Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112953 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Penelitian dengan judul Pengaruh fisioterapi dada terhadap lendir pada pasien
terpasang respirator. Tujuan penelitian ini adalah untuk menetahui manfaat fisioterapi
dada sebelum dilakukan penghisapan lendir. Desain penelitian yang digunakan adalah
deskriptif sederhana. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Penelitian dilakukan mulai tanggal 1 Januari 2002 sampai dengan 1 Pebruari 2002 bertempat di ruang intensive rumah sakit Mohamad Husni Thamrin Internasional Salemba. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa adanya peningkatan jumlah lendir yang dikeluarkan setelah dilakukan fisioterapi dada, dan mengurangi hari rawat."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5175
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Roza Indra Yeni
"Fisioterapi dada merupakan tindakan mandiri perawat yang bertujuan melancarkan jalan napas pada anak pneumonia. Tujuan penelitian untuk mengetahui dampak fisioterapi dada terhadap perubahan status pernapasan (Krissjansen Respiratory Score, Spo2, dan HR) anak balita pneumonia. Desain yang digunakan kuasi eksperimen pre test dan post test control group design, melibatkan 32 responden untuk masing-masing kelompok 16 anak dengan teknik consecutive di ruang anak RSUD Pasar Rebo dan Koja Jakarta.
Hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan signifikan status pernapasan (saturasi oksigen) sesudah fisioterapi dada pada kelompok intervensi (p=0,001), begitu juga pada status pernapasan (saturasi oksigen dan denyut nadi) menunjukkan perbedaan signifikan kelompok intervensi p=0,001 dan p=0,039 daripada kelompok kontrol. Hasil penelitian ini merekomendasikan untuk penelitian selanjutnya menggunakan desain eksperimen murni dengan tahapan prosedur lengkap fisioterapi dada.

Chest physiotherapy is an independent nursing intervention to loosen the airway in children with pneumonia disease. The aimed is to explore the effect of chest physiotherapy in change of respiratory status (Krissjansen Respiratory Score, Spo2, dan HR) children with pneumonia. The research design is quasi experiment pre test and post test control group design. The respondents are 32 patients which divide into 2 groups: 16 patients for group control and 16 patients for intervention group used consecutive sampling technique in children nursing ward Pasar Rebo hospital and Koja hospital.
Statistical analysis showed the significant differences in respiratory status (oxygen saturation) after chest physiotherapy in intervention group (p=0,001), it also different in respiratory status (oxygen saturation and pulse) in intervention group (p=0,001;p=0,039) respectively compare to control group. Further study the recommendation from this research is need to continue research used experimental method and complete chest physiotherapy procedure.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T34949
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sholichin
"Resistensi saluran nafas nonelastik merupakan resistensi terhadap aliran udara dalam saluran nafas pada pasien PPOK yang dlkarenakan adanya mukus yang berlebihan di saluran napas. Salah satu cara memperbaiki resistensi saluran nafas nonelastik pada pasien PPOK adalah fisioterapi dada. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi adanya perbedaan penurunan resistensi saluran nafas nonelastik sebelum dan sesudah fisioterapi dada, adanya perbedaan penurunan resistensi saluran nafas nonelastik antara kelompok yang melakukan fisioterapi dada dan yang tidak melakukan fisioterapi dada, Serta variabel yang paling dominan mempengaruhi penurunan resistensi saluran nafas nonelastik sesudah fisioterapi dada. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan pendekatan desain randomized control group pretest-postrest. Sampel penelitian adalah 42 responden dengan menggunakan teknik random sampling.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa resistensi salunan nafas nonelastik lebih baik sesudah diberikan fisiotempi dada pada kelompok intervensi (p=0.000, a=0,01), resistensi saluran nafas nonelastik lebih baik pada kelompok intervensi daripada kelompok kontrol (p=0.000, cz =0,01), Serta tidak ada variabel yang paling berpengaruh terhadap penurunan resistensi saluran nafas nonelastik sesudah fisioterapi dada (p=0.152, a=0,01). Kesimpulan penelitian ini adalah fisioterapi dada dapat menurunkan resistensi saluran nafas nonelastik. Penelitian ini merekomendasikan fisioterapi dada dapat menjadi salah satu intervensi dalam asuhan keperawatan pasien PPOK."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2007
T22857
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yono Taryono
"Penggunaan ventilator pada pasien yang sudah mengalami perbaikan harus segera dilakukan penyapihan. Salah satu indikator penyapihan ventilator adalah dengan menggunakan RSBI. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbandingan nilai RSBI pada semi fowler 15°, 30° dan 45°. Rancangan penelitian ini pre-experimental designs dengan desain penelitian menggunakan one group pretest posttest design. Pemilihan sampel dengan consecutive sampling sebanyak 27 responden. Uji statistik dengan menggunakan uji repeated anova. Hasilnya terdapat perbedaan yang signifikan nilai RSBI pada semi Fowler 15°, 30° dan 45° p value 0.003, terdapat perbedaan yang signifikan nilai RSBI pada semi Fowler 15° dengan semi Fowler 30° p-value 0,013, tidak terdapat perbedaan yang signifikan nilai RSBI pada semi Fowler 15° dengan semi Fowler 45° p-value 0,629, dan terdapat perbedaan yang signifikan nilai RSBI pada semi Fowler 30° dengan semi Fowler 45° p-value 0,003. Rekomendasi dari penelitian ini semi Fowler pada 30° adalah posisi yang terbaik untuk mendapatkan nilai RSBI yang paling rendah.

Patients with ventilator need to have weaning process gradually. RSBI is one of the indicators in giving weaning process patient with ventilator. The purpose of this study is to examine and compare the score of RSBI on patient with ventilator who is given semi fowler position 15°, 30° and 45°. This is pre-experimental designs study using one group pretest posttest design. Consecutive sampling had been used in recruiting 27 respondents. Repeated anova had been used to analyze the data. The result shows significant different amongst RSBI score on semi Fowler position 15°, 30° and 45° (p value 0.003). Significant different also shows on RSBI score between semi Fowler 15° and 30° (p-value 0,013), semi Fowler 30° and 45° (p-value 0,003), however there is no significant different on RSBI score between semi Fowler 15° and 45° (p-value 0,629). It is recommended that semi Fowler 30° is the best semi Fowler position with the lowest score of RSBI."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T34813
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Washli Zakiah
"Latar belakang: Nasal continuous positive airway pressure (nCPAP) merupakan alat bantu napas noninvasif pilihan pertama pascaekstubasi untuk bayi prematur. Saat ini High flow nasal cannula (HFNC) digunakan sebagai alternatif lain yang sama efektif nya seperti nCPAP.
Tujuan: Untuk mengetahui efikasi, keamanan dan angka kegagalan terapi penggunaan HFNC dibandingkan nCPAP pascaekstubasi pada bayi prematur.
Metode: Uji klinis acak terkontrol tidak tersamar tunggal dilakukan Februari-Juni 2024 di Divisi Neonatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Kriteria inklusi adalah bayi usia gestasi antara 28 minggu sampai 36 minggu 6 hari yang terintubasi dan menggunakan ventilasi mekanik. Randomisasi dilakukan pada 42 subjek yang dibagi menjadi dua kelompok (nCPAP vs HFNC).
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,747) kegagalan terapi dalam waktu < 1 jam (23,8% vs 33,3%) dan 1-24 jam (42,9% vs 33,3%). Tidak terdapat perbedaan nilai pCO2 pada analisis gas darah (p=0,683), kejadian trauma hidung (p=0,317), dan skor nyeri (p=0,795) yang menggunakan ventilasi noninvasif HFNC dan nCPAP. Meskipun tidak terdapat perbedaan bermakna kejadian distensi abdomen (p=0,197) pada kedua kelompok, namun HFNC memiliki angka penurunan kejadian distensi abdomen yang lebih besar dibandingkan nCPAP.
Simpulan: Tidak ada perbedaan kegagalan terapi pemakaian HFNC dibanding nCPAP pascaekstubasi pada bayi prematur. Angka kejadian distensi abdomen didapati lebih kecil pada pemakaian HFNC.

Background: Nasal continuous positive airway pressure (nCPAP) is the primary noninvasive respiratory support choice after extubation for neonates. Hence, High Flow Nasal Cannula (HFNC) has use as effective as nCPAP.
Objective: To determine the efficacy, safety, and therapy failure rates of HFNC and nCPAP post-extubation in preterm neonates.
Methods: A single-blind randomized controlled clinical trial was conducted from February-June 2024 in the Neonatology Division of the Department of Pediatrics, RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. The inclusion criteria were preterm (28 weeks to 36 weeks 6 days) with mechanical ventilation. Randomization was performed on 42 subjects, divided into two groups (nCPAP vs HFNC)
Results: There was no significant difference (p=0,747) in the proportion of therapy failure, within <1 hour (23,8% vs 33,3%) and 1-24 hours (42,9% vs 33,3%). There was no difference in the proportion of pCO2 values in blood gas analysis (p=0.683), nasal trauma (p=0.317), and pain scores (p = 0.795) between HFNC and nCPAP. Although there was no significant difference in abdominal distension rate (p=0.197) between the two groups, HFNC had a greater reduction in abdominal distension than nCPAP.
Conclusion: There was no difference in the proportion of therapy failure between HFNC and nCPAP use post-extubation in preterm. The incidence of abdominal distension was found lower with HFNC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lalu M. Safrizal Kurnia Ramdhoni
"Latar Belakang: Dokter anestesiologi dituntut untuk memiliki kompetensi sesuai dengan perkembangan keilmuan. Pengetahuan akan gas anestetik inhalasi merupakan pengetahuan dasar yang wajib dikuasai oleh dokter spesialis anestesiologi. Kurangnya kompetensi tersebut dapat mengakibatkan peningkatan jumlah morbiditas dan mortalitas dalam praktik anestesiologi. Metode pemelajaran yang selama ini dilakukan antara lain diskusi dan pemberian kuliah. Di era pesatnya perkembangan teknologi dan informasi saat ini, sudah memungkinkan digunakannya screen based simulation (SBS) dalam bentuk aplikasi untuk pemelajaran anestetik inhalasi bagi residen Anestesiologi, seperti aplikasi Gas Man®. Aplikasi Gas Man® bertujuan untuk membantu peserta didik memahami fisiologi dan patofisiologi obat anestetik inhalasi.
Metode: Penelitian ini merupakan Randomized Controlled Trial. Subjek penelitian merupakan residen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI tahun akademik 2022–2023 dengan status aktif Tahap Pembekalan dan Tahap Magang yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi. Sampel dilakukan randomisasi menggunakan halaman web www.randomizer.org, dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok simulasi dan diskusi. Sampel diberikan pre test dan post test, serta mengisi survei kepuasan di akhir kegiatan.
Hasil: Kelompok simulasi mendapat nilai median (IQR) post test 80 (76,67-83,33) sedangkan kelompok diskusi 50 (40-66,67) dengan nilai P=0,000<0,05. Masing-masing kelompok memiliki tingkat kepuasan "Puas" 63,2% dan 68,4% (secara berurutan).
Kesimpulan: Metode pemelajaran berbasis simulasi dengan menggunakan aplikasi Gas Man® lebih baik jika dibandingkan berbasis diskusi dalam peningkatan pengetahuan ambilan dan distribusi anestetik inhalasi residen Anestesi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Feny Kusumadewi
"ABSTRAK
Pneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang sering terjadi pada masa
anak-anak dan masa bayi. Peradangan tersebut menyebabkan sputum terkumpul di
paru, yang membuat sulit untuk bernafas. Salah satu cara untuk mengeluarkan
sputum adalah CPT. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
chest physiotherapy (CPT) terhadap status pernafasan anak balita pnemonia. Desain
penilitan ini menggunakan quasi eksperiment post test only dengan grup kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh CPT terhadap suara nafas (p
value= 0,008), retraksi dada (p value= 0,008), frekuensi pernafasan (p value= 0,001)
dan saturasi oksigen (p value= 0,01) pada balita. Penelitian ini merekomendasikan
CPT sebagai intervensi keperawatan untuk memperbaiki status pernafasan anak.

ABSTRACT
Pneumonia is an inflammantory condition of the lung. Child and infant included a
group that have risk to get pneumoni. The inflammantion causes pulmonary sputum
collection and this make difficult to breath. One of the ways to take out the sputum is
by doing chest physiotherapy (CPT). The purpose of this research was to find out the
effect of chest physiotherapy (CPT) toward respiratory status of children pnemonia.
Design of this study used quasi eksperiment post test only non equivalent group. The
result of the study showed there was significant effect of CPT againts breath sounds
(p value= 0,008), chest retraction (p value= 0,008), respiratory rate (p value= 0,001)
and oxygen saturation (p value= 0,010) on children. This research recommend CPT
as a nursing intervention to recover children respiratory status."
2013
T35979
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arisanti Prabandini
"Ventilator associated-pneumonia VAP adalah pneumonia yang terjadi pada pasien yang terpasang ventilator melalui trakeostomi atau intubasi endotrakeal selama lebih dari 2 hari perawatan. VAP merupakan infeksi yang paling sering terjadi pada ICU dan menjadi penyebab morbiditas mayor, mortalitas, serta peningkatan biaya perawatan. Penelitian retrospective dengan pendekatan cross sectional bertujuan untuk mendapatkan gambaran kejadian VAP pada pasien di ICU RSUD dr. Soedono Madiun bulan Mei 2016 ndash; April 2017. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pasien yang mengalami VAP adalah berusia dewasa madya 45,2 dengan jenis kelamin laki-laki 52,4 pada late onset 66,7 . Skor komorbiditas rendah 81,0 dan terbesar adalah cedera serebrovaskuler 35,7 . Sering di jumpai bakteri gram negatif 88,1 . Kejadian VAP tinggi disebabkan lama perawatan, kepatuhan klinisi pada pelaksanaan hand hygiene, SOP VAP bundle masih dalam pengembangan, serta mutasi perawat. Penting dilaksanakan penyusunan SOP intervensi VAP bundle yang efektif dan pendokumentasian kejadian VAP sesuai dengan standar CPIS sehingga kejadian VAP dilaporkan tepat.

Ventilator associated pneumonia VAP is defined as pneumonia that occured in patient with mechanical ventilation used tracheostomy or endotracheal intubation more than 2 days treatment. VAP is the most common infection in intensive care units ICUs and cause of mortality, major morbidity, and increased finansial burden. This retrospective study with cross sectional approach aimed to explain the VAP incidence of patient in ICU RSUD dr. Soedono Madiun in periode May 2016 until April 2017. The result of this study indicated that the most of patients that developed VAP was median age adult 45,2 male 52,4 late onset VAP 66,7 . The comorbidity score was low 81,0 and the most common was cerebrovascular injury 35,7 . The negative gram bacteria. was the most common microorganism 88,1 . The VAP incidence was high, because of the patient rsquo s length of stay, clinician rsquo s submission of hand hygiene, standard operational procedure of VAP bundle care still unfixed, and staff mutation. So important to arranged effective standard operational procedure of VAP bundle care and appropriate documentation of VAP incidence used CPIS until VAP incidence report was right."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S68892
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Abdi Kurniawan
"Otitis Media Efusi OME adalah suatu penyakit dimana kavum telinga tengah terisi oleh cairan peradangan tanpa adanya tanda dan gejala infeksi. Mayoritas kejadian Otitis Media Efusi OME pada anak mengalami remisi spontan. Terapi konvensional yang digunakan saat ini adalah dekongestan selama 3 bulan, namun demikian apabila tidak ditangani dengan tepat, Otitis Media Efusi OME dapat menimbulkan berbagai komplikasi, yang harus dilakukan pemasangan tuba timpanostomi pipa grommet . Salah satu modalitas terapi yang saat ini sedang berkembang dan memiliki efektifitas yang tinggi adalah laserpunktur yang menggunakan sinar laser dengan intensitas rendah atau disebut juga low-level laser therapy di titik akupunktur, yang dapat memicu terjadinya reaksi foto biostimulasi sel dan jaringan. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menyediakan alternatif metode penanganan Otitis Media Efusi OME pada anak yang minimally invasive sehingga dapat meningkatkan angka kesembuhan Otitis Media Efusi OME . Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar penelitian lain yang turut menunjang upaya penanganan Otitis Media Efusi OME pada anak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terapi laserpunktur pada titik TE21 Ermen, SI19 Tinggong, GB2 Tinghui dan TE17 Yifeng dan dekongestan dapat memberikan perbaikan terhadap timpanogram Otitis Media Efusi p

Otitis Media Effusion OME is defined as the persistence of nonpurulent serous or mucoid middle ear effusion in the absence of signs and symptoms of infection. The majority of occurrences of Otitis Media Effusion OME in child is spontaneous remission. Nowadays, conventional treatment use decongestan for 3 months, however, if Otitis Media Effusion OME did not treated properly, it can cause complications, and have to be treated by ventilation tube grommet insertion. One of the modalities currently developing and having high effectiveness is laserpuncture that use low intensity laser beams or also called low level laser therapy at the acupuncture point, which can stimulate photo reactions of cell and tissue biostimulation. Hopefully the result of this research can provide an alternative method of treatment of Otitis Media Efusi OME in child. This study is expected to be the basic of other studies that also support efforts to manage Otitis Media Effusion OME in child. The result of this research shows laserpuncture could improve the value of tympanogram for Otitis Media Effusion in children p"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58963
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvira Primananda Putri
"Penyakit Covid-19 merupakan penyakit yang menyebabkan masalah pernapasan. Covid-19 memiliki beberapa gejala yang biasanya muncul setelah periode inkubasi. Beberapa gejala umum dari Covid-19 yaitu demam, batuk dan kelelahan, gejala lain seperti produksi sputum, sakit kepala, diare, dispnea, dan lymphopenia juga dapat terjadi. Beberapa pasien yang mengalami batuk dengan produksi sputum memiliki keterbatasan untuk mempertahankan kebersihan jalan napas secara mandiri karena sputum yang terlalu kental dan ketidakmampuan untuk batuk secara efektif. Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sputum dapat menyebabkan penumpukan sputum di jalan napas yang menyebabkan obstruksi sehingga ventilasi berkurang. Salah satu peran perawat di IGD adalah melakukan stabilisasi pasien dari sisi Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure (ABCDE). Pada pasien dengan retensi sputum dapat mengalami penyumbatan jalan napas. Salah satu intervensi keperawatan yang umum untuk pasien dengan retensi sputum yaitu kolaborasi pemberian mukolitik dan prosedur suction. Namun prosedur suction ini dapat menimbulkan nyeri dan risiko cedera jalan napas jika sputum terlalu kental, sehingga perlu dipertimbangkan antara manfaat dan efek sampingnya. Intervensi non invasive lain yang dapat dilakukan untuk mengeluarkan dahak adalah fisioterapi dada dan batuk efektif. Pada studi kasus ini mempresentasikan kasus seorang perempuan (45 tahun) dengan demam 4 hari sebelum masuk rumah sakit, lemas, sesak, pusing, mual, anosmia dan tidak bisa tidur, batuk produktif namun kesulitan mengeluarkan sputum, terkonfirmasi positif Covid-19 melalui swab antigen dan PCR. Saat berada di IGD pasien mendapatkan terapi oksigenasi nasal kanul, medikasi dan fisioterapi dada. Setelah dilakukan dua kali fisioterapi dada, pasien dapat mengeluarkan dahak dan saturasi meningkat. Studi kasus ini menunjukkan seberapa kegunaan fisioterapi dada dan batuk efektif sebagai salah satu intervensi untuk membantu mengatasi diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas pada pasien Covid-19.

Covid-19 is a disease that causes respiratory problems. Covid-19 has several symptoms that usually appear after the incubation period. Some of the common symptoms of Covid-19 are fever, cough, fatigue, other symptoms such as sputum production, headache, diarrhea, dyspnea, and lymphopenia can also occur. Some patients who have a cough with sputum production have limited ability to maintain a clean airway independently because of excessively thick sputum and an inability to cough effectively. The inability to excrete sputum can lead to a buildup of sputum in the airways which obstructs so that ventilation is reduced. One of the nurse's roles in the ER is to stabilize the patient from the Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure (ABCDE) side. Patients with sputum retention may experience airway obstruction. One of the common nursing interventions for patients with sputum retention is the collaboration of mucolytic administration and suction procedures. However, this suction procedure can cause pain and the risk of airway injury if the sputum is too thick, so it is necessary to consider the benefits and side effects. Another non-invasive intervention that can be done to remove sputum is chest physiotherapy and effective coughing. In this case study, we present the case of a woman (45 years old) with fever 4 days before hospital admission, weakness, shortness of breath, dizziness, nausea, anosmia and unable to sleep, productive cough but difficulty expel sputum, confirmed positive for Covid-19. While in the ED the patient received nasal cannula oxygenation therapy, medication, and chest physiotherapy. After two chest physiotherapy, the patient was able to expel sputum and increased saturation. This case study shows how effective chest and cough physiotherapy is as an intervention to help overcome the diagnosis of ineffective airway clearance in Covid-19 patients. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>