Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185537 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
cover
Baiq Nurul Fitriani
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mindfulness guru dan mastery motivation pada Siswa Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB). Mindfulness guru diukur dengan Mindful Attention Awareness Scale (Brown dan Ryan, 2003) yang diisi oleh 69 orang guru. Mastery Motivation siswa diukur dengan Dimensions of Mastery Questionnaire 18 (Morgan, 2015) yang dinilai oleh guru terhadap 258 siswa berkebutuhan khusus dari kelas satu hingga kelas enam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor mindfulness guru cenderung tinggi. Skor mindfulness cenderung berbeda pada usia guru yang berbeda. Sedangkan jenis kelamin, pendidikan terkahir, dan lama mengajar tidak dapat menunjukkan perbedaan mindfulness yang signifikan. Berdasarkan dimensi-dimensi yang ada pada mastery motivation (cognitive/object persistence, gross motor persistence, social persistence with adult, social persistence with children, mastery pleasure, frustration/anger, sadness/shame, general competence), ditemukan perbedaan yang signifikan berdasarkan jenis kebutuhan khusus siswa.
Penelitian ini juga menemukan perbedaan yang signifikan pada dimensi frustration/anger dan sadness/shame berdasarkan jenjang kelas siswa. Sementara tidak ada perbedaan yang signifikan pada dimensi-dimensi mastery motivation pada siswa SLB berdasarkan jenis kelamin, usia siswa, dan tingkat keparahan kebutuhan khusus yang dialami oleh siswa.

The purpose of this study was to investigate the teachers` mindfulness and special needs student`s mastery motivation in special school. Mindfulness was measured using Mindful Attention Awareness Scale (Brown and Ryan, 2003) to 69 teachers. Mastery motivation was measured using Dimensions of Mastery Questionnaire (Morgan, 2015) rated by teachers on 258 students which was enrolled on 1st until 6th grade in special school.
The results showed that most of the teachers have high score in mindfulness. This study found that teacher`s age affect teacher`s mindfulness while gender, level of education, and teaching time have no effect on teacher`s mindfulness score.
It was also found that student`s mastery motivation is significantly different based on the type of special needs in all dimensions. The dimensions of frustration/anger and sadness/shame are significantly different based on school level. There were no differences on mastery motivation based on gender, age, and the severity of needs.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S66474
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Absharina Izzaty
"Being a teacher in SLB facing major challenges in teaching and learning. Mindfulness on teacher help make closer in interpersonal relationship of teacher and student. Good interpersonal relationships can help the process of school adjustmen students with special needs. Therefore this research was conducted to get an idea of ??the relationship between teacher mindfulness and school adjustment of students with special needs through the perception of teachers in schools SLB . Measurements school adjustment using the Short Form Teacher Rating Scale of School adjustment SFTRSSA developed by Bitch and Ladd 2007 through the perception of teachers and measurements of mindfulness using a measuring instrument Mindfull Attention Awareness Scale MAAS developed by Brown and Ryan 2003 . Participants in this study were 75 teachers who teach grade one, two and three elementary schools in the School SLB are located in Jakarta and Depok with a number of students were rated as 325 students. The results showed that teachers mindfulness have a positive relationship with the school adjustment of students with special needs with the value of r = 0.21, P."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S66171
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Absharina Izzaty
"Guru di Sekolah Luar Biasa SLB menghadapi tantangan yang besar dalam proses belajar mengajar. Mindfulness pada seorang guru dapat membantu dalam menjalin hubungan interpersonal pada guru dan murid. Hubungan interpersonal yang baik dapat membantu proses school adjustment pada siswa berkebutuhan khusus di sekolah. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran hubungan antara mindfulness guru dan school adjustment siswa berkebutuhan khusus melalui persepsi guru di SLB. Pengukuran school adjustment menggunakan Short Form Teacher Rating Scale of School adjustment SFTRSSA yang dikembangkan oleh Bitch dan Ladd 2007 melalui persepsi guru dan pengukuran mindfulness menggunakan alat ukur Mindfull Attention Awareness Scale MAAS yang dikembangkan oleh Brown dan Ryan 2003. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 75 guru yang mengajar kelas satu, dua dan tiga sekolah dasar di Sekolah Luar Biasa SLB yang berlokasi di Jakarta dan Depok dengan jumlah siswa yang dinilai sebanyak 325 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mindfulness guru memiliki hubungan yang positif dengan school adjustment siswa berkebutuhan khusus dengan nilai r=0,21.

Being a teacher in SLB facing major challenges in teaching and learning. Mindfulness on teacher help make closer in interpersonal relationship of teacher and student. Good interpersonal relationships can help the process of school adjustmen students with special needs. Therefore this research was conducted to get an idea of the relationship between teacher mindfulness and school adjustment of students with special needs through the perception of teachers in schools SLB . Measurements school adjustment using the Short Form Teacher Rating Scale of School adjustment SFTRSSA developed by Bitch and Ladd 2007 through the perception of teachers and measurements of mindfulness using a measuring instrument Mindfull Attention Awareness Scale MAAS developed by Brown and Ryan 2003. Participants in this study were 75 teachers who teach grade one, two and three elementary schools in the School SLB are located in Jakarta and Depok with a number of students were rated as 325 students. The results showed that teachers mindfulness have a positive relationship with the school adjustment of students with special needs with the value of r 0.21."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Savitri
"Maslach memandang burnout sebagai sindrom psikologis yang meliputi tiga dimensi yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi, dan low personal accomplishment (Maslach, 1982; 1993). Dimensi kelelahan emosional mencerminkan terkurasnya sumber-sumber diri sehingga individu tidak mampu memberikan pelayanan dengan baik. Kemudian dimensi depersonalisasi ditandai oleh kecenderungan individu bersikap negatif dan sinis terhadap penerima pelayanan. Sedangkan dimensi low personal accomplishment mengacu pada penilaian negatif terhadap kinerja diri.
Fenomena burnout umumnya dialami oleh profesional yang bekerja di bidang pelayanan sosial. Maslach (1993) serta Pines dan Aronson (1993) berpendapat bahwa para profesional di sektor pelayanan sosial selalu dituntut untuk memberikan pelayanan dengan baik. Hubungan antara pemberi dan penerima pelayanan yang bersifat asimetris menyebabkan pemberi pelayanan dituntut secara kontinyu memperhatikan kesejahteraan penerima pelayanan. Padahal selama proses pemberian pelayanan mereka menghadapi situasi yang kompleks sehingga rentan terhadap emosi negatif. Situasi yang kompleks tersebut misalnya penerima pelayanan yang tidak kooperatif, beban kerja, konflik dengan rekan kerja, sampai masalah birokrasi. Dengan berjalannya waktu energi pemberi pelayanan akan terkuras sehingga berkembanglah fenomena burnout.
Dalam memahami proses burnout memang tidak terlepas dari teori stres umum (Chemiss, 1980). Ia menjelaskan Iebih lanjut, burnout diawali oleh adanya persepsi individu terhadap tuntutan pekerjaan yang berlebihan (stres). Kemudian individu berupaya mengatasi ketidaknyamanan akibat stres (coping). Ketika upaya mengatasi pemwasalahan selalu menemui kegagalan, individu menjadi tidak berdaya. Ketidakberdayaan tersebut menyebabkan individu menggunakan mekanisme pertahanan intrapsikis seperti menjaga jarak dari klien serta memperlakukan mereka secara sinis. Simtom-simtom tersebut mencerminkan individu mengalami burnout.
Peneliti tertarik untuk melihat burnout pada guru SLB tuna ganda, yaitu individu yang mengajar siswa yang memiliki Iebih dari satu kelainan. Dawson dkk., (dalam Stieler, 1994) mengatakan bahwa guru SLB tuna ganda rentan terhadap timbulnya frustrasi karena menghadapi karakteristik siswa yang tidak responsif, labil secara emosi, dan daya tangkap siswa sangat terbatas. Kondisi ini menuntut perhatian dan pelayanan guru terus menerus secara individual. Selain itu tugas-tugas guru SLB tuna ganda pun beragam, selain melayani siswa secara individual, mereka juga memodifikasi perilaku siswa, menjalin kerjasama dengan orangtua dan profesional lain, serta menyelesaikan tugas-tugas tambahan lain. Dengan beragamnya tuntutan yang dihadapi guru SLB tuna ganda maka dengan berjalannya waktu, rnereka rentan terhadap burnout. Dengan demikian permasalahan yang ingin diteliti adalah bagaimanakah gambaran burnout yang dialami guru SLB tuna ganda pada dimensi kelelahan emosional, depersonalisasi, dan low personal accomplishment? Faktor-faktor apa sajakah yang merupakan sumber burnout?, serta bagaimanakah proses berkembangnya burnout yang dialami oleh guru SLB tuna ganda?
Melalui wawancara mendalam diperoleh hasil sebagai berikut gambaran dimensi kelelahan emosionai ditandai dengan perasaan frustrasi, lelah secara psikologis, jenuh, dan tidak berdaya yang bersifat kronis. Kemudian gambaran dimensi depersonalisasi yang tercermin dari informan adalah kehilangan idealisme terhadap siswa, sikap apatis untuk menerapkan metode Iain, malas mengajar, serta perilaku mudah membentak siswa. Adapun dimensi low personal accomplishment yang dialami informan meliputi perasaan gagal sebagai guru, meragukan kompetensi diri, merasa tidak berharga, tidak ada keinginan untuk mengembangkan potensi diri di pekerjaan, tidak memiliki target (kecuali demi meraih kepangkatan), serta perasaan putus asa terhadap pekerjaannya.
Adapun sumber-sumber burnout yang diperoleh dari penelitian ini meliputi empat matra yaitu keterlibatan dengan siswa, lingkungan kerja, individu, dan keluarga. Matra keterlibatan dengan siswa tuna ganda yaitu perasaan jenuh. kesal, dan Ielah menghadapi perubahan pada siswa yang sangat Iambat karena karakteristik siswa tuna ganda yang keterbelakangan mental, daya tangkap terbatas, labil secara emosi, serta tidak mampu menolong diri. Kondisi tersebut selalu menuntut kesabaran dan kompetensi guru untuk mengulang-ulang pelajaran dalam jangka waktu yang Iama. Sedangkan matra lingkungan kerja sebagai sumber burnout meliputi beban kerja secara kuantitas dan kualitas, konflik dengan rekan, kontrol yang rendah terhadap pekerjaan, konflik peran, ambiguitas peran, jalur komunikasi dari atas tidak jelas, sikap orangtua tidak kooperatif, serta dukungan sosial yang tidak dirasakan dari rekan dan atasan. Adapun matra individu yang merupakan sumber burnout adalah harapan yang tidak realistis terhadap siswa, konsep diri yang tergolong rendah, sikap tertutup, penekanan keberhasilan pada hasil akhir, locus of control cenderung eksternal, kurang gigih dalam berusaha, dan penghayatan terhadap makna kerja untuk mencapai kemapanan secara materi. Sedangkan matra keluarga yaitu konflik peran pada wanita bekerja.
Penelitian ini juga memperoleh hasil bahwa burnout yang dialami informan berkembang karena strategi coping yang tidak adekuat dalam menghadapi permasalahan siswa dan permasalahan lain di tempat kerja. Informan menggunakan strategi coping yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan emosional (emotion-regulating function), seperti penghindaran terhadap masalah, penyangkalan terhadap masalah, maupun upaya melupakan permasalahan. Penggunaan strategi coping tersebut disebabkan oieh kegagalan berulang kali dalam mengembangkan siswa. Ada sejumlah faktor internal dan eksternal yang turut mempengaruhi kegagalan dalam mengembangkan siswa. Faktor eksternal meliputi karakteristik psikologis siswa tuna ganda dan sikap orangtua yang tidak kooperatif. Sedangkan faktor internal yang turut andil menyebabkan kegagaian dalam mengembangkan siswa meliputi: harapan yang tidak realistis terhadap siswa, locus of control cenderung eksternal, ragu terhadap kompetensi diri dan kurang gigih dalam berusaha. Penggunaan strategi coping yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan emosional memang adaptif untuk jangka pendek. Namun jika berlangsung lama, ternyata tidak efektif. Permasalahan yang dihadapi informan tetap muncul karena karakteristik siswa tuna ganda yang dihadapi informan merupakan stressor yang kronis. Dengan bertambahnya waktu energi informan terfokus untuk mengatasi pemasalahan yang tidak kunjung dapat diatasi sehingga semakin lama menguras sumber-sumber diri informan. Pada akhirnya informan mengalami humour, yaitu kelelahan emosional. Kemudian keIelahan emosional tersebut menyebabkan perkembangan depersonalisasi dan low personal accomplishment.
Penelitian ini juga mendapatkan informan yang tidak mengalami burnout. Proses yang dialami informan yang tidak mengalami burnout yaitu mereka menggunakan strategi coping yang mengarah pada pemecahan masaIah. Hal ini tampak dari membuat program yang disesuaikan dengan kemampuan siswa, berkonsultasi dengan rekan, pakar, dan atasan mengenai masalah pekerjaan, selalu mencoba metode secara konsisten, membuat suasana belajar yang berbeda, serta mengisi hidup secara variatif. Penggunaan strategi coping tersebut dilakukan setelah informan dapat 'menerima keterbatasan siswa tuna ganda apa adanya'. Selanjutnya penggunaan strategi coping yang mengarah pada pemecahan masalah menyebabkan informan meraih keberhasilan dalam mengembangkan siswa setahap demi setahap. Keberhasilan yang diraih secara bertahap tersebut mengembangkan sense of personal accomplishment.
Penelitian ini bersifat deskriptif sehingga perlu dikembangkan untuk penelitian selanjutnya dengan menggunakan desain korelasional maupun penelitian longitudinal untuk memahami keterkaitan antara sumber burnout, burnout, dan dampak dari burnout di Indonesia. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan pendekatan lain seperti pendekatan organisasional terhadap burnout. Sedangkan saran metodologis untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan triangulasi metodologis. Adapun saran praktis untuk informan yang mengalami burnout yaitu konseling karir untuk menetapkan harapan yang realistis serta menyadari kekuatan dan keterbatasan diri. Selain itu pemberian pelatihan seperti pelatihan keterampilan sosial dan pelatihan strategi coping yang adaptif, akan membantu informan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan mengatasi masalah. Pihak sekolah sebaiknya membentuk support group untuk mengembangkan dukungan sosial antara sesama guru maupun guru dengan orangtua siswa."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
S2656
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azka Hafia
"Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran faktor psikososial dan distress pada guru SLB di Kota Depok saat pandemi COVID-19 tahun 2022. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan pendekatan semi kuantitatif melalui pengisian kuesioner dan wawancara. Sejumlah 67 guru SLB di Kota Depok berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 34,3% guru mengalami distress sedang dan 16,4% guru mengalami distress signifikan. Kemudian, ditemukan bahwa distress lebih banyak dialami oleh guru perempuan (52,7%), berumur > 30 tahun (52,4%), berasal dari program studi non-PLB (52,5%), tidak memiliki tipe kepribadian A (66,6%), memiliki masa kerja > 10 tahun (60%), sudah menikah (59,5%), memiliki anak (64,9%), memiliki dukungan sosial buruk dari keluarga (89,3%), memiliki beban kerja tinggi (61,8%), memiliki peralatan kerja buruk (63,9%), memiliki jam kerja buruk (64,3%), memiliki konflik peran tinggi (73,7%), memiliki ambiguitas peran tinggi (76,2%), memiliki kontrol pekerjaan buruk (81,4%), memiliki dukungan sosial yang buruk dari atasan dan rekan kerja (81,4%), memiliki konflik antara pekerjaan dan rumah yang tinggi (86,2%), jarang melakukan hobi (66,7%), dan memiliki ketakutan berat terhadap infeksi COVID-19 (71,4%).

This study aims to obtain an overview of psychosocial factors and distress among special education teachers in Depok during the COVID-19 pandemic in 2022. This study used a cross-sectional study design with a semi-quantitative approach through filling out questionnaires and interviews. A total of 67 special education teachers in Depok participated in this study. The results showed that 34.3% of teachers experienced moderate distress and 16.4% of teachers experienced significant distress. Then, it was found that distress is more experienced by female teachers (52.7%), aged > 30 years (52.4%), came from non-PLB study programs (52.5%), did not have personality type A (66 ,6%), have a working period of > 10 years (60%), are married (59.5%), have children (64.9%), have poor social support from family (89.3%), have a workload high (61.8%), have bad work equipment (63.9%), have bad working hours (64.3%), have high role conflict (73.7%), have high role ambiguity (76.2% ), have poor work control (81.4%), have poor social support from superiors and coworkers (81.4%), have high work-home conflict (86.2%), rarely do hobbies (66 ,7%), and had a severe fear of COVID-19 infection (71.4%).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erti Ikhtiarini Dewi
"Masalah psikososial ansietas muncul sebagai reaksi dari stres akibat meningkatnya beban dalam merawat anak tunagrahita. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh terapi kelompok suportif terhadap perubahan beban dan tingkat ansietas keluarga dalam merawat anak tunagrahita di SLB Kabupaten Banyumas. Desain penelitian quasi experimental, pre-post test with control group. Tempat penelitian di SLB C Yakut dan SLB Kuncup Mas Banyumas. Sampel penelitian adalah seluruh keluarga anak tunagrahita yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan beban dan tingkat ansietas keluarga sebelum dan setelah mendapatkan terapi kelompok suportif. Rekomendasi penelitian ini adalah perlunya dibentuk parent support group di SLB, beranggotakan keluarga yang memiliki anak tunagrahita.

Anxiety as a psychosocial problems was emerged as stimulated by burden of taking care of mentally retardated children. The purpose of this study was to analyze the effect of supportive group therapy toward the burden and family anxiety level in the care of children at SLB Kabupaten Banyumas. The research used quasi-experimental pre-post test with control group design. The research site took place at SLB C Yakut and SLB Kuncup Mas Banyumas. The sample research was the entire family of mentally retardated children who met the inclusion criteria. Results showed that there was a significant difference in family burden and anxiety levels before and after getting a supportive group therapy on the group. Recommendations of this study is the need to establish a parent support group in special schools, family members who have mental retardated children."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Rossa Turpuk Gabe
"Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam perkembangan mental disertai ketidakmampuan / kekurangmampuan untuk belajar dan untuk menyesuaikan diri. Sekolah Luar Biasa memiliki peranan penting di dalam perkembangan anak tunagrahita, sebagai lembaga pendidikan formal untuk mempersiapkan kehidupan dewasa anak sehingga dapat berintegrasi dalam masyarakat. Untuk itu, Sekolah Luar Biasa harus merespon kebutuhan dan kemampuan dari setiap elemen di dalamnya.
Masalah arsitektural muncul mengenai keberadaan Sekolah Luar Biasa sebagai wadah pendidikan formal bagi anak berkebutuhan khusus, khususnya bagi anak tunagrahita untuk mewadahi kegiatan pendidikan dan pelatihan secara baik. Rendahnya kualitas dan kuantitas ruangan dalam Sekolah Luar Biasa menyebabkan rendah pula hasil pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan selama ini.
Dalam tulisan ini saya mengkaji kondisi fisik Sekolah Luar Biasa dengan pendekatan Post-Occupancy Evaluation (POE). Jenis penilaian ini sebagai pijakan utama dalam menentukan pengaruh kualitas dan kuantitas ruang Sekolah Luar Biasa terhadap proses pendidikan dan pelatihan anak. Selanjutnya kajian ini dapat menjadi dasar pemikiran dalam menciptakan lingkungan binaan baru yang mampu mendukung program pendidikan dan pelatihan bagi penggunanya.
Mental Retarded childs are kids that have a barrier or slowness of their mental development process, along with disability to learn and adaptation. School for exceptional children has an important functional on their development, as a formal education center, to prepare their growing up life that can integrate with the community. As that function, the school must respond this need and ability from all of the aspect.
Architectural problems come from this school, as a formal education center specially for mental retarded childs, are for how to facilitating all the education and training activity well. The low quality and quantity of this school has been impact to the result of the education and training that been done for last days.
In this paper, I do analyse the physical condition of this school with Post-Occupancy Evaluation approvement method. This subject will considered as first step on determining the result of quality and quantity of this school in relation of the educating process for the kids. For the next, this analysis can be fixed as the raw material for creating new environment that able to support the educating and training program for its participants.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S48441
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>