged door to ballon time.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T31961
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>